DISOLUSI
9.1. TUJUAN
1. Mampu memahami teknis uji disolusi.
2. Mampu menghitung kadar obat terdisolusi.
3. Mempu membuat profil disolusi.
9.2. PRINSIP
1. Berdasarkan pada penentuan konstanta kecepatan disolusi dari tablet CTM.
2. Berdasarkan kadar CTM yang terdisolusi dalam media air suling dengan
menggunakan diselator.
9.3. TEORI
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke
dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke
dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji
disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep
(Martin,1993)
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan
pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari
apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut
dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi
(Ansel, 1989).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika obat
diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang
terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggunpannya menembeus pembatas
membrane. Tetapi, jika disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin
karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya
sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi (Ansel,
1989).
9.3.1. Mekasnisme Disolusi
Penentuan kecepatan pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode:
(Effendi, 2005)
1. Metode Suspense
Bubuk zat padat ditambahkan pada pelarut tanpa pengontrolan yang eksak
terhadap luas pemukaan partikelnya. Sample diambil pada waktu-waktu
tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya, sehingga
variable perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan. Biasanya zat
dibuat tablet terlebih dahulu. Kemudian sampel ditentukan seperti pada
metode suspensi.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan
padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada
waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan
difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh
kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif
ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam
cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-
partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.
Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan
zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya
dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah:
(Amir, 2007).
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan (Shargel,
1988).
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan
zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu
diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat
berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya. Tes disolusi ini
didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di
dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi
(Shargel, 1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari
kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada
zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin
cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul,
serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik (Voigt, 1995).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau
tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi
menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi
partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung
secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut
diberikan (Martin, 1993).
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau
reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami
dua langkah berturut-turut: (Gennaro, 1990)
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap
atau film disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua,
difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :
9.5. PROSEDUR
Dibuat kurva baku dengan konsentrasi larutan induk 100 ppm, lalu dibuat
pengenceran dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, dan 60
ppm, diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 261,40 nm.
Disetting disolatornya suhu yang digunakan 37C lalu diatur kecepatan
putarannya 50 rpm pada waktu 45 menit, masukkan tabung disolusi berisi 500 ml
aquadest lalu dimasukkan 1 tablet CTM kemudian dayung diputar dengan kecepatan
yang sudah diatur Diambil dengan syringe sebanyak 5ml setiap 3 menit, 5 menit, 10
menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit, lalu diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 261,40 nm
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi
9.7. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas mengenai Disolusi pada tablet CTM
dengan tujuan untuk mampu memahami teknis uji disolusi, mampu menghitung kadar
obat terdisolusi, dan mampu membuat profil disolusi.
Pada percobaan uji disolusi, pertama dilakukan pembuatan kurva baku
menggunakan tablet CTM (chlorpheniramin Maleat) untuk mencari panjang
gelombang maksimal yg akan digunakan. CTM yg sudah ditimbang dilarutkan dlm
labu ukur 100 ml dan di lakukan pengenceran dengan 20, 30, 40, 50, dan 60 ppm
serta didapat persamaannya yaitu Y = 0,002x + 0,195 dengan R2 = 0,994. Panjang
gelombang maksimal yang didapat yaitu 261,4 nm. Hasil tadi sesuai literature dalam
Farmakope Indonesia edisi ke IV halaman 221 menyatakan bahwa klorfeniramin
maleat BFPI dalam media yang sama pada panjang gelombang serapan maksimum
lebih kurang dari 262 nm.
Tablet CTM dimasukkan pada tabung yang berisi aquadest 500 ml dan
disiapkan tabung satunya yang berisi aquadest saja. Medium disolusi yang digunakan
aquadest karena CTM mudah sekali larut dalam air dan didalam tubuh sebagian besar
adalah air. Suhu pada uji disolusi digunaka 37 derajat celcius karena pada suhu
tersebut sama dengan suhu tubuh manusia. Jarak antara permukaan tabung dengan
dayung tidak kurang 1 cm. Dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Setelah menit
ke 3, diambil 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambah 5 ml aquadest
ke dalam tabung yg berisi CTM, dari tabung yang hanya berisi aquadest saja hal ini
bertujuan agar volume yang ada di dalam tabung berisi CTM tetap pada volume 500
ml dan juga untuk mengencerkan. Selanjutnya dilakukan kembali pada menit ke 5,
10, 15, 20 ,25 dan 30. Tiap larutan CTM yang diambil di ukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometri uv - vis dengan panjang gelombang 261,4 nm. Menit
ke 3, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 diperoleh hasil persen terdisolusinya yaitu 168,75%,
391,438%, 643,075%, 159,506%, 186,113%, 312,195% dan 391,080%.
Menurut farmakope indonesia, kadar yang diperoleh pada tablet CTM yaitu
75% dalam waktu kurang dari 45 menit. Hal ini karena tablet CTM harus memenuhi
syarat dapat melarut dengan baik dan dapat terjadi absorbsi melalui lambung dan usus
sesuai efek yang ditetapkan.
Persen terdisolusi yg didapat dari hasil percobaan melebihi 75%. Kesalahan ini
kemungkinan saat pengambilan CTM karena untuk memgambil larutannya tidak
mengenai dasar tabung atau dayung, kemungkinan sediaan tablet CTM mempunyai
kandungan lain sehingga % terdisolusinya besar, bias disebabkan factor aqua destilata
yang keruh, atau pada saat absorbansi. Adanya zat yang lain selain CTM dan aquadest
bias menyababkan presentase menjadi tidak akurat.
9.8. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa presentase disolusi pada
tablet CTM yaitu melebihi kadar sebenarnya yaitu sekitar 75% sedangkan presentase
yang didapat pada praktikum kali ini yaitu pada menit ke 3, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30
diperoleh hasil persen terdisolusinya yaitu 168,75%, 391,438%, 643,075%,
159,506%, 186,113%, 312,195% dan 391,080%.
DAFTAR PUSTAKA
y = 0,002x + 0,195
0,257 = 0,002x + 0,195
0,062 = 0,002x
31 = x
y = 0,002x + 0,195
0,297 = 0,002x + 0,195
0,102 = 0,002x
51 = x
y = 0,002x + 0,195
0,219 = 0,002x + 0,195
0,024 = 0,002x
12 = x
Y = 0,002x + 0,195
0,223 = 0,002x + 0,195
0,028 = 0,002x
14 = x
Y = 0,002x + 0,195
0,243 = 0,002x + 0,195
0,045 = 0,002x
24 = X
Y = 0,002x + 0,195
0,243 = 0,002x + 0,195
0,098 = 0,002x
24 = X
Y = 0,002x + 0,195
0,240 = 0,002x + 0,195
0,045 = 0,002x
22,5 = X
b. Faktor Koreksi
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x0
500
=0
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 13,5
500
= 0,135
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 31,135
500
= 0,311
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 51,446
500
= 0,51446
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 12,760
500
= 0,12760
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 14,889
500
= 0,148
Vdiambil
FK = x BK
Vmedia
5
FK = x 25,036
500
= 0,2504
c. Bobot Koreksi
BK = K + FK
= 13,5 + 0
= 13,5
BK = K + FK
= 31 + 0,135
= 31,13
5
BK = K + FK
= 51 + 0,311 + 0,135
= 51,44
6
BK = K + FK
= 12 + 0,31446 + 0,311 + 0,135
= 12,76
0
BK = K + FK
= 14 + 0,1276 + 0,31446 + 0,311 + 0,135
= 14,88
9
BK = K + FK
= 24 + 0,148 + 0,1276 + 0,31446 + 0,311 + 0,135
= 25,03
6
BK = K + FK
= 30 + 0,2504 + 0,148 + 0,1276 + 0,31446 + 0,311 +
= 31,28
0,135
6
d. % Terdisolusi
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
13,5
x 100 % = 168,75 %
8
BK
Terdisolusi=
ppm x 100 %
31,135
x 100 % = 389,1 %
8
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
51,446
x 100 % = 643,075 %
8
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
12,760
x 100 % = 159,506 %
8
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
14,889
x 100 % = 186,113 %
8
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
25,036
x 100 % = 312,195 %
8
BK
Terdisolusi= x 100 %
ppm
31,286
x 100 % = 391,080 %
8