Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH FARMASI FISIKA

SISTEM DISPERSI KASAR DAN KOLOID

Disusun Oleh :

Mita Fatmawati 201804030

Nafilah Irbah 201804031

Namira Al Anbiya Isrofana 201804032

Nathalia Windy Tuhumena 201804033

Putri Aisyah Q.N 201804034

Putri Indriyani 201804035

Dosen Mata Kuliah : Maya Uzia Beandrade, M.Sc, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan berbagai macam nikmat
dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Dispersi Kasar dan Koloid” ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

Makalah ini telah kami susun sedemikian rupa tentunya dengan bantuan berbagai
macam pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sebagai salah satu
syarat standar kelulusan nilai bagi matakuliah farmasi fisika.

Namun tidak terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang para
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita sekalian. Sekian dan terimakasih.

Bekasi, 19 November 2019

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3
BAB I......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................................ 6
BAB II .................................................................................................................................................. 7
PEMBAHASAN................................................................................................................................. 7
2.1 Pengertian Koloid ........................................................................................................................... 7
2.2 Macam-macam tipe system koloid ............................................................................................ 7
2.3 Sifat – Sifat koloid ....................................................................................................................... 10
2.4 Pengertian Dispersi Kasar .......................................................................................................... 14
2.5 Sifat Antarmuka Partikel Tersuspensi .................................................................................... 15
2.6 Pengendapan dalam Suspensi ................................................................................................... 17
2.7 Sedimentasi Partikel Terflokulasi ............................................................................................ 18
2.8 Parameter Sedimentasi ................................................................................................................ 18
2.9 Sistem Flokulasi dan Deflokulasi ......................................................................................... 19
2.10 Emulsi .............................................................................................................................................. 26
2.11 Tipe Emulsi .................................................................................................................................... 26
2.12 Pengertian Surfaktan ................................................................................................................... 26
2.13 Adsorpsi partikel padat ............................................................................................................... 27
2.14 Stabilitas fisik emulsi .................................................................................................................. 27
2.15 Pengujian tipe emulsi .................................................................................................................. 29
2.16 Mikroemulsi ................................................................................................................................... 30
2.17 Sifat fisika mikroemulsi ............................................................................................................. 30
2.18 Formulasi mikroemulsi ............................................................................................................... 31
2.19 Keuntungan mikroemulsi ........................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 35

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi atau yang dipecah)
tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi atau pemecah).Ukuran
partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter,
panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah
adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain
tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly,
dll.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu
koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi
dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Besaran
partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat
terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar.Koloid emas terdiri atas
partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan atom
emas atau lebih.Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang mengandung sekitar
seribu molekul S8.Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro)
ialah haemoglobin.Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter
sekitar 6 x 10-7.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat
homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm),
sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak
terpengaruh oleh gayagravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak
terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak
dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).
Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta awan
merupakan contoh-contoh koloid yang dpat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel

4
juga merupakan sistem koloid.Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia
industri karena kepentingannya.Cabang ilmu kimia yang diaplikasikan dalam industri cat
adalah penerapan konsep sistem koloid. Dimana, dalam cat ini ada 2 (dua) fase zat yang
bercampur menjadi satu. Partikel-partikel yang bercampur tidak dapat diamati dengan
mata telanjang, melainkan harus menggunakan suatu alat bantu yang berupa mikroskop
ultra. Dalam hal ini, fase zat yang terdispersi adalah zat padat dan zat cair sebagai medium
pendispersinya.Pada pencampuran dua zat yang berbeda fase ini tidak terjadi pengendapan.Sehingga
konsep sistem koloid ini sangat tepat digunakan dalam industri cat. Lebih jauh, konsep sistem
koloid yang diterapkan dalam dunia industri tidak hanya sebatas zat padat yang
terdispersi dalam medium pendispersi yang berupa zat cair. Berbagai jenis sistem koloid
telah diterapkan di dunia industri dan hasilnya terciptalah berbagai produk industri yang
bisa dinikmati, seperti susu, kerupuk, mentega, dan lain sebagainya. Jadi sistem koloid
sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dalam dunia industri, kadangkala dijumpai
suatu bahan yang tidak dapat larut dalam suatu pelarut. Oleh karena itu, untuk membuat
bahan tersebut stabil (dapat larut) diterapkanlah konsep sistem koloid ini.Hal ini karena
koloid mempunyai gerak Brown.Sifat inilah yang menyebabkan suatu bahan yang tidak
stabil menjadi stabil. Karena partikel-partikel bergerak terus-menerus, maka partikel-
partikel koloid dapat mengimbangi gaya grafitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi
(pengendapan). Sehingga, pembelajaran dan pemahaman mengenai berbagai jenis sistem koloid,
khususnya diaplikasikan dalam dunia industri sangat diperlukan untuk menunjang
kemajuan dunia perindustrian.

1.2 Rumusan Masalah


1.Apa itu koloid ?
2. Apa saja jenis-jenis koloid ?
3. Apa saja tipe-tipe system koloid ?
4. Apa saja sifat-sifat koloid ?
5. Apa saja aplikasi koloid dalam bidang farmasetika ?
6. Apa saja contoh koloid dalam kehidupan sehari-hari ?
7. Apa yang dimaksud dengan disperse kasar?
8. Apa yang dimaksud dengan parameter sedimentasi?
9. Apa yang di maksud dengan emulsi?
10. Apa saja tipe emulsi?

5
1.3 Tujuan Penulisan
1 Menjelaskan apa itu koloid
2. Menjelaskan jenis-jenis koloid
3. Menjelaskan aplikasi koloid dalam bidang farmasetika
4. Menjelaskan sifat-sifat koloid
5. Menjelaskan contoh-contoh koloid dalam kehidupan sehari-hari
6. Menjelaskan tipe-tipe system koloid
7. Menjelaskan apa itu disper kasar
8. Menjelaskan apa itu parameter sedimentasi
9. Menjelaskan apa itu emulsi
10. Menjelaskan tipe- tipe emulsi

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Koloid

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi atau yang dipecah)
tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi atau pemecah).Ukuran
partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter,
panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah
adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain
tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly,
dll.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau
suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa
pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4
cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut.
Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar.Koloid
emas terdiri atas partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang masing-masing
mengandung jutaan atom emas atau lebih.Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel
yang mengandung sekitar seribu molekul S8.Suatu contoh molekul yang sangat besar
(disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin.Berat molekul dari molekul ini 66800
s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2.2 Macam-macam tipe system koloid
a. Koloid liofilik
Sistem yang mengandung partikel partikel koloid yang banyak berinteraksi
dengan medium dispersu di kenal sebagai koloid liofilik (suka pelarut). Karena
afinitasnya pada medium dispersi, bahan-bahan tersebut relatif mudah membentuk
dispersi koloid, atau sol. Jadi, sol koloid lioHlik biasanya dapat diperoleh hanya
dengan melarmkan bahan tersebut dalam pelaruc yang digunakan. Sebagai contoh,
disolusi akasia atau gelatin dalam air atau seluloid dalam amil asetat akan membentuk
sol.
Keberagaman sifat golongan koloid ini disebabkan oleh tarik-menarik antara
fase terdispersi dan medium dispersi, yang mengakibatkan solvasi, yaitu penempelan
molekul-molekul pelarut dengan molekul-molekul fase terdispersi. Untuk koloid

7
hidrofilik, yang menggunakan air sebagai medium dispersi, peristiwa solvasi ini
disebut hidrasi. Sebagian besar koloid liofilik merupakan molekul organik, misalnya,
gelatin, akasia, insulin, albumin, karet, dan polistiren. Dari contoh-contoh ini, empat
contoh pertama membentuk koloid liofilik dalam medium dispersi air (sol hidrofilik).
Karet dan polistiren membentuk koloid liofllik dalam pelarut organik bukan air.
Berdasarkan hal ini, bahan-bahan tersebut dikenal sebagai koloid liofilik. Contoh ini
menggambarkan satu hal penting bahwa istilah liofilik hanya berarti apabila
diterapkan pada bahan yang terdispersi dalam suatu medium dispersi khusus. Suatu
bahan yang membentuk sistem koloid liofilik dalam satu cairan tertentu (misalnya,
air) kemungkinan tidak membentuk sistem koloid seperti itu dalam cairan lain
(misalnya, benzen).
b. Koloid liofobik
Golongan koloid kedua terdiri atas bahan-bahan yang mempunyai tarik-
menarik kecil, itu pun jika ada, terhadap medium dispersi. Golongan ini disebut
koloid liofobik (tidak suka pelarut) dan, te'ntu dapat diduga, sifat golongan ini
berbeda dari koloid liofilik. Hal ini terutama karena tidak adanya selubung pelarut di
sekeliling partikel. Koloid liofobik umumnya tersusun atas partikel-partikel anorganik
yang terdispersi dalam air. Contoh bahan semacam ini antara lain emas, perak,
belerang, arsen (III) sulfida, dan perak iodide.
Tidak seperti koloid liofilik, pembuatan koloid liofobik mcmerlukan metode
khusus. Metode-mcrode tersebut antara lain (a) metode dispersi, yaitu ukuran partikel-
partikel kasar diperkecil dan (b) metode kondensasi, yaitu bahan-bahan berukuran
subkoloid diagregasi menjadi partikel-partikel berukuran koloid. Dispersi dapat
dicapai dengan penggunaan generator ultrasonik berintensitas tinggi yang bekerja
pada frekuensi lebih dari 20000 putaran per detik. Metode dispersi kedua melibatkan
pembentukan busur listrik di dalam suatu cairan. Karena panas kuat yang dihasilkan
oleh busur tersebut, sebagian dari logam elektroda terdispersi sebagai uap, yang
berkondensasi membentuk partikel koloid. Proses penggilingan dan penggerusan
dapat digunakan meskipun efisiensi proses ini rendah. Alat yang disebut penggiling
koloid hanya mengurangi ukuran sebagian kecil total partikel menjadi berukuran
koloid. Dalam penggiling koloid, bahan diiris di antara dua set pelat berdekatan yang
berputar cepat.
Kondisi yang dipersyaratkan untuk pembentukan koloid liofobik dengan cara
kondensasi atau agregasi adalah keadaan awal yang sangat lewat jenuh yang diikuti

8
dengan pembentukan dan pertumbuhan inti. Keadaan lewat jenuh dapat diperoleh
dengan mengganti pelarut atau mengurangi suhu. Sebagai contoh, jika belerang
dilarutkan dalam alkohol, kemudian larutan pekat ini dituangkan ke dalam air
berlebih, banyak inti kecil akan terbentuk dalam larutan lewat jenuh tersebut. Inti
kecil ini akan tumbuh dengan cepat membentuk sol koloid. Metode kondensasi
lainnya bergantung pada reaksi kimia, scperti reduksi, oksidasi, hidrolisis, atau
dekomposisi rangkap. Jadi, jika larutan garam garam logam mulia yang bersuasana
netral atau sedikit basa direaksikan dengan senyawa pereduksi seperti formaldehidd
atau pirogalol, akan terbentuk atom-atom yang bergabung untuk membentuk agregat
bermuatan. Oksidasi hidrogen sulfida menghasilkan pembentukan atom belerang dan
produksi sol belerang. Jika larutan feri ldorida ditambahkan pada air bervolume besar,
akan terjadi hidolisis yang disertai dengan pembentukan sol feri oksida hidrat
berwarna merah. Garam kromium dan aluminium juga mengalami hidrolisis dengan
cara yang sama. Akhirnya, dekomposisi rangkap antara hidrogen sulfida dan asam
arsenit menghasilkan sol arsen (III) sulfida. Jika digunakan hidrogen sulfida berlcbih,
ion HS‘ teradsorpsi pada partikel-partikel tersebut. Peristiwa ini menghasilkan muatan
negatif yang besar pada partikel sehingga membentuk sol yang stabil.
c. Koloid Gabungan: Misel dan Konsentrasi Misel Kritis
Koloid gabungan atau amfifilik merupakan golongan ketiga dalam
penggolongan ini. Seperti ditunjukkan pada Bab 16 tentang fenomena antarmuka
(hlm. 561), molekul-molckul atau ion-ion tcrtentu yang disebut amfifil atau bahan
aktif permukaan dicirikan oleh adanya dua daerah yang berbeda yang memiliki
afinitas terhadap larutan yang berlawanan di dalam molekul atau ion yang sama. Jika
terdapat dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah, amfilil berada dalam
keadaan terpisah-pisah dan berukuran subkoloid. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi
agregasi pada suatu kjsaran konsentrasi yang sempit. Agregat ini, yang mungkin
mengandung 50 monomer atau lebih, disebur misel. Karena diameter tiap misel
kurang lebih 50 A, misel berada dalam kisaran ukuran yang sebelumnya telah kita
tetapkan sebagai koloid. Konsentrasi monomer saat mulai membentuk misel disebut
konsentrasi misel kritis (critical micelle concentration, CMC). Jumlah monomer yang
beragregasi membentuk suatu misel dikenal sebagai bilangan agregasi misel.
Fenomena pembentukan misel dapat diterangkan sebagai berikut. Di bawah
CMC, konsentrasi amfifil yang mengalami adsorpsi pada antarmuka udara-air
meningkat apabila konsentrasi total amfifil dinaikkan. Kenaikan konsentrasi akhirnya

9
mencapai satu titik ketika antarmuka dan fase bulk jenuh oleh monomer. Titik inilah
yang disebut CMC. Amfifil yang terus ditambahkan melebihi konsentrasi ini akan
beragregasi membentuk misel dalam fase bulk, dan dengan cara ini, energi bebas
sistem dikurangi.
2.3 Sifat – Sifat koloid
1. Sifat-Sifat Optis Koloid
a. Efek Faraday-Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-
partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup
besar. Efek Tyndall merupakan satu bentuk sifat optik yang dimiliki oleh sistem
koloid. Pada tahun 1869, Tyndall menemukan bahwa apabila suatu berkas cahaya
dilewatkan pada sistem koloid maka berkas cahaya tadi akan tampak. Tetapi
apabila berkas cahaya yang sama dilewatkan pada dilewatkan pada larutan sejati,
berkas cahaya tadi tidak akan tampak. Singkat kata efek Tyndall merupakan efek
penghamburan cahaya oleh sistem koloid. Bila suatu berkas cahaya yang kuat
melewati suatu sol koloid, suatu kerucut kasat mata terbentuk sebagai akibat
penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid disebut efek Faraday-Tyndall
Ultramikroskop memungkinkan seseorang untuk menentukan titik-titik cahaya
yang menyebabkan pembentukan kerucut Tyndall.
b. Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron banyak digunakan untuk mengamati ukuran, bentuk dan
struktur partikel-partikel koloid. Mikroskop elektron mampu menghasilkan
gambar partikel yang sebenarnya, bahkan partikel-partikel dengan ukuran yang
mendekati ukuran molekul. Keberhasilannya disebabkan oleh daya resolusinya
yang tinggi, yang dapat didefinisikan dengan istilah d, yaitu jarak terkecil antara
dua objek yang terpisah, namun tetap dapat dibedakan. Makin kecil panjang
gelombang radiasi yang digunakan, makin kecil nilai d dan makin besar daya
resolusi. Menggunakan cahaya tampak sebagai sumber radiasi dan hanya mampu
meresolusi dua partikel yang terpisah sejauh kira-kira 20nm.
c. Hamburan Cahaya
Sangat bergantung pada efek Faraday-Tyndall dan banyak digunakan untuk
menentukan bobot molekul koloid. Juga dapat digunakan untuk memperoleh
informasi tentang bentuk dan ukuran partikel-partikel ini. Hamburan dapat

10
digambarkan dengan istilah turbiditas atau kekeruhan, yakni penurunan intensitas
secara fraksional akibat penghamburan ketika cahaya masuk melewati 1 cm
larutan.
2. Sifat Kinetik Koloid
Dalam bagian ini dikelompokkan beberapa sifat sistem koloid yang
berhubungan dengan gerakan partikel berkenaan dengan medium dispersi. Gerakan
ini dapat dipicu oleh panas (gerak Brown, difusi, osmosis), dipicu oleh gravitasi
(sedimentasi), atau diberikan secara eksternal (viskositas). Gerakan yang dipicu
secara elektris dibicarakan dalam bagian sifat elekris koloid.
a. Gerak Brown
Gerakan tidak beraturan yang dapat diamati pada partikel-partikel sebesar kira-
kira 5nm ini selanjutnya dijelaskan sebagai hasil dari pemboman partikel-partikel
oleh molekul-molekul medium dispersi. Gerakan molekul tentu saja tidak dapat
diamati karena molekul-molekul tersebut terlalu kecil sehingga sulit dilihat.
Kecepatan partikel meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel.
Peningkatan viskositas medium, yang dapat diperoleh dengan menambahkan
gliserin atau senyawa serupa, menurunkan dan akhirnya menghentikan gerak
Brown.
b. Difusi
Partikel-partikel berdifusi secara spontan dari daerah berkonsentrasi lebih tinggi
ke daerah dengan konsentrasi lebih rendah sampai konsentrasi keseluruhan sistem
itu seragam. Difusi adalah hasil langsung gerak Brown.
c. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik, 𝜋, larutan koloid encer dijelaskan oleh persamaan van’t Hoff:
𝜋 = cRT C adalah konsentrasi molar zat terlarut. Persamaan ini dapat digunakan
untuk menghitung bobot molekul suatu koloid dalam larutan encer.
d. Sedimentasi
Kecepatan sedimentasi, v, partkel-partikel bulat yang mempunyai densitas p
dalam medium yang memiliki densitas p0 dan viskositas ᵑ0 diberikan oleh hukum
Stokes : V = 2𝑟 2 (p-p0)g/9ᵑ0 g adalah percepatan gravitasi. Jika partiel hanya
mengalami gaya gravitasi, batas bawah ukuran partikel yang mengikuti persamaan
Stokes kira-kira 0,5nm. Ini disebabkan gerak Brown menjadi bermakna dan
cenderung mengimbangi sedimentasi akibat gravitasi.

11
e. Viskositas
Menyatakan tahanan suatu sistem untuk mengalir pada suatu tekanan yang
diberikan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang diperlukan untuk
membuat cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu. Viskositas dispersi
koloid dipengaruhi oleh bentuk partikel fase dispersi. Koloid-bulat (spherocolloid)
membentuk dispersi yang memiliki viskositas relatif rendah, sedangkan sistem
yang mengandung partikel-partikel linear bersifat lebih kental.
3. Sifat-Sifat Elektris Koloid
Sifat-sifat koloid yang bergantung pada, atau yang dipengaruhi oleh, adanya
muatan pada permukaan partikel akan dibicarakan dalam bagian ini :
a. Fenomena Elektrokinetik
Pergerakan suatu permukaan bermuatan sehubungan dengan fase cair yang
berdekatan merupakan prinsip utama yang mendasari empat fenomena
elektrokinetik : elektroforesis, elektroosmosis, potensial sedimentasi, dan
potensial beraliran.
Elektroforesis adalah proses bergeraknya partikel bermuatan di dalam medium
cair yang dipengaruhi oleh beda potensial yang digunakan. Dengan mengetahui
arah dan kecepatan perpindahan, tanda dan besar potensial zeta dalam suatu
sistem koloid dapat ditentukan. Persamaan yang sesuai:
𝒗 𝟒𝝅դ
ζ=𝑬 𝒙 x (9x104)
𝜺

Prinsip elektroosmosis pada dasarnya berlawanan dengan elektroforesis.


Penggunaan suatu potensial pada elektroforesis menyebabkan suatu partikel yang
bermuatan bergerak relatif menuju cairan yang tidak bergerak. Potensial
sedimentasi, kebalikan dari elektroforesis adalah pembentukan potensial saat
partikel-partikel mengalami sedimentasi. Potensial beraliran berbeda dari
elektroosmosis dalam hal potensial terbentuk dengan mendesak cairan untuk
mengalir melalui suatu sumbat atau lapisan partikel.
b. Kesetimbangan Membran Donnan
Kesetimbangan Donnan adalah perubahan partikel pada membran
semipermeable yang saling berdekatan, biasanya disebabkan oleh perubahan substrat
yang berbeda yang tidak sanggup untuk melewati membran, sehingga terjadi
perubahan gaya listrik yang tidak rata.

12
Distribusi ion-ion elekrolit yang dapat berdifusi yang tidak sama pada kedua
sisi membran jelas akan mengakibatkan nilai yang keliru untuk tekanan osmotik
larutan polielektrolit. Namun, jika konsentrasi garam dalam larutan dibuat besar, efek
kesetimbangan Donnan dapat praktis dihilangkan dalam penentuan bobot molekul
protein yang menggunakan metode tekanan osmotik. Berdasarkan percobaan in vivo,
peneliti-peneliti lain mendapatkan bahwa resin penukaran ion dan bahkan ion-ion
sulfat dan fosfat yang tidak mudah berdifusi melewati dinding usus cenderung
mendesak anion-anion dari saluran intestinal ke aliran darah, efek sebaliknya,
pelambatan absorpsi obat, dapat terjadi jika obat membentuk kompleks dengan
makromolekul.
c. Stabilitas Sitem Koloid
Stabilisasi pada dasarnya dapat diperoleh dengan dua cara : memberikan
muatan listrik pada partikel-partikel terdispersi dan melapisi tiap partikel dengan
suatu selubung pelarut pelindung yang mencegah saling melekatnya partikel ketika
partikel-partikel tersebut saling bertabrakan karena gerak Brown. Efek yang kedua
hanya signifikan untuk sol liofilik. Sol liofobik tidak stabil secara termodinamik.
Partikel-partikel dalam sol semacam ini distabilkan hanya dengan adanya muatan
listrik pada permukaannya. Muatan yang sama menyebabkan tolak-menolak sehingga
mencegah koagulasi partikel. Oleh sebab itu, penambahan sejumlah kecil elektrolit
pada sol liofobik cenderung menstabilksn sistem dengan memberikan muatan pada
partikel. Akan tetapi, penambahan elektrolit melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk
adsorpsi maksimum oleh partikel kadang-kadang mengakibatkan akumulasi ion-ion
yang berlawanan dan mengurangi potensial zeta hingga di bawah nilai kritis.
Kolid liofilik dan koloid gabungan bersifat stabil secara termodinamik dan
berada dalm bentuk larutan sejati sehingga sistem tersebut merupakan fase tunggal.
Penambahan elektrolit pada koloid liofilik dalam jumlah sedang tidak mengakibatkan
koagulasi, seperti yang terjadi pada koloid liofobik. Akan tetapi, apabila garam
secukupnya ditambahkan, penggumpalan dan pengendapan partikel dapat terjadi.
Fenomena yang dikenal sebagai “pengusiran garam (salting out)”. Penambahan
pelarut yang kurang polar menyebabkan campuran pelarut menjadi tidak baikuntuk
koloid dan elektolit kemudian dapat mengusir koloid dengan relatif mudah.
d. Sensitisasi dan Kerja Koloid Pelindung
Penambahan sejumlah kecil koloid hidrofilik atau hidrofobik pada suatu
koloid hidrofobik yang memiliki muatan berlawanan cenderung mensensitisasi atau

13
bahkan mengkoagulasi partikel-partikel. Peneliti ain menyatkan bahwa
ketidakstabilan partikel-partikel hidrofobik berkaitan dengan pengurangan ketebalan
lapisan ion yang mengelilingi partike serta penurunan tolak-menolak coulomb
antarpartikel. Akan tetapi, penambahan sejumlah besar hidrofil (koloid hidrofilik)
menstabilkan sistem tersebut, hidrofil terabsorpsi pada partikel-partikel hidrofobik.
Fenomena ini dikenal sebagai perlindungan, dan sol hidrofilik yang
ditambahkan dikenal sebagai koloid pelindung. Sifat pelindung biasanya dinyatakan
sebagai bilangan emas. Contoh sensitisasi dan kerja pelindung dalam bidang farmasi
dapat dilihat ketika bismut subnitrat disuspensikan dalam dispersi tragakan, campuran
ini membentuk gel yang mengeras menjadi massa keras di dasar wadah. Bismut
subkarbonat dapat bercampur dengan tragakan karena merupakan senyawa yang tidak
berdisosiasi dengan memadai untuk membebaskan ion bismut.
2.4 Pengertian Dispersi Kasar
Dispersi kasar merupakan sesuatu yang di dalamnya terdispersi partikel- partikel
padat yang tidak larut dalam medium cair. Suspensi yang dapat diterima memiliki mutu
tertentu yang diinginkan, termasuk mutu berikut ini. Bahan tersuspensi tidak mengendap
dengan cepat; partikel – partikel yang turun ke dasar wadah tidak membentuk gumpalan
padat, melainkan harus dapat tersuspensi kembali dengan mudah dan menjadi campuran
homogen bila wadah dikocok; dan suspensi tidak terlalu kental agar dapat di tuang
dengan mudah melalui mulut botol atau melewati jarum alat suntik.
Untuk losion penggunaan luar, produk harus cukup cair sehingga dapat menyebar
dengan mudah di daerah yang di obati, tetapi juga tidak terlalu cair hingga losion tersebut
mengalir di permukaan tempat losion tersebut di berikan; losion harus mengering dengan
cepat dan membetuk suatu selaput pelindung elastis yang tidak akan terhapus dengan
mudah; dan losion juga mempunyai bau serta warna yang dapat diterima.
Untuk menghasikan suspense yang memiliki sifat fisika, kimia, dan farmakologi yang
optimum, karakteristik fase terdispersi harus di pilih secara hati- hati. Distribusi ukuran
partikel, luas permukaan spesifik, inhibisi pertumbuhan Kristal, dan perubahan pada
bentuk polimorf merupakan hal yang parlu diperhatikan. Pembuatan formulasi harus
memastikan bahwa sifat- sifat ini serta sifat lainnya tidak berubah secara berarti selama
penyimpanan hingga dapat menggangu kinerja suspensi. Terakhir sangat diharapkan
produk tersebut mengandung bahan- bahan yang dapat diperoleh dengan mudah yang
dapat dicampurkan ke dalam campuran dengan relatif mudah dengan menggunakan
metode dan perlengkapan standar.

14
Untuk tujuan farmasetik, stabilitas fisik suspensi dapat didefinisikan sebagai kondisi
saat partikel- partikel tidak membentuk gumpalan dan tetap terdistribusi homogen di
seluruh sistem dispersi. Karena keadaan ideal ini jarang mengendap, partikel- partikel
tersebut harus mudah tersuspensi kembali dengan sedkit pengocokan.
2.5 Sifat Antarmuka Partikel Tersuspensi

Usaha harus dilakukan untuk mereduksi padatan menjadi partikel- partikel kecil dan
mendispersikannya dalam suatu medium kontinu. Luas permukaan partikel yang besar yang
merupakan hasil dari pengecilan padatan berkaitan dengan energi bebas permukaan yang
membuat sistem menjadi takstabil secara termodinamik, yang berarti partikel- partikel
tersebut berenergi tinggi dan cenderung untuk mengelompok kembali sedemikian rupa
sehingga mengurangi luas permukaan dan energi bebas permukaan. Oleh sebab itu, partikel-
partikel dalam suspensi cair cenderung berflokulasi, yaitu membentuk gumpalan yang lunak
dan ringan yang tergabung bersama- sama karena gaya van der waals yang lemah. Pada
kondisi tertentu, sebagai contoh pada gumpalan padat, partikel- partikel dapat menyatu
dengan gaya yang lebih kuat dan membentuk agregat. Penggumpalan (caking) sering kali
terjadi karena pertumbuhan dan peleburan Kristal- Kristal dalam endapan dan menghasilkan
suatu agregat padat.

Pembentukan setiap tipe aglomerat, baik bentuk flokulat ataupun agregat, digunakan
sebagai ukuran kecenderungan sistem termodinamik. Peningkatan kerja, w, atau energi bebas
permukaan, ∆G, didapat dengan membagi padatan menjadi partikel- partikel yang lebih kecil
sehingga meningkatkan luas permukaan total ∆A, yang digambarkan pada persamaan berikut
ini

∆G=դ𝑆𝐿 . ∆𝐴
դ𝑆𝐿 adalah tegangan antarmuka antara medium cair dan partikel padat.

Untuk mendekati keadaan stabil, sistem cenderung mengurangi energy bebas


permukaan; keseimbangan di capai saat ∆G = 0. Dengan mengurangi tegangan antarmuka
atau luas antarmuka kemungkinan yang kedua, yang menyebabkan terjadinya flokulasi atau
agregasi, dapat diinginkan atau tidak diinginkan dalam suspensi farmasetik, seperti yang di
jelaskan pada bagian selanjutnya.

Tegangan antarmuka dapat diturunkan melalui penambhan surfaktan, tapi biasanya


tidak dapat dibuat sama dengan nol. Karena itu, suatu suspensi yang terdiri atas partikel-
partikel tidak larut biasanya memiliki tegangan antarmuka positif yang terbatas, dan partikel-

15
partikelnya cenderung membetuk flokulat. Analisis setipe juga dapat dilakukan pada
pemecahan suatu emulsi.

Gaya pada permukaan partikel memegaruhi derajat flokulasi dan aglomerasi dalam
suatu suspense. Gaya Tarik- menarik yang terjadi adalah tipe London- van der Waals; gaya
tolak- menolaknya merupakan hasil interaksi lapisan rangkap elektrik yang mengelilingi
setiap partikel. Energi potensial dua partikel diplot pada Gambar 2. 1 sebagai funsi jarak
pemisahan. Kurva yang ditampilkan merupakan kurva yang menggambarkan energy Tarik-
menarik, energy tolak- menolak, dan energy akhir, yang memiliki sebuah puncak dan dua
minimum. Jika energy tolak- menolak tinggi, rintangan potensial juga tinggi, dan benturan
partikel- partikel dilawan. Sistem tetap terflokulasi, dan jika sedimentasi telah sempurna,
partikel- partikel membentuk susunan yang tersusun rapat, dengan partikel- partikel yang
lebih kecil mengisi rongga- rongga di antara partikel- patrikel besar. Partikel- partikel yang
berada di bagian dasar endapan secara perlahan- lahan tertekan oleh berat partikel- partikel
yang ada di atasnya sehingga rintangan energi dapat teratasi dan memungkinkan partikel-
partikel sangat dekat satu sama lain. Agar partikel- partikel ini tersuspensi dan terdispersi
kembali, rintangan energi yang besar harus dapat diatasi kembali.

Karena hal ini tidak dapat dicapai dengan mudah melalui pengocokan, partikel-
partikel cenderung tetap terikat kuat satu sama lain dan membentuk gumpalan yang keras.
Jika partikel- partikel terflokulasi, rintangan energi masih terlalu besar untuk dapat diatasi
sehingga partikel yang mendekat berada pada energi minimum kedua, yaitu pada jarak
pemisahan kira- kira 1000 sampai 2000 Å. Jarak ini cukup untuk membentuk flokulat
berstruktur renggang. Konsep ini berkembang dari teori DLVO untuk stabilitas larutan
liofobik. Schneider dkk. Membuat sebuah program computer untuk menghitung energy
Tarik- menarik dan tolak- menolak dalam suspense farmasetik. Mereka menunjukkan metode
penanganan persamaan DLVO dan pertimbangan hati-hati yang harus diberikan pada setiap
unit fisik yang terlibat.

Sebagai kesimpulan, partikel- partikel yang terflokulasi terikat lemah, mengendap


cepat, tidak membentuk gumpalan, dan mudah disuspensikan kembali; partikel-partikel yang
terdeflokulasi mengendap secara perlahan- lahan dan pada akhirnya membentuk suatu
sedimen dengan agregat dan gumpalan keras yang sulit untuk disuspensikan kembali.

16
2.6 Pengendapan dalam Suspensi

Salah satu aspek stabilitas fisik dalam suspensi farmasetik berkenan dengan menjaga
partikel-partikel tetap terdistribusi merata dalam disperse.
Pengendapan dinyatakan oleh hukum stokes:

Keterangan :
V= kecepatan akhir (cm/s)
d= diameter dalam partikel (cm)
P1 dan P2= densitas fase terdispersi dan medium disperse
g= percepatan
n= viskositas medium disperse (poise)
Persamaan ini untuk suspensi – suspensi farmasetik encer yang kasar mengandung 2
gram padatan dalam 100ml. dalam suspensi encer, partikel-partikel tidak saling
mengganggu selama sedimentasi dan terjadilah pengendapan bebas.pada sebagian besar
suspensi farmasetik yang mengandung partikel terdispersi dengan konsentrasi 5%, 10%

17
atau persentase yang lebih tinggi, partikel-partikel menunjukan pengendapan terhalang.
Partikel partikel tersebut tidak saling mengganggu saat mengendap ke dasar dan hukum
stokes tidak berlaku lagi.
Untuk menilai ketidakseragaman bentuk dan ukuran partikel yang selalu terjadi dalam
sistem nyata. Dapat ditulis dari hukum stokes modifikasi
V’ = v €n
V’ =kecepatan turun antar muka (cm/s)
V = kecepatan sedimentasi sesuai dengan hukum stokes
€ = menunjukan porositas sistem mula-mula suspensi yang tercampur secara seragam
n = ukuran penghalangan sistem
2.7 Sedimentasi Partikel Terflokulasi
Cairan yang berada di atas sedimen jernih karena partikel-partikel kecil sekalipun
yang terdapat di dalam sistem tersebut menyatu dengan flokulat. Hal ini berbeda dengan
yang terjadi pada suspensi terdeflokulasi yang mempunyai suatu kisaran ukuran partikel,
yaitu sesuai dengan hukum Stokes, partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat
daripada partikel yang lebih kecil. Cairan supernatan yang jernih atau keruh selama tahap
awal pengendapan merupakan indikasi yang baik untuk mengetahui apakah sistem
tersebut terflokulasi atau terdeflokulasi. Sistem terflokulasi memiliki cairan supernatan
yang jernih, sedangkan sistem terdeflokulasi sebaliknya.
2.8 Parameter Sedimentasi
Dua parameter penting yang dapat diperoleh dari penelitian mengenai sedimentasi
(atau lebih tepatnya amblesan) adalah volume sedimentasi, V, atau ketinggian H, dan
derajat flokulasi. Volume sedimentasi, F, didefinisikan sebagai perbandingan volume
akhir sedimen, Vu dengan volume awal suspensi, Vo sebelum mengendap, jadi :
F= Vu / Vo.
Biasanya, F memiliki nilai kurang dari 1, dan dalam hal ini, volume akhir sedimen
lebih kecil daripada volume awal suspensi. Nilai F dapat lebih dari 1, menunjukkan
volume akhir sedimen lebih besar dari volume awal suspensi karena jaringan flokulat
yang terbentuk dalam suspensi sangat longgar dan halus sehingga volume yang dapat
dicakup lebih besar dari volume awal suspensi.
Volume sedimentasi hanya memberikan nilai kualitatif flokulasi karena volume ini
kurang memiliki titik pembanding yang berarti. Parameter flokulasi yang lebih berguna
adalah β, yaitu derajat flokulasi. Memisalkan bahwa suatu suspensi terdeflokulasi
sempurna, volume akhir sedimennya akan relatif kecil :

18
F ͚ =V ͚ / Vo
F ͚ adalah volume sedimentasi suspensi yang terdeflokulasi atau terpeptisasi. Oleh
sebab itu, derajat flokulasi β didefinisikan sebagai perbandingan F dengan F ͚ atau,
β= F / F ͚
Derajat flokulasi, merupakan parameter yang lebih penting dari F karena
meghubungkan volume sedimen terflokulasi dengan volume sedimen terdeflokulasi,
sehingga dapat dikatakan :
volume sedimen akhir suspensi terflokulasi
β= volume sedimen akhir suspensi terdeflokulasi

2.9 Sistem Flokulasi dan Deflokulasi

1. Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel mengendap secara berkelompok dan
mengendap bersama-sama.Partikel tersuspensi saling terikat dengan ikatan yang
lemah membentuk jaring; karena beratnya bertambah, maka pengendapan terjadi serta
membawa partikel-partikel tersuspensi lainnya yang terjerat dibawahnya (tengah
jaring), dalam sistem flokulasi partikel yang mengendap tersebut akan mudah
terdispersi kembali dengan pengocokan. Pengendapan jenis ini tidak membentuk
endapan yang liat (cake).
Sistem flokulasi yang dimaksudkan untuk penggunaan oral, parenteral,
ophtalmik atau topikal biasanya mempunyai kemampuan mengalir yang buruk karena
partikelnya berkelompok.Sifat ini diperbaiki dengan penambahan koloid
pelindung.Koloid pelindung tidak mengurangi tegangan antar muka sehingga berbeda
dengan surfaktan.Larutan koloid mempunyai viskositas yang berbeda dan digunakan
dalam konsentrasi yang tinggi dibanding surfaktan. Koloid pelindung juga berbeda
dari bahan pemflokulasi dalam hal efeknya sehingga tidak hanya berkemampuan
meningkatkan zetha potensial tetapi juga membentuk penghalang mekanik atau
melapisi sekeliling partikel, sehingga partikel tidak terikat kuat satu sama
lainnya.Suspensi untuk pengobatan harus segera terdispersi dengan pengojokan lunak
sehingga diperoleh takaran yang sama.
3 Sistem deflokulasi
Dalam system deflokulas, partikel, partikel mengendap sendiri-sendiri secara
perlahan tergantung pada jaraknya dari dasar dan perbedaan ukuranya. Partikel akan

19
menyusun dirinya dan mengisi ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen tertutup da terjadu agregasi, selanjutnya membentuk cake yang
keras dan sulit terdispersi kembali karena telah terbentuk jembatan kristal yang
merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen. Suspensi deflokulasi
tekananya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang terbentuk kecil dan
supernatannya tampak keruh sehinnga terlihat bahwa suspensi lebih stabil.
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :
Deflokulasi :
 Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
 Sedimentasi yang terjadi lambat masing - masing partikel mengendap
terpisah dan ukuran partikel adalah minimal
 Sedimen terbentuk lambat
 Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar
terdispersi lagi
 Ujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu
relatif lama. Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.
Flokulasi :
 Partikel merupakan agregat yang bebas.
 Sedimentasi terjadi cepat.
 Sedimen terbentuk cepat.
 Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula
 Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat
dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata
4 Pembuatan Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
 Penggunaan “structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam
suspensi structured vehicle,adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit,
dan lain-lain.
 Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat
pengendapan, tetapi dengan penggojokan ringan mudah disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium

20
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan
atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah structured vehicle
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam
structured vehicle.
Bahan pemflokulasi yang digunakan dapat berupa larutan elektrolit,
surfaktan atau polimer. Untuk partikel yang bermuatan positif digunakan zat
pemflokulasi yang bermuatan negatif, dan sebaliknya. Contohnya suspensi
bismuthi subnitras yang bermuatan positif digunakan zat pemflokkulasi yang
bermuatan negatif yaitu kalium fosfat monobase. Suspensi sulfamerazin yang
bermuatan negatif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan positif yaitu
AlCl3(Aluminium trichlorida)
Controlled flocculation (flokulasi yang terkendali) adalah
pembentukan yang disengaja dari gumpalan partikel yang lepas yang
disatukan oleh kekuatan ikatan yang relatif lemah. Ini dapat dicapai dengan
penambahan ion terabsorpsiistimewa yang muatannya berlawanan denga ion
zeta potensial yang menentukan. Dengan demikian muatan aktif partikel yang
tampak semakin menurun.
5 Stabilitas fisik Suspensi
Uji terhadap stabilitas fisik suspensi adalah pengukuran volume sedimetasi,
viskositas, kemudian dituang, ukuran partikel dan redisperbilitas.
1. Volume Sedimentasi (F).
Volume sedimentasi yaitu mempertimbangkan rasio tinggi akhir endapan(Hu)
terhadap tinggi awal (Ho) pada waktu suspensi mengendap dalam suatukondisi
standar.F = Hu/Ho. Makin besar fraksi ini, makin baik kemampuan suspensinya.
Pembuat formulasiharus memperoleh rasio Hu/Ho, dan memplotkannya sebagai
ordinat denganwaktu sebagai absisnya
2. Viskositas
Peningkatan viskositas dapat mengurangi proses sedimentasi dan meningkatkan
stabilitas fisik. Metode yang biasa digunakan untuk meningkatkanviskositas yaitu
dengan menambahkan suspending agent . Suatu produk yangmempunyai viskositas

21
yang terlalu tinggi umumnya tidak diinginkan karena sukardituang dan sukar
diratakan kembali
3. Kemudahan Dituang
Suspensi merupakan cairan yang kental, tetapi kekentalan suspensi
tidak boleh terlalu tinggi, sediaan harus mudah digojog dan juga mudah dituang.
Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadapkemudahan suspensi
untuk dituang. Kadar zat pensuspensi yang besar dapat menyebabkan suspensi terlalu
kental dan sukar dituang
4. Ukuran Partikel
Availabilitas fisiologis dan efek terapi dari zat aktif mungkin dipengaruhioleh
perubahan dalam ukuran partikel yang ditentukan secara mikroskopis
5. Redispersibilitas
Jika suatu sediaan suspensi menghasilkan endapan dalam penyimpanan maka endapan
tersebut harus terdispersi kembali sehingga keseragaman dosis terpenuhi. Sebagai
contoh suspensi ditempatkan pada tabung 100 mL, setelah penyimpanan dan terjadi
sedimentasi atau pengendapan diputar 360 pada 20 rpm,titik akhir ditandai dengan
sedimen atau endapan tercampur dengan sempurna.
6 Stabilitas Suspensi
Stabilitas adalah keadaan dimana suatu benda atau keadaan tidak berubah, yang
dimaksud dengan stabilitas suspense ialah ke stabilan zat tersuspensi dan zat yan terdispersi
dalam suatu sediaan suspense, namaun dalam sediaan suspense zat pensusupensi dan zat
terdispersi tidak selamanya stabil, satbilitas sediaan suspense adalah cara memperlambat
penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel agar khasit yang diinginkan dapat
merata ke seluruh sediaan suspense tersebut.
7 Faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi
1. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas
penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin
besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama)
.Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan
semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk

22
memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel.
2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun
(kecil).Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan menambah
viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat.
Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum “ STOKES “.

d 2 ( D - D0) g

V = -------------------------

Keterangan :

V = kecepatan aliran

d = diameter dari partikel

D= berat jenis dari partikel

D0= berat jenis cairan

g= gravitasi

h= viskositas cairan

23
3. Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar , maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut.Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapanpartikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan
terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita
tidak dapat mempe-ngaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasididefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana
partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel
mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang
ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu
kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cakedan
peristiwa ini disebut caking.
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan sifat dari
partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel dan
viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan
pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
5. Keuntungan dan kerugian sediaan suspensi
 Keuntungan suspensi :
1. Suspensi oral merupakan sediaan yang menguntungkan untuk penggunaan pada
anak-anak dan dewasa yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau
kapsul.

24
2. Rasa yang tidak enak dari obat atau derivatif obat dapat ditutupi dengan
penggunaan suspensi, contoh klorampenikol palmitat.
3. Suspensi secara kimia lebih stabil dibanding larutan.
4. Cairan yang mengandung bahan tidak larut memberikan keuntungan baik unutk
pemakaian dalam maupun luar untuk aksi perlindungan dan juga aksi
diperpanjang. Kedua efek ini dapat dicapai secara relatif dari obat yang larut.
Dalam kasus suspensi untuk injeksi intramukular bahan pensusupensi diinginkan
sebagai cadangan unutk menyakinkan aksi diperpaajang dari obat.
 Kerugian suspensi :
1. Formulasi dalam pencampyran dimana terdapat pengaruh gaya gravitasi bumi
yang menyebabkan terjadinya sedimentasi, sehingga terjadi ketidakseragaman
bobot dan dosis dari obat.
2. Sedimentasi yang kompak akan sulit didispersikan kembali ke dalam pelarutnya.
3. Produknya cair dan secara relatif massanya berat.
6. Perbedaan antara suspensi flokulasi dengan suspensi deflokulasi
 Flokulasi
1.Partikel berada dalam suspensi dalam wujud yang memisah (ukuranya kecil).
2.Laju pengendapan lambat karena partikel mengendap lambat karena partikel
mengendap terpisah dan ukuran partikel minimal.
3.Endapan yang terbentuk lambat.
4.Endapan biasanya menjadi sangat padat karena berat dari lapisan atas dari bahan
endapan yang mengalami gaya tolak menolak anatara partikel dan cake yang keras
terbentuk, dimana merupakan kesulitan jika mungkin didispersi kembali.
5.Penampilan suspensi menarik karena tersuspensi untuk waktu yang lama,
supernatannya keruh bahkan ketika pengendapan terjadi.
 Deflokulasi
1. Partikel membentuk agregat bebas (ukuranya besar).
2. Laju pengendapan tinggi karena partikel mengendap sebagai flokulasi.
3. Endapan yang terbentuk cepat.
4. Partikel tidak mengikat kuat dan keras satu sama lain tidak terbentuk lempeng.
Endapan mudah untuk didispersikan kembali dalam bentuk suspensi aslinya.
5. Suspensi menjadi keruh karena pengendapan yang optimal dan supernatannya
yang jernih. Hal ini dapat dikurangi jika volume endapan dibuat besar, idealnya
volume endapan hanya meliputi volume suspensi.

25
2.10 Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang terdiri
atas sedikitnya dua fase cair taktercampurkan, salah satunya terdispersi sebagai
globul (fase terdispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinu), emulsi distabilkan
dengan adanya bahan pengemulsi.
2.11 Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ). Adalah emulsi yang
terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai fase internal
dan air sebagai fase external.
b. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ). Adalah emulsi yang
terdiri dari butiran yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan
minyak sebagai fase external.
2.12 Pengertian Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphipatic atau
amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul
yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi
dan mengontrol jenis formasi emulsi, yaitu misalnya water ini oil (O/W) atau water in
oil (W/O) Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kometik farmasi, dan testil.
Produk panganseperti eskrim juga menggunakan surfaktan sebagai bahannya.
Karenasifatnya yang menurunkan tegangan permukaan, surfaktan dapat digunakan
sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi(emulsion agent)
dansebagai bahanpelarut (solubilizing agent).
Surfaktan terbagi atas 4 Golongan, yaitu :
1. Surfaktan anionik, surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu anion.
Contohnya garam alkanasulfonat, garam olefin sulfonat

2. Surfaktan kationik, surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu kation.


Contohnya garam alkil trimethil amonium, garam dialkil dimethil
amonium, garam alkil dimethil benzil amonium.

3. Surfaktan nonionik, surfaktan yang bagian alkilnya tidakbermuatan.


Contohnya ester gliserin, ester sorbitan, ester sukrosa, polietilen alkil

26
amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanolamina,
dialkaloamina, dan alkil amina oksida.

4. Surfaktan amfoter, surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan


positif dan negatif. Contohnya asam amino, betain, fosfobetain.

Surfaktan terbagi menjadi atas 2 jenis, yaitu:

a. Surfaktan Alami
Yaitu surfaktan yang berasal dari alam dan bersifat alamiah

Contoh : Golongan Lipid ( fosfolipid ), Lesitin

Golongan Polimer, Gom Arab

b. Surfaktan Sintetis
Surfaktan ini lebih efektif digunakan karna alkil lebih panjang dan
bersifat lebih polar
Contoh : Gologan Polimer ( poliol )
Golongan Sorbat ( Tween, Span, Brij )
2.13 Adsorpsi partikel padat
Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh
minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengelmulsi. Hal ini disebabkan partikel
padat tersebut terkonsentrasi pada antar muka, tempat partikel tersebut menghasilkan
suatu selaput partikular di sekitar tetesan terdispersi sehingga mencegah
penggabungan. Serbuk yang lebih mudah dibasahi dengan air membentuk emulsi
m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan minyak membentuk emulsi a/m.
2.14 Stabilitas fisik emulsi
Stabilitas emulsi farmasetik ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase
internal, pengkriman, dan tidak berubahnya keelokan tampilan, bau, warna, dan sifat
fisik lainnya. Berdasarkan pertimbangan ini, instabilitas emulsi obat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Flokulasi dan pengkriman

Jika densitas fase terdispersi lebih kecil dan fase kontinu, yang
umumnya terjadi pada emulsi m/a kecepatan sedimentasi menjadi
negatif, yaitu terjadi pengkriman ke atas. Jika fase internal lebih berat

27
daripada fase eksternal, globul akan mengendap. Secara teoretis,
pengaturan densitas fase eksternal dan internal hingga memiliki nilai
yang sama akan menghilangkan kecenderungan pembentukan krim.
Akan tetapi, hal ini jarang disadari karena perubahan suhu mengubah
densitas.

b. Penggabungan dan pemecahan

Pengkriman merupakan suatu proses reversibel, sedangkan


pemecahan adalah proses ireversibel. Jika emulsi pecah, pencampuran
sederhana tidak dapat mensuspensikan globul kembali dalam bentuk
emulsi yang stabil karena selaput yang melapisi partikel telah rusak dan
minyak cenderung menyatu.

Suatu zat pengemulsi/ kombinasi zat pengemlsi yang


mengakibatkan penurunan tegangan antar muka awal untuk
menghasilkan bola-bola kecil yang sama dan terbentuk dengan cepat
sehingga mengemulsi bola-bola tersebut untuk tidak berkumpul
kembali selama pembuatan. Lapisan tersebut kemudian perlahan-lahan
meningkat kekuatannya setelah suatu periode beberapa hari atau
beberapa minggu

c. Perubahan fisika dan kimia lainnya

Metode-metode yang digunakan untuk menentukan kestabilan


yaitu: analisis frekuensi dan emulsi dari waktu kewaktu dengan main
lamanya periode tersebut untuk emulsi yang pecah dengan cepat
menggunakan penyelidikan mikroskopik

d. Inversi fase

Mencampur suatu zat pengemulsi (o/w) dengan minyak kemudian


menambahkan sejumlahkecil air. Karena volume air
sedikitdibandingkandenganvolumeminyak, air didispersikandalam
minyak dengan pengocokan walaupun pengemulsinya lebih suka
membentuk sistem minak dengan air. Kegunaan kombinasi emulgator
digunakan agar dapat diperoleh harga HLB yang sama dengan harga
HLB butuh minyak dan antara permukaan yang terbentuk lebih stabil

28
karena terbentuknya yang lebih rapat pada permukaan globul.
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu
menampilakan kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi
tegangan permukaan (antarpermukaan) danbertindak sebagai
penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorpsi
pada antar muka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang
tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan

Pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme :

1. Mengurangi tegangan antar muka-stabilitas termodinamis.

2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang halus-pembatas


mekanik untuk penggabungan

3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik


untuk mendekati partikel(1)

2.15 Pengujian tipe emulsi


1. Test pengenceran tetesan
- jika tipe O/W, mudah diencerkan dengan air
- jika tipe W/O, mudah diencerkan dengan minyak
2. Test kelarutan pewarna
- Emulsi + larutan sudan III dapat memberi warna merah pada emulsi tipe W/O
- Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe
O/W
3. Test dengan kertas saring
- Jika tipe O/W, kertas saring menjadi basah
- Jika tipe W/O, timbul noda minyak pada kertas saring
4. Test creaming
- Jika tipe O/W, terjadi krim pada bagian atas
- Jika tipe W/O, terjadi krim pada bagian bawah
5. Test konduktivitas elektrik
- Jika tipe O/W, konduktivitas elektrik tampak,
- Jika tipe W/O, konduktivitas elektrik tidak tampak.
6. Test fluorosensi
- Jika tipe O/W, fluorosensi hanya berupa noda,

29
- Jika tipe W/O, seluruh daerah berfluorosensi.
2.16 Mikroemulsi

Mikroemulsi didefinisikan sebagai sistem yang terdiri dari air, minyak, dan ampifil
yang isotropik optik tunggal (single optically isotropic) dan secara termodinamika
merupakan larutan cair yang stabil (Lieberman, 1988). Mikroemulsi terdiri dari globul-
globul yang berdiameter 10 – 200 nm (Prince, 1977). Globul seperti ini tidak dapat
membiaskan cahaya dan tidak dapat dilihat secara kasat mata sehingga mikroemulsi
merupakan sistem yang transparan (Lund, 1994).

Globul pada mikroemulsi dilapisi oleh film pada batas antarmuka yang berasal dari
surfaktan dan alkohol (sebagai kosurfaktan). Evaluasi stabilita dengan metode freeze
thaw yang dilakukan berulang kali dapat membedakan antara mikroemulsi dengan emulsi
biasa.

Mikroemulsi merupakan sistem yang stabil secara termodinamika sehingga bila


dilakukan evaluasi stabilitas dengan metode freeze and thaw sediaan akan tetap jernih dan
tidak mengalami pemisahan fasa, sedangkan pada emulsi akan terjadi pemisahan fasa
karena sistemnya yang tidak stabil secara termodinamika.

2.17 Sifat fisika mikroemulsi


Jika dibandingkan dengan sistem emulsi biasa, mikroemulsi dapat dibedakan
karena globul fase terdispersi mempunyai ukuran yang sangat kecil. Mikroemulsi dan
larutan miselar tidak terlihat putih susu, melainkan translusen atau transparan dan
tidak mengalami pemisahan. Selain itu, mikroemulsi juga memberikan efek Tyndall.
Metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mikroemulsi adalah dengan penghamburan cahaya (light scattering), pengukuran
berdasarkan perbedaan indeks bias (optical birefringence), sedimentasi, sentrifugasi,
rheology, konduktivitas, dan resonansi magnetik inti (RMI).

30
Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan dalam pengukuran mikroemulsi
karena hanya dapat digunakan untuk melihat partikel dengan ukuran lebih besar dari
0,2 μm. Stabilitas mikroemulsi dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap
terjadinya sedimentasi dan koalesen. Ada tiga cara untuk mengukur kecepatan
sedimentasi yaitu dengan mengukur kecepatan sedimentasi akibat pengaruh gravitasi
dengan menyimpan sediaan pada kondisi normal (tidak diberi perlakuan apapun),
cara sentrifugasi, atau dengan ultrasentrifugasi.
Jika sampel emulsi tidak menunjukkan pemisahan setelah disentrifugasi
beberapa menit dengan kecepatan sentrifugasi 100 G, dapat dikatakan bahwa telah
terbentuk mikroemulsi. Mikroemulsi tidak akan mengalami koalesen karena adanya
gerakan Brown dalam sistem yang mencegah globul-globul mikroemulsi bersatu
menghasilkan creaming.
Efektivitas gerakan Brown dapat diuji dengan cara melakukan
ultrasentrifugasi pada 130,000 G. Meskipun setelah proses sentrifugasi dihasilkan
globulglobul yang mengendap, namun globul-globul ini tidak berkoalesen dan akan
kembali ke kondisi awalnya jika didiamkan (Lissant, 1984).
2.18 Formulasi mikroemulsi
Suatu mikroemulsi umumnya dibentuk dari kombinasi oleh tiga sampai lima
komponen, terdiri dari fase eksternal, fase internal, dan fase interfasial (Swarbrick,
1995). Fase eksternal atau fase pendispersi umumnya merupakan bagian cairan
dengan jumlah lebih banyak, sedangkan cairan yang kedua akan terdispersi dalam
bentuk globul-globul halus. Dalam hal-hal tertentu mungkin dapat menjadi fase
dalam atau sebaliknya.
Misalnya sistem mikroemulsi tersebut adalah M/A, akan dapat diubah menjadi
A/M atau sebaliknya mikroemulsi A/M menjadi M/A, tergantung jumlah fase
terdispersi dan pendispersi. Fase internal atau fase terdispersi terdiri dari globul-
globul cairan yang terdispersi dalam fase luar. Fase interfasial terdiri dari surfaktan
primer, terkadang dibantu dengan surfaktan sekunder (dapat disebut sebagai
kosurfaktan). Peranan utama komponen interfasial ini adalah sebagai penstabil
mikroemulsi.
Sistem mikroemulsi umumnya lebih sulit untuk diformulasi dibandingkan
dengan emulsi biasa, karena pembentukan sistem ini merupakan proses yang sangat
spesifik yang melibatkan interaksi spontan antara molekul-molekul penyusunnya.
Struktur asosiasi yang dihasilkan dari komponen-komponen ini pada suhu tertentu

31
tergantung tidak hanya dari struktur kimia komponen penyusun namun juga dari
konsentrasi yang digunakan.
Tahap yang paling menentukan dalam pembuatan mikroemulsi adalah
pemilihan surfaktan dan kosurfaktan yang sesuai dengan fase minyak yang
digunakan. Surfaktan yang dipilih harus mampu menurunkan tegangan antarmuka
kedua fase sampai nilai yang sangat rendah, sehingga memudahkan proses dispersi
pada pembuatan mikroemulsi dan dapat membuat lapisan film tipis yang akan
melapisi globul-globul yang terbentuk. Lapisan tipis dari surfaktan yang digunakan
harus memiliki nilai hidrofilik-lipofilik yang sesuai pada daerah antarmuka supaya
dihasilkan mikroemulsi tipe A/M ataupun M/A yang diinginkan (Swarbrick, 1995).
Penggunaan surfaktan tunggal terkadang tidak dapat menurunkan nilai
tegangan antarmuka antara fase minyak-air sampai nilai yang mencukupi untuk
dihasilkan mikroemulsi. Oleh sebab itu, dapat dilakukan penambahan kosurfaktan
yang membantu menurunkan nilai tegangan antarmuka fase minyak dan fase air
sehingga menjadi lebih rendah.

Teori pembentukan mikroemulsi

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan


mikroemulsi dan stabilitas yang dimiliki oleh sistem tersebut. Salah satu teori yang
menjelaskan mekanisme pembentukan mikroemulsi adalah teori film campuran
(mixed- film), yang menyatakan bahwa mikroemulsi dapat terbentuk karena adanya
pembentukan lapisan film campuran pada daerah antar muka dan tegangan antar
muka yang dihasilkan sangat rendah.

Namun ada juga teori yang menyatakan bahwa sistem mikroemulsi adalah sistem
yang secara alami merupakan sistem fase tunggal (teori solubilisasi). Namun tidak
semua teori tersebut dapat menjelaskan secara keseluruhan aspek struktur dan
stabilitas mikroemulsi yang terbentuk (Swarbrick, 1995).

Teori film campuran mengatakan bahwa pembentukan spontan globul mikroemulsi


terjadi karena pembentukan film kompleks pada antarmuka air-minyak oleh surfaktan
dan kosurfaktan. Hal ini menyebabkan penurunan tegangan antarmuka air-minyak
hingga nilai paling rendah (dari nol hingga negatif).

Persamaan yang digunakan untuk menjelaskan teori tersebut adalah:

32
dengan γo/w adalah tegangan antar muka minyak-air tanpa adanya lapisan
film. Ketika ada penambahan surfaktan dan kosurfaktan yang teradsorpsi kemudian
terbentuk lapisan antar muka sehingga menyebabkan tekanan sebar (spreading
pressure/πi) akan menjadi lebih besar dari γo/w, sehingga dihasilkan nilai tegangan
antar muka yang negatif.

Energi yang dihasilkan karena pemanasan dan pengadukan


terhadap sistem akan meningkatkan luas permukaan globul sehingga ukuran globul
dapat semakin diperkecil. Nilai tegangan antar muka yang negatif dihasilkan karena
adanya pengadukan, namun fenomena ini hanya terjadi dalam waktu yang singkat.
Setelah kesetimbangan tercapai, nilai tegangan antar muka akan menjadi nol atau
memiliki nilai positif yang sangat kecil. Penambahan alkohol yang berpartisi pada
lapisan antarmuka dapat menyebabkan penurunan γo/w secara signifikan dari besaran
normalnya sekitar 50 mN m-1 ke nilai (γo/w) sekitar 15 mN m-1 (Swarbrick, 1995).

Teori lain yang menjelaskan teori pembentukan mikroemulsi adalah


teori solubilisasi (Solubilization Theories) yang mengatakan bahwa mikroemulsi
merupakan larutan monofasa dari misel-misel sferis dalam air (water-swollen (w/o))
atau dalam minyak (oil- swollen (o/w)) dan stabil secara termodinamika.

2.19 Keuntungan mikroemulsi


Mikroemulsi dibuat menggunakan zat tambahan yang sesuai untuk
formulasi obat yang kelarutannya sangat kecil atau tidak larut di dalam air.
Mikroemulsi memiliki kemampuan untuk melarutkan lebih tinggi dibandingkan
dengan solubilisasi miselar.Stabilitas termodinamika mikroemulsi lebih stabil bila
dibandingkan dengan emulsi dan suspensi, karena mikroemulsi dapat dibuat dengan
menggunakan input energi yang lebih kecil (seperti pemanasan atau pengadukan)
namun memiliki usia simpan (shelf life) yang panjang.
Selain itu, sediaan dalam bentuk mikroemulsi umumnya lebih disukai karena
sifatnya yang transparan sehingga lebih menarik minat dari konsumen (Swarbrick,
1995). Beberapa sediaan mikroemulsi yang sudah ada di pasaran yaitu mikroemulsi

33
Carnauba- Wax, minyak pelumas, parfum, cairan pembersih, formula antiseptik,
kosmetik dan toiletries, dan sediaan farmasi.

34
DAFTAR PUSTAKA
Martin Alraden, Swarbick James, Cammarata Arthur.1993.Farmasi Fisik: Dasar – Dasar
Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik Edisi Ketiga.Jakarta:UI-Press

35

Anda mungkin juga menyukai