Anda di halaman 1dari 63

MODUL PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
134N1123

OLEH:
TIM DOSEN FARMASI FISIKA

LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
PENGESAHAN

Modul Praktikum Farmasi Fisika telah disusun dan/atau direvisi oleh tim
untuk memenuhi kebutuhan praktikum Farmasi Fisika

Tim Penyusun Modul


Dr. Herlina Rante, M.Si., Apt.
Andi Arjuna, S.Si., MNScT, Apt.
Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
Achmad Himawan, S.Si., Apt.
Rangga Meidianto Asri, S.Si., Apt.
Nana Juniari ND, S.Si., M.Si., Apt.

Makassar, November 2016


Mengesahkan,
Koordinator Mata Kuliah, Kepala Laboratorium Farmasetika

Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt. Dr. Aliyah, M.S., Apt.
NIP. 195108071981031003 NIP. 195707041986032001

ii
KATA PENGANTAR

Modul Praktikum Farmasi Fisika disusun untuk memenuhi kebutuhan dan


sebagai pegangan mahasiswa selama mengikuti praktikum Farmasi Fisika di
Laboratorium Farmasetetika. Topik-topik percobaan dalam penuntun ini telah
disesuaikan untuk menunjang pemahaman mahasiswa terkait materi yang diajarkan di
perkuliahan dan materi suplemen untuk menunjang materi dalam perkuliahan.
Modul Praktikum Farmasi Fisika ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritikan dan saran dari pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
pada penerbitan selanjutnya.

Makassar, November 2016

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Pengesahan .............................................................................................. ii
Kata Pengantar ......................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................... iv
Bagian I Identitas Mata Kuliah ............................................................... 1
Bagian II Pendahuluan ............................................................................ 2
II.1. Deskripsi Umum Praktikum ............................................... 2
II.2. Organisasi Materi Praktikum ............................................. 2
II.3. Tata Tertib Laboratorium ................................................... 3
Bagian III Modul-Modul ............................................................................ 5
III.1. Modul 1: Wujud Zat dan Sifat Fisika Bahan Obat ............ 5
III.2. Modul 2: Sistem Multikomponen ...................................... 10
III.3. Modul 3: Mikromeritik ....................................................... 14
III.4. Modul 4: Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi .... 20
III.5. Modul 5: Dispersi Koloidal dan Tegangan Antarmuka ..... 24
III.6. Modul 6: Dispersi Kasar ................................................... 29
III.7. Modul 7: Emulsifikasi dan Fenomena Kestabilan Emulsi . 32
III.8. Modul 8: Viskositas dan Rheologi .................................... 38
III.9. Modul 9: Stabilitas Obat dan Kinetika Reaksi .................. 42
III.10. Modul 10: Difusi dan Disolusi Obat ................................ 48
III.11. Modul 11: Ujian Praktikum ............................................. 51
Lampiran 1. Format Pelaporan Hasil ........................................................ 53
Lampiran 2. Rubrik Penilaian Praktikum .................................................... 54
Lampiran 3. Jadwal Mingguan Praktikum ................................................. 57
Lampiran 4. Cara Pengutipan Pustaka dalam Laporan ............................ 57

iv
BAGIAN I
IDENTITAS MATA KULIAH

NAMA MATA KULIAH : FARMASI FISIKA


JUMLAH SKS : 3 (TIGA) SKS
SEMESTER : II (LIMA)/GENAP
NAMA DOSEN : Dr. Herlina Rante, M.Si., Apt.
PENGASUH Andi Arjuna, S.Si., MNScT, Apt.
Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
Achmad Himawan, S.Si., Apt.
Rangga Meidianto Asri, S.Si., Apt.
Nana Juniari ND, S.Si., M.Si., Apt.
DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Farmasi Fisika menyajikan materi-
MATA KULIAH materi dasar tentang fenomena fisika yang
dijumpai dalam formulasi dan sistem
penghantaran obat seperti kelarutan, disolusi,
stabilitas obat, aliran dan laiinya. Selain itu
mata kuliah ini juga menyajikan penjeasan
tentang kosep-konsep dasar dalam berbagai
sistem farmasetika seperti sistem dispersi
molekuler, dispersi koloid, dispersi kasar dan
emulsi. Mahasiswa akan diberikan pemahaman
mendasar dan teori-teori dibaliknya yang dapat
menjadi bekal bagi mahasiswa dalam
memahamai mata kuliah-mata kuliah
mendatang yang berhubungan dengan
farmasetika.
SASARAN BELAJAR : Setelah mengikuti kuliah Farmasi Fisika,
mahasiswa diharapkan mampu mempunyai
kemampuan untuk memahami berbagai konsep
dasar yang melatarbelakangi fenomena fisika
dan sistem-sistem sediaan farmasi

1
BAGIAN II
PENDAHULUAN

II.1. Deskripsi Umum Praktikum


Praktikum Farmasi Fisika merupakan praktikum dasar yang berfungsi
untuk memberikan bekal keterampilan tentang pengujian-pengujian
parameter fisika bahan obat dan sediaan jadi serta membekali mahasiswa
dengan pengalaman eksperimental terkait topik-topik praktikum. Praktikum
ini diharapkan mampu menguatkan pengetahuan mahasiswa yang telah
diperoleh diruang kelas. Topik praktikum farmasi fisika meliputi sifat fisika
bahan farmasi, sistem dispersi (molekuler, koloidal, kasar), emulsifikasi,
rheologi, stabilitas obat, kinetika reaksi dan pengujian pelepasan obat in
vitro (difusi dan disolusi).

II.2. Organisasi Materi Praktikum


Topik-topik praktikum farmasi fisika antara lain (1) Sifat-sifat fisika bahan
obat dan bahan farmasi, (2) Mikromeritik, (3) Sistem Dispersi, (4)
Emulsifikasi, (5) Rheologi, (6) Stabilitas Obat, (7) Kinetika Reaksi dan (8)
Difusi dan Disolusi yang dirumuskan ke dalam 10 modul. Organisasi
materi praktikum disajikan dalam bagan di bawah ini.

2
Stabilitas Obat dan
Difusi dan Disolusi
Kinetika Reaksi

Emulsifikasi dan
Viskositas dan
Fenomena
Rheologi
Ketidakstabilan Emulsi

Dispersi Molekuler
Dispersi Koloidal dan
dan Fenomena Dispersi Kasar
Tegangan Antar Muka
Distribusi

Mikromeritik Sistem Multikomponen

Wujud Zat dan Sifat


Fisika Bahan Obat

Bagan I. Organisasi Materi Praktikum Farmasi Fisika

II.3. Tata Tertib Laboratorium


Tata tertib yang berlaku di Laboratorium Farmasetika selama pelaksanaan
praktikum Teknologi Sediaan Cair dan Semi Padat adalah sebagai berikut:
A. Praktikan hanya boleh melakukan praktikum pada waktu-waktu yang
telah ditentukan, keigitan yang dilakukan di luar waktu yang telah
ditentukan tanpa persetujuan sebelumnya dianggap tidak sah.
B. Keterlambatan yang ditoleransi adalah 15 menit setelah jam responsi.
Setelah lewat dari 15 menit, praktikan yang terlambat mendapatkan
pengurangan nilai yang proporsional
C. Praktikan dilarang makan dan/atau minum di ruang utama laboratorium
selama kegiatan praktikum berlangsung.

3
D. Area laboratorium (ruangan laboratorium dan koridor) adalah area
bebas asap rokok
E. Pada waktu bekerja di laboratorium, praktikan diwajibkan memakai jas
praktikum bersih dan tanda pengenal berupa papan nama. Praktikan
diwajibkan mengenakan alat pelindung diri standar yaitu masker dan
sarung tangan saat menangani bahan.
F. Praktikan yang meninggalkan praktikum sebelum waktunya, harus
meminta izin kepada asisten/dosen yang bertugas.
G. Alat-alat, meja praktikum serta ruangan laboratorium harus dibersihkan
sebelum dan setelah selesai praktikum.
H. Praktikan diwajibkan memelihara alat laboratorium dan menggunakan
bahan sesuai batas kewajaran
I. Timbangan dan pH meter harus diverifikasi sesuai prosedur tetapnya
sebelum digunakan.
J. Bila dalam laboratorium terdapat sesuatu yang berbahaya, segera
melapor ke asisten/dosen/PLP yang bertugas dan bila dalam praktikum
menemui kesulitan, mintalah petunjuk asisten/dosen/PLP yang
bertugas.
K. Setiap praktikan bertanggung jawab atas kebersihan bahan dan
menjaga bahan dari kontaminasi
L. Praktikan diwajibkan mengembalikan bahan dan ke tempatnya semula
setelah praktikum berakhir. Bacalah baik-baik label wadah. Bahan
yang kurang/habis supaya dilaporkan kepada PLP.
M. Praktikan diwajibkan memeriksa dan mencocokkan alat-alat dengan
daftarnya setiap mulai dan selesai praktikum bila ternyata tidak cocok
(pecah/hilang) segera melapor kepada PLP. Praktikan diwajibkan
mengganti alat-alat yang pecah/hilang.
N. Praktikan yang telah menyelesaikan pelatihan/percobaan ditugaskan,
diharuskan segera mengembalikan alat.

4
BAGIAN III
MODUL-MODUL

III.1. Modul I: Wujud Zat dan Sifat Fisika Bahan Obat


a) Urgensi Praktikum
Pengetahuan dasar tentang wujud dan sifat fisika bahan obat penting
untuk dimiliki karena akan menjadi dasar pengetahuan untuk
percoban-percobaan selanjutnya. Selain itu, pengetahuan tentang
sifat fisika bahan obat juga merupakan pengetahuan dasar untuk
dipakai dalam formulasi sediaan yang akan dipelajari pada mata
kuliah lanjutan
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Dalam percobaan ini mahasiswa akan diminta untuk menentukan titik
lebur dan densitas bahan farmasi menggunakan beberapa metode
yang berbeda dan membandingkan hasilnya dengan literatur yang
ada.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan titik lebur dan jarak
lebur berbagai bahan farmasi
Mengetahui dan memahami cara menentukan berat jenis dan
densitas suatu bahan farmasi
Tujuan Percobaan
Menentukan suhu lebur dan jarak lebur bahan farmasi dengan
menggunakan termometer, dan pipa kapiler serta menggunakan
melting point aparatus.
Menentukan berat jenis dan rapat jenis berbagai bahan farmasi.
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami tentang wujud zat dan sifat-sifat fisika
bahan farmasi dengan baik.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 1 x 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika

5
f) Teori/Prinsip Dasar
Bahan obat dapat berupa padatan, cairan atau gas. Bentuk padat,
cair dan gas ini disebut sebagai wujud zat atau fase. Mengetahui
wujud zat dan sifat fisika yang menyertainya merupakan hal penting
dalam menunjang sebuah proses formulasi obat menjadi bentuk
sediaan farmasi yang stabil. Karena sebagian besar bahan obat
berada pada wujud padat dan cairan, maka bagian ini akan fokus
membahas wujud zat padat dan cairan serta sifat fisikanya.
Bahan obat padat dapat berupa padatan kristalin dan padatan amorf.
Molekul pada padatan kristalin tersusun dalam bentuk geometrik yang
teratur sedangkan pada padatan amorf, molekul tersusun dalam
bentuk tidak teratur. Salah satu sifat fisika yang penting dari bahan
padat adalah titik lelehnya. Padatan kristalin memiliki titik leleh
tertentu. Padatan kristalin berubah cukup tajam dari wujud padat ke
wujud cair ketika dilelehkan. Kristalilasi sendiri terjadi melalui
pengendapan senyawa dalam larutan dan molekulnya membentuk
susuan yang teratur. Padatan amorf tidak memiliki titik leleh tertentu
dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ketika diberikan tekanan
yang cukup selama periode waktu tertentu. Hal inilah yang
membedakan padatan amorf dan padatan kristalin.
Titik leleh sendiri berhubungan erat dengan titik beku. Titik beku
adalah suhu saat cairan berubah menjadi padatan. Titik beku
merupakan titik leleh dari sebua padatan kristalin murni. Titik beku
atau titik leleh padatan murni didefinisikan sebagai suhu saat fase cair
dan fase padat berada dalam kesetimbangan dan titik lebur suatu
bahan dipengaruhi oleh gaya antar-molekul didalmnya. Panas (energi)
yang diabsorbsi saat 1 gram padatan meleleh atau panas yang
dibebaskan saat bahan padat membeku disebut panas peleburan
laten.
Beberapa bahan dapat memiliki lebih dari satu bentuk padatan.
Fenomena ini dikenal dengan nama polimorfisme. Polimorf
mempunyai kestabilan yang berbeda-beda dan dapat berubah secara
spontan dari bentuk meta-stabil ke bentuk stabilnya pada suhu
tertentu. Polimorf juga memiliki sifat fisika berbeda yang salah

6
satunya adalah titik lebur. Bentuk-bentuk polimorf memiliki susunan
molekul yang berbeda sehingga gaya antar molekul dalam tiap bentuk
berbeda.
Bobot jenis adalah salah satu sifat fisik yang penting diketahui dalam
menangani suatu bahan cair. Densitas berbeda dengan bobot jenis.
Densitas (atau kerapatan) dapat didefinisikan sebagai massa per
satuan volume pada suhu dan tekanan tertentu. Densitas memiliki
satuan dan dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik (g/cm3) atau
kilogram per meter kubik (kg/m3). Bobot jenis dapat didefinisikan
sebagai perbandingan densitas suatu bahan terhadap bahan lain
(dalam hal ini adalah air) dan densitas kedua bahan tersebut
ditentukan pada suhu dan tekanan yang sama. Bobot jenis
merupakan bilangan murni tanpa satuan. Bobot jenis dapat juga
didefinisikan sebagai densitas relatif. Bobot jenis juga didefiniskan
sebagai perbandingan massa suatu bahan dengan air dengan volume
yang sama pada suhu 4C atau pada suhu lain yang ditetapkan.
Notasi suhu sering dijumpai pada pembacaan bobot jenis seperti
25/25, 25/4 atau 4/4. Angka pertama menunjukkan suhu udara
saat zat ditimbang dan angka kedua menunjukkan suhu air yang
digunakan. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menggunakan
piknometer, higrometer, neraca Mohr-Westphaldan alat-alat lainnya..
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas ukur 500
ml, set hidrometer, thermohidgrometer/data logger, termometer, pipa
kapiler, water bath, kompor listrik, melting point aparatus, ayakan,
lumpang, alu.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest,
alkohol 70%, alkohol 96%, gliserol, propilen glikol, etilen glikol,
dimetikon, simetikon, sorbitol solution 70%, oleum cocos (minyak
kelapa), oleum sesami (minyak wijen), oleum olivae (minyak zaitun),
oleum arachidis (minyak kacang), oleum ricini (minyak jarak), mentol,
kamfer, timol, salol, asam salisilat, asam borat, parasetamol,
kloramfenikol, teofilin, eritromisin, kafein, indometasin, prokain,

7
lidokain, metil paraben, propil paraben, tiamin HCl, ampisilin, asam

askorbat, aspirin, benzokain.


i) Prosedur Kerja
Penentuan TItik Lebur dengan Metode Pipa Kapiler)
(Sampel dengan titik lebur dibawah 100C)
1. Sampel digerus menjadi serbuk yang sangat halus dan diayak
dengan ayakan nomor 100
2. Pipa kapiler kaca (yang salah satu ujungnya tertutup) diisi dengan
serbuk kering secukupnya hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm.
3. Setelah diisi, sampel dalam pipa kapiler dimampatkan dengan
cara mengetukkan pipa kapiler pada permukaan padat
4. Ikat pipa kapiler pada termometer dengan bagian terbuka
menghadap ke bawah
5. Panaskan aquadest dalam gelas beaker menggunakan tangan air
atau kompor listrik hingga lebih kurang 30C dibawah suhu lebur
yang diperkirakan
6. Termometer dan pipa kapiler dicelupkan kedalam tangas. Bagian
bawah pipa kapiler tepat berada dipermukaan air yang
dipanaskan
7. Lanjutkan pemanasan dengan begadukan tetap secukupnya
hingga suhu naik sekitar 3 derajad per menit
8. Pada saat suhu kurang lebih 3C dibawah jarak lebur yang
diperkirakan, kurangi pemanasan hingga suhu naik lebih kurang
1-2 per menit. Lanjutkan pemanasan sampai bahan melebur
sempurna.
9. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas sempurna
dari dinding kapiler didefinisikan sebagai suhu akhir peleburan
atau suhu lebur. Kedua suhu tersebut berada dalam batas lebur.

8
Penentuan TItik Lebur dengan Melting Point Aparatus
(Sampel dengan titik lebur diatas 100C)
1. Sampel digerus menjadi serbuk yang sangat halus dan diayak
dengan ayakan nomor 100
2. Masukan sampel pada alat melting point
3. Nyalakan alat melting point
4. Amati dan catat suhu pada saat sampel mulai melebur hingga
sampel melebur sempura

Mengukur Bobot Jenis dan Rapat Jenis Bahan Cair


Menggunakan Piknometer
1. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan
air dengan cara setelah dibersihkan dengan aquadest, bilas
dengan pelarut aseton atau alkohol
2. Piknometer dipanaskan pada suhu 100oC selama 1 jam,
kemudian dinginkan. Timbang pada neraca analitik (mo).
3. Masukkan sampel ke dalam piknometer hingga terisi penuh dan
bersihkan jika ada luapan bahan, kemudian timbang (msamp.').
5. Hitung bobot jenis dari sampel tersebut.
6. Catat suhu yang tertera pada termohigrometer sebagai suhu
lingkungan pengukuran
7. Ulangi langkah 1-4 dengan menggunakan air bersuhu 25C

Mengukur Bobot Jenis dengan Hidrometer


1. Sediakan gelas ukur volume 500 ml
2. Masukkan cairan (aquadest, gliserin, etanol, dan tween) yang
akan diukur bobot jenisnya sampai 500 ml
3. Masukkan hidrometer yang telah dibersihkan ke dalam gelas ukur
tersebut
4. Catat angka yang tertanda di hidrometer tepat dipermukaan
cairan
5. Catat suhu yang tertera pada termohigrometer sebagai suhu
lingkungan pengukuran

9
6. Ulangi langkah 1-4 dengan menggunakan air bersuhu 25C
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.2. Modul 2: Sistem Multikomponen


a) Urgensi Praktikum
Fenonema fisika yang sering dijumpai dalam peracikan maupun
formulasi obat adalah penurunan titik lebur ketika dua bahan
dicampurkan. Kita juga sering kali harus membuat campuran tiga fase
yang homogen (misalnya dalam pembuatan mikroemulsi). Kedua
sistem ini dikenal dengan nama sistem multikomponen. Praktikum ini
akan mengantarkan mahasiswa untuk memahami tentang sistem dua
fase dan sistem tiga fase yang akan berguna di mata kuliah lanjutan
seperti formulasi dan pengembangan sediaan farmasi.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Dalam praktikum ini mahsiswa akan diantarkan untuk mengamati
fenomena sistem dua fase dan tiga fase serta menuangkan hasilnya
dalam bentuk diagram fase (biner dan terner)
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami sebuah sistem eutektik melalui
penentuan penurunan titik lebur campuran bahan.
Mengetahui dan memahami cara membuat diagram terner dari
campuran tiga fase.
Tujuan Percobaan
Menentukan komposisi campuran eutektik suatu bahan.
Membuat diagram terner dari suatu sistem tiga fase.
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami tentang wujud zat dan sifat-sifat fisika
bahan farmasi dengan baik..
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.

10
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Suatu sistem dapat berupa sistem komponen tunggal, sistem dua
komponen, sistem tiga komponen dan seterusnya. Sistem dengan
lebih dari satu komponen dapat disebut sistem multikomponen.
Sistem multi komponen memiliki sifat-sifat tertentu terkait dengan sifat
bercampur komponen-komponen didalamnya. Salah satu bentuk
sistem dua komponen yang memiliki siginifikansi farmasetik adalah
campuran eutektik. Campuran eutektik adalah campuran padat-cair
dan kedua komponen campuran ini bercampur sempurna dalam
keadaan cair dan tidak bercampur sama sekali dalam keadaan padat.
Contoh sistem ini adalah campuran salol-timol, salol-kamfer,
asetaminofen-propifenazon.

Gambar diagram fase timol-salol

Dalam diagram fase untuk sistem salol timol diatas memperlihatkan


adanya empat daerah yaitu (i) satu fase cair tunggal, (ii) suatu daerah
yang mengandung fase salol padat dan fase cair konjugat, (iii) suatu
daerah pada saat timol padat dan fase cair konjugat dan (iv) suatu

11
daerah daerah dimana kedua bahan berada dalam fase padat murni.
Suhu terendah saat fase cair dapat berada dalam sistem salol timol
adalah 13C dan ini berupa campuran yang mengadung 34% timol
dalam salol. Titik ini disebut titik eutektikum. Titik eutektikum adalah
perbandingan komponen yang menunjukkan titik leleh terendah yang
teramati. Sistem eutektik dapat diaplikasikan pada pembuatan
dispersi padat.
Sistem tiga fase atau dapat juga disebut sistem terner. Sistem ini
terdiri atas tiga fase baik cairan maupun padatan dan sering
digambarkan dalam diagram segitiga atau diagram terner. Konstruksi
diagram terner dapat membantu dalam pekerjaan-pekerjaan formulasi
misalnya untuk menentukan proporsi fase dalam sebuah formula
untuk mendapatkan sistem yang homogen.
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah thermometer,
pipa kapiler, water bath, kompor listrik, lumpang, alu, buret, labu
erlenmeyer 250 ml, corong 75 ml, gelas beaker 250 ml dan 1000 ml,
gelas ukur 5 ml, 10 ml, 25 ml dan 50 ml, kertas diagram.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan adalah mentol, kamfer,
timol, salol, asam salisilat, aquadest, es batu, alkohol 96%, benzen,
toluen, kloroform, butanol, asam asetat
i) Prosedur Kerja
Penentuan Titik Eutektikum
1. Timbang sampel dalam berbagai perbandingan satu bahan
terhadap bahan (0:100, 10:90, 20:80, 30: 70, 40:60, 50:50, 60:40,
70:30, 80:20, 90:10 dan 100:0)
2. Sampel digerus menjadi serbuk yang sangat halus dalam
lumpang untuk sampel yang diprediksi memiliki titik lebur dibawah
suhu ruang, lakukan proses penggerusan dalam tangas es.
3. Pipa kapiler kaca (yang salah satu ujungnya tertutup) diisi dengan
serbuk kering secukupnya hingga membentuk kolom di dasar
tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm.

12
4. Setelah diisi, sampel dalam pipa kapiler dimampatkan dengan
cara mengetukkan pipa kapiler pada permukaan padat
5. Ikat pipa kapiler pada termometer dengan bagian terbuka
menghadap ke bawah
6. Panaskan aquadest dalam gelas beaker menggunakan tangan air
atau kompor listrik hingga lebih kurang 30C dibawah suhu lebur
yang diperkirakan atau jika diprediksi terjadi di bawah suhu ruang
maka tidak diperlukan pemanasan. Biarkan suhu naik dengan
sendirinya.
7. Termometer dan pipa kapiler dicelupkan kedalam tangas. Bagian
bawah pipa kapiler tepat berada dipermukaan air yang
dipanaskan
8. Lanjutkan pemanasan dengan begadukan tetap secukupnya
hingga suhu naik sekitar 3 derajad per menit
9. Pada saat suhu kurang lebih 3C dibawah jarak lebur yang
diperkirakan, kurangi pemanasan hingga suhu naik lebih kurang
1-2 per menit. Lanjutkan pemanasan sampai bahan melebur
sempurna.
10. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas sempurna dari
dinding kapiler didefinisikan sebagai suhu akhir peleburan atau
suhu lebur.

Pembuatan Diagram Terner dari Sistem Tiga Fase


1. Siapkan campuran sampel dan alkohol dalam berbagai seri
konsenrasi dalam erlenmeyer
2. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit melalui buret hingga
diperoleh larutan yang keruh. Catat jumlah air yang dibutuhkan
untuk membuat sistem menjadi keruh
3. Hitung %b/b dari bahan dalam campuran dan plot pada diagram
terner. Tentukan daerah tercampurkan dan daerah tidak
tercampurkan dari sistem
4. Cara membuat diagram terner:
a. Diagram terner adalah diagram segitiga sama sisi

13
b. Setiap sudut mewakili 100% dari jumlah masing-masing
bahan dan titik disberangnya menunjukkan 0% dari jumlah
bahan
c. Jarak dari sudut ke tepi segitiga dibagi menjadi 100 titik
d. Daerah dalam segitiga mewakili kemungkinan kombinsi dari
ketiga bahan
e. Diagram terner memiliki area tercampurkan dan area tidak
tercampurkan.
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.3. Modul 3: Mikromeritik dan Sifat-Sifat Turunan Serbuk


a) Urgensi Praktikum
Mikromeritik dan ilmu tentang sifat-sifat turunan serbuk merupakan
ilmu yang menunjang dalam formulasi sediaan padat. Praktikum ini
akan mengantarkan mahasiswa untuk memahami hal-hal tersebut
sebagai dasar sebelum mahasiswa memasuki mata kuliah lanjutan.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Dalam percobaan ini mahasiswa diberi keterampilan untuk
menentukan diameter partikel rata-rata dan distribusi ukuran partikel
dengan beberapa metode berbeda. Selain itu mahasiswa juga akan
diberi bekal keterampilan dan pengalaman dalam menentukan dan
mengamati sifat-sifat turunan serbuk.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan ukuran partikel,
derajad halus serbuk dan distribusi ukuran partikel dengan metode
tertentu.
Mengetahui dan memahami cara penentuan sifat-sifat turunan serbuk
yaitu porositas, densitas dan sifat alir.

14
Tujuan Percobaan
Menentukan ukuran partikel, derajad halus serbuk dan distribusi
ukuran partiel bahan farmasi dengan menggunakan metode
pengayakan dan mikroskopik
Menentukan porositas, densitas dan sifat alir suatu sampel
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan aspek-aspek mikromeritik serta
melakukan perhitungan terkait ukuran dan distribusi ukuran partikel.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Istilah mikromeritik diperkenalkan oleh Dalla Vale dan didefinisikan
sebagai ilmu dan teknologi tentang partikel kecil. Pengetahuan
tentang mikromeritik erat kaitannya dengan farmasi. Hal ini karena
diberbagai aspek farmasi, khususnya formulasi, pengendalian ukuran
partikel merupakan hal yang sangat fundamental. Ukuran partikel
berpengaruh besar terhadap sifat fisika, kimia dan farmakologi bahan
obat. Dalam hal formulasi bahan padat, ukuran partikel sangat
berpengaruh dalam aliran serbuk dan granul. Dalam formulasi
suspensi, ukuran partikel berpengaruh besar terhadap laju
pengendapan sediaan. Tabel berikut menunjukkan dimensi partikel
dalam sistem dispersi farmasetik:
Ukuran Partikel Ukuran
Mikrometer Ayakan Kira- Contoh
Milimeter
(m) Kira
0.5-10 0.0005-0.010 - Suspensi, Emulsi halus
10-50 0.010-0.050 - Batas atas jarak dibawah
ayakan, partikel emulsi kasar;
partikel suspensi terflokulasi
50-100 0.050-0.100 325-140 Batas bawah ayakan, ayakan,
jarak serbuk halus
150-1000 0.150-1.000 100-18 Jarak serbuk kasar
1000-3360 1.000-3.360 18-6 Ukuran granul rata-rata

Menentukan ukuran partikel dapat dilakukan dengan beberapa


metode yaitu:

15
1. Mikroskop optik
Pengukuran mikroskop biasa untuk mengukur ukuran partikel
dengan kisaran diameter 0,2 m sampai kira-kira 100 m. Sampel
partikel padat, suspensi atau emulsi disebarkan di atas kaca
objek dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dipasangi
mikrometer.
2. Pengayakan
Metode pengayakan menggunakan suatu seri rangkaian ayakan
standar yang terkalibrasi. Menurut metode dalam USP, untuk
menguji tingkat kehalusan serbuk, sutu massa sampel tertentu
diletakkan pada suatu ayakan dalam suatu penggoyang mekanis.
Ukuran partikel rata-rata ditentukan dengan metode grafik. Grafik
persen kumulatif bobot serbuk yang tertahan pada ayakan diplot
terhadap log ukuran diameter celah ayakan. Nilai tengah
(diameter rata-rata) ditentukan dengan menarik garis lurus dari
tengah garis pada grafik.
3. Sedimentasi
Ukuran partikel dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi
seperti yang dinyatakan dalam hukum stokes
( )
V= =

Dimana
V = laju pengendapan
h = jarak jatuh dalam waktu t
2
d = garis tengah rata-rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi
s = kerapatan partikel
o = kerapatan medium dispersi
g = percepatan gravitasi
Persamaan ini berlaku dengan tepat hanya pada partikel bulat
sempurna (sferis) yang jatuh bebas tanpa hambatan dengan laju
konstan.
4. Pengukuran volume partikel
Coulter counter adalah alat yang mengukur volume partikel
dengan prinsip bahwa saat suatu partikel yang tersuspensi dalam
suatu cairan penghantar melewati celah kecil yang pada kedua

16
sisinya terdapat elektroda bertegangan konstan akan
menyebabkan perubahan tahanan listrik pada rangkaian tersebut.
Perubahan tahanan, yang terkait dengan volume partikel, akan
dibaca sebagai ukuran partikel.
Mempelajari mikromeritik tidak dapat lepas dari mempelajari sifat
turunan serbuk sebagai suatu kumpulan partikel. Sifat turunan serbuk
yang penting bagi farmasi diantaranya porositas, densitas dan sifat
alir (selain itu yang tidak dibahas adalah pengaturan susunan,
keruahan, dan kompresibilitas).
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalahsatu seri ayakan
(nomor mesh 20, 40, 60, 80 dan 100 atau seri lain yang ditentukan),
shieve shaker, mikroskop, mikrometer okuler, kaca objek, corong,
stopwatch, gelas ukur ukuran 100 ml, statif+klem.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan adalah talk,
magnesium stearat, natrium stearat, zink stearat, asam stearat, pati
kentang, pati jagung, pati beras, laktosa, magnesium oksida,
magnesium karbonat, natrium benzoat, PEG 4000, PEG 6000, granul
(avicel pH 101+Na CMC), kertas perkamen besar
i) Prosedur Kerja
Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode Ayakan
1. Sampel yang akan diukur ditimbang masing-masing sebanyak 25
g
2. Siapkan seri ayakan nomor mesh 20, 40, 60, 80, dan 100 yang
telah dibersihkan dan dikerinkan.
3. Siapkan shieve shaker
4. Ayakan kemudian dipasang pada shieve shaker dengan nomor
mesh 100 berada paling bawah disusul secara berurutan ke atas
80, 60, 40 dan teratas nomor mesh 20
5. Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak
nomor mesh 20, ditutup rapat shieve shaker, kemudian mesin
dijalankan dengan kecepatan 5 rpm (rotasi per minutes) dan diset
waktu pengayakan selama 10 menit

17
6. Setelah 10 menit, shieve shaker akan berhenti secara otomatis.
Ayakan kemudian masing-masing dibuka/diambil dari shieve
shaker.
7. Fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-masing pengayakan
dengan nomor mesh yang berbeda ditimbang dengan
menggunakan timbangan digital
8. Dicatat data yang diperoleh dan ditentukan ukuran diameter
partikel rata-rata menggunakan grafik

Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode Mikroskop


1. Sampel diambil sekitar 300 partikel kemudian diletakkan pada
suatu kaca objek (object glass) kemudian ditutup dengan deglass.
2. Kaca preparat kemudian diletakkan di atas meja benda (plat
mekanik) pada mikroskop.
3. Lensa mikroskop diatur sedemikian rupa dengan mikrometer yang
telah terkalibrasi sehingga ukuran partikel dapat diperkirakan.
4. Partikel tersebut diukur di sepanjang garis tetap tertentu dan
dipilih secara sembarang, biasanya dibuat horizontal melewati
pusat partikel.
5. Dicatat ukuran partikel dari sampel kemudian didokumentasikan
hasil pengukuran dari metode mikroskop. Distribusi ukuran
partikel ditentukan dengan menggunakan metode statistik.

Uji Sifat Alir :


1. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram kemudian dimasukkan ke
dalam corong yang lubang dibawahnya ditutup, kemudian
diratakan permukaannya pada bagian corong yang diberi alas
dengan kertas berskala.
2. Disiapkan stopwatch untuk menentukan waktu alir mulai dihitung
pada saat sampel mulai mengalir hingga sampel berhenti
mengalir.
3. Tutup bawah corong dibuka sehingga sampel dapat mengalir ke
atas meja yang telah dilapisi kertas perkamen.

18
4. Dicatat dan hitung kecepatan alir dari sampel dengan
menggunakan rumus.
5. Dicatat dan dihitun sudut diam dengan menggunakan rumus.

Uji Kerapatan Mampat dan Porositas :


1. Sebanyak 25 gram sampel yang sebelumnya telah diketahui
kerapatan sejatinya ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
gelas ukur 250 ml.
2. Dicatat volume awal.
3. Kemudian dilakukan pengetukan diiatas meja yang telah dilapisi
dengan lap kasar dan dicatat volumenya pada ketukan ke-10, ke-
50 dan ke-500.
4. Lalu dicatat dan hitung porositas dari sampel dengan
mengunakan rumus.

Uji Densitas :
1. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan
air dengan cara setelah dibersihkan dengan aquadest, bilas
dengan pelarut aseton atau alkohol
2. Piknometer dipanaskan pada suhu 100oC selama 1 jam,
kemudian dinginkan. Timbang pada neraca analitik (mo).
3. Masukkan parafin sampai penuh, dan bersihkan pinggir/luar
piknometer dengan tisu dari tumpahan parafin, kemudian timbang
(mparf').
5. Bersihkan kembali piknometer dengan aquadest dan bilas
menggunakan aseton atau alkohol kemudian panaskan kembali
dan dinginkan
6. Masukkan sampel yang ingin diukur bobot jenisnya sekitar dari
piknometer, kemudian timbang (msamp.').
7. Masukkan parafin ke dalam piknometer yang berisi sampel tadi
sampai penuh, dan bersihkan pinggir/luar piknometer dengan tisu
dari tumpahan parafin, kemudian timbang (mps.')
8. Hitung bobot jenis dari sampel tersebut.

19
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.4. Modul 4: Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi


a) Urgensi Praktikum
Untuk memahami tentang fenomena fisika dan biologis yang
berhubungan dengan kelarutan suatu senyawa maka dalam
praktikum ini mahasiswa akan diberikan pengalaman eksperimental
tentang bagaimana sebenarnya sebuah sistem dispersi molekuler dan
distribusi bahan obat diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Dalam praktikum ini mahasiswa diajak untuk mengamati fenomena
kelarutan dan menghitung kelarutan bahan-bahan farmasi di dalam
sebuah pelarut (pelarut tunggal dan pelarut campuran). Selain itu
mahasiswa juga akan diajak untuk mengamati fenomena distribusi
bahan di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur dan
menentukan koefisien distribusi bahan tersebut.
Maksud Percobaan
Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kelarutan suatu zat
dalam pelarut dan campuran pelarut tertentu
Mengetahui dan memahami cara menentukan koefisien distribusi dan
jumlah zat yang terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
Tujuan Percobaan
Menentukan kelarutan sampel dalam suatu pelarut dan campuran
pelarut
Menentukan koefisien distribusi dan jumlah zat yang terlarut dari
bahan farmasi dalam pelarut air dan minyak yang tidak saling
bercampur

20
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang interaksi antara pelarut
dengan zat terlarut serta fenomena lain kelarutan dengan benar.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Berbagai macam zat memiliki sifat fisika kimia tersendiri yang
menunjukkan ciri khas dari suatu zat. Jika kita mencampurkan suatu
zat dengan zat cair, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari
suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Pencampuran inilah yang dikenal
dengan istilah dispersi. Jadi sistem dispersi adalah pencampuran
antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur
satu sama lain.
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai
fase terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi). Pada
larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium
pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga
antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat
dibedakan lagi.Molekul-molekul fase terdispersi tersebar merata ke
dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga
dispersi molekuler.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih
zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan obat
dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharima copied
dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah ml
pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kelarutan, antara lain
adalah pH, suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat,
kosolvensi, konstanta dielektrikum bahan pelarut, adanya zat-zat lain

21
seperti surfaktan/pembentuk kompleks/ion sejenis dan modifikasi
kimia obat
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal
dengan istilah co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur
yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol,
gliserin dan propilen glikol merupakan contoh-contoh kosolven yang
umum digunakan.
Jika suatu cairan atau padatan berlebih ditambahkan pada campuran
dua cairan tak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri diantara
kedua fase sehingga masing-masing fase menjadi jenuh. Jika jumlah
zat yang ditambahkan pada pelarut tidak bercampur tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, zat tersebut tetap akan terdistribusi
diantara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu.
Koefisien partisi atau koefisien distribusi, P, adalah parameter yang
mencirikan afinitas relatif dari senyawa dalam bentuk tidak terionisasi,
untuk air dan pelarut lemak yang tak bercampur (biasanya oktanol).
Oktanol dipilih sebagai model fase lipid karena paling dekat
mensimulasikan sifat membran biologis. Contoh partisi obat antara
pelarut tak bercampur misalnya partisi obat antara fase air dan lemak,
molekul pengawet dalam partisi emulsi antara fase air dan fase
minyak, partisi antibiotik ke mikroorganisme, serta partisi obat-obatan
dan molekul pengawet ke dalam wadah plastik.
Koefisien partisi atau koefisien distribusi menyatakan distribusi zat
terlarut antara dua fase yang didefinisikan sebagai rasio kelarutan
dalam fase air (Cw) terhadap fase non-air/minyak (Co), yang
dinyatakan dengan rumus :

Ket:
P : koefisien partisi
Cw : Konsentrasi dalam air
Co : Konsentrasi dalam lemak/minyak
Makna nilai Koefisien partisi pada zat obat :

22
P>1 : Memiliki nilai afinitas lebih besar pada air
dibanding lemak
P=1 : Memiliki nilai afinitas yang sama antara air dan
lemak
P<1 : Memiliki nilai afinitas lebih besar pada lemak

g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Labu Erlenmeyer,
gelas Beaker, buret 50 ml (asam dan basa), gelas ukur, labu ukur 10
ml, 50 ml dan 1000 ml, kertas saring, corong, corong pisah,
timbangan analitik.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam
salisilat, asam benzoat, teofilin, asam askorbat, aspirin, parasetamol,
isoniazid, kofein sitrat, kloralhidrat, larutan baku NaOH 0,1 N, larutan
baku H2SO4 0,1 N, larutan baku HCl 0,1 N, larutan baku Iod 0,1 N,
larutan baku natrium nitrit 0,1 N tropelin OO, metil biru, larutan kanji P,
alkohol 96%, propilenglikol, gliserol, fenolftalein, fenol merah, air
suling, benzen, oktanol.
i) Prosedur Kerja
Kelarutan dan Kosolvensi:
1. Dibuat 10 mL campuran bahan pelarut seperti yang tertera pada
table berikut sebanyak 10 ml. (Variasi konsentrasi dan kombinasi
kosolvent disesuaikan)
Air (% v/v) Kosolvent 1 (%v/v) Kosolvent 2 (%v/v)
100 - -
60 0 40
60 5 35
60 10 30
60 20 20
60 30 10
60 35 5
60 40 0

23
2. Masukkan sampel sedikit demi sedikit disertai penggojogan
sampai diperoleh larutan jenuh dari sampel (ditandai dengan
adanya endapan yang tidak dapat larut lagi)
3. Saring larutan dan tampung hasil saringan
4. Kadar sampel larut ditentukan dengan cara titrasi dengan peniter
dan indikator yang sesuai.
5. Tentukan kelarutan sampel dalam pelarut air dan pelarut
campuran

Koefisien Distribusi
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang sampel sebanyak 50 mg.
3. Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian ditambah
dengan air suling hingga volume 50 ml (larutan stok).
4. Diambil larutan stok sebanyak 25 ml menggunakan pipet volume
kemudian dimasukkan dalam labu erlenmeyer, dan kadar
senyawa diukur sesuai dengan metode titrimeteri yang tertera
dalam Farmakope.
5. Diambil lagi larutan stok sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah.
6. Diambil benzen sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan ke
dalam corong pisah dan dikocok hingga homogen.
7. Didiamkan beberapa menit sampai campuran membentuk dua
lapisan yang jelas.
9. Diambil lapisan air dari corong pisah, kemudian dilakukan
penetapan kadar sesuai dengan metode titrimeteri yang tertera
dalam Farmakope.
10. Koefisien partisi ditentukan berdasarkan rumus
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
Allen, Loyd V. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Obat. EGC. Jakarta. 2013.

24
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.5. Modul 5: Dispersi Koloid dan Tegangan Antar Muka


a) Urgensi Praktikum
Praktikum ini memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa
tentang sistem dispersi koloid dan tegangan antar muka. Keduanya
sangat besar peranannya dalam formulasi sistem dispersi seperti
emulsi atau suspensi sehingga mahasiswa penting untuk mengetahui
pemahaman yang baik tentang materi praktikum ini.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa diajak untuk menentukan konsentrasi misel kritis dan
menentukan tegangan antarnuka sampel dan memahami kosep dasar
yang melatarbelakanginya.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritis
suatu sampel surfaktan
Mengetahui dan memahami cara menentukan tegangan antarmuka
dua fase cair dengan menggunakan stalagmometer
Tujuan Percobaan
Menentukan konsentrasi misel kritis suatu surfaktan dengan metode
pengukuran peningkatan kelarutan dan konduktivitas
Menentukan tegangan antarmuka dua fase cair yang tidak saling
bercampur dengan menggunakan stalagmometer.
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tegangan permukaan dan
antar-muka serta hal-hal yang berkaitan dengan fenomena
permukaan.
Mahasiswa mampu menjelaskan secara rinci tentang sistem dispersi
koloid
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika

25
f) Teori/Prinsip Dasar
Sistem terdispersi terdiri atas bahan partikulat, yang dikenal sebagai
fase terdispersi, fase intern, atau fase diskontinue yang terdispersi di
seluruh medium pendispersi atau disebut juga medium kontinue, atau
fase ekstern. Sistem terdispersi dapat dikelompokkan berdasarkan
diameter partikel rata-rata bahan terdispersi, yakni dispersi molekuler,
dispersi koloid, dan dispersi kasar. Dispersi koloid memiliki kisaran
ukuran partikel 1 nm sampai 0,5
Partikel yang ukurannya terletak dalam kisaran ukuran partikel koloid
diatas, mempunyai luas permukaan yang lebih besar dibandingkan
dengan luas permukaan partikel yang ukurannya besar dengan
volume yang sama. Karena ukurannya tersebut, partikel koloid relatif
lebih mudah dipisahkan dari partikel-partikel molekular dengan cara
dialisis. Dialisis yaitu proses penghilangan ion-ion pengganggu
dengan cara menyaring menggunakan membran/selaput semi
permeabel. Dialisis menggunakan membran semipermiabel kolodion
atau selofan, di mana partikel koloid akan tertahan, tapi molekul-
molekul kecil dan ion dapat melewatinya.
Misel adalah kumpulan molekul berukuran koloid, hal ini, disebabkan
oleh adanya ekor hidrofobnya cenderung berkumpul, dan kepala
hidrofilnya memberikan perlindungan. Dan misel merupakan
penggabungan (agregasi dari ion ion surfaktan), dimana rantai
hidrokarbon yang lipofil akan menuju ke bagian dalam misel,
meninggalkan gugus hidrofil yang berkontak dengan medium air.
Misel hanya terbentuk diatas konsentrasi misel kritis (CMC) dan di
atas temperature Kraft.
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan, yaitu dibawah
konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan (sabun) yang
mengalami adsorpsi pada antar muka bertambah jika konsentrasi
surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik dimana baik
antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer
keadaan inilah yang disebut konsentrasi misel kritis. Jika sulfaktan
terus bertambah lagi hingga berlebihan, maka mereka akan

26
beragregasi terus membentuk misel.Pada peristiwa ini tenaga bebas
system berkurang
Pada kondisi CMC terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, cara
penentuan CMC dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran
fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak
ideal. Di bawah CMC larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan
diatasnya CMC larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat
digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis
atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan
cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka. Pada
percobaan kali ini penetuan CMC dilakukan berdasarkan prinsip
konduktivitas dan kelarutan dari bahan Farmasi.
Tegangan antarmuka adalah gaya per satuan luas panjang yang
terdapat pada antarmuka dua fase cairan yang tidak dapat saling
bercampur. Tegangan permukaan memiliki satuan dyne/cm.
Tegangan antarmuka sangat dipengaruhi oleh keberadaan bahan
aktif permukaan atau surface active agent (surfaktan) khususnya
yang bersifat amfifilik karena bahan ini diabsorbsi pada antarmuka
fase. Surfaktan menurunkan energi bebas permukaan. Tegangan
antarmuka dapat diukur dengan stalagmometer dengan metode drop
number. Pada metode ini, tegangan permukaan antara sampel air
dan lipid ditentukan dengan membandingkan jumah tetesan yang
terbentuk oleh air pada udara dan jumlah tetesan yang terbentuk leh
air dalam sample cairan. Rumus dibawah ini digunakan untuk
menghitung tegangan antarmuka dua cairan:

w/o = Interfacial tension between water and liquid sample.


w = Surface tension of water.
dw, do = Density of water and liquid sample.
nw = Number of drops formed by water in air.
nw/o = Number of drops formed by water in liquid sample.

27
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu tentukur
100 ml, labu tentukur 1000 ml, gelas Beaker, gelas arloji, pipet
volume 1 ml, konduktometer, buret, labu Erlenmeyer, pipet tetes,
stalagmometer, statif+klem, bulb.
h) Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquades, parafin cair, minyak zaitun,
minyak wijen, minyak jarak, minyak kacang, natrium lauril sulfat, alkyl
benzene sulfonate (ABS), setil trimetilamonium bromida, Tween 20,
Tween 40, Tween 60, Tween 80, asam salisilat, asam asetil
salisilat, asam borat, asam benzoat, larutan baku NaOH 0,1 N,
indikator fenol merah, indikator fenoftalein, kertas saring.
i) Prosedur Kerja
Penentuan CMC dengan Metode Konduktivitas
1. Dilarutkan sebanyak 2,283 gram sampel dalam 1 liter aquades
2. Dari larutan tersebut, diambil sebanyak 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0
ml
3. Diencerkan dalam labu ukur 100 ml dengan aquades sampai
tanda batas
4. Diukur daya hantar dan tegangan mukanya pada temperatur 30C,
34C, 36C, 38C, 40C untuk masing-masing larutan.

Penentuan CMC dengan Metode Peningkatan Kelarutan


1. Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi : ( 0; 0,1; 0,5; 1;
5; 10; 50 ) %
2. Ditambahkan sampel sedikit demi sedikit.
3. Dikocok larutan selama 30 menit dengan mixer. Kalau ada
endapan yang larut selama pengocokan, tambahkan lagi sampel
0,5 gram sampai didapat larutan yang jenuh kembali
4. Disaring dan tentukan kadar sampel yang terlarut dalam masing-
masing larutan dengan cara di titrasi dengan baku NaOH 0,1 N
5. Dibuat grafik antara persen kadar kelarutan sampel dengan
konsentrasi tween 80 yang digunakan

28
6. Ditentukan konsentrasi kritik misel dari tween 80 berdasarkan
grafik yang terbentuk.

Penentuan Tegangan Antarmuka Cair-Cair


1. Bersihkan dan keringkan stalagmometer dan letakkan secara
vertikal pada statif
2. Celupkan stalagmometer dalam Beaker yag mengandung air dan
dengan bantuan bulb masukkan air kedalam stalagmometer
hingga berada diatas tanda
3. Biarkan alir mengalir keluar dari stalagmometer
4. Mulai hitung jumlah tetesan ketika miniskus air melewati tanda
dan lanjutkan hingga melewati tanda bawah
5. Ulangi tahapan kali ini dengan mencelupkan ujung stalagmometer
bagian bawah kedalam sampel cairan
6. Hitung tegangan antar muka air-sampel
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.6. Modul 6: Dispersi Kasar


a) Urgensi Praktikum
Pengetahuan tentang sistem dispersi kasar penting untuk dimiliki oleh
mahasiswa karena akan menjadi pengantar dalam pembelajaran
tentang formulasi sediaan suspensi pada mata kuliah lanjutan.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Dalam percobaan ini mahasiswa akan diajak untuk mengamati dan
memahami fenomena pembasahan, sudut kontak, laju sedimentasi
serta perbedaan pada sistem flokulasi-deflokulasi.
Maksud Percobaan
Memahami pengaruh bahan pembasah terhadap laju pembasahan
suatu partikel serta memahami suatu partikel membutuhkan zat
pembasah atau tidak berdasarkan sudut kontaknya.

29
Memahami Hukum Stoke's dan parameter-parameter yang
mempengaruhi laju sedimentasi suatu dispersi kasar, sistem flokulasi
dan deflokulasi
Tujuan Percobaan
Menentukan pengaruh bahan pembasah terhadap laju pembasahan
suatu partikel serta mengetahui suatu partikel membutuhkan zat
pembasah atau tidak berdasarkan sudut kontaknya.
Mengamati secara langsung penerapan prinsip-prinsip dasar hukum
Stoke's, beberapa parameter yang memengaruhi laju sedimentasi
suatu dispersi kasar dan menentukan pengaruh elektrolit terhadap
pembentukan sistem flokulasi-deflokulasi
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan secara rinci tentang sistem dispersi
kasar.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Secara termodinamika sistem dispersi dapat dianggap stabil jika tidak
ada interaksi antara partikel. Namun, dalam hal suspensi farmasi,
sistem ini secara fisik tidak stabil. Partikel dalam suspensi akan
membentuk sedimen di bawah pengaruh gravitasi dan menetap di
bagian bawah wadah, partikel-partikel yang lebih besar mencapai
bagian bawah lebih dahulu dan partikel kecil menempati ruang antara
partikel yang lebih besar. Partikel di bagian bawah wadah secara
bertahap dikompresi oleh berat tersebut di atas dan, dengan demikian,
ada energi yang cukup yang tersedia untuk mengatasi gaya tekan ke
bawah sehingga partikel menjadi cukup dekat untuk membentuk
interaksi ireversibel antar partikel. Hal ini disebut sebagai caking.
Karena caking dalam suspensi farmasi difasilitasi oleh sedimentasi,
maka tidak perlu menyangkal bahwa dengan mengendalikan
sedimentasi partikel dapat meningkatkan stabilitas fisik suspensi.
Tingkat sedimentasi partikel (umumnya 2% b/b) dapat didefinisikan

30
dengan persamaan Stoke's. Meskipun suspensi farmasi banyak terdiri
dari lebih dari 2% b/v di mana sedimentasi partikel obat dipengaruhi
oleh partikel lain, persamaan dapat digunakan untuk memberikan
indikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sedimentasi.
Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

Di mana : dv/dt mengacu pada laju sedimentasi; d2 mengacu pada


diameter partikel rata-rata; s dan t masing-masing mengacu pada
bobot jenis partikel padat dan pembawa; mengacu pada viskositas
pembawa, dan g mengacu pada gravitasi.
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan petri,
ayakan, gelas ukur, beaker, lumpang dan alu, tabung reaksi, ayakan.
h) Bahan
aquadest, sulfur, talkum, sulfametaxasol, sulfadiazin, pyrantel pamoat,
calamin, Zink Oksid, Kalsium Karbonat, gliserin, tween 80, Propilen
glikol, NaCMC, Hidroksi Etil Selulosa, Hidroksi Propil Selulosa,
Hidroksipropil Metilselulosa, metil selulosa, PGA, Tragakan, aluminum
klorida, kalsium klorida, narium klorida, natrium dihidrogen fosfat.
i) Prosedur Kerja
Uji Waktu Pembasahan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan sebanyak 2 gram sampel ke dalam tabung reaksi
3. Ditambahkan 1 ml zat pembasah yang telah ditentukan
4. Dihitung waktu pembasahannya
5. Di catat dan dibandingkan

Uji Sudut Kontak


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan sampel ke dalam cawan petri yang telah dibalik
3. Diratakan dengan kemudian diteteskan wetting agent
4. Diukur dan dicatat sudut kontaknya

31
Pembuatan Sistem Dispersi Kasar dan Pengamatan Laju
Sedimentasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan aktif (sebaiknya di ayak)
3. Ditambahkan gliserin, bahan pensuspensi dan 10 ml aquades
( untuk NaCMC menggunakan air panas)
4. Digerus bahan aktif dalam lumpang
5. Dimasukkan ke dalam beaker kemudian dicukupkan hingga 100
ml dengan aquadest
6. Di pindahkan ke gelas ukur
7. Diamati pembentukan sedimentasi pada hari-0, H-1, H-2, dan H-3

Pengamatan Pengaruh Elektrolit dan Pembuatan Kurva


Flokulasi-Deflokulasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan aktif (sebaiknya di ayak)
3. Didispersikan bahan dalam aquadest hingga volume tertentu
4. Ditambahkan larutan elektrolit hingga mencapai konsentrasi
tertentu
5. Dicukupkan hingga 100 ml dengan aquadest, buat beberapa seri
konsentrasi elektrolit
6. Di pindahkan ke gelas ukur
7. Diamati pembentukan sedimentasi pada hari pertama
8. Dibuat kurva flokulasi-deflokulasi (tinggi sedimentasi vs
konsentrasi elektrolit) dan menentukan daerah flok-deflok
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
Allen, Loyd V. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Obat. EGC. Jakarta. 2013.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

32
III.7. Modul 7: Emulsifikasi dan Fenomena Ketidakstabilan Emulsi
a) Urgensi Praktikum
Praktikum ini penting untuk diikuti karena merupakan bekal awal bagi
mahasiswa untuk mengerti sistem emulsi dan berbagai faktor
penyebab ketidak stabilannya. Emulsi merupakan sistem yang
banyak dipilih pada berbagai sediaan farmasi da kosmetik
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa akan diajak untuk melakukan eksperimen terkait proses
emulsifikasi dan mengamati faktor faktor yang menjadi penyebab
ketidak stabilan suatu sistem emulsi seperti elektrolit, alkohol dan
pengenceran berlebihan.
Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam pebuatan,
prediski dan penentuan tipe emulsi
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam kestabilan
emulsi
Tujuan Percobaan
Membuat emulsi dengan emulgator yang telah ditentukan HLB nya,
memprediksi serta menentukan tipe emulsinya.
Menentukan faktor-faktor yang berperan dalam kestabilan suatu
emulsi
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan secara rinci tentang definisi sistem
emulsi dan jenis-jenis sistem emuls.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling
sedikitnya 2 cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya
sebagai fase dalam fase terdispersi (fase internal) terdispersi secara
seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada medium
pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang

33
cocok. Kebanyakan emulsi yang berlaku dalam farmasi mempunyai
partikel terdispersi dengan diameter dalam range 0,1-100 mm.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi.
Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan
dalam (emulsi minyak ikan, emulsi parafin)dan emulsi untuk
penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin
linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya
dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria
dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika. Dalam bidang
farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan
fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. M/A (minyak/air)
Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-tetesan
dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2. A/M (air/minyak)
Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium
pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3. Emulsi ganda telah dikembangkan berdasarkan pencegahan
pelepasan bahanaktif. Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase
yang disebut bentuk emulsi A/M/A atau M/A/M atau disebut
emulsi dalam emulsi.
Terdapat beberapa cara paling umum untuk menentukan tipe emulsi
meliputi pengenceran tetesan, kelarutan cat, pembentukan creaming,
konduktivitas listrik, dan tes fluoresensi.Beberapa metode tersedia
untuk menentukan tipe emulsi.
Sebagai sebuah sistem termodinamika tidak stabil, emulsi dapat
mengalami sebuah gejala ketidak stabilan, diantaranya adalah:
1. Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat
terdispersi ke fase kontinu,sedagkan sedimentasi adalah proses
pembalikan yaitu gerakan ke bawah dari partikel. Dalam
beberapa emulsi, suatu proses atau lebih tergantung pada
censitas dari fase terdispersi atau fase kontinu. Kecepatan
sedimentasi tetesan atau partuikel dalam cairan dihubungkan

34
dengan hukum stokes. Sementara persamaan hukum stokes
untuk system bermassa telah dikembangkan,hukum ini sangat
berguna untuk menunjukkan faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan sedimentasi atau creaming antara lain diameter
tetesan yang terdispersi, viskositas medium pendispersi, dan
perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium
pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkonstribusi
meningkatkan atau mengurangi creaming.
2. Agregasi dan koalesensi
Lebih jauh, tetesan dapat diredispersikan kembali dengan
pengocokan. Stabilitas dari emulsi dapat ditentukan dengan
proses agregasi dan koalesensi. Dalam agregasi (flokulasi)
tetesan yang terdispersi datang bersama namun tidak bercampur.
Koalaesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan untuk
mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak
saling bercampur. Agregasi mendahului koalesensi dalam emulsi.
Namun demikian, koalesensi tidak perlu mengikuti agregasi.
Agregasi dalam beberapa jumlah bersifat reversible. Walaupun
tidak seserius koalesensi, ini akan mempercepat creaming atau
sedimentasi ketika agregat bertindak sebagai tetesan tunggal.
Sementara agregasi dihubungkan dengan potensial elektrikal.
Tetesan, koalesensi tergantung pada sifat struktur lapisan
interfase. Emulsi distabilkan dengan emulgator. Tipe surfaktan
membbentuk lapisan monomolekuler. Koalesensi dilawan dengan
elastisitas dan juga gaya kohesif lapisan film antara dua tetesan.
3. Inversi
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke
A/M atau sebaliknya. Inversi kadang-kadang terjadi dengan
penambahan elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume.
Sebagai contoh emulsi M/A yang mengandung natrium stearat
sebagai pengemulsi dapat ditambahkan kalsium klorida karena
kalsium stearat dibentuk sebagai bahan pengemulsi lipofilik dan
mengubah pembentukan produk A/M. Inversi dapat dilihat ketika
emulsi disiapkan dengan pemanasan dan pencampuran dua fase

35
kemudian didinginkan. Hal ini terjadi kira-kira karena adanya daya
larut bahan pengemulsi tergantung pada perubahan temperatur.
Temperatur pada fase inversi. Telah ditunjukkan bahwa nilai
dipengaruhi oleh nilai HLB dari surfaktan. Semakin tinggi nilai ALT,
semakin besar tahanan untuk berubah.

g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah beaker glass,
waterbath, kompor listrik, cawan porselein, termometer, batang
pengaduk, mikroskop, alat uji hantaran listrik, vial, kaca
objek+preparat.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest,
parafin cair, minyak kelapa, minyak wijen, minyak zaitun, minyak jarak,
Tween 20, Tween 40, Tween 60, Tween 80, Span 20, Span 40,
Span 60, Span 80, TEA, Asam Stearat, Sudan III, Carmin, alkohol
96%, alkohol 70%, fenol, NaCl, AlCl3, CaCl2, NaH2PO4.
i) Prosedur Kerja
Pembuatan Emulsi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan
formula
3. Dipisahkan antara fase air dan fase minyak.
4. Fase minyak dilebur berturut-turut berdasarkan titik leburnya.
5. Ditambahkan fase minyak ke dalam fase air (atau sebaliknya
sesuai prosedur) dan segera dihomgenkan menggunakan
homogenizer/mixer
6. Masukkan dalam beaker.
7. Prediski tipe emulsi berdasarkan komposisi, jenis emulgator dan
urutan pencampuran pada proses pembuatan

Penentuan Tipe Emulsi


Uji Penetrai Zat Warna
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

36
2. Dimasukkan sampel ke dalam 2 vial.
3. Diteteskan sudan III pada vial pertama dan diteteskan pewarna
metilen blue pada vial kedua.
4. Diamati perubahan yang terjadi secara makroskopik dan
mikroskopik

Uji Konduktivitas
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan sampel ke dalam beaker 50 ml.
3. Dimasukkan rangkaian alat uji konduktivitas ke dalam beaker
yang berisi sampel.
4. Diamati perubahan yang terjadi.
Uji Pengenceran
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan sampel ke dalam gelas ujur 10 ml.
3. Diencerkan dengan aquadest secukupnya.
4. Diamati perubahan yang terjadi.

Percobaan Fenomena Ketidakstabilan Emulsi


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan
formula
3. Dipisahkan antara fase air dan fase minyak.
4. Fase minyak dilebur berturut-turut berdasarkan titik leburnya.
5. Ditambahkan fase minyak ke dalam fase air (atau sebaliknya
sesuai prosedur) dan segera dihomgenkan menggunakan
homogenizer/mixer
6. Masukkan dalam beaker.
7. Prediski tipe emulsi berdasarkan komposisi, jenis emulgator dan
urutan pencampuran pada proses pembuatan
8. Pindahkan emulsi yang telah dibuat kedalam vial-vial/beaker yang
lebih kecil untuk diamati
9. Tambahkan bahan-bahan lain yang diprediksi mempengaruhi
kestabilan emulsi dalam berbagai konsentrasi

37
10. Amati perubaan yang terjadi
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011..
Allen, Loyd V. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Obat. EGC. Jakarta. 2013.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.8. Modul 8: Viskositas dan Rheologi


a) Urgensi Praktikum
Viskositas dan sifat alir suatu sediaan sering kali menjadi parameter
penting dalam sebuah sediaan farmasi, khususnya sediaan farmasi
cair dan semi padat. Sehingga materi-materi dalam praktikum ini
penting untuk diketahui oleh mahasiswa sebagai dasar sebelum
memasuki mata kuliah lanjutan.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa diajak untuk membandingkan sifat alir dan viskositas
suatu sistem farmasetik yang diukur dengan mengunakan viskometer.
Mahasiswa akan diajarkan untuk membuat diagram dan menentukan
jenis aliran sampel berdasarkan diagram yang terbentuk.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan sifat rheologis dari suatu
sampel dengan menggunakan viskometer.
Mengetahui dan memahami cara penentuan sifat rheologis dari suatu
sampel dengan menggunakan viskometer.
Tujuan Percobaan
Menentukan viskositas sampel dengan menggunakan viskometer
cone and plate.
Menentukan jenis aliran dari sampel dengan menggunakan
viskometer cone and plate
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang viskositas, fluiditas, rheology,
sifat aliran, dan viskoelastisitas.

38
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Rheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu rheo dan logos. Rheo
berarti mengalir, dan logos berarti ilmu. Sehingga rheologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat.
Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan
suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin
tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir.
Viskositas dinyatakan dalam simbol .
Dalam bidang farmasi, prinsip-prinsip rheologi diaplikasikan dalam
pembuatan krim, suspensi, emulsi, lotion, pasta, penyalut tablet, dan
lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk
karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form) sebagai
penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch. Rheologi juga
meliputi pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran
dari tube, atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat
tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas
fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability).
Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju absorbsi
obat dalam tubuh. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan
deformasi ada 2 yaitu Sistem Newton dan Sistem Non-Newton.
Pada sistem Newton, rate of shear berbanding lurus dengan shearing
stress. Rate of shear digunakan untuk menyatakan perbedaan
kecepatan (dv) antara dua bidang cairan yang dipisahkan oleh jarak
yang sangat kecil (dr). Shearing stress untuk menyatakan gaya per
satuan luas yang diperlukan untuk menyebabkan aliran. Viskositas
( )merupakan perbandingan antara Shearing stress F/A dan Rate of
shear dv/dr. Satuan viskositas adalah poise atau dyne detik cm-2.
Sistem Newton Terbagi menjadi beberapa jenis aliran, yaitu aliran
plastis, pseudoplastis dan dilatan. Kurva aliran plastis tidak melalui
titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau auakan

39
memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke
sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga
yield. Cairan plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress
dicapai sebesar yield value tersebut. Pada harga stress di bawah
harga yield value, zat bertindak sebagi bahan elastis (meregang lalu
kembali ke keadaan semula, tidak mengalir).
Aliran pseudoplastis ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi yaitu
gom alam dan sisntesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium
alginat, metil selulosa, dan natrium karboksimetil selulosa. Aliran
pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, hal ini
berkebalikan dengan sistem plastis, yang tersusun dari partikel-
partikel tersuspensi dalam emulsi. Kurva untuk aliran pseudoplastis
dimulai dari (0,0) , tidak ada yield value, dan bukan suatu harga
tunggal.
Aliran dilatan terjadi pada suspensi yang memiliki presentase zat
padat terdispersi dengan konsentrasi tinggi. Terjadi peningkatan daya
hambat untuk mengalir (viskositas) dengan meningkatnya rate of
shear. Jika stress dihilangkan, suatu sistem dilatan akan kembali ke
keadaan fluiditas aslinya.

Gambar Kurva Aliran (Rheogram).

40
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah viskometer,
gelas beaker. kompor listrik, batang pengaduk, termometer
h) Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah viskometer,
gelas beaker. kompor listrik, batang pengaduk, termometer
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Aquadest,
NaCMC, Metil Selulosa, HPMC, HEC, Natrium Alginat, Carbomer
(Carbopol), TEA, Kalsium Klorida, Sukrosa, Zink Okisda, Kalsium
Karbonat.
i) Prosedur Kerja
Pembuatan Viskositas
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibuat sampel dengan mendispersikan bahan/campuran bahan
dalam beberapa variasi konsentrasi
3. Dimasukkan sampel ke dalam gelas beaker atau wadah lain yang
sesuai untuk pengukuran
4. Dilakukan pengukuran viskositas pada kecepatan 50 rpm
5. Ditentukan nilai viskositas sampel

Penentuan Jenis Aliran


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibuat sampel dengan mendispersikan bahan/campuran bahan
dalam beberapa variasi konsentrasi
3. Dimasukkan sampel ke dalam gelas beaker atau wadah lain yang
sesuai untuk pengukuran
4. Dilakukan pengukuran viskositas pada kecepatan 0 rpm, 0.5 rpm,
5 rpm, 10 rpm, 50 rpm dan 100 rpm
5. Dicatat hasil perhitungan, ditentukan shearing stress dan rate of
shear
6. Digambar reogram dengan memplotkan shearing stress vs rate of
shear dan ditentukan jenis alirannya

41
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
Allen, Loyd V. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Obat. EGC. Jakarta. 2013
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.9. Modul 9: Stabilitas Obat dan Kinetika Reaksi


a) Urgensi Praktikum
Kemampuan menentukan umur penyimpanan serta faktor-faktor
menjadi salah satu keahlian yang harus dimiliki seorang farmasis.
Materi dalam praktikum ini akan memberikan pengetahuan dasar
kepada mahasiswa tentang stabilitas obat dan kinetika reaksi
penguraian yang menjadi salah satu pertimbangan dalam
menentukan masa daluarsa dan umur penyimpanan sediaan farmasi.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa akan diminta untuk mengamati pengaruh faktor suhu dan
pH pada stabilitas suatu bahan obat. Selain itu mahasiswa juga akan
diberikan pengalaman eksperimental tentang bagaimana menghitung
laju reaksi (khususnya reaksi penguraian) yang dapat digunakan
sebagai dasar penentuan waktu daluarsa suatu sediaan farmasi.
Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami pengaruh suhu dan pH terhadap
stabilitas bahan obat
Mengetahui dan memahami kinetika penguraian sampel
Tujuan Percobaan
Menentukan kestabilan bahan obat terhadap pengaruh pH dan suhu
Menentukan kinetika reaksi penguraian sampel
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pentingnya uji stabilitas
suatu zat dan sediaan farmasi, serta factor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya.

42
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin
identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut.
Pengujian stabilitas obat bertujuan untuk memberikan bukti
bagaimana kualitas bahan obat atau produk obat berubah seiring
dengan waktu oleh pengaruh berbagai faktor lingkungan, seperti
temperatur, kelembapan, dan cahaya, serta untuk menentukan
periode uji ulang untuk bahan obat atau masa guna produk obat dan
kondisi penyimpanan yang dianjurkan. Walaupun ahli farmasi
berperan penting dalam menentukan stabilitas obat, para praktisi
apoteker harus mampu menafsirkan informasi ini untuk kepentingan
mereka. Apoteker dan ahli farmasi harus mempelajari, memahami,
dan menafsirkan kondisi ketidakstabilan produk-produk farmasi dan
harus mampu memberikan solusi untuk penstabilan produk-produk
tersebut. Jika seorang apoteker komunitas diminta untuk meracik
produk resep, ia harus mempertimbangkan banyak faktor. Apoteker
harus menyadari bahwa stabilitas dapat berubah apabila suatu obat
dicampur dengan bahan-bahan lain.
Expired date atau tanggal kadaluarsa adalah tanggal yang
dicantumkan pada label wadah suatu produk obat yang menyatakan
bahwa sebelum tanggal tersebut, suatu bets produk diharapkan
masih memenuhi spesifikasi masa guna yang disetujui sepanjang
produk obat tersebut disimpan dalam kondisi yang ditentukan, dan
setelah tanggal tersebut, produk obat ini tidak boleh digunakan.
Tanggal kadaluarsa ini dapat dihitung berdasarkan waktu paruh (t1/2)
suatu obat.

43
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat berperan besar
dalam masa guna dan waktu daluarsa sebuah produk farmasi. Faktor-
faktor itu diantaranya:
1. Temperatur
Kecepatan berbagai reaksi dapat bertambah dua atau tiga kali
tiap kenaikan 10oC. pengaruh tempratur dikemukakan pertama
kali lewat hukum Arrhenius,

Dimana laju reaksi spesifik, A adalah konstanta yang disebut


factor frekuensi, Ea adalah energy aktivasi, R adalah konstanta
gas (1,987 kal/omol), dan T adalah tempratur absolute.
2. Pelarut
Pengaruh pelarut dalam laju penguraian obat merupakan suatu
topik terpenting untuk ahli farmasi.Walau efek-efek tersebut rumit
dan generalisasinya tidak dapat dilaksanakan, tampak reaksi
nonelektrolit dihubungkan dengan tekanan relative atau
parameter kelarutan dari pelarut dan zat terlarut.Pengaruh
kekuatan ion dan konstanta dielektrik dari medium pada laju
reaksi ionic juga penting.Yang biasanya menjadi factor penentu
dari pelarut adalah efek hidrolisis oleh pelarut yang paling sering
digunakan, yakni air. Pada beberapa zat tertentu, kehadiran air
akan memutuskan ikatan antar molekul sehingga akan
menghasilkan dua zat berbeda. Perubahan zat obat akan memicu
aktivitas farmakologis yang berbeda pula, apakah tidak berefek
ataupun berefek toksik yang merugikan, contohnya hidrolisis
aspirin menjadi asam salisilat dan asam asetat.
3. Katalis
Katalis didefinisikan sebagai suatu zat yang memengaruhi
kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara kimia. Katalis bekerja
dengan cara berikut ini. Katalis bergabung dengan reaktan yang
disebut substrat dan membentuk suatu zat antara yang disebut
kompleks yang kemudian terurai membentuk katalis dan produk.
Dengan cara demikian katalis menurunkan energy aktivasi
dengan mengubah aktivitas proses dan kecepatannya bertambah.

44
Dalam proses peluruhan, ada beberapa orde laju yang berperan
untuk masing-masing sediaan ataupun zat obat, yaitu:
1. Orde Nol.
Orde nol menyatakan bahwa laju penguraian bergerak dengan
kecepatan konstan dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
reaktan dan konsentrasi obat setelah meluruh.
2. Orde Pertama.
Orde pertama menyatakan bahwa laju penguraian akan
berkurang secara eksponensial terhadap waktu, sehingga tidak
akan sampai habis konsentrasi suatu zat obat dalam proses
peluruhan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi
reaktan. Orde ini paling sering terjadi dalam reaksi farmasetika
seperti dalam absorpsi obat dan degradasi obat.
3. Orde Kedua.
Merupakan laju reaksi bimolekular yang terjadi apabila dua
molekul bertabrakan. Kedua molekul merupakan molekul yang
dapat membentuk garam dengan konsentrasi setimbang atau
identik. Dengan kata lain terdapat dua reaktan yang berpengaruh
dalam reaksi.
Orde reaksi dapat ditentukan menggunakan beberapa metode, yaitu:
Metode Substitusi. Data yang dikumpulkan dalam suatu studi
kinetika dapat disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari
persamaan yang menggambarkan berbagai orde. Apabila ditemukan
persamaan yang menghasilkan nilai k yang konstan dalam batas
variasi percobaan, reaksi dianggap berjalan mengikuti orde tersebut.
Metode Grafik. Sebuah plot data dalam bentuk grafik seperti ini
ditunjukkan dalam tabel juga dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi. Jika sebuah garis lurus terbentuk ketika konsentrasi diplot
terhadap t, reaksi adalah orde nol. Reaksi merupakan orde pertama
jika log (a-x) versus t menghasilkan sebuah garis lurus. Reaksi adalah
orde kedua jika 1/(a-x) versus t memberikan sebuah garis lurus (bila
konsentrasi awal sama). Apabila plot dari 1/(a-x)2 terhadap t
menghasilkan sebuah garis lurus dan semua reaktan memiliki

45
konsentrasi awal yang sama, reaksi tersebut merupakan reaksi orde
ketiga.
Metode Waktu Paruh. Pada reaksi orde nol, waktu paruh sebanding
dengan konsentrasi awal seperti terlihat pada tabel. Waktu paruh
reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; t1/2 untuk reaksi orde
kedua, bila a= b, sebanding dengan 1/a; dan pada reaksi orde ketiga
bila a = b = c, sebanding dengan 1/a2..
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret,
Erlenmeyer, gelas Beaker, pipet volumetrik, statif-klem, timbangan
analitik dan spektrofotometer
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest,
isoniazid, ampisilin, amoxicillin, paracetamol, ranitidin, ibuprofen,
piroxicam, ketoprofen, cefadroxyl, ciprofloxacin, ketokonazol, natrium
diklofenak, sulfaguanidin, sulfamerazin, dexametason, dexametason
sodium fosfat, difenhidramin HCl, , larutan dapar (seperti yang tertera
pada prosedur kerja), larutan baku (NaOH, NaNO2, I2, HCl, H2SO4),
hidrogen peroksida, besi (III) klorida, kalium permanganat, es batu
i) Prosedur Kerja
Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang seksama 100 mg sampel lalu dilarutkan dalam dapar
pH 8 dan dicukupkan hingga 100 ml
3. Dipipet tiga kali masing-masing 30 ml dan dimasukkan dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Larutan A = 40oC; larutan B = 50oC; larutan
C = 60oC.
4. Dipanaskan larutan di atas penangas air dan diukur suhunya
dengan menggunakan thermometer.
5. Dipipet larutan sebanyak 10 ml setelah mencapai suhu 40oC,
kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer lain untuk menit
ke-0 dan ditetapkan kadar senyawa menggunakan metode
analisis titrimetri/spektrofotometri yang sesuai berdasarkan

46
Farmakope. Suhu dipertahankan untuk menit ke-10 dan ke-15
untuk dicuplik kemudian
6. Diulangi prosedur yang sama untuk suhu 50oC dan 60oC mulai
dari poin 4

Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Obat


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang seksama 100 mg sampel (triplo) lalu masing-masing
dilarutkan dalam dapar pH 4,0; 5,0; dan 6,0 hingga 100 ml
3. Dipanaskan di atas penangas air hingga suhunya mencapai 50oC
4. Dipipet 10 ml larutan dari dapar pH 4,0 kemudian dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer lain. Suhu tetap dipertahankan hingga
menit ke-10 dan ke-15 untuk dicuplik kemudian
5. Dilakukan penetapan kadar senyawa menggunakan metode
titrimetri/spektrofotometri yang sesuai berdasarkan Farmakope
6. Dilakukan prosedur yang sama untuk pH 5,0 dan pH 6,0

Kinetika Reaksi Penguraian


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan es batu pada wadah lain (sekitar 10 gram)
3. Diambil 50 ml H2SO4 4N, 50 ml FeCl3 4.5% dan 5 ml H2O2
dalam wadah beaker besar dan campur selama 15 detik dengan
bantuan batang pengaduk
4. Diukur kadar padar pada t0 dengan langsung mentitrasi
campuran dengan larutan baku KMNO4 0.25 N, tambahkan es
dalam campuran saat mentitrasi. Catat volume titrasi.
5. Diukur kadar campuran tiap selang waktu 10 menit selama 1 jam
dan tambahkan es ke dalam campuran setiap melakukan titrasi
6. Dihitung konstanta rekasi orde pertama dari penguraian hidrogen
peroksida
7. Dibuat grafik dengan memplotkan log Vt terhadap t dan tentukan
K1 dari slope garis yang diperoleh

47
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.10. Modul 10: Difusi dan Disolusi Obat


a) Urgensi Praktikum
Disolusi merupakan bentuk pengujian pelepasan obat secara in vitro
yang menjadi salah satu parameter kualitas sediaan farmasi
sedangkan difusi, meskipun belum menjadi parameter kualitas tetap
menjadi salah satu uji in vitro yang penting dilakukan khususnya
dalam pengembangan sediaan topikal. Pengetahuan dan
keterampilan tentang pengujian disolusi dan difusi obat penting
dimiliki oleh mahasiswa karena akan banyak di bahas pada mata
kuliah lanjutan.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa akan diminta untuk menentukan laju disolusi sediaan
tablet dengan alat uji disolusi dan laju difusi sediaan topikal dengan
sel difusi vertikal.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan konstanta laju disolusi
dari suatu sediaan padat oral
Mengetahui dan memahami cara menentukan konstanta laju difusi
obat dari suatu sediaan topikal
Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kecepatan disolusi obat dalam suatu sediaan
padat pada pelarut yang sesuai sebagai medium disolusi dengan
menggunakan alat disolusi.
Menentukan konstanta kecepatan difusi obat dalam sediaan topikal dengan
pada pelarut yang sesuai sebagai medium difusi dengan menggunakan sel
difusi Franz

48
c) Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang terjadinya difusi, prosedur
dan peralatan yang digunakan pada percobaan difusi dan proses
disolusi obat.
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
Difusi bebas atau transport aktif suatu zat melalui suatu cairan, zat
padat atau melalui membran adalah suatu proses yang sangat
penting dalam ilmu farmasi, pokok dari fenomena transport massa
yang diterapkan dalam bidang farmasi adalah disolusi obat dari tablet,
serbuk serta granul.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekuler secara acak dan
berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul
melalui suatu batas.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya
adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep.
Bila suatu obat atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam
beaker yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna
(saluran gastrointestin), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan
dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer,
matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan
granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel
yang halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung
secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk di mana
obat tersebut diberikan.

49
Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi
sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk
sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang
biasanya lebih penting adalah laju disolusi. Seringkali disolusi
merupakan tahap yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju
bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena
tahaan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari
berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari bentuk
sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik.
g) Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah dissolution tester,
sel difusi Franz, hot plate stirrer, labu erlenmeyer, gelas beaker, buret,
statif+klem, spektrofotometer, kompor listrik, penangas air, syringe
dan penyangga kertas saring.
h) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel
tablet/kapsul (parasetamol, aspirin, kloramfenikol, isoniazid, ampisilin,
amoksisilin, ibuprofen, piroksikam, asam mefenamat), sampel
krim/gel/salep (kloramfenikol, deksametason, ketokonazol,
betametason), larutan baku (NaNO2, HCl, NaOH, I2), indikator
(tropeolin-oo, metil merah, fenolftalein), kertas saring (milipore) dan
membran selofan.
i) Prosedur Kerja
Uji Disolusi
1. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan
air suling (kalau digunakan air ledeng akan terjadi pengapuran
pada alat pemanas elemen).
2. Atur alat pada suhu 37C kurang lebih 0,5C (jalankan alat sesuai
prosedur tetap)
3. Isi labu disolusi dengan media disolusi yang telah dihangatkan
hingga suhu 37C sebanyak 900 ml
4. Jalankan alat disolusi pada kecepatan 100 rpm atau sesuai
prosedur

50
5. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan
dalam labu disolusi.
6. Pada menit ke 5, 10 dan 15,diambil media disolusi sebanyak 10
ml dengan pipet volume dan media disolusi dicukupkan lagi
hingga 900 ml dengan aquadest tiap setelah pengambilan sampel.
7. Ukur kadar obat dalam cuplikan dengan metode yang sesuai
8. Tentukan laju disolusi sampel

Uji Difusi
1. Rangkai sel difusi Franz di atas hot-plate stirrer
2. Atur pada suhu 37C kurang lebih 0,5C
3. Isi kompartemen sampel dengan media difusi
4. Letakkan sampel pada kompartemen sampel yang telah diberi
membran
5. Jalankan alat pada kecepatan 100 rpm
6. Ambil sampel tiap rentang waktu sesuai prosedur
7. Ukur kadar obat yang terdifusi dengan metode yang sesuai
8. Tentukan laju difusi sampel
j) Referensi dan Bahan Bacaan
Sinko, Patrick J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC.
Jakarta. 2011.
Allen, Loyd V. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Obat. EGC. Jakarta. 2013
k) Tugas Pendahuluan
Tugas pendahuluan diberikan dalam bentuk bahan pre-reading.

III.11. Modul 11: Ujian Praktikum


a) Urgensi Praktikum
Sebagai bentuk evaluasi atas penyelenggaraan praktikum maka ujian
praktikum diadakan.
b) Deskripsi Singkat Praktikum
Mahasiswa mengerjakan soal-soal ujian praktikum
c) Sasaran Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran praktikum.

51
d) Alokasi Waktu Praktikum
Satu pertemuan, 180 menit.
e) Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika
f) Teori/Prinsip Dasar
-
g) Peralatan
Menyesuaikan dengan soal ujian
h) Bahan
Menyesuaikan dengan soal ujian.
i) Prosedur Kerja
Menyesuaikan dengan soal ujian
j) Referensi dan Bahan Bacaan
-
k) Tugas Pendahuluan
-.

52
Lampiran 1. Format Pelaporan
Sistematika Pelaporan
*Jurnal Halaman Sampul
1. Skema Kerja
2. Alat dan Bahan
3. Uraian Bahan
4. Cara Kerja
Laporan 5. Tabel Pengamatan
6. Perhitungan
7. Grafik/Gambar
8. Pembahasan
9. Kesimpulan
10. Referensi

*Jurnal ditujukan agar mahasiswa mengetahui apa yang akan dikerjakan


sebelum masuk praktikum karena sampel dan pembagian tugas kerja akan
diberikan secara spesifik

53
Lampiran 2. Rubrik Penilaian
ASPEK I. RESPONSI
No. Kriteria Pembobotan Nilai
Diatur pada respon masing-masing
setiap minggunya.
Respon menandun setidaknya satu soal
1 Jawaban Soal 100
perhiungan. Soal respon esai maksimal
5 nomor dan bobot disesuaikan dengan
tingkat kesulitan soal.
Total Nilai Jurnal (D) 100

ASPEK II. JURNAL DAN LAPORAN PRAKTIKUM


No. Kriteria Pembobotan Nilai
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
1 Skema Kerja memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
2 Alat dan Bahan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
3 Uraian Bahan (Sampel) memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis, plagiat (sama persis
dengan milik teman sekelompok)
6 = ditulis dengan lengkap tapi masih
4 Cara Kerja 10
memerlukan koreksi yang signifikan
10 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
5 Tabel Pengamatan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi rumus
yang digunakan salah
7 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
6 Perhitungan digunakan benar tetapi pengerjaan 15
masih salah
13 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
digunakan benar, pengerjaan benar
tetapi terdapat kesalahan hitung

54
No. Kriteria Pembobotan Nilai
15 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
digunakan benar, pengerjaan benar,
tidak terdapat kesalahan hitung
0 = tidak ditulis/tidak ditempel/plagiasi
6 = ditulis dengan lengkap tapi masih
7 Grafik/Gambar memerlukan koreksi yang signifikan 10
10 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
0 = tidak ditulis/plagiasi
5 = pembahasan tidak lengkap (ada data
yang tidak dibahas)
10-20 = pembahasan lengkap,
tergantung dari kualitas pembahasan
8 Pembahasan nilai maksimal diberikan jika setiap poin 25
pembahasan dilengkapi pustaka
20-25 = pembasan dilengkapi dengan
jurnal penelitian yang didalamnya
terdapat contoh yang relevan dari
apikasi materi praktikum
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
9 Kesimpulan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
10 Referensi (Sistem Vancouver) memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
Total Nilai Jurnal (D) 100

ASPEK III. KEAKTIVAN


No. Kriteria Pembobotan Nilai
5 = tidak bisa menggunakan alat bahkan
setelah diberi contoh dan petunjuk
25 = tidak terampil menggunakan alat
1 Keterampilan menggunakan alat meskipun telah diberi contoh dan 45
petunjuk
45 = terampil menggunakan alat setelah
diberi contoh dan petunjuk
5 = tidak mampu mengikuti instruksi
Kemampuan mengikuti instruksi kerja dalam SOP dan jurnal
2 10
kerja 10 = mampu mengikuti instruksi kerja
dalam SOP dan jurnal
5 = tidak proaktif/pasif
3 Sikap proaktif 15 = proaktif dalam meminta 15
penjelasan dari pendamping instruktur
4 Kebersihan selama pengerjaan 0 = tidak menjaga kebersihan alat/area 10

55
No. Kriteria Pembobotan Nilai
kerja
10 = menjaga kebersihan alat/area kerja
Kerapihan (meletakkan alat pada 0 = memecahkan alat
5 tempatnya, tidak menumpahkan 5 = tidak mampu bekerja dengan rapi 10
bahan) 10 = mampu bekerja dengan rapi
0 = tidak teliti dalam
pengukuran/penimbangan
5 = kurang teliti dalam
6 Ketelitian 10
pengukuran/penimbangan
10 = teliti dalam
pengukuran/penimbangan
Total Nilai Keaktivan (K) 100

ASPEK IV. DISKUSI


No. Kriteria Pembobotan Nilai
0 = tidak memberikan sumbangsih
selama diskusi/tidak mengerti sama
sekali materi praktikum
20-35 = tidak memberikan
jawaban/argumen yang tepat /mengerti
sebagian materi praktikum (Setidaknya
salah satu dari teori yang mendasari,
prinsip dasar pengerjaan, metode kerja,
prinsip kerja alat, perhitungan)
55-65 = memberikan jawaban/respon
pada pertanyaan/permasalahan
pertama tapi tidak mampu memberikan
Kemampuan menjawab
jawaban/repon pada pertanyaan
pertanyaan/ memberikan
lanjutan/ mengerti sebagian besar
pendapat/memberikan
1 materi praktikum (Setidaknya empat 80
penjelasan
dari teori yang mendasari, prinsip dasar
(jumlah permasalahan yang
pengerjaan, metode kerja, prinsip kerja
diberikan berkisar 5-10 poin)
alat, perhitungan)
70-80 = mampu memberikan
jawaban/respon pada
pertanyaan/permasalahan lanjutan
atau mampu mengajukan pertanyaan
yang lebih jauh/dalam terkait topik
diskusi/ mengerti seluruh materi
praktikum (Setidaknya empat dari teori
yang mendasari, prinsip dasar
pengerjaan, metode kerja, prinsip kerja
alat, perhitungan) dan aplikasi dari
materi praktikum dibidang farmasetik
0 = tidak memperhatikan penjelasan
rekan tim/pendamping/instruktur
2 Sikap 20
10-20 = menunjukkan sikap antusias
dan perhatian pada rekan

56
No. Kriteria Pembobotan Nilai
tim/pendamping/instruktur
Total Nilai Diskusi (U)

ASPEK V. LAPORAN LENGKAP


No. Kriteria Pembobotan Nilai
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
Latar Belakang, Maksud dan
1 memerlukan koreksi yang signifikan 5
Tujuan Percobaan
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
2 Alat dan Bahan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
3 Uraian Bahan (Sampel) memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis, plagiat (sama persis
dengan milik teman sekelompok)
6 = ditulis dengan lengkap tapi masih
4 Cara Kerja 10
memerlukan koreksi yang signifikan
10 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
5 Tabel Pengamatan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi rumus
yang digunakan salah
7 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
digunakan benar tetapi pengerjaan
masih salah
6 Perhitungan 15
13 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
digunakan benar, pengerjaan benar
tetapi terdapat kesalahan hitung
15 = ditulis dengan lengkap, rumus yang
digunakan benar, pengerjaan benar,
tidak terdapat kesalahan hitung
0 = tidak ditulis/tidak ditempel/plagiasi
6 = ditulis dengan lengkap tapi masih
7 Grafik/Gambar memerlukan koreksi yang signifikan 10
10 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)

57
No. Kriteria Pembobotan Nilai
0 = tidak ditulis/plagiasi
5 = pembahasan tidak lengkap (ada data
yang tidak dibahas)
10-20 = pembahasan lengkap,
tergantung dari kualitas pembahasan
8 Pembahasan nilai maksimal diberikan jika setiap poin 25
pembahasan dilengkapi pustaka
20-25 = pembasan dilengkapi dengan
jurnal penelitian yang didalamnya
terdapat contoh yang relevan dari
apikasi materi praktikum
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
9 Kesimpulan memerlukan koreksi yang signifikan 5
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
0 = tidak ditulis
3 = ditulis dengan lengkap tapi masih
Referensi (Sistem Vancouver)
10 memerlukan koreksi yang signifikan 5
dan Lampiran
5 = ditulis dengan lengkap dan tidak
perlu koreksi (koreksi tidak signifikan)
Total Nilai Jurnal (D) 100

SANKSI ATAS KESALAHAN FATAL:


- Plagiasi secara terang terangan akan diberikan nilai 0, yang termasuk dalam jenis plagiasi
berat dalam praktikum ini adalah
- Plagiasi selama responsi
- Plagiasi dalam pembuatan laporan (menyontek jurnal teman dan dipergoki oleh
asisten

58
Lampiran 3. Jadwal Mingguan Praktikum

Minggu Ke Judu Percobaan Keterangan

I Asistensi Percobaan I

II Wujud Zat dan Sifat Fisika Bahan Obat

III Sistem Multikomponen

IV Mikromeritik
Asistensi Percobaan II + Pembuatan
V
Perekasi/Larutan Baku/Dapar
Dispersi Molekuler dan Fenomena
VI
Distribusi
Dispersi Koloidal dan Tegangan
VII
Antarmuka
VIII Dispersi Kasar
Emulsifikasi dan Fenomena
IX
Ketidakstabilan Emulsi
X Viskositas dan Rheologi
Asistensi Percobaan III + Pembuatan
XI
Perekasi/Larutan Baku/Dapar
XII Stabilitas Obat dan Kinetika Reaksi

XIII Difusi dan Disolusi

XIV Persiapan Ujian

XV Ujian Praktikum

Lampiran 4. Cara Pengutipan Pustaka dalam Laporan


Sitasi pustaka dalam laporan menggunakan sistem Vancouver. Contoh:

1. Ashara KCea. Microemulgel: An Overwhelming Approach to Improve Therapeutic Action of


Drug Moiety. Saudi Pharmaceutical Journal. 2014 August.

59

Anda mungkin juga menyukai