MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengendalian hayati
Disusun Oleh:
Aqil Alviana Gunawan 1177060015
Ismi Haqqi 1177060041
Lelis Dinul Zakiah 1177060047
Siska Agustin 1177060078
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nyalah, penyusunan dan pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengendalian
Hayati dengan judul Sejarah Pengendalian Hayati.
Dalam proses pembuatan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, serta kerjasama kelompok
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Kami memahami bahwa pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, dan oleh sebab itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat positif guna penulisan makalah yang lebih baik di masa yang
akan datang.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Glosarium.......................................................................................................3
Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya:
1
Adapun konsep pengendalian hayati terbagi menjadi tiga bagian yaitu
konservasi yaitu melakukan pengendalian hayati menggunakan musuh
alaminya seperti parasitoid, predator, maupun pathogen. Intoduksi yaitu
melakukan perbanyakan musuh alami, dan augmentasi yaitu pelepasan musuh
alami tersebut. Augmentasi ini juga terbagi lagi menjadi tiga yaitu pelepasan
inokulatif, pelepasan suplemen, dan pelepasan inundatif atau pelepasan massal.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Glosarium
1. Konsep
KBBI: konsep yaitu rancangan atau buram surat dan sebagainya; ide
atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran
mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Webster: konsep (concept) ialah sesuatu yang dikandung dalam
pikiran; sebuah ide abstrak/ generik yang generalisasi dari contoh-
contoh umum.
Oxford: konsep (draft) ialah rencana, sketsa, atau gambar kasar.
Kesimpulan: gambaran tentang sesuatu atau sebuah ide yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal lain.
2. Pengendalian
KBBI: 1) proses, cara, perbuatan mengendalikan; pengekangan. 2)
pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan
sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan
hasil pengawasan.
Webster: 1) untuk memeriksa, menguji, atau memverifikasi dengan
bukti atau eksperimen. 2) untuk memiliki kekuasaan. 3) untuk
mengurangi insiden atau tingkat keparahan terutama pada tingkat
tidak berbahaya.
Oxford: 1) kekuatan untuk mempengaruhi atau mengarahkan perilaku
orang atau jalannya peristiwa. 2) pembatasan suatu kegiatan,
kecenderungan, atau fenomena. 3) seseorang atau sesuatu yang
digunakan sebagai standar perbandingan untuk memeriksa hasil
survei atau eksperimen.
Kesimpulan: proses menghambat sesuatu untuk membantu mengatur
serta menyesuaikan kegiatan agar mencapai tujuan.
3. Hayati
KBBI: mengenai hidup, berhubungan dengan hidup.
3
Webster: 1) dari atau berkaitan dengan biologi atau dengan proses
kehidupan dan kehidupan. 2) digunakan atau diproduksi oleh biologi
terapan.
Oxford: 1) kekuatan untuk mempengaruhi atau mengarahkan perilaku
orang atau jalannya peristiwa. 2) pembatasan suatu kegiatan,
kecenderungan, atau fenomena.
Kesimpulan : berkaitan dengan organisme hidup atau kehidupan.
4
tanaman. Hal ini sering terjadi dan erat kaitannya dengan hubungan antara
tanaman dan patogennya. Pengendalian hayati telh menjadi batu upaya
pengelolaan penyakit tanaman yang ramah lingkungan dan menghasilkan
produk tanaman yang sehat dan aman (Soesanto, 2008).
2.2 Konsep Dasar Pengendalian Hayati
Konsep dasar pengendalian hayati adalah sebagai salah satu taktik
pengendalian hama berbasis biologi (biologically based tactics) yang sekaligus
pula sebagai salah satu komponen di dalam strategi pengendalian hama terpadu
(PHT). Pengendaliaan hayati mencakup topik-topik pengendalian semua
makhluk hidup yang dianggap sebagai hama dengan menggunakan berbagai
jenis musuh alami dari berbagai tingkat organisasi makhluk hidup yang
dianggap sebagai hama denagn menggunakkan berbagai jenis musuh alami dari
berbagai tingkat organisasi makhluk hidup. Untuk mencapai tujuan tertentu,
penekanan pembahasan terletak pada pengendaliaan hayati untuk mengelola
hama, meskipun di dalamnya akan menyinggung pula pengendalian hayati
terhadap gulma dan penyakit tanaman
Mengenai konsep dasar sendiri, ada tiga pendekatan dalam pengendalian
hayati:
1. Konservasi
Menurut Rukmana dan Sugandi (2002) musuh alami mempunyai
andil yang sangat besar dalam pembangunan pertanian berwawasan
lingkungan karena daya kendali terhadap hama cukup tinggi dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Agar upaya ini dapat
berlangsung dan berkesinambungan secara terus-menerus musuh alami
perlu dijaga kelestariaanya.
5
Melindungi dan mempertinggi populasi musuh alami yang dapat
digunakan sebagai pengendali hama yang ada dialam baik sebagai
parasitoid, predator maupun patogen. Tujuannya adalah menghindari
tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kelestarian populasi musuh
alami misalnya dengan memakai sistem tanam yang lebih beraneka ragam,
menanam dan melestarikan tanaman berbunga sebagai makanan dari
musuh alami, menekan pemakaian pestisida yang berlebihan,melestarikan
tanman liar yang mendukung inang alternatif parasitoid atau mangsa
alternatif predator.
Pelepasan musuh alami sebaiknya dilakukan saat kondisi
lingkungan mendukung aktifitasnya, misalnya pagi atau sore hari,
sehingga saat kondisinya lingkungan kurang mendukung misal cuaca
panas, musuh alami telah mempersiapkan diri untuk mengantisipasi.
Selain itu pelepasan dilakukan saat populasi hama mulai meningkat
meninggalkan batas keseimbangan alami.
2. Introduksi
Menambah atau memasukan populasi musuh alami yang
digunakan dalam jumlah banyak (perbanyakan di laboratorium) untuk
pengendali baik sebagai parasitoid, predator maupun patogen. Teknik
introduksi atau importasi musuh alami seringkali disebut sebagai praktek
klasik pengendalian hayati. Hal ini disebabkan karena sejak diketahui
sebagian besar usaha pengendalian hayati menggunakan teknik introduksi.
Keberhasilan teknik introduksi misalnya pada: introduksi kumbang
Vedalia, Rodolia carnidalis dari benua Australia yang menyerang
perkebunan jeruk dikalifornia untuk mengendalikan hama kutu perisai
Icerya purchasi. Keberhasilan ini kemudian dicobakan pada hama-hama
lain dan banyak juga yang berhasil baik secara lengkap, subtansial maupun
parsial. Menurut Untung (2006) ada beberapa langkah klasik yang dapat
ditempuh untuk melakukan introduksi musuh alami pada suatu tempat.
6
Langkah-langkah dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
a) Penjelajahan atau Ekplorasi di negeri asal;
b) Pengiriman parasitoid dan predator dari negeri asal;
c) Karantina parasitoid dan predator yang diimpor di dalam negeri;
d) Perbanyakan parasitoid dan predator di laboratorium;
e) Pelepasan dan pemapanan parasitoid dan predator yang diimpor; dan
f) Evaluasi efektivitas pengendali hayati.
3. Augmentasi
Teknik Augmentasi adalah upaya peningkatan jumlah dan
pengaruh musuh alami yang sebelunya telah berfungsi di ekosistem
tersebut, baik dengan cara pelepasan sejumlah tambahan baru secara
periodik maupun dengan cara memodifikasi ekosistem sedemikian rupa
sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengendalian hama. Pelepasan
secara augmentasi ini akan berhasil bila dilakukan secara periodik. Ada 3
cara pelepasan pereodik ádalah sebagai berikut:
a) Pelepasan Inokulatif
Pelepasan musuh alami dilakukan satu kali dalam satu musim
atau dalam satu tahun dengan tujuan musuh alami dapat mengadakan
kolonisasi dan menyebarluas secara alami sehingga dapat menjaga
keseimbangan.
b) Pelepasan Suplemen
Pelepasan dilakukan setelah kegiatan sampling diketahui populasi
hama mulai meninggalkan populasi musuh alaminya. Tujuannya
adalah untuk membantu musuh alami yang sudah ada agar kembali
berfungsi dan dapat mengendalikan populasi hama.
7
alami diharapkan dapat bekerja secepat insektisida kimia dalam
penurunan populasi hama, memanipulasi atau memodifikasi
ekosistem: Sehingga ekosistem tersebut lebih mendorong peningkatan
populasi dan efektifitas serta efisiensi musuh alami.
3. Agens Hayati
Agens hayati serangga hama dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu:
1) Predator
Predator adalah organisme yang hidup bebas dengan memakan,
membunuh atau memangsa organisme lain. Adapun ciri-ciri predator yaitu:
Memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva, nimfa,
pupa, dan imago);
8
e. Hemiptera, misalnya Cyrtorhinus lividipenis (famili Miridae)
sebagai predator telur dan nimfa wereng coklat dan hijau.
2) Patogen
Patogen adalah golongan mikroorganisme atau jasad renik yang
menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Agens hayati yang
dikelompokkan kedalam golongan bakteri, yaitu:
a. Virus
Virus dapat menyerang serangga hama pada tanaman
hortikultura seperti NPV (Nucleopolyhedrolis virus). Larva
serangga yang terinfeksi umumnya melemah pada saluran
pencernaan makanan. Hal ini terjadi sewaktu larva makan bagian
tanaman yang telah mengandung polyhidra.
b. Bakteri
Bakteri yang biasa digunkana adalah bakteri yang
menghasilkan spora. Bakteri entomopatogen yang sampai sekarang
banyak dimanfaatkan adalah Bacillus thuringiensis. Bakteri ini
memiliki kemampuan untuk menginfeksi serangga hama yang
spesifik seperti hama dari golongan ordo lepidoptera dan larva
nyamuk.
c. Cendawan
Cendawan entomopatogen yang sudah banyak
penggunaanya adalah Beauveria bassiana. Cendawan ini tergolong
dalam kelas Deuteromycetes, ordo Monilialis, famili moniliaceae.
Gejala serangan pada serangga yang terinfeksi B. Bassiana terlihat
larva menjadi kurang aktif kemudian kaku dan diikuti oleh
perubahan warna tubuh karena dinding tubuhnya sudah ditutupi
oleh hifa yang berwarna putih seperti kapas (Karolina, dkk. 2008).
d. Nematoda
9
Dibandingkan dengan bakteri, cendawan dan virus,
penggunaan nematoda entomopatogen di Indonesia belum populer,
masih dalam skala penelitian. Contoh nematoda entomopatogen
yang sering digunakan adalah Steinernema sp. Nematoda golongan
ini memiliki siklus hidup sederhana, yaitu telur, larva (juvenil), dan
dewasa. Gejala serangan nematoda ini ditandai dengan warna inang
yang berubah menjadi warna coklat kekuningan dan tubuhnya
menjadi lembek. Hal ini disebabkan eksotoksin yang dihasilkan
oleh bakteri simbion (Xenorhabdus sp.) (Korlina, 2011).
e. Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang memarasit (hidup dan
berkembang dengan menumpang) serangga lain (yang disebut
inang). Parasitoid ada yang berkembang di dalam tubuh inang
(endoparasit), dan ada yang berkembang di luar tubuh inang
(ektoparasit). Inang yang diparasit dapat berupa telur, larva, nimfa,
pupa atau imago serangga hama. Contohnya Eriborus
argenteopilosus parasitoid yang menyerang Crocidolomia
pavonana hama tanaman kubis.
2.3 Keuntungan dan Kelemahan Pengendalian Hayati
Keuntungan pengendalian hayati sendiri yaitu (Steka, 1975 dalam
Mudjiono, 1994):
1. Selektifitas yang tinggi, agens hayati hanya membunuh OPT dan tidak
membunuh organisme non OPT ataupun musuh alami. Dengan demikian
tidak akan terjadi resurgensi atau ledakan OPT sekunder;
2. Faktor pengendali (agens) yang digunakan tersedia dilapang;
3. Agens hayati (parasitoid dan predator) dapat mencari sendiri inang atau
mangsanya;
4. Agens hayati (parasitoid, predator, dan pathogen) dapat berkembangbiak
dan menyebar;
5. Tidak menimbulkan resistensi terhadap serangga inang/mangsa ataupun
kalau terjadi, sangat lambat;
6. Pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya karena sifat agens hayati
tersebut;
7. Tidak ada pengaruh samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida.
10
8. Ramah lingkungan (tidak merusak ekosistem pada suatu lingkungan
pertanian); dan
9. Efisiensi tenaga dan biaya.
Kelemahan pengendalian hayati (Steka, 1975 dalam Mudjiono, 1994):
1. Pengendalian terhadap OPT berjalan lambat;
2. Hasilnya tidak dapat diramalkan;
3. Sukar untuk pengembangan dan penggunaannya; dan
4. Dalam pelaksanaannya pengendalian hayati memerlukan pengawasan untuk
mengetahui tingkat keberhasilannya. Pengembangan pengendalian hayati
perlu dilakukan pengawalan dengan:
a. Teknologi aplikasi yang tepat agar keberhasilannya dapat terlihat dengan
nyata.
b. Modifikasi lingkungan untuk meningkatkan efektifitas agens pengendali.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13