Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“TOKSIKODINAMIK, TOKSIKOKINETIK & BIOTRANSFORMASI”

Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah TOKSIKOLOGI KLINIK

Dosen pengampu : RAUDATUL JANNAH, S.K.M., M.Si

Disusun Oleh Kelompok 5 :

NADIAH APRILIA (5119008)

CITRA TALENTI HAREFA (5119015)

ULFA DWIYANTI (5119019)

SITI RAHMATIKA (5119044)

PROGRAM STUDI DIV AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur dinaikkan hanya bagi Allah SWT yang maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan segala pengertian sehingga saya sebagai penulis dapat
menyelesaikan makalah dari mata kuliah Toksikologi Klinik dengan judul materi
“TOKSIKODINAMIK, TOKSIKOKINETIK, & BIOTRANSFORMASI “

Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, cinta
kasih dan kerja sama serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang yang ada disekitar penulis yang
telah membantu dalam doa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai
pedoman di masa mendatang. Maka penulis dengan penuh rasa syukur
mempersembahkan makalah ini semoga bermanfaat untuk kita semua.

Bandung, 14 Maret 2021

KELOMPOK 5

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….…1


 1.2 Identifikasi Masalah ………………………………………………................1
 1.3 Tujuan ………………………………………………………………………..1

BAB III PEMBAHASAN

 2.1 Pengertian Toksikologi…………………………………...…………………2


 2.2 Cara Kerja Toksik……………………………..……...……………………3
 2.3 Toksikokinetik……………………….……………………………..…… 6
 2.4. Toksikodinamik………………………….……………………………….11
 2.5 Contoh Kasus…………………………………………………..…………12
 2.6 Biotransformasi……………………………………………………………14

BAB IV PENUTUP

 3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang diartikan  sebagai kapasitas
suatu zat kimia/beracun yang dapat menimbulkan efek toksik tertentu pada makhluk
hidup. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya
kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan istilah
bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau
tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan
utama. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu
efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
Keanekaragaman efek merugikan potensial dan keberagaman bahan kimia di
dalam llingkungan menjadikan toksikologi ilmu pengetahuan yang sangat luas.
Ruang lingkup toksikologi mencakup lingkungan (misalnya, polusi, air, dan udara),
ekonomi (misalnya, bahan tambahan makanan dan pestisida) (Stringer, 2008).
Efek toksik mempengaruhi atau menentukan keberadaan zat kimia atau
metabolitnya dalam sel sasaran atau tempat kerjanya. Untuk menentukan keberadaan
zat kimia atau metabolit toksik ini maka perlu diketahui mekanisme masuk nya zat
toksik serta bagaimana mekanisme zat tersebut merusak suatu organisme.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang di atas dapat ditarik identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara kerja tokson dalam tubuh organisme
2. Bagaimana interaksi tokson dengan reseptornya
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara kerja tokson yang masuk ke dalam organisme
2. Untuk mengetahui interaksi yang terjasi antara tokson dan organisme
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Toksikologi

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme


efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan
sistem biologik lainnya. Toksikologi juga membahaspenilaian kuantitatif tentang
berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk
hidup.
Bila zat kimia dikatakan berracun (toksik),maka kebanyakan diartikan sebagai zat
yangberpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu
pada suatuorganisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,
konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme
atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakanistilah toksik atau toksisitas, maka perlu
untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.
Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam
kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi
pada suatu organisme.
Pada umumnya efek berbahaya / efekfarmakologik timbul apabila terjadi
interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat
dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia
dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek
farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek
farmakokinetik / toksokinetik).
2
Toksikologi lingkungan berhubungan dengan dampak zat kimia yang
berpotensi merugikan, yang muncul sebagai polutan lingkungan bagi organisme
hidup. Istilah lingkungan mencakup semua lingkungan yang mengelilingi individu
organisme, terutama udara, tanah, dan air. Polutan adalah suatu zat yang didapatkan
dalam lingkungan, yang mempunyai efek merugikan bagi kehidupan organisme,
khususnya manusia; yang sebagian merupakan akibat dari perbuatan manusia.
Efek toksik ialah efek yanng merusak fungsi fisiologis dan fungsi biokimia
tubuh manusia sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan
yang serius dan dapat fatal, yang ditimbulkan oleh pemakaian obat atau zat kimia
dalam dosis berlebihan. Efek toksik obat umumnya merupakan efek lanjutan dari efek
farmakologi yang normal sehingga gejala yang timbul merupakan efek
farmakologik/farmakodinamik yang berlebihan.

2.2 Cara Kerja Toksik


Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses fisika,
biokimia, danbiologik yang sangat rumit dan komplek. Prosesini umumnya
dikelompokkan ke dalam tiga faseyaitu: fase eksposisi toksokinetik dan
fasetoksodinamik. Dalam menelaah interaksixenobiotika/tokson dengan organisme
hidupterdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:kerja xenobiotika pada
organisme dan pengaruhorganisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan
kerja tokson pada organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara
biologik pada organisme tersebut (aspek toksodinamik). Sedangkan reaksi organisme
terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan fase toksokinetik.
a. Fase Eksposisi
Fase ini merupakan kontak suatuorganisme dengan xenobiotika, pada
umumnya,kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah
xenobiotika terabsorpsi.
3
Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi
molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam kontek pembahasan efek
obat, fase iniumumnya dikenal dengan fase farmaseutika. Fase farmaseutika meliputi
hancurnya bentuksediaan obat, kemudian zat aktif melarut, terdispersi molekular di
tempat kontaknya.Sehingga zat aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju
sistem sistemik.
Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika adalah saluran cerna, paru-paru, dan
kulit. Namun pada keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi, paparan
xenobiotika dapat terjadi melalui jalurinjeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular,
subkutan, intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya.
b. Fase Toksikokinetik
Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke
dalamproses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dariabsorpsi, transpor, dan
distribusi, sedangkkanevesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsisuatu
xenobiotika adalah pengambilanxenobiotika dari permukaan tubuh (disinitermasuk
juga mukosa saluran cerna) atau daritempat-tempat tertentu dalam organ dalaman
kealiran darah atau sistem pembuluh limfe. Apabila xenobiotika mencapai sistem
sirkulasi sistemik, xenobiotika akan ditranspor bersama aliran darah dalam sistem
sirkulasi. WEISS (1990) membagi distribusi ke dalam konveksi (transpor xenobiotika
bersama peredaran darah) dan difusi (difusixenobiotika di dalam sel atau jaringan).
Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semua proses yang dapat menyebabkan
penurunan kadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuh organisme, proses tersebut
reaksi biotransformasi dan ekskresi.
a. Fase Toksikodinamik
fase toksodinamik atau farmakodinamik akan membahas interaksi antara molekul
tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan juga proses-proses
yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek toksik atau terapeutik.
4
Kerja sebagian besar tokson umumnya melalui penggabungan dengan
makromolekul khusus di dalam tubuh dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan
biofisika dari makromolekul tersebut. Makromolekul ini sejak seabad dikenal dengan
istilah reseptor, yaitu merupakan komponen sel atau organisme yang berinteraksi
dengan tokson dan yangmengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju terjadinya
suatu efek toksik dari tokson yang diamati.

Gambar 1. Rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik.
5
2.3 Toksikokinetik
Sederetan proses toksikokinetik sering disingkat dengan ADME, yaitu: adsorpsi,
distribusi,metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akan menentukan jumlah
xenobiotika (dalam bentuk aktifnya) yang dapat masuk ke sistem sistemik atau
mencapai tempat kerjanya. Jumlah xenobiotika yang dapat masuk ke sistem sistemik
dikenal sebagai ketersediaan biologi / hayati. Keseluruhan proses pada fase
toksokinetik ini akan menentukan menentukan efficacy (kemampuan xenobiotika
mengasilkan efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor,
dan durasi dari efek farmakodinamiknya.
1. Adsorbsi
Adsorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak
(paparan)menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluhlimfe. Adsorpsi didefinisikan
sebagai jumlah
xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak berubah.
Toksondapat terabsorpsi umumnya apabila berada dalam bentuk terlarut atau
terdispersi molekular.Adsorpsi sistemik tokson dari tempat extravaskular dipengaruhi
oleh sifat-sifat anatomikdan fisiologik tempat absorpsi (sifat membran biologis dan
aliran kapiler darah tempat kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk
farmseutik tokson (tablet, salep, sirop, aerosol, suspensi atau larutan). Jalur utama
absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit. Pada pemasukan tokson
langsung ke sistem sirkulasi sistemik (pemakaian secara injeksi), dapat dikatakan
bahwa tokson tidak mengalami proses absorpsi. Absorpsi suatu xenobiotika tidak
akan terjadi tanpa suatu transpor melalui membran sel, demikian halnya juga pada
distribusi dan ekskresi. Oleh sebab itu membran sel (membran biologi)dalam absorpsi
merupakan sawar „barier“ yaitu batas pemisah antara lingkungan dalam dan luar.
6
Penetrasi xenobiotika melewati membran dapatberlangsung melalui: difusi
pasif, filtrasilewat pori-pori membran ”poren”, transpordengan perantara molekul
pengemban ”carrier”,pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi
umumnya xenobiotika. Tenaga pendorong untuk difusi ini adalah perbedaan
konsentrasi xenobiotika pada kedua sisi membran sel dan daya larutnya dalam lipid.
Menurut hukum difusi Fick, molekul xenobiotika berdifusi dari daerahdengan
konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi
yang lebih rendah.
Filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”.Membran sel umumnya memilika
lubang dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada sifat dari membran selnya.
Umumnya kebanyakan sel mempunyai pori dengan diameter sekitar 4 Å (amstom).
Saluran pori ini umumnya penuh terisi air, sehingga hanya memungkinkan dilewati
oleh tokson yang relatiflarut air dengan berat molekul kurang dari 200 Da (Dalton).
Oleh karena itu, kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yang bertindak sebagai
daya dorong molekul-molekul tokson melintasi pori ini. Terdapat asumsi, bahwa
pemberian suatu obat dengan derajat hipotonikyang tinggi akan mempercepat laju
absorpsi obat melalui pori. Namun anggapan ini akanbertentangan dengan kecepatan
difusi suatu tokson. Umumnya senyawa dengan ukuranmolekul kecil, (seperti urea,
air, gula dan ion Ca, Na, K) memanfaatkan lubang pori ini untuk
melintasi membran sel. Laju absorpsi lewat sistem ini Disamping itu terdapat juga
membransel yang memiliki ukuran pori yang relatif besar (sekitar 70 Å), seperti
memban kapiler danglomerulus ginjal. Pori ini dimungkinkan dilewati oleh molekul-
molekul dengan ukuran lebih kecil dari albumin ( sekitar 50.000 Da). Aliran air lewat
pori-pori terjadi karena tekanan hidrostatik dan/atau osmotik dan dapat bertindak
sebagai pembawa tokson.
7
Transpor dengan perantara molekul pengemban ”carrier”. Transpor dengan
perantara molekul pengemban lebih dikenal dengan transpor aiktif, yaitu proses
melinatasi membran sel diperantarai oleh pembawa ”carrier”. Transpor aktif
merupakan proses khusus yang memerlukan pembawa untuk mengikat tokson
membentuk komplek toksonpembawa yangmembawa tokson lewat membran dan
kemudian melepas tokson di sisi lain dari membran. Sesuai dengan sifat dari transpor
ini, umumnya transpor ini ditandai dengan pewatakanyaadanya fakta bahwa tokson
dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi, misal dari dari daerah konsentrasi
tokson rendah ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh sebab itu pada sistem transpor ini
umumnya memerlukan masukan energi untuk dapat terjadi transpor.
Jalur transpor ini akan bergantung pada jumlahmolekul pembawa, atau
dengan lain kata, jumlahmolekul tokson yang dapat diangkut (ditranspor) oleh sistem
per satuan waktu, tergantung pada kapasitas sistem (jumlah tempat ikatan dan angka
pertukaran tiap ikatan). Bila konsentrasi tokson pada sistem meningkat secara terus
menerus, sehingga pada awalnya laju transpor akan meningkat, dan akhirnya tercapai
suatu keadaan yang menunjukkan sistem menjadi jenuh. Dengan demikian laju
transpor akan mencapai laju maksimumnya, dimana pada keadaan ini telah terjadi
kejenuhan komplek tokson-pembawa.
Molekul pembawa bisa sangat selektif terhadap molekul tokson. Bila struktur
tokson menyerupai subtrat alami yang ditranpor aktif, maka tokson itu sesuai untuk
ditranspor aktif dengan mekanisme pembawa yang sama. Oleh karena itu
toksontokson yang mempunyai struktur serupa dapat berkompetisi untuk membentuk
komplek tokson pembawa pada tempatabsorpsi, sehingga dapat terjadi antagonisme
kompetitif untuk menduduki molekul pengemban. Oleh karena ini transpor suatu zat
dapat diinhibisi oleh zat lain yang menggunakan sistem transpor yang sama. Namun
berdasarkan sifat stereokimia molekulpengemban, maka sistem transpor demikian,
paling sedikit mempunyai kekhasan untuk zat yang akan diangkut.
8
Difusi yang dipermudah (fasilitated diffusion)kadang dikelompokkan juga ke
dalam sistemtranspor aktif, dimana difusi ini diperantarai olehpembawa. Namun
terdapat sedikit perbedaanantara pranspor aktif yaitu tokson begerakmelintasi
membran karena perbedaan konsentrasi(yaitu dari daerah dengan konsentrasi tinggi
kedaerah yang konsentrasinya lebih rendah), olehkarena itu difusi ini tidak
memerlukan masukanenergi. Namun karena difusi ini diperantarai olehmolekul
pembawa, sistem ini dapat jenuh dansecara struktur selektif bagi tokson tertentu
danmemperlihatkan kinetika persaingan bagi tokson-toksondenganstrukturserupa.
Dalam arti absorpsi tokson, difusi dipermudah ini tampaknya memainkan
perananyang sangat kecil.
Pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.Pinositas merupakan proses fagositosis
(”pencaplokan”) terhadap makromolekul besar,dimana membran sel menyelubungi
sekelilingbahan makromolekular dan kemudian mencaplokbahan tersebut ke dalam
sel. Makromolekul tetaptinggal dalam sel sebagai suatu gelembung atauvakuola.
Pinositas merupakan proses yangdiusulkan untuk absorpsi dari vaksin sabin
polioyang diberikan secara oral dan berbagai molekulprotein besar lainnya.
1. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan
diedarkan/
didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistemsirkulasi sistemik ia akan terdistribusi
lebih jauhmelewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-jaringan tubuh.
Distribusi suatu
xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang sebagai suatu proses transpor reversibel
suatu xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam tubuh. Di beberapa buku
reference jugamenjelaskan, bahwa distribusi adalah proses dimana xenobiotika secara
reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk menuju interstitium (cairan
ekstraselular) dan/atau masuk ke dalam sel dari jaringan atau organ.
9
2. Eliminasi
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang dimaksud
proses eliminasiadalah proses hilangnya xenobiotika dari dalamtubuh organisme.
Eliminasi suatu xenobiotikadapat melalui reaksi biotransformasi(metabolisme) atau
ekskresi xenobiotika melaluiginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalureksresi
lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai,kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur
eliminasiyang paling penting adalah eliminasi melalui hati(reaksi metabolisme) dan
eksresi melalui ginjal.
3. Metabolisme
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim
tubuh, sehinggasenyawa tersebut akan mengalami perubahanstruktur kimia dan pada
akhirnya dapat dieksresidari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialamioleh
”xenobiotika” dikenal dengan reaksibiotransformasi yang juga dikenal dengan
reaksimetabolisme. Biotransformasi atau metabolismepada umumnya berlangsung di
hati dan sebagiankecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paru-paru,saluran
pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit ataudi darah. Secara umum proses
biotransformasi dapatdibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksifungsionalisasi) dan
fase II (reaksi konjugasi). Dalam fase pertama ini tokson akan mengalamipemasukan
gugus fungsi baru, pengubahangugus fungsi yang ada atau reaksi penguraianmelalui
reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi,deaminasi, desulfurisasi, pembentukan
oksida,hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasialdehida); rekasi reduksi (reduksi
azo, reduksinitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis(hidrolisis dari ester
amida). Pada fase II initokson yang telah siap atau termetabolismemelalui fase I akan
terkopel (membentukkonjugat) atau melalui proses sintesis dengansenyawa endogen
tubuh, seperti: Konjugasidengan asam glukuronida asam amino, asamsulfat, metilasi,
alkilasi, dan pembentukan asammerkaptofurat.
10
Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasipada umumnya tidak spesifik
terhadap substrat. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase) umumnya
terikat pada membrane dari reticulum endoplasmic dan sebagian terlokalisasi juga
pada mitokondria, disamping itu ada bentuk terikat sebagai enzim
terlarut(sepertiesterase,amidase,sulfoterase). Sistem enzim yang terlibat pada reaksi
faseI umumnya terdapat didalam reticulum endoplasmikhalus, sedangkan sistem
enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar ditemukan disitosol. Disamping
memetabolismexenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam reaksi
biotransformasi senyawa endogen(seperti: hormonsteroid,biliribun,asamurat,dll).
Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan reaksi
metabolisme, khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis. Uraian tentang reaksi
biotransformasi yang terjadi atau yang dialami oleh suatu xenobiotika di dalam tubuh
berikutnya akan dibahas di dalam bahasan tersendiri (BAB Biotrasnformasi).

2.4 Toksikodinamik
Interaksi tokson - reseptor umumnya merupakaninteraksi yang bolak-balik
(reversibel). Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila
xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel,
terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik(irreversibel) antara xenobiotika
dengan subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika
dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat
irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu
perubaran kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya
peroksida ini mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.
Efek irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkankerusakan sistem biologi,
seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan
sel yang tidak normal, seperti karsinoma, mutasi gen.
11
Umumnya efek irreversibel ”nirpulih” akan menetap atau justru bertambah parah
setelah pejanan tokson dihentikan.
Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi akan meningkatkan potensi efek dari
obat tersebut, untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bahasan hubungan dosis dan
respon. Jika konsetrasi suatu obat pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti dengan
sendirinya berlaku sebagai tempat sasaran yang sebenarnya, tempat zat tersebut
bekerja. Jadi konsentrasi suatu tokson/obat pada tempat kerja ”tempat sasaran”
umumnya menentukan kekuatan efek biologi yang dihasilkan.
Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja
toksik) dan jugaproses-proses yang terkait dimana pada akhirnyamuncul efek toksik /
farmakologik.
Farmakolog menggolongkan efek yang mencul berdasarkan manfaat dari efek
tersebut, seperti:
a. Efek terapeutis, efek hasil interaksi xenobiotika dan reseptor yang diinginkan
untuk tujuanterapeutis (keperluan pengobatan),
b. Efek obat yang tidak diinginkan, yaitu semuaefek / khasiat obat yang tidak
diinginkan untuktujuan terapi yang dimaksudkan pada dosisyang dianjurkan,
dan
c. Efek toksik, pengertian efek toksik sangatlahbervariasi, namun pada
umumnya dapatdimengerti sebagai suatu efek yangmembahayakan atau
merugikan organisme itusendiri.

2.5 Contoh Kasus


1. Toksikinetik Benzen
Pajanan utama benzen terhadap tubuh manusia melalui rute inhalasi
(pernapasan), selain melalui pajanan oral (mulut) dan dermal (kulit) juga dapat
terjadi.
12

Benzen yang terabsorpsi kemudian dengan cepat didistribusikan ke selurh


tubuh dan cenderung terakumulasi di jaringan lemak. Hati memiliki peranan penting
dalam menghasilkan beberapa metabolit benzen yang reaktif dan berbahaya (ATSDR,
2007).
Benzena dengan cepat diabsorpsi melalui saluran pernapasan dan pencernaan.
Penyerapan melalui kulit cepat tetapi tidak luas, hal ini disebabkan karena benzena
yang menguap dengan cepat. Sekitar 50% dari benzen yang dihirup diabsorpsi setelah
pajanan 4 jam pada konsentrasi sekitar 50 ppm benzena di udara.
Distribusi benzen ke seluruh tubuh melalui absorbsi dalam darah, karena
benzen bersifat lipofilik, maka distribusi terbesar adalah dalam jaringan lemak.
Jaringan lemak, sumsum tulang, dan urin mengandung sekitar 20 kali konsentrasi
benzena lebih banyak daripada yang terdapat dalam darah. Kadar benzena dalam otot
dan organ-organ 1-3 kali lebih banyak dibandingkan dalam darah. Eritrosit
mengandung benzena sekitar 2 kali lebih banyak di dalam plasma (ATSDR, 2007).
Metabolit benzena dalam jumlah sedikit terdapat dalam sumsum tulang
(ATSDR, 2007). Langkah pertama adalah enzim cytochrome P-450 2E1 (CYP2E1)
mengkatalis reaksi oksidasi benzena menjadi benzena oksida yang berkesetimbangan
dengan benzena oxepin, yang kemudian termetabolisme menjadi fenol (produk
metabolit utama benzen). Fenol kemudian dioksidasi dengan katalis CYP2E1 menjadi
katekol atau hidrokuinon, yang kemudian dengan enzim myeloperoxidase (MPO)
dioksidasi menjadi metabolit reaktif 1,2 dan 1,4-benzokuinon. Katekol dan
hidrokuinon dapat diubah menjadi metabolit 1,2,4-benzoenatriol dengan katalis
CYP2E1.
Reaksi metabolisme benzena yang lain adalah reaksi dengan glutathion (GSH)
yang menghasilkan asam S-fenilmerkapturat. Kemudian reaksi dengan katalis Fe
(besi) yang menghasilkan produk dengan cincin terbuka, yaitu asam trans, trans-
mukonat dengan senyawa intermediet trans, trans-mukonaldehida yang merupakan
metabolit benzena yang hematoksik (racun terhadap sistem darah) (ATSDR, 2007).
13
2. Toksikodinamik CO (Karbon Monoksida)
Hemoglobin adalah pengangkut oksigen. Hemoglobin mengandung dua rantai
α dan dua rantai ß, serta 4 gugus heme, yang masing-masing berikatan dengan rantai
polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat mengikat satu molekul oksigen secara
bolak- balik. Sebagian besar hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah
”eritrosit”. Gangguan pada hemoglobin dan sel darah merah akan menggagu transpor
oksigen bagi organisme tersebut, yang pada akhirnya akan menimbulkan efek yang
tidak dinginkan. Gangguan-gangguan ini mungkin melalui:

Keracunan karbon monoksida ”CO”.Karbonmonoksida mempunyai tempat


ikatan yangsama dengan oksigen pada heme. Komplekshemoglobin dengan karbon
monoksida disebutkarboksi hemoglobin. Kompleks ini menujukkankenendrungan
ikatan yang lebih kuat dari padaikatan oksigen pada heme. Pendudukan COpada
heme berarati dapat menurunkan bahkanmeniadakan kemampuan eritrosit
untukmentranpor oksigen. Keracunan CO dapatmengakibatkan dari efek perasaan
pusing,gelisah sampai kematian.

2.6 Biotransformasi
BIOTRANSFORMASI (METABOLISME)

Toksikan/Xenobiotik Proses Enzimatis Metabolit

a. Adalah perubahan xenobiotika menjadi Metabolit melalui proses enzimatis


b. Beberapa penting untuk kehidupan karena diperlukan untuk fungsi normal tubuh
Contoh : Pd obat -- kdg yg dibutuhkan metabolitnyabukan obat aslinya. Misal:
phenoxybenzamine (Dibenzyline®)
14
c. II TIPE BIOTRANSFORMASI
1. Detoksifikasi Adalah proses dimana xenobiotik dikonversi menjadi bentuk
yang kurang toksik. Merupakan mekanisme pertahanan alamiah yang dimiliki
organisme . Secara umum, proses detoksifikasi merubah senyawa yang lipofil
menjadi senyawa yang lebih polar (hidrofil)
2. Bioaktivasi Merupakan proses dimana xenobiotik dapat berubah menjadi
bentuk yang lebih reaktif atau lebih toksik.
d. BIOAKTIVASI
Senyawa stabil secara kimia → metabolit yang reaktif. Contoh : Karbon
tetraklorida (CCl4) secara cepat dmetabolisme dalam tubuh menjadi senyawa kimia
toksik triklorometil.

e. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP XENOBIOTIKA


1. Eliminasi zat dalam bentuk asal melalui proses ekskresi .
2. Modifikasi struktur untuk meningkatkan sifat hidrofilitas
3. Modifikasi struktur untuk detoksifikasi zat.
4. Mekanisme pertahanan lainnya, seperti kekebalan tubuh, daya toleransi.

f. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP XENOBIOTIKA


1. Xenobiotik yg lipofilik, non polar, BM rendah - mdh menembus membran
(kulit, paru, dll)
15
2. Lipofilik - sulit dieliminasi - akumulasi - level bahaya.
3. Lipofilik - beberapa dpt diubah - metabolit yg hidrofilik - sulit menembus
membran sel & mdh ekskresikan
4. Jadi – “biotransformasi mrpk kunci utama mekanisme pertahanan tubuh!”

g. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP XENOBIOTIKA


1. Tbh manusia mempunyai kapasitas biotransformasi yg sangat baik bagi
sebagian xenobiotik & metabolit normal tubuh 
2. Limbah metabolisme normal yg harus dieliminasi misalnya: Hb .
3. penghancuran SDM - pelepasan Hb.
4. Pd kondisi normal : Hb- biotransformasi - Bilirubin (toksik bagi otak bayi
baru lahir pd kadar tinggi - irreversible brain injury).
5. Bilirubin (lipofilik) - biotransformasi - hidrofilik - ekskresi (urin & feces)

h. 2 TAHAP BIOTRANSFORMASI
1. FASE 1 : Mengubah molekul xenobiotika → metabolit yang lebih polar
dengan menambahkan atau memfungsikan suatu kelompok fungsional (-OH,
-NH2, -SH, -COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
2. FASE 2 Reaksi enzimatik yg mengikat xenobiotik yg sdh termodifikasi pada
fase 1 - konjugat Konjugat - molekul > besar & > polar (larut air) - mdh
dikeluarkan , sulit menembus membran sel.

i. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTFITAS BIOTRANSFORMASI


1. Age
2. Gender
3. Genetic variability
4. Nutrition

16
5. Disease
6. Exposure to other chemicals that can inhibit or induce enzymes  Dose
levels.
17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan mengenai toksikokinetik dan toksikodinamik pada bahasan
sebelum nya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sederetan proses toksikokinetik sering disingkat dengan ADME, yaitu:
adsorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akan
menentukan jumlah xenobiotika (dalam bentuk aktifnya) yang dapat masuk
ke sistem sistemik atau mencapai tempat kerjanya. Jumlah xenobiotika yang
dapat masuk ke sistem sistemik dikenal sebagai ketersediaan biologi / hayati.
Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan menentukan menentukan
efficacy (kemampuan xenobiotika mengasilkan efek), efektifitas dari
xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek
farmakodinamiknya.
2. Interaksi tokson - reseptor umumnya merupakaninteraksi yang bolak-balik
(reversibel). Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang,
bila xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi
reversibel, terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik(irreversibel) antara
xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi
kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia
kovalen yang bersbersifat irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari
subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika, seperti
pembentukan peroksida.
3. Biotransformasi adalah perubahan xenobiotika menjadi Metabolit melalui
proses enzimatis.
18
DAFTAR PUSTAKA

ATDSDR. Toxicological Profile for Benzena. Atlanta, 2007. Diunduh dari


http://www.atsdr.cdc..gov/toxprofiles/tp3-c8.pdf

ATSDR. Case Study in Environment Medicine. Atlanta, 2006. Diunduh dari


http://www.atsdr.cdc..gov/csem/lead/docs/lead.pdf

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.


2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed. 2. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Stringer, Janet L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa Ed.
3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wirasuta, I Made Agus Gelgel dan Niruri, Rasmasya. 2007. Toksikologi Umum.
Denpasar. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana

http://www.umpalangkaraya.ac.id/dosen/dwipurbayanti/wp
content/uploads/2017/08/Pertemuan-3.-BIOTRANSFORMASI-TOKSIKAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai