Disusun Oleh :
Kelompok 3
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan Makalah yang berjudul “Mekanisme Molekuler Dan
Pengobatan & Pencegahan Toksisitas Obat” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Tengah Semester mata kuliah Toksikologi
di Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional di Jakarta. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Teodhora, S.Farm,M.Farm,Apt selaku dosen mata kuliah
Toksikologi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan
untuk perbaikan karya ilmiah pada masa yang akan datang.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai
perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Dalam
toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi
keracunan pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk
memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat
terhadap manusia dan lingkungannya.
Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun,
toksin, toksikan yang memiliki arti yang mirip tetapi berbeda. Apabila zat kimia dikatakan
beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensi memberikan efek
berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme.
Dalam bidang toksikologi sudah dikenal adanya Postulat Paracelcus: “All substances
are poisons; there is none which is not a poison. The right dose differentiates a poison from a
remedy”, "Semua zat adalah racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat yang
membedakan racun dari obat." . Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik
timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia atau senyawa obat (tokson atau zat aktif
biologis) dengan reseptor. Oleh karena itu banyak sekali dilakukan penelitian terkait cara
pencegehan dan penanganan ketika terjadi toksisitas pada organisme khususnya manusia.
Sehingga mekanisme terjadinya toksisitas akan berkaitan dan berhubungan dengan cara
penanganan dan pencegahan apabila terjadi toksisitas atau keracunan.
I. B Rumusan Masalah
I.C Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud tentang toksisitas dan toksin
2. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme molekuler terjadinya toksisitas obat
3. Untuk mengetahui dan memahami cara penanganan dan pencegahan kasus toksisitas
obat atau toksisitas zat kimia dan lainnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. A Toksisitas
Telah dipostulatkan oleh Paracelcus, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan
oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yang
berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan.
Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek
yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan
bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT
dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar
terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko kimia dari DDT, mengakibatkan
DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga
apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau
kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.
Tubuh dibekali dengan mekanisme yang mampu mengatasi senyawa tersebut jika
dalam jumlah sedikit. Urutan antara paparan bahan kimia dan efek buruk yang ditimbulkan
dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu; toksikokinetika atau penyampaian senyawa ke tempat
kerjanya dan toksikodinamika atau toksodinamika yaitu respon di tempat aksi senyawa
tersebut.
(lanjutin ya )
BAB III
PEMBAHASAN
Mekanisme kerja toksik dan efek toksik adalah hal yang berbeda. Mekanisme kerja
toksik adalah meliputi interaksi antara molekul xenobiotik dengan tempat kerja atau reseptor.
Organ target dan tempat kerja tidak selalu sama, sebagai contoh: suatu zat kimia toksik yang
bekerja pada sel ganglion pada sistem saraf pusat juga dapat menimbulkan efek kejang pada
otot seran lintang. Konsentrasi zat toksik menentukan kekuatan efek biologi yang
ditimbulkan. Pada umumnya dapat ditemukan konsentrasizat kimia toksik yang cukup tinggi
dalam hepar (hati) dan ren (ginjal) karena pada kedua organ tersebut zat toksik
dimetabolisme dan diekskresi.
Sedangkan efek toksik adalah hasil sederetan proses, hingga adanya perubahan
fungsional yang disebabkan interaksi bolak-balik (reversible) antara zat asing (xenobiotik)
dengan substrat biologi. Pengaruh toksik dapat hilang jika zat asing tersebut dikeluarkan dari
dalam plasma. Mekanisme kerja toksik dikelompokkan sebagai berikut:
Efek toksik adalah hasil sederetan proses, hingga adanya perubahan fungsional yang
disebabkan interaksi bolak-balik (reversible) antara zat asing (xenobiotik) dengan substrat
biologi. Bahasan ini membagi efek toksik berdasarkan respon di jaringan utama dan organ
manusia, yaitu sistem pernafasan, kulit, hati, darah dan sistem kardiovaskular, sistem
kekebalan tubuh, sistem endokrin, sistem saraf, sistem reproduksi, dan ginjal serta kandung
kemih. Hal ini sesuai dengan jalur utama paparan, pengangkutan, dan penghapusan racun
dalam tubuh manusia. Racun dapat dihirup melalui sistem pernapasan atau diserap melalui
kulit. Senyawa yang tertelan melalui sistem pencernaan biasanya melewati hati.
Toksisitassistemik dibawa oleh darah dan melaluisistem getah bening ke berbagai organ dan
dapat mempengaruhi sistem endokrin, sistem saraf, dan sistem reproduksi. Akhirnya, ginjal
dan saluran kencing merupakan rute utama untuk menghilangkan metabolit toksik sistemik
dari tubuh.
1. Sistem pernafasan
Saluran pernafasan dapat menderita berbagai penyakit yang bisa diakibatkan oleh
paparan toksik, yang umum terjadi adalah:
Bronkitis akut atau kronis, akibat pembengkakan lapisan membran tabung
bronkial, yang dapat disebabkan oleh racun atau oleh infeksi. Bronkitis
kronis dapat disebabkan oleh amonia, arsen, debu kapas (penyakit paru-paru
coklat), dan oksida besi dari paparan asap las.
Emfisema, kondisi paru-paru yang ditandai dengan pembesaran abnormal
ruang udara yang distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan
penghancuran dinding tanpa fibrosis yang jelas dan hilangnya elastisitas
ruang udara paru. Emfisema ditandai dengan pembesaran paru-paru yang
tidak mengeluarkan udara secara memadai dan melakukan tidak menukar
gas dengan baik, sehingga sulit bernafas, terjadi pada perokok berat.
Gangguan interstisial, fibrosis paru dimana jaringan ikat fibrosa berlebih
berkembang di paru-paru dapat diakibatkan oleh penumpukan bahan
berserat di dalam rongga paru. Fibrosis kronis dapat terjadi akibat paparan
debu aluminium, aluminium, kromium (VI), debu batubara, debu tanah liat
kaolin, ozon, fosgen, silika, dan talk mineral.
Cedera paru akut, edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru;
meningkatkan penghalang kapiler alveolar dan membuat pernapasan
menjadi lebih sulit, pada kasus yang parah, paru-paru benar-benar
tenggelam dalam cairan tersebut. Contoh penyebab edema paru adalah ozon,
phosgene (COCl2).
Kanker paru-paru Sebanyak 90% kanker paru-paru disebabkan oleh paparan
asap tembakau. Periode laten terjadinya kanker paru-paru dari sumber ini
biasanya 20 hingga 40 tahun atau lebih. Zat lain adalah asbes dan gas radon,
alpha radioaktif. Efek toksik yang umum terjadi pada paru adalah akibat dari
beban oksidatif. Beban oksidatif terjadi sebagai akibat oksidan aktif,
terutama radikal bebas yang dihasilkan oleh berbagai agen toksik dan respon
sel pertahanan paru-paru. Ozon, O3, NO2, polutan udara yang paling sering
dikaitkan dengan asap fotokimia, adalah oksidan yang sangat aktif di udara
yang tercemar. Sebagian besar kerusakan oksidatif pada paru-paru akibat
radikal bebas, seperti radikal hidroksil, HO dan ion superoksida, O , yang
memulai dan menengahi reaksi berantai oksidatif. Paru-paru yang terpapar
oksidan menunjukkan peningkatan kadar enzim yang menangkis radikal
bebas, memberikan bukti peran mereka dalam kerusakan oksidatif. Ada
bukti yang menunjukkan bahwa sel paru-paru yang rusak akibat pelepasan
zat toksik yang mengubah paru-paru menjadi reaktif yaitu anion
superoksida, O2.
2. Kulit
Penyakit kulit dan kondisi kulit yang paling umum akibat terpapar zat beracun
adalah:
Dermatitis kontak, ditandai dengan permukaan kulit yang teriritasi, gatal,
dan kadang terasa sakit, gejalanya adalah eritema, atau kemerahan.
Permukaan kulit mengalami pengelupasan, permukaannya terlepas.
Penebalan dan pengerasan bisa terjadi, suatu kondisi klinis dikenal sebagai
indurasi. Blistering, kondisi yang disebut vesiculation, juga bisa terjadi.
Kulit yang terkena dermatitis kontak biasanya menunjukkan edema, dengan
akumulasi cairan di antara sel kulit. Ada dua kategori umum dermatitis
kontak: dermatitis iritan dan dermatitis kontak alergi.
- Dermatitis iritan tidak melibatkan respons imun dan biasanya
disebabkan oleh kontak dengan zat korosif yang menunjukkan pH
yang ekstrem, kemampuan pengoksidasi, dehidrasi, atau
kecenderungan untuk melarutkan lipid kulit. Dalam kasus paparan
ekstrem, sel kulit hancur dan bekas luka permanen. Kondisi ini
dikenal sebagai luka bakar kimia. Paparan asam sulfat pekat, yang
menunjukkan keasaman ekstrim, atau pada asam nitrat pekat, yang
mendenaturasi protein kulit, Oksidan yang kuat hidrogen peroksida
30% dapat menyebabkan luka bakar kimiawi yang buruk. Bahan
kimia lain meliputi amonia, kapur sirih (CaO), klor, etilen oksida,
hidrogen halida, metil bromida, oksida nitrogen, fosfat putih unsur,
fenol, hidroksida logam alkali (NaOH, KOH), dan toluena
diisosianat.
- Dermatitis kontak alergi terjadi saat individu menjadi peka terhadap
bahan kimia pada paparan awal, setelah itu eksposur selanjutnya
menimbulkan respons yang ditandai dengan dermatitis kulit.
Dermatitis kontak alergi adalah hipersensitivitas tipe IV yang
melibatkan sel T dan makrofag, bukan antibodi. Ini adalah respons
tertunda, terjadi satu atau dua hari setelah terpapar, dan seringkali
hanya memerlukan sejumlah kecil alergen untuk menyebabkannya.
Beberapa di antaranya adalah zat yang dioleskan ke kulit secara
langsung sebagai produk kebersihan. Termasuk dalam kategori ini
adalah antibiotik bacitracin dan neomycin, pengawet benzalkonium
klorida, kortikosteroid terapeutik, dan antiseptik diklorofen. Di
antara zat lain yang menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah
formaldehid, asam abietik dari tumbuhan, hydroquinone, monomer
akrilik, pewarna triphenylmethane, 2-mercaptobenzthiazole, p-
fenilen diamina, tetrametilthiuram, 2,4-dinitrochlorobenzene,
pentaeritritol triakrilat, resin epoksi, garam dikromat, merkuri , dan
nikel.
- Urticaria, yang biasa dikenal dengan gatal-gatal, adalah reaksi alergi
tipe I yang berawal sangat cepat dari paparan racun yang menjadi
subjek sensitif. Hal ini ditandai dengan pelepasan histamin dari
sejenis sel darah putih. Histamin menyebabkan banyak gejala reaksi
alergi, termasuk edema jaringan. Selain edema, eritema, dan
menyertai bekas luka pada kulit, urtikaria disertai dengan gatal yang
parah. Pada kasus yang parah, seperti yang terjadi pada beberapa
orang akibat sengatan lebah atau tawon, urtikaria dapat
menyebabkan anafilaksis sistemik, reaksi alergi yang berpotensi
fatal.
3. Hepar atau Hati
Senyawa yang bersifat toksik terhadap hepar disebut hepatotoksikan.
Manifestasinya dapat berupa:
a. Steatosis, yang biasa dikenal dengan fatty liver, adalah kondisi di mana lipid
menumpuk di hati lebih dari sekitar 5%. Ini bisa diakibatkan oleh racun yang
menyebabkan peningkatan sintesis lipid, penurunan metabolisme lipid, atau
penurunan sekresi lipid sebagai lipoprotein. Contoh zat penyebab steatosis
adalah asam valproate (antikonvulsan), etanol, karbon tetraklorida, CCl4
b. Hepatitis, radang sel hati akibat zat yang menyebabkan respons kekebalan,
atau penyakit mematikan sel, dan sisa-sisanya dilepaskan ke jaringan hati,
atau zat yang menyebabkan kematian sel (nekrosis) sel hati, contohnya
dimethylformamida
c. Gangguan produksi dan ekskresi empedu dikenal sebagai choleostasis
kanalis, dapat disebabkan oleh chlorpromazine.
d. Sirosis, yang disebabkan alkoholisme kronis, adalah hasil akhir yang fatal
dari kerusakan hati. Sirosis ditandai dengan pengendapan dan penumpukan
jaringan serat kolagen, yang menggantikan sel hati aktif dan akhirnya sel hati
tidak berfungsi.
e. Tumor dan kanker hati, disebabkan aflatoksin dari jamur, arsenik, dan torium
dioksida (sebagai kontras radioaktif untuk tujuan diagnostik)
f. Hemangiosarcoma, akibat paparan vinil klorida, akibat dari epoksida reaktif
yang dihasilkan oleh metabolism secara oksidasi enzimatik vinil klorida di
hati.
6. Nefrotoksik
Efek toksik pada ginjal dapat berupa gagal ginjal akut dan kronis. Beberapa di
antaranya termasuk senyawa merkuri organic, anti infeksi seperti sulfonamida dan
vankomisin, antineoplastik adriamycin (terapi kanker) dan mitomisin C,
imunosupresan siklosporin A, analgetik dan anti-inflamasi asetaminofen, enfluran
dan lithium digunakan untuk mengobati gangguan pada sistem saraf pusat.
Beberapa logam, termasuk kadmium, timbal, merkuri, nikel, dan kromium, bersifat
nephrotoxic. Beberapa zat yang berasal dari bakteri (mikotoksin) dan tumbuhan
(terutama alkaloid) bersifat nefrotoksik. Ini termasuk aflatoksin B, citrinin, alkaloid
pyrrolizidine, dan rubratoxin B. Hidrokarbon terhalogenasi nephrotoxic meliputi
bromobenzene, chloroform, carbon tetrachloride, dan tetrafluoroethylene, yang
diangkut ke ginjal sebagai konjugat sistein. Etilen glikol dan dietilen glikol
membahayakan ginjal karena biokonversinya terhadap oksalat yang menyumbat
tubulus ginjal. Herbisida paraquat, diquat, dan 2,4,5-trichlorophe-noxyacetate juga
memiliki efek toksik pada ginjal.
(lanjutin ya)
BAB IV
KESIMPULAN
BAB V
DAFTAR PUSTAKA