Disusun oleh :
Dosen Pengampu :
Annisa Nur Ramadhani, S.T., M.Ars.
1.5.1 Dalam penelitian ini, subjek yang diamati adalah biota perairan berupa ikan nila
1.5.2 Secara keseluruhan, variabel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 3
variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah jumlah limbah detergen dalam satuan liter atau milimeter,
sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kondisi biota perairan (ikan nila)
yang ditinjau dari analisa kelangsungan hidup berdasarkan rumus dari Goddard (1996).
Lalu yang terakhir, variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis dan kandungan
detergen yang sama.
1.5 Hipotesis
Hipotesis sementara yang dapat diambil adalah jika kandungan atau konsentrasi
detergen semakin tinggi dalam perairan, maka semakin tinggi pula risiko atau dampak
yang akan diterima oleh biota perairan yang dalam penelitian ini berupa ikan nila.
Semakin tinggi konsentrasi limbah deterjen yang dipaparkan pada perairan, maka akan
menurunkan kelangsungan hidup ikan nila dikarenakan ikan tidak mampu beradaptasi
dengan kondisi semakin menipisnya ketersediaan oksigen terlarut dalam air. Hal ini
akan menganggu proses respirasi ikan dan berlanjut pada kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Detergen
Surfaktan adalah senyawa yang larut dalam air dan terbagi menjadi surfaktan
anionik, surfaktan nonionik, surfaktan kationik dan surfaktan amfoter (Nasir dan Budi,
2011). komponen terbesar dari detergen yaitu bahan builders antara 70-80%, bahan
dasar sekitar 20-30%, dan bahan aditif relatif yang paling sedikit dan hanya mencakup
2-8%. Pemakaian detergen akan menghasilkan limbah karena setelah pemakaian, air
bekas cucian yang telah mengandung deterjen dibuang ke lingkungan. Formulasi awal
detergen mengandung surfaktan non-biodegradabel. Air limbah detergen termasuk
polutan bagi lingkungan karena mengandung zat ABS (Alkyl Benzene Sulphonate)
yang tergolong keras. Surfaktan sebagai komponen utama dalam detergen memiliki
rantai kimia yang sulit didegradasi alam (Susanto, 1996).
Ikan nila yang memiliki nama ilmiah Orheochromis niloticus ini merupakan
salah satu ikan air tawar yang paling berkembang di Indonesia selain ikan mas
(Noviantoro et al., 2015). Ikan nila dapat dipelihara secara optimal pada suhu 25-30 oC,
dengan DO berkisar 3-5 mg/L, dan pH berkisar 5-8 (Ath-thar et al., 2010).
Ikan nila adalah salah satu jenis ikan nila yang berasal dari perairan Cekungan
Nil di Afrika, yang masing-masing diimpor dari Taiwan, Thailand dan Filipina ke
Indonesia pada tahun 1969, 1990, dan 1994. Ikan nila termasuk dalam subclass Filum
Chordata, Pisces, Teleostei, Ordo Percomorphi, suborder percoidea, Cichlid,
Oreochromis dan Speceo Oreochromis Sp. (Sucipto dan Prihartono, 2007).
Secara umum ikan nila memiliki ciri-ciri sebagai berikut : bentuk tubuh agak
pipih; ada garis vertikal gelap hingga enam buah pada sirip ekor; tubuhnya memiliki
banyak garis vertikal sepuluh buah dan delapan baris di bagian ekor; warnanya hitam
dengan tepi horizontal; matanya sedikit menonjol; tepinya berwarna biru kehijauan;
posisi mulut terminal; benang luar dipotong menjadi dua bagian, posisinya memanjang
di atas sirip dada; terdapat 34 tanda di garis rusuk; terdapat 17 jari-jari keras di sirip;
memiliki enam buah di bagian punggung dan sirip perut; kelemahan 15 jari pada sirip
dada; tiga jari-jari sirip dubur keras; dan memiliki jari-jari sepuluh ekor lemah dan tegak
(Kordi, 1997).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Apriyani, Nani. 2017. Penurunan Kadar Surfaktan dan Sulfat dalam Limbah Laundry.
Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya.http://journal.umpalangkaraya.ac.id/index.php/mitl/article/view/132
(diakses 5 April 2021
Arifin, MY. 2016. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis. Sp) Strain
Merah Dan Strain Hitam Yang Dipelihara Pada Media Bersalinitas. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi. Vol.16 : 159-166. https://jurnalsda.pusair-
pu.go.id/index.php/JSDA/article/download/60/394 ( diakses 10 April 2021 )
Hidayat, YM. 2016. Model Kematian Biota Air Sebagai Fungsi Waktu Kontak Pada Air
Limbah Deterjen Dan Gagasan Sederhana Pengendaliannya. Balai Lingkungan Keairan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. https://jurnalsda.pusair-
pu.go.id/index.php/JSDA/article/download/60/394 ( diakses 10 April 2021 )
Sahetapy, JMF dkk. 2018. The Effect of Different Surfactant to Frequency of Openings
Operculum and Survival Rate of Grass Carp (Cyprinus Carpio). Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Pattimura.
https://www.neliti.com/id/publications/286875/pengaruh-perbedaan-konsentrasi-
deterjen-bubuk-terhadap-frekuensi-bukaan-operkulu ( diakses 14 April 2021 )