TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan sampel pada praktikum analisis deterjen ini dilakukan di badan air
bekas cucian mobil dan motor Pasar Ambacang , Kota Padang. Pengambilan sampel
dilakukan pada hari Jumat, 16 September 2022 pada pukul 14.10 WIB. Lokasi
sampling terletak pada koordinat 0° 55’ 55” Lintang Selatan dan 100° 24’ 36” Bujur
Timur dengan elevasi 50 meter diatas permukaan laut. Keadaan cuaca saat
pengambilan sampel yaitu cerah berawan dengan suhu 29°C. Kondisi sampel ketika
pengambilan sampel adalah keruh dan sedikit berbau. Tempat pengambilan sampel
cukup bersih dari sampah dan terletak tepat di sebelah jalan raya. Arus aliran air di
lokasi sampling yaitu arus turbulen dengan pH 7,2 dan DO 4,0 mg/L. Sampel
diambil menggunakan botol berukuran 1 liter kemudian ditampung menggunakan
ember, setelah itu baru dipindahkan ke wadah sampel yang akan dijadikan sampel.
2.2 Teori
2.2.1 Umum
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di
masyarakat luas. Hal ini mulai menimbulkan dampak baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya. Sifat aktif dari deterjen sangat
efektif dalam membersihkan kotoran sehingga digunakan dalam proses pencucian.
Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam deterjen dapat menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap manusia seperti iritasi pada kulit, penyebab katarak
pada mata orang dewasa dan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti
adanya busa-busa pada permukaan air sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut
dalam air. Komponen utama dari deterjen yaitu surfaktan, baik bersifat kationik,
anionik maupun non-ionik. Surfaktan merupakan zat aktif
permukaan yang termasuk bahan kimia organik. Linear Alkylbenzene Sulfonate
(LAS) dan Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) adalah surfaktan anionik yang merupakan
senyawa aktif deterjen (Hendra dkk, 2013).
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat
diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama
surfaktan adalah memiliki gugus polar dan nonpolar pada molekul yang sama.
Surfaktan anionik Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) saat ini dominan
digunakan sebagai bahan aktif dalam formulasi deterjen sintetik. LAS tersebut sejak
tahun 1965 secara dominan digunakan dalam formulasi deterjen sintetik karena
dapat didegradasi, untuk menggantikan Alkylbenzene Sulphonate bercabang (ABS)
yang sulit didegradasi. Surfaktan yang terdapat dalam deterjen sangat susah diurai
secara biologi. Hal ini secara tidak langsung akan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan yaitu lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh surfaktan akan
dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali
dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan
bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi (Hendra dkk,
2013).
Deterjen adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk cuci piring,
dan pembersih lainnya. Deterjen merupakan penyempurnaan dari produk sabun
dengan harga yang lebih murah. Definisi yang lebih spesifik dari deterjen adalah
bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan lainnya.
Surfaktan merupakan bahan pembersih utama yang terdapat dalam deterjen.
Deterjen mempunyai efesiensi pembersihan yang baik, terutama jika digunakan
dalam air sadah atau pada kondisi lainnya yang tidak menguntungkan bagi
penggunaan sabun biasa. Keuntungan deterjen dalam pemakaiannya karena alkil
sulfonat dan sulfat dari kebanyakan logam larut dalam air dan tidak mengendap
bersama ion logam dalam air sadah (Liong, 2012).
Limbah deterjen merupakan salah satu limbah yang banyak mencemari badan
perairan dan sumber utama dari limbah deterjen ini berasal dari aktivitas rumah
tanga. Hal ini dikarenakan peran deterjen dalam kegiatan rumah tanga sangat
beragam, selain digunakan untuk mencuci pakaian, deterjen juga digunakan untuk
mencuci peralatan rumah tangga. Limbah atau sisa pemakaian deterjen yang masuk
ke lingkungan perairan akan mempengaruhi kualitas perairan dan akan berpengaruh
terhadap keadan ekosistem di perairan tersebut (Suastuti, 2015).
Benzene (ABS) yang berfungsi sebagai penghasil busa, abrasif sebagai bahan
penggosok, bahan pengurai senyawa organik, oksidan sebagai pemutih, enzim
untuk mengurai protein, lemak atau karbohidrat untuk melembutkan bahan, larutan
pengencer air, bahan anti karat dan lainnya. ABS mempunyai efek buruk terhadap
lingkungan, yaitu sulit diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga sisa limbah
deterjen yang dihasilkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah
berbahaya yang mengancam stabilitas lingkungan hidup. Limbah deterjen yang
dihasilkan rumah tangga akan bermuara pada sebuah tempat, seperti selokan
ataupun kolam (Lutfi, 2011).
Deterjen memilki efek beracun dalam air, karena deterjen akan menghancurkan
lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit. Deterjen juga
dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila
konsentrasi deterjen 15 bagian per juta. Deterjen dengan konsentrasi rendah, sekitar
5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan. Surfaktan yang terkandung dalam deterjen
akan mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme perairan. Deterjen
juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air (Lutfi, 2011).
Selain merusak ekosistem perairan karena air limbah tersebut mengalir ke sungai,
air limbah deterjen tersebut juga mengganggu keseimbangan pH tanah. Kualitas air
tanah menjadi semakin menurun akibat tercampur dengan kandungan limbah
deterjen yang terserap. Air tanah yang kualitasnya rendah tentu tidak baik untuk
dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Penanganan limbah sebelum dibuang
sangat diperlukan agar tidak merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Salah
satu penanganan limbah yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan kadar
deterjen pada air limbah tersebut. Terdapat bahan-bahan yang dapat digunakan
untuk menjernihkan air seperti tawas, kaporit, dan sebagainya. Tawas atau
Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3) merupakan koagulan yang akan mengendapkan
partikel koloid yang ada dalam air. Ketika dalam air, tawas akan terurai menjadi
dispersi koloid yang bermuatan positif dan akan mengikat partikel koloid
bermuatan negatif. Dalam penjernihan air limbah deterjen ini, ion Al³+ pada tawas
akan mengikat dan mengendapkan fosfat. Sebagai koagulan alum sulfat, tawas
sangat efektif untuk mengendapkan partikel koloid dan suspensi pada air maupun
limbah (Apriyanti, 2019).
Prinsip dari metode ini, warna yang dihasilkan pada sampel yang telah disaring
memperlihatkan karakteristrik fisik dari sampel, seperti warna (merah, hijau,
kuning dan lainnya) yang terbentuk berdasarkan panjang gelombang. Tingkat
kecerahan ditunjukkan dari tingkat cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek.
Titik kejenuhan ditentukan oleh kejelasan warna seperti (pucat, muda dan lainnya).
Karakteristik fisik diatas dapat ditentukan menggunakan spektrofotometer melalui
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;