Anda di halaman 1dari 13

Sintesis Bio-nanosurfaktan sebagai Deterjen Ramah Lingkungan dari

Kombinasi Ekstrak Getah Pepaya (Carica papaya L) dan Daun Sengon


(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) untuk Mengatasi Pencemaran Kali
Sentiong
Devy Rida Budiharti (4301418099)

Email: Devyrida@gmail.com

Abstract

Sungai – sungai maupun kali di Indonesia sekarang ini banyak yang terkena pencemaran
baik dari limbah kimia, limbah pabrik maupun limbah rumah tangga. Selain itu, deterjen
juga dapat menyebabkan pencemaran pada air sungai. Sedangkan, penggunaan detergen
sekarang ini sudah melekat pada masyarakat. Namun, sayangnya penggunaan detergen
tersebut merupakan salah satu penyebab pencemaran sungai. Seperti yang terjadi pada air
Kali Sentiong di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Tujuan dari artikel ini adalah mempelajari
formulasi Bio-Nano Surfactant dengan menggabungkan getah pepaya, daun Sengon, dan HCl
untuk mendapatkan konsentrasi yang paling efisien dalam menetralkan kalsium oksalat,
menentukan efek detergensi oleh Bio-Nano Surfactant dan menentukan tingkat kontaminasi
oleh Bio-Nano Surfactant sebagai inovasi detergen biodegradable untuk mengurangi
pencemaran pada sungai maupun kali yang disebabkan oleh penggunaan detergen.
Formulasi deterjen menggunakan desain acak lengkap (CRD) dengan dua faktor HCl (0,1%,
0,15%, 0,2%, 0,4%, 0,6%) dan konsentrasi daun saponium pepaya (10%, 20% , 30%)
Indikator penelitian ini didasarkan pada kombinasi parameter terbaik untuk menurunkan
kalsium oksalat, kadar enzim protease, dan efektivitas deterjen tertinggi dalam
membersihkan substrat. Setelah uji deterjensi, kombinasi 10% getah pepaya - daun sengon
dan 0,2% HCL sebagai kombinasi terbaik. Untuk nanofikasi, sampel terbaik dipecah menjadi
dua sampel dengan dan tanpa PEG 4000 sebagai template partikel nano. Sampel setelah
nanofikasi memiliki ukuran orde nano yang merupakan sampel dengan PEG 4000 lebih kecil
(458-686nm) daripada sampel tanpa PEG 4000 (703-897nm). Deterjen sampel nanofikasi
lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil tingkat kontaminan "Bio-Nano Surfactant" adalah 165,2
ppm untuk COD dan 21,6 ppm untuk BOD yang lebih rendah dari batas COD dan BOD.
Keywords : Sengon Leafs, papaya sap, PEG.

1. Pendahuluan air dari segi kualitas maupun kuantitas


Air merupakan salah satu mutlak diperlukan”. Air di Indonesia
komponen yang dibutuhkan kehidupan sangat melimpah, hal ini karena
manusia. Menurut Kodoatie (2008) “air Indonesia merupakan negara kepulauan.
merupakan sumber kehidupan. Semua Akan tetapi, hal ini tidak dimanfaatkan
makhluk membutuhkan air. Untuk dengan baik oleh masyarakat Indonesia.
kepentingan manusia, makhluk hidup Sebaliknya, masyarakat kebanyakan
dan kepentingan lainnya, ketersediaan menyalahgunakan kelebihan ini dengan
mencemarinya. dari penggunaan lahan yang ada
Pada dasarnya fungsi air bagi (Tafangenyasha dan Dzinomwa, 2005)
masyarakat dan makhluk hidup lainnya Perubahan pola pemanfaatan lahan
sangatlah penting, sehingga keberadaan menjadi lahan pertanian, tegalan dan
sumber air harus tetap dijaga baik secara permukiman serta meningkatnya aktivitas
kuantitas maupun kualitas. Sungai adalah industri akan memberikan dampak
salah satu sumber air baku untuk terhadap kondisi hidrologis dalam suatu
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai
Namun, berdasarkan pantauan aktivitas manusia dalam memenuhi
Kementerian Lingkungan Hidup Republik kebutuhan hidupnya yang berasal dari
Indonesia (LHRI) tahun 2014, sebanyak kegiatan industri, rumah tangga, dan
75% sungai di Indonesia tercemar berat pertanian akan menghasilkan limbah yang
akibat buangan air limbah rumah tangga memberi sumbangan pada penurunan
termasuk sungai Sentiong di Jakarta Utara. kualitas air sungai (Suriawiria, 2003).
Hal ini terjadi akibat sistem buangan air Jakarta sebagai ibukota negara yang
limbah yang tergolong buruk. Saluran berpenduduk sekitar 10 juta jiwa (Suku
Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), Kota Administrasi, 2011), adalah kota
serta kepemilikan jamban pada masyarakat yang paling padat penduduknya di
sekitar sungai Sentiong yang kurang Indonesia. Penduduk dan berbagai
memadai mengakibatkan kualitas air aktivitasnya membawa dampak posistif
sungai menurun. Penurunan kualitas air dan negatif untuk kota Jakarta, salah satu
merupakan akibat dan aktivitas manusia dampak negatif yang timbul adalah
yang tidak peduli terhadap lingkungan dan tercemarnya sungai-sungai yang mengalir
tidak mengindahkan kaidah pembangunan pada waktu musim kemarau dari limbah
berkelanjutan (Jiao Ding et al, 2015). aktifitas kegiatan manusia seperti sampah,
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh air limbah industri dan rumah tangga serta
kualitas pasokan air yang berasal dari lainnya. Sebanyak 13 (tiga belas) sungai
daerah tangkapan sedangkan kualitas yang ada di wilayah DKI Jakarta, salah
pasokan air dari daerah tangkapan satunya adalah Sungai Sentiong yang
berkaitan dengan aktivitas manusia yang terkena pencemaran akibat dampak dari
ada di dalamnya (Wiwoho, 2005). penggunaan deterjen. Berikut adalah
Perubahan kondisi kualitas air pada aliran keadaan sungai Sentiong sekarang:
sungai merupakan dampak dari buangan
Gambar 1. Keadaan Kali Sentiong yang Dipenuhi Busa
Pencemaran air dapat disebabkan limbah deterjen sangat sukar diuraikan
oleh berbagai hal. Salah satunya oleh bakteri. Sehingga tetap aktif untuk
penyebab pencemaran air adalah jangka waktu yang lama. Penggunaan
aktivitas manusia yang menciptakan deterjen secara besar-besaran juga
limbah (sampah) pemukiman atau meningkatkan senyawa fosfat pada air
limbah rumah tangga. Limbah sungai atau danau (Atmojo, T. et al,.2003).
pemukiman mengandung limbah Fosfat ini merangsang pertumbuhan
domestik yang berupa sampah organik ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan
dan sampah anorganik serta deterjen. ganggang dan eceng gondok yang tidak
Sampah organik yaitu sampah yang terkendali menyebabkan permukaan
dapat diuraikan atau dibusukkan oleh air danau atau sungai tertutup sehingga
bakteri contoh: sisa sayuran, buah- menghalangi masuknya cahaya matahari
buahan, dan daun-daunan. Sampah dan mengakibatkan terhambatnya
anorganik ini tidak dapat diuraikan oleh proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini
bakteri (non biodegrable) contoh: mati, akan terjadi proses pembusukan yang
kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, menghabiskan persediaan oksigen dan
kayu-kayuan, logam, karet, dan pengendapan bahan-bahan yang
kulit.Selain sampah organik dan menyebabkan pendangkalan. Sementara
anorganik, deterjen merupakan limbah kandungan fosfat dalam detergen
pemukiman yang paling potensial menyebabkan perkembangan pertumbuhan
mencemari air (Ali, A., Soemarno, dan ganggang jadi berlebih. Akibatnya racun
Mangku P. 2013). hasil produksi ganggang semakin banyak
Deterjen merupakan limbah pemukiman terlepas. Selain itu kadar oksigen pada air
yang paling potensial mencemari air. Pada kian menipis dan berakibat pada kematian
saat ini hampir setiap rumah organisme lain di ekosistem tersebut.
tangga menggunakan deterjen, padahal Bahan kimia lain yang terkandung dalam
detergen juga membunuh bakteri pengurai,
mengubah warna air jadi kecokelatan dan
mengeluarkan bau busuk. Namun,
kenyatannya pada saat ini hampir semua
rumah tangga menggunakan deterjen (Eko
Harsono. 2010).
Deterjen adalah produk pembersih yang
umum digunakan untuk membersihkan
pakaian. Penggunaan detergen selain Detergen mengandung bahan-bahan
membantu kegiatan pencucian tetapi juga aktif seperti surfaktan Alkil Benzena
menimbulkan efek pencemaran terhadap Sulfonat (ABS) dan Linear Alkil Sulfonat
lingkungan. Deterjen berbeda dengan (LAS) yang menimbulkan dapak negatif
sabun. Deterjen adalah campuran zat kimia terhadap lingkungan dan makhluk hidup
dari sintetik maupun alam yang memiliki karena sulit diuraikan oleh
sifat dapat menarik zat pengotor dari mikroorganisme dan dapat mencemari
media, memiliki sifat daya pembersih lingkungan khusunya air sungai
seperti sabun, akan tetapi tidak terbuat dari (Radiansyah, 2011). Untuk mengatasi
lemak atau minyak. Struktur dari deterjen permasalahan tersebut maka dibutuhkan
adalah R-SO3Na dengan R=CH3(CH2)16. detergen yang mudah terurai sehingga
Molekul deterjen dapat berupa molekul dampak pencemaran terhadap lingkungan
deterjen rantai lurus dan deterjen rantai dapat teratasi. Deterjen memiliki dua
bercabang. bahan yang sangat dibutuhkan untuk
memaksimalkan pembersihan pada proses
pencucian. Bahan spesifik yang
dibutuhkan adalah Surfaktan sebagai
bahan utama pembersih kotoran pada
substrat dan builder yang digunakan
Gambar 2. Struktur Kimia Deterjen untuk membantu kerja surfaktan.
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan Surfaktan (surface active Agent)
sabun yang biasanya dengan bahan asam merupakan bahan kimia yang
lemak dan basa. Reaksi saponifikasi ditambahkan dalam detergen karena
menggunakan alkali dengan trigliserida sifatnya yang mampu mengurangi
akan menghasilkan sabun dan gliserin. tegangan permukaan antar dua fasa
Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai dengan perbedaan polaritasnya.
berikut : Pengggunaan surfaktan pada detergen
bertujuan untuk mempermudah terurainya sehingga meningkatkan kemampuan
noda atau kotoran yang melekat pada untuk membersihkan noda yang terdapat
pakaian. pada pakaian.
Sengon dan Pepaya merupakan jenis
tanamam lokal yang sangat mudah 2. Metode Peneltian
didapatkan dan keberadaannya mudah
Bahan baku yang digunakan pada
ditemui karena sifatnya yang mudah
percobaan ini adalah daun sengon, getah
tumbuh dan tahan terhadap perubahan
pepaya, dan HCL. Bahan baku daun
musim. Kandungan saponin yang terdapat
sengon yang telah dihaluskan dicampur
pada daun Sengon dan Enzim protease
dengan getah pepaya pada perbandingan
pada getah pepaya dapat digunakan
berat yang sama kemudian ditambahkan
sebagai alternatif pengganti surfaktan
aquades dengan volume tertentu untuk
dalam detergen. Saponin yang terdapat
mendapatkan konsentrasi larutan 10%,
padadaun sengon berfungsi untuk
20%, dan 30%. Larutan campuran daun
menurunkan tegangan air dan mampu
sengon dan getah pepaya kemudian
mengangkat kotoran, sedangkan enzim
ditambahkan HCL 0.1%, 0.15%, 0.2%,
protease pada getah pepaya dapat
0.4%, dan 0.6%. kombinasi ini bertujuan
membantu kinerja saponin membersihkan
untuk mengetahui kadar asam oksalat dan
noda karena kemampuannya dalam
aktifitas enzim protease pada masing
memecah molekul komponen utama
masing sampel dengan menggunakan
kotoran pada baju (Setyana Devi, dkk.,
spektrofotometer pada 345nm dan
2014).
280nm.
Perkembangan teknologi yang sangat
cepat memudahkan hampir setiap
aktivitas manusia. Nanopartikel
merupakan terobosan ilmu pengetahuan
yang saat ini sedang gencar-gencarnya di
terapkan pada berbagai bidang keilmuan.
Tabel 1. Metode kombinasi
Ukuran partikel yang kecil dapat
Rancangan Acak
meningkatkan efektifitas suatu bahan
dalam melaksanakan fungsinya. Sampel yang memiliki kadar oksalat

Penerapan teknologi pada pembuatan dan aktifitas enzim protease optimum

detergen kombinasi daun sengon dan selanjutnya dilakukan pengujian daya

getah buah pepaya akan mengubah deterjensi pada substrat dengan pengotor

ukuran partikel detergen lebih kecil menempel berupa cairan coklat. Sampel
dengan daya deterjensi terbaik dibagi kemudian dilakukan kembali pengujian
menjadi dua yaitu sampel 1 untuk sampel daya deterjensi pada substrat kotor. Air
nanofikasi dengan penambahan PEG bekas pencucian diambil untuk analisa
4000 sebagai template dan sampel COD dan BOD.
nanofikasi tanpa PEG 4000. Selanjutanya,
sample akan dinanofikasi dengan 3. Hasil dan Pembahasan
menggunakan alat freeze dryer dan
Kombinasi larutan getah pepaya-
mengukur ukuran partikel menggunakan
daun sengon dan HCl dengan berbagai
SEM (Scanning Elecron Microscopy).
perbandingan konsentrasi memberikan
Sampel nanodeterjen hasil analisa
hasil yang ditampilkan pada gambar 3.

GRAFIK A

GRAFIK B

Gambar 3. Grafik menentukan aktifitas enzim protease (A) dan Kadar asam Oksalat (B)

Berdasarkan grafik yang ada pada campuran dari larutan daun sengon-getah
gambar 1, diperoleh kadar optimum pepaya dan HCl pada konsentrasi larutan
10%, 20%, dan 30% dengan konsentrasi dihasilkan semakin besar. Namun, daya
HCL 0,2%. Dari hasil penentuan kadar deterjensi yang dihasilkan dari masing-
oksalat dan aktivitas enzim protease masing sampel masih lebih kecil dari
diperoleh hasil bahwa semakin rendah daya deterjensi yang dihasilkan oleh
kadar oksalat yang terdapat pada deterjen deterjen dengan surfaktan komersial.
semakin besar aktivitas enzim protease Berikut adalah perbandingan daya
sehingga akan memperbesar daya deterjensi yang diperoleh dari masing-
deterjensi yang dihasilkan hal tersebut masing sampel dengan daya deterjensi
dikarenakan bahwa kandungan oksalat deterjen dengan surfaktan komersial.
yang terdapat pada deterjen dapat Daya deterjensi yang dihasilkan oleh
bertindak sebagai inhibitor (penghambat) deterjen yang menggunakan surfaktan
kerja enzim protease sebagai agent komersial adalah sebesar 46,03 %
pembersih. (Arnelli, 2010). Daya deterjensi yang
lebih besar yang dihasilkan oleh deterjen
Sampel optimum selanjutanya
bersurfaktan komersial disebabkan oleh
dilakukan pengujian daya deterjensi
adanya senyawa kompleks seperti LAS
untuk mengetahui tingkat pembersihan
(Linier Alkil Sulfonat) dan ABS (Alkil
deterjen pada substrat kotor. Hasil yang
Benzene Sulfonat) yang lebih mampu
diperoleh setelah uji daya deterjensi
mengurangi tegangan permukaan pada
disajikan pada tabel 2 berikut :
substrat (Hidayati, 2007). Sedangkan
No Larutan Daya
pada deterjen bio-surfaktan hanya
Deterjen (%) Deterjensi (%)
menggunakan kandungan saponin untuk
1 10 (A) 43,36
2 20 (B) 41,33 mengurangi tegangan permukaan pada
3 30 (C) 40,52 substrat dan enzim protease untuk
4 Deterjen 46,03
membantu kerja saponin. Hasil yang
Komersial
diperoleh tidak terpaut jauh, hal ini
Tabel 2. Hasil Daya Deterjensi
membuktikan bahwa LAS dan ABS pada
Daya deterjensi yang dihasilkan adalah surfaktan komersial dapat digantikan
sampel A 43,36 %, sampel B 41,33 %, dengan zat organik ramah lingkungan
dan sampel C 40,52 %. Data ini untuk mengurangi kotoran yang terdapat
menunjukan bahwa sampel deterjen A pada substrat.
memiliki daya deterjensi terbaik. Hal ini Sampel deterjen terbaik dibagi dua
menunjukan bahwa semakin besar untuk sampel dengan penambahan PEG
aktifitas enzim protease dalam suatu 4000 dan sampel tanpa PEG 4000. Kedua
sampel makan daya deterjensi yang sampel dilakukan nanofikasi metode
pengeringan dengan proses freeze drying. besar daripada deterjen dengan
Hasil dari proses freeze drying penambahan PEG 4000.
ditampilkan pada tabel 3. berikut:

Freeze Drying
Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Sampel

Deterjen tanpa PEG-4000 5,1347 0,9612

Deterjen dengan PEG-4000 5,3269 4,8048

Sampel yang telah dikeringkan dengan


Tabel 3. Hasil freeze drying
freeze dryer dianalisan ukuran partikel
Pengurangan massa yang besar pada
nya dengan menggunakan SEM. Hasil
sampel deterjen tanpa penambahan PEG
yang diperoleh dari analisa SEM
dikarenakan kandungan air yang lebih
disajikan pada gambar 2.

(A)
(B)
Gambar 4. Hasil analisa SEM tanpa PEG 4000 (A) dan dengan PEG 4000 (B)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari berperan sebagai template sehingga tidak
analisa SEM ukuran yang diperoleh dari terjadi penggumpalan antara partikel yang
sampel deterjen tanpa PEG berukuran telah terbentuk. Sampel deterjen tanpa
0,703 – 0,897 μm atau 703 - 897 nm dan PEG memiliki ukuran yang lebih kecil
sampel deterjen dengan PEG berukuran disebabkan karena kemungkinan adanya
0,458 – 0,686 μm atau 458 – 686 nm. penggumpalan kembali antara partikel
Hasil yang diperoleh dari kedua sampel sehingga partikel yang terbentuk
baik dengan penambahan PEG maupun memiliki ukuran yang lebih besar
tanpa PEG ukuran partikel berada pada dibandingkan dengan sampel deterjen
orde nano. Hasil SEM menunjukan dengan penambahan PEG.
bahwa sampel deterjen dengan Sampel hasil nanofikasi selanjutnya
penambahan Deterjen memiliki ukuran dilakukan pengujian daya deterjensi
partikel lebih kecil dibandingkan sampel untuk mengetahui kemampuan
deterjen tanpa PEG. Hal ini disebabkan pembersihan sampel terhadap substrat
karena adanya pengaruh dari PEG yang kotor. Hasil diperoleh ditunjukan pada
berperan sebagai salah satu template yang tabel 4.
mampu menampung partikel sampel No Sampel Deterjen Daya Deterjensi (%)
berorde nano (Hosokawa, 2007). Adanya 1 Dengan PEG 52,63
2 Tanpa PEG 51,28
PEG pada sampel mencegah partikel nano 3 Deterjen Komersial 46,03
yang telah terbentuk mengalami
Tabel 4. Daya deterjensi sampel deterjen
aglomerasi atau penggumpalan sehingga
memperbesar ukuran partikel yang Berdasarkan data-data yang
terbentuk. Partikel nano yang telah diperoleh, deterjen dengan penambahan
terbentuk akan menempel pada PEG yang PEG memiliki daya deterjensi lebih besar
dibandingkan dengan daya deterjensi terjadi. Adapun perbedaan daya deterjensi
deterjen tanpa PEG. Hal ini disebabkan yang dihasilkan antara deterjen dengan
karena ukuran partikel deterjen dengan PEG dan tanpa PEG dapat dikarenakan
penambahan PEG lebih kecil yaitu ukuran oleh adanya PEG yang menempel pada
maksimal sekitar 600 nm dibandingkan substrat sampel deterjen dengan PEG
dengan ukuran partikel deterjen dengan sehingga menambah berat substat saat
ukuran paling besar sekitar 700 nm. penimbangan akhir untuk menentukan
Semakin kecil ukuran partikel deterjen jumlah pengurangan kotoran dan
menyebabkan semakin besar kontak yang menghasilkan nilai daya deterjensi
terjadi dengan kotoran pada substrat sampel uji.
sehingga menghasilkan daya deterjensi Air sisa cucian dianalisa potensi
yang lebih besar. Ini sesuai dengan teori kontaminan nya dengan mengukur kadar
yang telah dikemukan oleh Hosokawa COD dan BOD. Hasil analisa COD dan
tentang pengaruh ukuran partikel BOD ditunjukan pada tabel 5 dibawah
terhadap luasan bidang kontak yang ini:
No Jenis-Jenis Kadar BOD Kadar COD
1. Standar Baku Mutu Air Limbah 75 ppm 180 ppm
2. Deterjen tanpa PEG-4000 17,6 ppm 118 ppm
3. Deterjen dengan PEG-4000 21,6 ppm 165,2 ppm
Tabel 5. Kadar COD dan BOD

Dari hasil pengujian kedua sampel menggunakan PEG-4000 (Polietilene


deterjen dengan menggunakan dan tanpa Glikol) maupun tanpa menggunakan
menggunakan PEG-4000 (Polietilene PEG-4000 (Polietilene Glikol) sesuai
Glikol). Diperoleh kadar rata-rata BOD5 dengan Baku Mutu Air Limbah Peraturan
dan COD untuk sampel deterjen Kementrian Lingkungan Hidup Republik
menggunakan PEG-4000 (Polietilene Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 dengan
Glikol) masing-masing sebesar 21,6 ppm kadar paling tinggi BOD5 dan COD
(part per million) dan 165,2 ppm (part per masing-masing sebesar 75 ppm (part per
million) sedangkan untuk sampel deterjen million) dan 180 ppm (part per million).
tanpa menggunakan PEG masing-masing
sebesar 17,6 ppm (part per million) dan 4. Kesimpulan
118 ppm (part per million). Dari data Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
tersebut menunjukan bahwa kadar BOD5 penelitian ini, maka dapat dihasilkan
dan COD sampel deterjen baik yang kesimpulan sebagai berikut :
1. Kondisi optimum sampel deterjen ukuran sampel deterjen tanpa PEG
yang diperoleh dari larutan campuran 0,703 – 0,897 μm atau 703 - 897 nm
getah pepaya dan daun sengon dengan dan sampel deterjen dengan PEG
kadar HCl adalah kadar larutan berukuran 0,458 – 0,686 μm atau 458
campuran 10% dengan kadar HCl – 686 nm
0,2% 3. Kadar COD dan BOD dari deterjen

2. Ukuran partikel yang diperoleh setelah dengan PEG dan tanpa PEG adalah

proses nanofikasi berorde nano dengan sebagai berikut:

Kadar COD Kadar BOD


No Sampel Deterjen
(ppm) (ppm)

1 Tanpa PEG 118 17,6


2 Dengan PEG 165,2 21,6

Dari tabel berikut dapat dilihat BOD, bedanya disini ialah tingkat
bahwa kadar BOD yang terkandung dalam kebutuhan senyawa kimia terhadap
deterjen tersebut memiliki nilai yang oksigen. Bisa jadi dipakai untuk mengurai
sedikit. BOD atau biological oxygen dan sebagainya. Nilai COD juga
demand ialah tingkat permintaan oksigen berbanding terbalik dengan DO, semakin
oleh makhluk hidup dalam air tersebut, rendah nilai COD maka akan semakin
jadi semakin tinggi nilainya maka semakin kualitas
banyak mikrobanya dan membuat nilai DO air. Maka dapat disimpulkan bahwa
turun. Semakin rendah nilai BOD maka deterjen biodegradable berbahan dasar
akan semakin tinggi kualitas air. Ekstrak Getah Pepaya (Carica papaya L)
Sedangkan nilai kadar COD pada deterjen dan Daun Sengon (Paraserianthes
tersebut masih dibawah angka 180 artinya falcataria L. Nielsen) dapat mengatasi
nilai COD pada deterjen tersebut belum permasalahan pencemaran kali Sentiong
melewati batas maksimum. COD atau yang disebabkan oleh limbah deterjen.
chemical oxygen demand mirip seperti

Daftar Pustaka
Ali, A., Soemarno, dan Mangku P. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di
Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari, 13. 265 – 274.
Arnelli. 2010. Sublasi Surfaktan dari Larutan Deterjen dan Larutan Deterjen Sisa Cucian
Serta
Penggunaan Kembali Sebagai Deterjen. Jurnal Kimia Sains & Teknologi, 13. 37–38.
Atmojo, T. 2003. Kandungan Koprostanol dan Bakteri Coliform pada Lingkungan Perairan Sungai,
Muara dan Pantai di Banjir Kanal Timur, Semarang pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu
Kelautan, 9. 54 – 60.
Devi, Setyana. 2014. “Bio-Nanosurf” Aplikasi Deterjen Berbasis Nanoteknologi dari Ekstrak
Getah Biduri (Calotropis gigantea) sebagai Alternatif Deterjen Ramah Lingkungan.
Dalam http://skripsitipftp.staff.ub.ac.id. Diunduh pada 1 November 2019 pukul 09.15
WIB.
Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu.
Jurnal
Limnotek, 1. 20 – 24.
Hosokawa, Masuo et al. 2007. Nanoparticle Technology Handbook. Inggris: Oxford.
Jiao Ding et al, 2015. Klasifikasi Kualitas Air Sungai. Bandung: Jaka Pustaka.
Radiansyah. 2011. Dampak Kandungan Deterjen dalam Tanah Terhadap Makhluk Hidup
(Hewan dan Tumbuhan). Jurnal Riset Daerah, 7. 243 – 250.
Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2. Jakarta: Index.
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Bandung:
Alumni.
Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in
Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water
Resources Research, 5. 1 – 3.
Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai