Anda di halaman 1dari 17

PENERAPAN TEORI BELAJAR AUSUBEL

 DALAM PEMBELAJARAN KIMIA


KD 3.8 SMA KELAS X SEMESTER 2
(Tugas Mata Kuliah Teori Belajar Dan Pengembangan Kurikulum)

Oleh
Irma Ria Ferdianti
(1213023033)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas ujian tengah
semester mata kuliah Teori Belajar dan Pengembangan Kurikulum dengan judul
”Penerapan Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran Kimia KD 3.8 SMA
Kelas X Semester 2” ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami selalu
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Dosen Teori Belajar dan
Pengembangan Kurikulum  maupun teman-teman sekalian.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari semua pihak
yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini
dapat berguna bagi kita semua guna menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Bandar Lampung, 05 Mei 2014


                                                      

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2  Tujuan.................................................................................................... 2
1.3  Rumusan Masalah.................................................................................. 2

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Teori Belajar Kognitif........................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Teori Pemrosesan Informasi....................................... 3
2.1.2 Urutan Pengolahan Informasi.......................................................4
2.2  Pengertian Belajar Menurut Ausubel.................................................... 5
2.3  Karakteristik belajar Menurut Ausubel................................................. 8
2.3.1 Belajar Bermakna......................................................................... 8
2.3.2 Belajar Hafalan............................................................................ 9
2.4  Prinsip Penerapan Teori Ausubel dalam Mengajarl............................... 9
2.4.1 Pengatur Awal............................................................................. 10
2.4.2 Diferensiasi progresif................................................................... 10
2.4.3 Belajar Superordinat.................................................................... 10
2.4.4 Penyesuaian integratif.................................................................. 10

  BAB III PEMBAHASAN
3.1  Kompetensi Dasar yang Cocok dengan Teori Belajar Ausubel............ 12
3.2 Alasan pemilihan Kompetensi Dasar 3.8 SMA kelas X Semester 2...... 13
3.3 Langkah – Langakah untuk Mencapai Kompetensi Dasar 3.8
 SMA kelas berdasarkan Teori Belajar Ausubel..................................... 14

  BAB III PENUTUP


4.1 Kesimpulan............................................................................................ 22
4.2 Saran...................................................................................................... 25

  DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan selalu berkaitan dengan kata belajar dan pembelajaran.
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.
Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni
mengalami, hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
perubahan kelakuan, kegiatan belajar dapat dihayati (dialami ) oleh orang yang
sedang belajar dan juga dapat diamati oleh orang lain sedangkan pembelajaran
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa.
Sebagai seorang calon pendidik yang nantinya akan berkecimpung dalam dunia
pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan kimia atau sains, diperlukan
kemampuan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan namun
berprestatif. Untuk menciptakan dan menghasilkan kegiatan belajar dan
pembelajaran yang berprestatif dan menyenangkan, perlu diketahui berbagai
landasan yakni prinsip-prinsip maupun teori belajar. Salah satu teori belajar yang
dapat digunakan yaitu teori belajar bermakna dari David Ausebel. Menurut
Ausubel(dalam Dahar 1989), belajar bermakna merupakan suatu proses
mengkaitkan informasi baru dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang.
Teori – teori belajar kognitif yang lain juga dapat digunakan untuk pembelajaran
kimia. Namun, sebagai calon pendidik hendaknya kita dapat mencocokkan teori
belajar mana yang akan kita gunakan dalam pembelajaran suatu materi dari salah
satu kompetensi dasar pembelajaran kimia SMA serta langkah – langkah yang dapt
kita gunakan untuk mencapai kesuksesan pembelajaran materi tersebut
menggunakan teori belajar yang telah kita pilih.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai teori belajar yang cocok untuk
pembelajaran kimia, maka disusunlah makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apakah kompetensi dasar pada pelajaran kimia SMA yang cocok atau sesuai
dengan teori yang dikemukakan Ausubel?
2. Mengapa teori Ausubel cocok untuk kompetensi dasar tersebut?
3. Bagaimanakah langkah – langkah pembelajaran kimia menurut Ausubel untuk
dapat mencapai Kompetensi Dasar tersebut?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui kompetensi dasar pada pelajaran kimia SMA yang cocok atau
sesuai dengan teori yang dikemukakan Ausubel.
2. Untuk mengetahui alasan teori Ausubel cocok untuk kompetensi dasar tersebut.
3. Untuk mengetahui langkah – langkah pembelajaran kimia menurut Ausubel untuk
dapat mencapai Kompetensi Dasar tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar Kognitif

Informasi terus – menerus memasuki pikiran kita melalui indera kita. Kebanyakan
informasi ini hampir langsung dibuang, dan kita mungkin bahkan tidak pernah
menyadari banyak diantaranya. Sebagian ditahan dalam ingatan kita dalam waktu
yang singkat dan kemudian dilupakan. Namun, sebagian informasi dipertahanan
jauh lebih lama, barangkali sepanjang hidup kita.

A. Pengertian Teori Pemrosesan Informasi


Apa yang dimaksud dengan proses yang digunakan untuk menyerap informasi,
dan bagaimana guru dapat memanfaatkan proses ini untuk membantu siswa
mengingat informasi dan kemampuan yang sangat penting? Inilah dua pertanyaan
yang telah di bahas oleh para ahli teori pembelajaran kognitif dan yang telah
menghasilkan teori pemrosesan informasi ( information-processing theory), suatu
teori pembelajaran dan daya ingat yang dominan sejak pertengahan 1970-an.
Teori pemrosesan informasi merupakan teori pembelajaran kognitif yang
menjelaskan pengolahan, penyimpanan dan penarikan kembali pengetahuan dalam
pikiran, (Slavin, 2008).

B. Urutan Pengolahan Informasi


Berikut skema pemrosesan informasi menurut Charles G. Morris tahun 1933
dalam bukunya Psychology: An introduction.
Informasi yang akan diingat harus terlebih dahulu menjangkau indera seseorang
kemudian diberi perhatian dan dipimdahkan dari rekaman indera ke daya ingat kerja,
kemudian diolah sekali lagi untuk dipindahkan ke daya ingat jangka panjang.
Keberadaan rekaman indera mempunyai dua implikasi pendidikan penting.
Pertama, orang harus memberikan perhatian pada informasi kalau mereka ingin
mengingatnya. Kedua, Diperlukan waktu untuk membawa semua informasi yang
dilihat dalam waktu singkat kedalam kesadaran. Misalnya, kalau siswa dibombardir
dengan terlalu banyak informasi sekaligus dan tidak dibertahukan pada aspek
informasi mana saja harus mereka berikan perhatian, mereka mungkin mengalami
kesulitan mempelajari setiap informasi tersebut, (Slavin, 2008).
Ada beberapa ahli yang megemukakan mengenai teori pemrosesan informasi,
diantaranya Jerome Burner, David Ausubel, Jean piaget, Teori Gestalt, Edward
Chace Tolman, serta Albert Bandura (Hergenhahn dan Olson, 2008).

2.2 Pengertian Belajar Menurut Ausubel


Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah
ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Berikut bentuk bentuk belajar menurut Ausebel dan Robinson.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam
bentuk final, maupaun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa
untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada
tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal
ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak
menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinuum.
Sepanjang kontinuum (mendatar) terdapat dari kiri ke kanan berkurangnya belajar
penerimaan dan bertambahnya belajar penemuan. Sedangkan, sepanjang
kontinuum (vertikal) terdapat dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan, dan
bertambahnya belajar bermakna.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar
penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar
bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Maka, belajar
penerimaan pun dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara
konsep-konsep. Sedangkan belajar penemuan rendah kebermaknaannya, dan
merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-
coba seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali
hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.

2. 3 Karakteristik belajar Menurut Ausubel

2.3.1 Belajar Bermakna

Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1996).
Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau
disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-
daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan
pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan
dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip
dengan informasi yang sedang dipelajari.

Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam


jumlah atau cirri-ciri neron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa
psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada
pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar
bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsumer relevan yang telah
ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru berakibatkan perubahan
dan modifikasi subsume-subsumer yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah
pengalaman seseorang, maka subsumer itu dapat relatif besar dan berkembang.

2.3.2  Belajar Hafalan

Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila
tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-
konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada
kenyataannya, banyak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong
para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam
struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya
pada para siswa hanya terjadi hafalan. Lagi pula sistem evaluasi di sekolah
menghendaki hafalan, jadi timbul pikiran pada para siswa untuk apa bersusah payah
belajar secara bermakna.

Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang


sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakana. Suatu contoh pada,
bahwa memang belajar hafalan yang terjadi pada anak-anak diberikan dalam buku
Wiliam James yang berjudul Talks to Teachers.

2.4  Prinsip Penerapan Teori Ausubel dalam Mengajar

Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan
dengan konsep – konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam
menerapkan teori ausebel dalam mengajar, selain konsep – konsep yang terdahulu,
ada beberapa konsep dan prinsip lain yang perlu kita perhatikan. Konsep – konsep
atau prinsip – prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

2.4.1 Pengatur Awal


Pengatur awal mengarahkan par siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat
digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur
awal  dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi
baru.

2.4.2 Diferensiasi progresif


Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan
elaborasi konsep – konsep ang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan
konsep berlangsung paling baik bila unsur – unsur yang paling umum, paling inklusif
dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal –
hal yang lebih mendetail dan khusus dari konsep itu. Dengan perkataan lain, model
belajar menurut ausubel, pada umumnya berlangsung dari umum ke khusus.
Novak (1985) dalam bukunya learning how to learn mengemukakan bahwa hal
itu dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep.

2.4.3Belajar Superordinat
Selama informasi diterima dan diasosisasikan dalam struktur kognitif (subsumsi),
konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi. Proses subsumsi ini berlangsung
hingga pada suatu saat ditemukannya hal baru.
Belajar superordinat terjadi, bila konsep – konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur – unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih
inklusif.

2.4.4 Penyesuaian integratif


Kadang – kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut
pertentangan kognitif (cognitive dissonance). Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama
konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama, atau bila nama yang sama
diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk mengatasi atau mengurangi sedapat
mungkin pertentangan kognitif ini, Ausubel menyarankan suatu prinsip lain yang
dinamakan prinsip penyesuaian kognitif (Dahar, 1989).
 BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kompetensi Dasar yang Cocok dengan Teori Belajar Ausubel

Ada beberapa kompetensi dasar dalam pembelajaran kimia SMA yang dapat di
aplikasikan menggunaka teori belajar Ausubel. Kompetensi dasar tersebut
diantaranya sebagai berikut.

KOMPETENSI DASAR
Kelas X 3.8 Menganalisis sifat larutan elektrolit dan
semester 2 larutan non-elektrolit berdasarkan daya hantar
listriknya.

Kelas XI 3.3Mengevaluasi dampak pembakaran


semester 1 senyawa hidrokarbon terhadap lingkungan dan
kesehatanserta cara mengatasinya.
Kelas XI 3.7Menganalisis faktor-faktor yang
semester 2 mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde
reaksi berdasarkan data hasil percobaan.

Kelas XI 3.10Menganalisis sifat larutan berdasarkan


semester 2 konsep asam basa dan/atau pH larutan.

Kelas XII 3.1Menganalisis penyebab adanya fenomena


semester 1 sifat koligatif larutan pada penurunan tekanan
uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku
dan tekanan osmosis.
Dari beberapa kompetensi dasar yang dapat diaplikasikan menggunakan teori
belajar Ausubel, penulis memilih kompetensi dasar 3.8 kelas X semester 1 dengan
rincian sebagai berikut.

Sasaran Kelas X semester 2


1.1 Menyadari adanya keteraturan struktur partikel
materi sebagai wujud kebesaran Tuhan YME dan
pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil
pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat
tentatif.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin
Kompet tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka, mampu
ensi Dasar membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung
jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif)
dalam merancang dan melakukan percobaan serta
berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
3.8 Menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan
non-elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya.
4.8 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta
menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat
larutan elektrolit dan larutan non- elektrolit.
Materi Larutan elektrolit dan Nonelektrolit

3.2 Alasan pemilihan Kompetensi Dasar 3.8 SMA kelas X Semester 2

KD tersebut dipilih karena sebelum mengikuti pembelajaran mengenai larutan


elektrolit dan nonelektrolit, siswa telah memiliki konsep – konsep yang relevan dalam
struktur kognitifnya mengenai mengenai larutan yang dapat menghantarkan listrik
dan tidak dapat menghantarkan listrik.
Dengan dimilikinya konsep – konsep dasar yang relevan dalam struktur kognitif
siswa tersebut, maka guru perlu mengaitkan informasi baru yang akan diterima oleh
siswa dengan konsep – konsep dalam struktur kognitif yang telah ada. Inilah yang
dinamakan belajar bermakna menurut Ausubel.

Jika kompetensi dasar yang dipilih tidak memiliki persyaratan bahwa anak harus
memiliki konsep – konsep dasar yang relevan dalam struktur kognitifnya, maka
informasi baru akan dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.

Pada kenyataannya, banyak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali


menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan
dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan
akibatnya pada para siswa hanya terjadi hafalan. Lagi pula sistem evaluasi di
sekolah menghendaki hafalan, jadi timbul pikiran pada para siswa untuk apa
bersusah payah belajar secara bermakna.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan KD 3.8 SMA kelas X


semester 2 untuk diaplikasikan sebagai teori Ausubel adalah bahwa sebelum belajar
dengan KD ini, siswa telah memiliki konsep – konsep dalam struktur kognitifnya
mengenai adana larutan yang dapat menghantarkan listrik dan tidak dapat
menghantarkan listrik.

3.2 Langkah – Langkah untuk Mencapai Kompetensi Dasar 3.8 SMA kelas


berdasarkan Teori Belajar Ausubel

Secara garis besar, langkah – langkah yang dapat dilakukan dalam rangka
mencapai KD 3.8 SMA kelas berdasarkan Teori Belajar Ausubel adalah sebagai
berikut.

Tahapan Ausubel Hal -hal yang guru Hal -hal yang murid
lakukan lakukan
A. Pengatur Awal 1. Guru mengatakan 1. Siswa
(Advance Organizer) bahwa hari ini akanmendengarkan
mempelajari materikemudian menyiapkan
mengenai larutanbuku tulis dan buku
elektrolit danpanduan yang
nonelektrolit, danmendukung materi yang
mempersilahkan siswaakan dipelajari
untuk mempersiapkan
diri.
2. Guru 2. Siswa menjawab
menanyakan apa bahwa larutan yang
yang murid ketahui dapat menghantarkan
mengenai larutan listrik merupakan
yang dapat larutan yang dapat
menghantarkan listrik digunakan untuk
dan yang tidak dapat mengalirkan listrik,
menghantarkan listrik. sedangkan larutan
nonelektrolit merupakan
larutan yang tidak dapat
digunakan untuk
mengalirkan listrik
3. Guru 3. Siswa
menunjuk salah satu menyebutkan contoh
siswa untuk larutan elektrolit (air aki,
menyebutkan contoh baterai jam) dan
larutan elektrolit dan nonelektrolit (air suling)
nonelektrolit yang ada yang ada dalam
dalam kehidupan kehidupan sehari – hari.
sehari – hari.

4. Guru 4. Siswa menjawab


menanyakan apa bahwa mereka belum
hubungan larutan tahu.
elektrolit dan
nonelektrolit dengan
sifat dalam
menghantarkan listrik
5. Guru 5. Siswa bertanya
menjelaskan sedikit bagaimana
mengenai larutan membedakan larutan
elektrolit dan elektrolit dan
nonelektolit. nonelektrolit dalam
kehidupan sehari - hari
6. Guru 6. siswa merancang
memberikan tugas percobaan mengenai
siswa untuk larutan elektrolit dan
merancang larutan nonelektrolit
percobaan mengenai dengan memanfaatkan
larutan elektrolit dan berbagai media yang
larutan nonelektrolit mendukung untuk
pencarian informasi
7. Guru memberi 7. Siswa melakukan
tugas siswa untuk percobaan
melakukan
percobaan
berdasarkan
rancangan percobaan
yang telah ditentukan.
8. Guru memberi 8. Siswa menyajikan
tugas siswa untuk hasil percobaan : Ada
menyajikan hasil larutan yang
percobaan larutan menyebabkan lampu
elektrolit dan menyala dan timbul
nonelektrolit. gelembung gelembung,
tidak menyala tapi
timbul gelembung serta
tidak menyala dan tidak
ada gelembung.
B. Diferensiasi 1. Guru memberikan 1. siswa menuliskan
Progresif tugas untuk siswaapa hubungan larutan
menuliskan apaelektrolit dan
hubungan larutannonelektrolit dengan
elektrolit dansifat dalam
nonelektrolit denganmenghantarkan listrik
sifat dalamdengan menggunakan
menghantarkan listrikpeta konsep
dengan menggunakan
peta konsep
2.  Guru menunjuk . 3 orang siswa
3 orang siswa untuk menunjukkan peta
menunjukkan peta konsep yang telah
konsep yang telah dibuat kepada teman  -
dibuatnya. teman sekelasnya.
3. Guru 3. Siswa
menunjukkan peta menganalisis peta
konsep yang benar konsep yang diberikan
mengenai larutan guru mengenai larutan
elektrolit dan larutan elektrolit dan larutan
nonelektrolit. nonelektrolit.
4. Guru 4. Murid memahami
menjelaskan peta peta konsep mengenai
konsep mengenai larutan elektrolit dan
larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.
larutan nonelektrolit.
C. Belajar 1. Guru 1. Siswa
Superordinat menjelaskan konsep –mendengarkan dan
konsep khusus darimengamati hubungan
sifat larutankonsep – konsep
berdasarkan dayakhusus ini dengan
hantar listriknya. konsep inklusif yang
telah disampaikan
sebelumnya.
D. Penyesuaian 1. Guru 2. Siswa
Integratif menjelaskan bahwamendengarkan dan
selain bersifat elektrolitmengajukan pertanyaan
kuat, larutan garammengapa hal tersebut
dapur juga merupakandapat terjadi.
larutan yang bersifat
netral

Pembahasan langkah – langkah untuk Mencapai Kompetensi Dasar 3.8 SMA


kelas berdasarkan Teori Belajar Ausubel adalah sebagai berikut.

A. Pengatur Awal (Advance Organizer)

Pada tahapan ini guru mengarahkan siswa ke materi yang akan mereka pelajari
yaitu sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya, dan menolong mereka untuk
mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk
membantu menanamkan pengetahuan baru.  Seperti contoh ada larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik dan ada yang dapat menghantarkan arus listrik. Suatu
pengatur awal  dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan sebelum
materi baru.

Setelah itu guru memberikan tugas kepada siswa untuk merancang, melakukan,
meyajikan serta menyimpulkan percobaan mengenai larutan elektrolit dan larutan
nonelektrolit. Siswa disini berperan dalam proses pengumpulan data serta disini
siswa mulai mengkaitkan informasi baru yang ia peroleh dengan konsed – konsep
dasar yang terdapat dalam struktur kognitifnya.

B. Diferensiasi Progresif

Pada tahapan langkah ini guru menerangkan mengenai peta konsep. Adapun
peta konsep yang dijelaskan oleh guru adalah sebagai berikut.

  
Penjelasan yang disampaikan oleh guru dimulai dari hal – hal yang paling
konklusif kemudian menuju ke konsep yang kurang konklusif, kemudian menuju ke
penjelasan konsep yang khusus seperti contoh – contoh dari masing – masing
konsep. Misalnya mula – mula guru menerangkan konsep inklusif terlebih dahulu,
seperti apa itu larutan. Kemudian guru menjelaskan bahwa berdasarkan daya hantar
listriknya, larutan dapat dibedakan menjadi larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit, tak lupa guru mengaitkan dengan konsep – konsep dasar yang telah
dimiliki oleh struktur kognitif siswa, yaitu dengan menyatakan bahwa larutan elektrolit
merupakan larutan yang dapat menghantarkan listrik seperti contoh yang telah
disebutkan siswa pada tahapan pengatur awal. Begitu pula dengan larutan non
elektrolit.

Adanya peta konsep disini berfungsi untuk memudahkan guru dalam melakukan
pembelajaran, selain itu peta konsep juga dapat digunakan sebagai berikut.

1.    Untuk menyelidiki apa yang telah diketahui siswa,

Dengan adanya tugas dari guru untuk membuat sebuah peta konsep mengenai
larutan elektrolit maupun nonelektrolit dari pengetahuan dasar yang telah dimiliki
dalam struktur kognitif siswa, maka ia akan menumpahkan segala yang ia tahu
mengenai larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam sebuah peta konsep. Dengan
demikian, guru akan mengetahui seberapa besar pengetahuan anak – anak didiknya
mengenai larutan elektrolit maupun larutan nonelektrolit.
Dengan demikian, guru dapat menentukan materi mana yang harus ditekankan
dalam proses pembelajaran. Sehingga pembelajaran lebih efektif dan diharapkan
lebih prestatif.

2.    Mempelajari cara belajar,

Bila seorang siswa diminta untuk membuat peta konsep, ia akan berusaha
mengeluarkan konsep – konsep dari apa yang diketahuinya, yng pernah dibacanya
dan yang pernah didengarnya. Setelah itu menempatkan konsep yang paling inklusif
misalnya larutan d tempat yang paling puncak dalam peta konsep.
Lalu siswa akan mencari kata penghubung dari semua konsep – konsep yang
telah dituliskan dalam peta konsep hingga membentuk sebuah proposisi yang
bermakna. Lebih dari itu mereka akan berusaha mengingat konsep – konsep yang
telah diketahuinya di pelajaran yang lalu, atau mengingat konsep – konsep yang
telah diterapkannya dalam kehidupan sehari – hari. Dengan demikian, secara tidak
langsung seorang siswa telah berusaha untuk memahami materi yang diajarkan dan
menunjukkan bahwa dalam diri anak ini telah terjadi suatu proses belajar berakna.

3.    Mengungkapkan konsepsi yang salah,


Ketika siswa menyusun peta konsep, dapat terjadi kesalahan konsepsi yang
mereka tuangkan dalam peta konsep tersebut. Kesalahan konsepsi tersebut dapat
terjadi karena kurangnya pengetahuan sang anak dengan materi yang sedang
dipelajari.
Misalnya : seorang siswa menuliskan bahwa sifat larutan berdasarkan daya
hantar listriknya ada 3 yaitu larutan elektrolit kuat, larutan elektrolit lemah, serta
larutan non elektrolit. Sedangkan hal yang benar yaitu sifat larutan berdasarkan
daya hantar listriknya ada 2, yaitu larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.
Dengan adanya salah konsepsi seperti ini, tugas gurulah untuk membenarkan
konsepsi yang salah hingga konsep dasar salah  yang ada dalam struktur kognitif
siswa berganti menjadi konsep dasar yang benar.

4.     Sebagai alat evaluasi.

Penggunaan peta konsep dapat sebagai alat evaluasi dimisalkan ketika seorang
guru akan melakukan evaluasi, guru dapat mempersilahkan siswa untuk membuat
sebuah peta konsep dari apa yang telah dipelajari hari ini misalnya mengenai sifat
larutan berdasarkan daya hantar listriknya.
Dari tugas yang telah dikerjakan oleh siswa, dapat diketahui materi mana saja
yang siswa pahami dengan pasti, materi mana yang masih samar – samar dan
materi mana yang tidak dimengerti siswa sama sekali. Dengan demikian, guru dapat
mengulangi pembelajaran pada bagian yang tidak dipahami siswa untuk pertemuan
selanjutnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa materi larutan elektrolit dan
nonelektrolit telah dipahami oleh siswa dengan jelas.

C. Belajar Superordint

Selama informasi diterima dan diasosisasikan dalam struktur kognitif (subsumsi),


konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi. Proses subsumsi ini berlangsung
hingga pada suatu saat ditemukannya hal baru.
Belajar superordinat terjadi, bila konsep – konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur – unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih
inklusif.

D. Penyesuaian Integratif

Kadang – kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut
pertentangan kognitif (cognitive dissonance). Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama
konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama, atau bila nama yang sama
diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk mengatasi atau mengurangi sedapat
mungkin pertentangan kognitif ini, Ausubel menyarankan suatu prinsip lain yang
dinamakan prinsip penyesuaian kognitif.
Misalnya seorang siswa telah mengetahui bahwa larutan NaCl atau garam dapur
merupakan larutan elektrolit kuat, namun dalam pembahasan lain disebutkan bahwa
larutan NaCl tersebut merupakan larutan yang bersifat netral. Dengan adanya
pertentangan kognitif seperti ini sudah pasti tugas guru yaitu untuk melakukan
penyesuaian kognitif dengan cara menjelaskan pada siswa bahwa larutan NaCl
bersifat netral itu didasarkan pada [H+] dan[OH-] dalam larutan, sedangkan sifat
elektrolit kuat pada NaCl didasarkan pada kemampuannya dalam menghantarkan
listrik yang baik.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasrkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut.
1.         Kompetensi dasar yang dapat diaplikasikan menggunakan teori belajar
Ausubel diantaranya Kompetensi Dasar 3.8 SMA kelas X semester 2 dengan materi
larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.
2.         Menurut teori belajar Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang atau yang telah dimiliki seseorang.
3.         Dipilihnya KD 3.8 untuk diaplikasikan menggunakan teori belajar Ausubel
adalah karena pada materi ini, siswa telah memiliki konsep – konsep dasar yang
relevan pada struktur kognitifnya, sehingga guru hanya perlu mengaitkan konsep
dasar tersebut dengan informasi baru yang akan disampaikan.
4.         Langkah – langkah untuk mencapai KD 3.8 adalah pengatur
awal,diferensiasi progresif, belajar superordinat, serta penyesuaian integratif.
5.         Peta konsep dalam teori belajar Ausubel berfungsi untuk menyelidiki apa
yang telah diketahui siswa, mempelajari cara belajar, mengungkapkan konsepsi
yang salah, serta sebagai alat evaluasi.

4.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyarankan beberapa hal sebagai
berikut.
1.         Sebagai calon pendidik diharapkan mahasiswa untuk lebih memahami
mengenai beberapa macam teori belajar, baik teori belajar behaviouristik maupun
teori belajar kognitif. Hal ini diharapkan dapat berguna ketika nantinya mahasiswa
terjun langsung ke masyarakat sebagai pendidik yang profesional.
2.         Bagi pembaca yang ingin melanjutkan penulisan makalah dengan tema
yang sama, diharapkan dapat memperluas isi dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar Ratna W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga


Hergenhahn, B.R.  dan Olson Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori
Belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Morris, Charles G. 1933. Psychology: An introduction. New Jersey: Prentice Hall
Upper Saddle River
Novak, J.D dan Gowin, D.B. 1985. Learning How to Learn. Cambridge :
Cambridge University Press
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi
kedelapan.Jakarta: PT Indeks

Anda mungkin juga menyukai