Anda di halaman 1dari 9

Hakikat Metode Ilmiah

Secara etimologis, metode berasal dari kata Yunani meta yang berarti sesudah dan hodos
yang berarti jalan. Jadi, metode berarti langkah-langkah yang diambil, menurut urutan tertentu,
untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu suatu tatacara, teknik, atau jalan yang telah
dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apa pun, baik pengetahuan
humanistik dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis (Suriasumantri, 2009, p. 119). Metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi
metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode
ilmiah. Metodologi inilah yang disebut dengan epistemologi di dalam filsafat. Epistemologi
merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah sumber
pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia
dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manusia?.
Metode ini perlu, agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan
bisa tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu
pengetahuan, yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya.
Pada dasarnya, di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu-ilmu
humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam, masing-masing menggunakan metode yang sama.
Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat dan bentuk objek materi dan objek forma
(tujuan) yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view),
tujuan dan ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu (Suparlan Suhartono, 2008, p. 71) .
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan begitu,
diharapkan pengetahuan yang dihasilkan memiliki ciri-ciri tertentu yang memenuhi kriteria
pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan pengetahuan yang
dihasilkan benar-benar dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah menggabungkan
cara berpikir deduktif dan induktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat rasional atau bertumpu pada akal. Dengan metode ini
maka pengetahuan yang dihasilkan akan sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada pada akal, yaitu
koheren dan konsisten dengan pengetahuan sebelumnya. Ilmu mencoba memberikan penjelasan
rasional kepada objek yang ditelaah. Dikarenakan ada banyak premis yang digunakan untuk
membangun sebuah bangunan ilmu dari sisi berpikir deduktif maka diperlukan adanya berpikir
induktif.
Teori korespondensi mengatakan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya
materi yang terkandung sesuai dengan objek faktual yang dituju. Atau dapat dikatakan bahwa
suatu pernyataan bisa dianggap banar bila didukung dengan fakta empiris. Penemuan ilmiah
akan sangat berguna di saat kita menemukan sesuatu yang belum diuji secara empiris.
Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.
Hal itu memunculkan pertanyaan mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Bila ditelaah
ternyata manusia mulai mengamati sesuatu bila manusia tersebut memberikan perhatian tertentu
terhadap sesuatu. Hal ini oleh John Dewey disebut dengan masalah yang menimbulkan
pertanyaan. Akhirnya disimpulkan bahwa proses berpikir dimulai oleh manusia tatkala ia
mempunyai suatu masalah atau pertanyaan.
Masalah ini akan dicari pemecahan masalah atau jawabannya melalui langkah-langkah
tertentu yang nantinya akan penulis uraikan pada langkah-langkah metode ilmiah. Sekarang,
sesungguhnya apa hubungan metode ilmiah dengan ilmu yang ilmiah. Ilmu sendiri adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Sedangkan ilmiah adalah suatu hal yang bersifat
keilmuan/sains (pemahaman tentang sesuatu yang dapat diterima secara
logika/pikiran/penalaran). Sedangkan ilmu yang ilmiah adalah ilmu yang diperoleh dan
dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia
secara ilmiah, yakni dengan menerapkan metode ilmiah. Perlu juga dipahami bahwa ilmu
berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan menurut Jujun S. Sumantri adalah segenap apa yang
kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu. Jadi, ilmu lebih sempit
daripada pengetahuan. Pengetahuan bisa mencakup seni, agama, ilmu, dsb.
Ilmu selanjutnya dapat dipandang sebagai proses, prosedur, dan produk. Sebagai proses,
ilmu berwujud penelitian. Sebagai prosedur, ilmu ada dalam metode ilmiah. Sedangkan dalam
hal produk, ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis. (The Liang Gie, 1991, p.
90).
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ilmu ilmiah didapatkan melalui suatu proses yang
disebut metode ilmiah yang mana diawali dengan pertanyaan atau masalah yang muncul dari
alam manusia atau hal-hal empiris yang diperhatikan oleh manusia.
Metode ilmiah memiliki beberapa sifat, yaitu: logis atau masuk akal, objektif, sistematis,
andal, dirancang, akumulatif,

Unsur-unsur Metode Ilmiah


Metode ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkan oleh The Liang
Gie, memuat berbagai unsur atau komponen yang saling berhubungan. Unsur utama metode
ilmiah adalah pola prosedural, tata langkah, teknik, dan instrumen.
Pola prosedural terdiri dari pengamatan, percobaan, pengukuran, survei, deduksi, induksi,
dan analisis. Tata langkah mencakup penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu),
pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik antara lain terdiri dari
wawancara, angket, tes, dan perhitungan. Berbagai macam instrumen yang dipakai dalam
metode ilmiah adalah pedoman wawancara, kuesioner, timbangan, komputer, dsb (Kuntjojo,
2009, p. 27-28).
Semua unsur-unsur metode ilmiah ini saling berhubungan satu sama lain dan juga saling
melengkapi guna menuju tujuan akhir metode ilmiah, yaitu terciptanya sebuah temuan atau
keilmuan tentang hal tertentu secara ilmiah. Selain itu, dalam metode penelitian akan dijelaskan
lebih lanjut bahwasannya antara pola prosedural, tata langkah, teknik dan instrumen harus benar-
benar valid. Maksudnya adalah semuanya sesuai dengan ilmu apa yang akan dihasilkan.
Misalnya adalah ilmu psikologi. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi
siswa. Maka pola prosedural yang dipilih adalah pengamatan dengan mengamati keseharian
dalam hal belajar, apa saja bentuk motivasi yang membuatnya semangat dalam belajar. Lalu juga
mengamati hasil belajar untuk mengetahui bagaimana perkembangan prestasinya dari semester
sebelumnya. Untuk tata langkah tentunya dimulai dengan menentukan masalah (apakah ada
hubungan antara motivasi belajar siswa dengan prestasi siswa?), lalu hipotesis (Ada hubungan
antara motivasi belajar siswa dengan prestasi siswa), dilanjutkan dengan mengumpulkan data
dari observasi, angket, wawancara. Lalu disimpulkan. Untuk teknik dapat digunakan wawancara,
angket, observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara,
pedoman observasi, angket, dokumentasi.

Macam-macam Metode Ilmiah


Macam-macam metode ilmiah disini menurut Johnson (2005) dalam artikel berjudul
“Educational Research : Quantitative and Qualitative” membedakan metode ilmiah menjadi dua,
yaitu metode deduktif dan metode induktif. Menurutnya, metode deduktif terdiri dari tiga
langkah utama, yaitu 1) state the hypothesis (based on theory or research literature) menyatakan
hipotesis berdasarkan teori atau studi literatur; 2) collect data to test hypothesis mengumpulkan
data untuk mengetes kebenaran hipotesis; 3) make decision to accept or reject the hypothesis
membuat keputusan untuk menyetujui atau menolak hipotesis (Kuntjojo, 2009, p. 28).
Sedangkan untuk metode induktif langkahnya sebagai berikut: 1) Observe the world
mengamati semesta; 2) Search for a pattern in what is observed mencari model dalam objek
yang sedang diamati; 3) make a generalization about what is occuring membuat generalisasi
dari apa yang terjadi (Kuntjojo, 2009, p. 28).
Oleh Johnson, deduktif dan induktif itu berkebalikan. Jika deduktif memulai metode ilmiah
dengan sebuah konsep yang dimiliki, sedangkan deduktif berangkat dari kenyataan-kenyataan
semesta yang pada akhirnya menuju sebuah kesimpulan atau generalisasi dari semua kenyataan-
kenyataan semesta tersebut.
Metode deduktif merupakan metode ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif.
Dalam metode ini teori ilmiah yang sudah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam
mencari kebenaran selanjutnya. Sedangkan metode induktif merupakan metode yang diterapkan
dalam penelitian kualitatif. Penelitian dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan
penemuan sebuah teori.
Suriasumantri menegaskan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logyco-
hypothetico-verifikatif (metode deduktif) pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Perumusan Masalah, 2) Penyusunan kerangka berpikir ilmiah, 3) Perumusan
hipotesis, 4) Pengujian Hipotesis, 5) Penarikan kesimpulan.
Sedangkan metode induktif diterapkan dalam penelitian kualitatif. Metode induktif memiliki
dua macam tahapan, yaitu umum dan siklikal. Secara umum metode induktif memiliki 3
tahapan, yaitu: 1) pra lapangan, 2) pekerjaan lapangan, 3) analisis data. Sedangkan untuk siklikal
memiliki 7 langkah yaitu: 1) Pengamatan deskriptif, 2) analisis domain, 3) pengamatan terfokus,
4) analisis taksonomi, 5) pengamatan terpilih, 6) analisis komponen, 7) analisis tema (Kuntjojo,
2009, p. 31).

Prosedur Metode Ilmiah


Berikut akan dijelaskan mengenai prosedur metode ilmiah. Ada beberapa langkah dalam
metode ilmiah:
1. Perumusan Masalah
Disini dirumuskan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta
dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya. Problema ini didapatkan dari
fenomena-fenomena yang diamati oleh manusia dalam realita kehidupan. Ada beberapa cara
untuk menentukan pertanyaan penelitian yaitu melalui data sekunder berupa:
a. Melihat suatu proses dari perwujudan teori
b. Melihat hubungan dari proposisi suatu teori, lalu bermaksud memperbaikinya
c. Merisaukan keberlakuan suatu teori, dalil, model di suatu tempat atau waktu tertentu
d. Melihat tingkat kebernilaian informasi sebuah teori lalu bermaksud meningkatkannya
e. Segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada, atau belum
dapat dijelaskan secara sempurna (Soetriono dan Rita Hanafie, 2007, p. 158).
Metode ilmiah ini dimulai dengan perumusan masalah karena bila tidak ada masalah,
maka tidak akan ada pengetahuan. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah sebuah pengetahuan
hasil dari penyelesaian masalah-masalah ilmiah. Ruhnya ilmu adalah problem solving
(penyelesaian masalah). Berangkat dari hal-hal tersebutlah, maka metode ilmiah dimulai
dengan perumusan masalah.
2. Penyusunan kerangka berpikir
Disini dipaparkan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mugkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka
berpikir disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji
kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan
permasalahan.
3. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang
materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Merumuskan
disini berarti membentuk sebuah proposisi deduksi yang sesuai dengan kemungkinan dan
tingkat kebenarannya. Bentuk proposisi ini menurut tingkat hubungan (linkage) serta nilai
informasi (informative value). Kalimat proposisi mengandung tiga komponen, yaitu
antiseden, konsekuen dan depedensi. Dua istilah pertama adalah bagian dari kalimat
proposisi. Antiseden adalah teori yang dijadiakan acuan awal untuk membentuk hipotesis,
lalu konsekuen adalah sebuah akhir dari kalimat hipotesis. Sedangkan depedensi adalah
hubungan antara antiseden dengan konsekuen tersebut. Misal hipotesis: Jika air dipanaskan
sampai suhu 100% C, maka air akan mendidih.
Ada syarat-syarat logika dalam menentukan hipotesis sebagai berikut:
a. Dapat menjelaskan kenyataan yang menjadi masalah dan dasar hipotesis
b. Mengandung sesuatu yang mungkin
c. Dapat mencari hubungan kausal dengan argumentasi yang tepat
d. Dapat diuji baik kebenaran maupun kesalahannya
Macam-macam hipotesis yang sering ditemui seperti berikut:
a. Hipotesis Deskriptif : menunjukkan dugaan sementara tentang bagaimana benda atau
peristiwa terjadi
b. Hipotesis Argumentasi : menunjukkan dugaan sementara tentang mengapa benda,
peristiwa, atau variabel terjadi. Konsekuen menjadi sebuah kesimpulan dari antiseden.
c. Hipotesis Kerja : meramalkan atau menjelaskan akibat dari variabel yang menjadi
penyebabnya. Hipotesis ini menunjukkan adanya perubahan akibat disebabkan dengan
perubahan suatu variabel.
d. Hipotesis Nol : Memeriksa ketidakbenaran suatu teori, yang selanjutnya akan ditolak
menjadi bukti-bukti yang sah. Kita membuat dugaan dengan hati-hati bahwa tidak ada
hubungan yang berarti atau perbedaan yang signifikan dan selanjutnya kita membuktikan
ketidakmungkinan hipotesis ini (Soetriono dan Rita Hanafie, 2007, p. 160).
4. Pengujian Hipotesis
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak.
Pengujian hipotesis ini berarti membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala
yang terdapat dalam hipotesis dengan data empirik. John Stuart Mills mengajukan 3 macam
metode, yaitu:
a. Method of Agreement : Jika dalam dua atau lebih peristiwa, pada suatu fenomena timbul
satu (dan hanya satu) kondisi yang terjadi, maka kondisi itu dapat disimpulkan sebagai
penyebab terjadinya fenomena tersebut.
b. Method of Difference : Dalam dua peristiwa terdapat perbedaan dalam rangkaiannya
(unsurnya) dan fenomena yang terjadi. Jika serangkaian peristiwanya sama kecuali dalam
satu faktor dimana peristiwa yang satu tidak memilikinya dan tidak menimbulkan
fenomena, maka fenomena yang terjadi disebabkan faktor yang dimiliki perstiwa.
c. Method of Concomitant : Jika telah diketahui adanya faktor-faktor tertentu dalam
peristiwa yang menimbulkan bagian-bagian tertentu suatu fenomena, maka bagian-bagian
lain dari fenomena ini dalah akibat dari faktor-faktor selebihnya yang terdapat dalam
peristiwa-peristiwa itu (Soetriono dan Rita Hanafie, 2007, p. 161-162).
Untuk melakukan pengujian hipotesis perlu diketahui operasionalisasi variabel yang
terkandung dalam hipotesis. Operasionalisasi variabel berarti menentukan indikator dari
variabel yang ada. Misalnya hipotesis : Jika motivasi belajar anak meningkat, maka hasil
belajar anak meningkat. Maka perlu dijabarkan terlebih dahulu apa saja indikator dari
motivasi dan juga hasil belajar agar lebih jelas dapat diketahui hubungan antara keduanya.
Keabsahan dan ketepatan penentuan indikator ini tentunya akan mempengaruhi hasil
penelitian.
5. Penarikan Kesimpulan
Selanjutnya, dilakukan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau
diterima. Bila dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka
hipotesis diterima. Namun, bila sekiranya dalam proses pengujian tidak ada fakta yang cukup
untuk membuktikan hipotesis, maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima akan dianggap
sebagai pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai
kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji
kebenarannya. Kebenaran disini ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini
belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya (Suriasumantri, 2009, p. 128).

Kuntjojo., 2009. Diktat Matakuliah Filsafat Ilmu Program Studi Pendidikan Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri. Kediri:-.
Rahmat, Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Soetriono dan SRDM Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
KEDUDUKAN KARYA TULIS ILMIAH DI PERGURUAN TINGGI
karya tulis ilmiah memiliki kedudukan yang sangat penting. Mahasiswa harus menghasilkan karya
ilmiah, baik berupa tugas akhir, skripsi atau setara dengan skripsi (proyek studi), tesis, dan disertasi. Karya
ilmiah merupakan bagian dari kebutuhan akademik di setiap perguruan tinggi. Karya ilmiah merupakan
laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian seseorang atau sebuah
tim. Tulisan tersebut harus memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang telah dikukuhkan dan ditaati oleh
masyarakat.Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminaratau
simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan para
ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan
bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Jenis karya ilmiah,
berdasarkan tujuannya dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, karya ilmiah yang bertujuan untuk
memenuhi tugas-tugas perkuliahan. Bentuk karya ilmiahnya, yaitu makalah, laporan buku/bab, dan karya
tulis ilmiah. Kedua, karya ilmiah yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program
studi yang ditempuh oleh mahasiswa. Bentuk karya ilmiahnya, yaitu skripsi, tesis dan disertasi. Berdasarkan
fungsinya, karya ilmiah terdisi atas (1) karya ilmiah akademis dan (2) karya ilmiah profesional. Karya ilmiah
akademis merupakan karya ilmiah yang dibuat untuk kepentingan akademis dengan bimbingan oleh orang
yang lebih profesional. Bentuk karya ilmiahnya yakni makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Sedangkan
karya ilmiah profesional adalah karya ilmiah yang dibuat untuk pengembangan profesi bagi para
profesional dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi akademis dengan proses penulisan yang tidak
memerlukan pembimbingan tetapi lebih menekankan pada hasil. Bentuk karya ilmiah yaitu buku, makalah,
kertas kerja, artikel, dan laporan penelitian. Berdasarkan uraian di atas, karya ilmiah pada program studi
Pendidikan Matematika mempunyai kedudukan sebagai berikut.

(1) Wahana bagi mahasiswa untuk menyajikan nilai-nilai teoretis maupun praktis secara objektif
dan sistematis yang merupakan produk dasar pengetahuan berdasarkan konvensi penulisan dan
menggunakan bahasa ragam ilmiah.
(2) Wahana bagi civitas akademika untuk memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.

Diperguruan tinggi pada umumnya kedudukan karya tulis ilmiah sangat penting dan merupakan bagian dari
tuntutan formal akademik. Dilihat dari jenisnya, karya tulis ilmiah terdiri atas makalah, laporan bab atau
laporan buku, skripsi, tesis, dan disertasi. Dilihat dari tujuan penulisannya, karya ilmiah dibedakankedalam
2 jenis, pertama adalah untuk memenuhi tugas-tugas perkuliahan. Kedua adalah karya tulis ilmiah
merupakan syarat yang dituntut dari mahasiswa ketika menyelesaikan program studi.

Sebagai bagian dari tugas-tugas perkuliahan, karya tulis ilmiah dalam bentuk makalah dan laporan buku
atau laporan bab merupakan bagian dari sistem SKS (satuan kredit smester), yaitu para mahadsiswa diluar
klegiatan perkuliahan dalam kelas. Jadi makalah dan laporan buku atau laporan bab merupakan
konsekuensi logis dari sistem sks.

Skripsi dapat ditempuh oleh mahasiswa S1 yang memenuhi syarat indeks prestasi kumulatif [IPK] sesuai
dengan pedoman akademik yang berlaku dan sejauh yang bersangkutan berminat untuk menempuh jalur
in. bagi mereka yang tidak memenuhi persyaratan jalur ini dan atau mereka yang tidak berminat,
alternative lain dapat di tempuh yaitu jalur SKS. Tesis wajib disusun oleh setiap mahasiswa
pancasarjan/program magister[S2] dan disertai wajib disusun oleh setiap mahasiswa program doctor [S3]
dalam rangka menyelesaikan studi.

Di samping itu karya tulis ilmiah juga merupakan wahana untuk menyajikan nilai-nilai praktis maupun nilai-
nilai teoritis hasil-hasil pengkajian dan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh mahasiswa.  Dengan sifat dan
kedudukan ini, maka karya tulis ilmiah  dalam lingkungan masyarakat akademik bisa ikut memeperkaya
khasanah keilmuan dan memperkokoh paradigma keilmuan pada bidang keilmuan atau disiplin yang
relevan.

Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah di lingkungan  perguruan tinggi
mengemban dua misi, yaitu

1.      Wahana untuk melatih para mahasiswa mengungkapkan pikiran-pikiran secara sistematis, tertib dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.      Memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Dilihat dari jenisnya, karya tulis ilmiah terdiri atas makalah, laporan bab atau laporan buku. Dilihat
dari tujuan penulisannya, karya ilmiah dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama adalah untuk
memenuhi tugas-tugaas perkuliahan, yaitu makalah dan laporan bab atau laporan buku. Kedua
adalah karya tulis ilmiah yang merupakan syarat yang dituntut dari mahasiswa ketika
menyelesaikan program studi, yaitu Skripsi (untuk S1), Tesis (untuk S2), dan Disertasi (untuk S3).
(Djuharie, O. Setiawan dan Suherli. 2001. Panduan Membuat Karya Tulis; hal. 66)

Karya tulis ilmiah di lingkungan perguruan tinggi mengemban dua misi, yaitu:
1. wahana untuk melatih para mahasiswa mengungkapkan pikiran-pikirannya secara sistematis,
tertib, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
2. memberikan sumbangan pada sasaran dari segi prosesnya, sehingga yang kedua lebih
mengacu kepada produknya. (Djuharie, O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,
Disertasi; Hal. 10)

Djuharie, Otong setiawan dan suherli. 2005. Panduan membuat karya tulis. Bandung: penerbit Yrama
widya.

07 April = Hari Kesehatan Sedunia


10 April = Hari wafat Isa al masih
18 April = Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika di Bandung

21 April = Hari Kartini

22 April = Hari Bumi/Earth Day/KTT Bumi & hari pohon

23 April = Hari Buku Sedunia

Anda mungkin juga menyukai