Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOTOKSIKOLOGI

Oleh:

Indah Dwi Handayani (22001061009)

Khafivatul Fikriyah (22001061012)

Aulia Fadila (22001061020)

Septia Nawang Sari (22001061021)

Nafidzatul Hasanah (22001061024)

Dosen Pengampu:

Dr. Ratna Djuniwati Lasminingsih, M., Si.

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2022
BAB I

1.1 Latar Belakang


Ekotoksitokologi adalah ilmu yang memepelajari racun kimia dan fisika
pada makhluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem,
termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Pengaruh
racun dapat berupa lethalitas ( mortalitas) serta pengaruh sublethal seperti
gangguan pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi, tanggapan
farmakokinetik dapat diketahui keberadaan polutan dalam suatu tingkah laku.
Perubahan populasi, komposisi komunitas, dan fungsi
ekosistem.Pengangkutan dan perubahan bentuk bahan toksik di lingkungan
baik di udara, air, tanah maupun dalam tubuh organisme (merupakan bagian
utama penyususn ekosfer bumi) sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia
bahan tersebut. Perilaku serta pengaruh bahan toksik di lingkungan
berhubungan dengan dinamika keempat bagian utama penyusun ekosfér
tersebut (Adha dkk., 2016).
Perairan terbuka merupakan lingkungan yang seringkali menjadi tempat
pembuangan akhir bahan-bahan pencemaran yang berasal dari limbah rumah
tangga, industri, pertanian dan kegiatan manusia lainnya. Pestisida merupakan
bahan kimia yang umum digunakan sebagai pengontrol organisme yang tidak
diinginkan dalam sektor pertanian. Biasanya para petani dalam mengatasi
masalah hama serangga menggunakan insektisida. Salah satu insektisida yang
banyak digunakan oleh para petani untuk memberantas serangga pengganggu
tanaman adalah insektisida Decis. Insektisida Decis adalah insektisida non-
sistemik yang bekerja pada serangga dengan cara kontak dan pencernaan
(Wulandari dkk., 2019)
Pencemaran air merupakan masalah regional maupun lingkungan global.
dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan
tanah atau daratan. Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh
berbagai kegiatan masyarakat yang membuang limbah ke dalam perairan
tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu. Misalnya limbah domestik,
limbah industri, limbah perkotaaan, dan limbah rumah tangga, salah satu
limbah yang dibuang adalah deterjen. Sumber utama air limbah rumah tangga
masyarakat Indonesia berasal dari buangan ratusan ribu ton deterjen yang
mengandung fosfor serta bahan organik lainnya ke saluran air, yang akibatnya
juga mencemarkan perairan (Megawati dkk., 2018).
Adanya polutan dalam suatu lingkungan, dalam waktu singkat, dapat
menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan
tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme.
perubahan populasi. komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem.
Perubahan biokimiawi sampai dengan ekosistem menunjukkan adanya
peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia, peningkatan kesulitan untuk
mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik, dan increasing
importance. Polutan tersebut kemudian dapat diuptake olch organisme dan
dapat menyebabkan efek lethal (kematian) dan sublethal. Dalam tubuh
organisme, polutan dapat mengalami biotransformasi dan bioakumulasi.
Selanjutnya, terjadi perubahan karakteristik dan dinamika populasi
(reproduksi. imigrasi, recruitment. mortalitas), struktur dan fungsi komunitas
(diversitas spesies. perubahan hubungan predator (Nugroho, 2016). prey)
Salah satu bioindikator pencemaran di lingkungan perairan adalah ikan.
Ikan merupakan biota air yang biasanya dapat digunakan sebagai bioindikator
tingkat pencemaran air. Jika di dalam ikan telah terkandung kadar logam yang
tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat dijadikan
indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan. Masuknya logam
melalui jaringan insang akan mengakibatkan hewan air tersebut menjadi
stress, sehingga terjadi perubahan konsumsi oksigen dalam jaringan insang.
Dengan keadaan tersebut maka timbal dapat mengakibatkan kerusakan pada
insang ikan (Mulyani, 2017).
Deterjen diperkenalkan pada masyrakat dengan menggunakan bahan kimia
pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai
penghasil busa. Namun karena sifat ABS yang sulit diuraikan oleh
mikroorganisme, akhirnya digantikan dengan senyawa surfaktan Linier Alkyl
Sulfonat (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Kondisi perairan yang semakin
buruk akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya Penggunaan
deterjen yang meningkat akan berdampak negatif terhadap akumulasi
surfaktan pada badan-badan perairan, sehingga menimbulkan masalah-
masalah pendangkalan perairan, terhambatnya transfer oksigen dan lain-lain.
Buih-buih yang menutupi permukaan air, baik dari jenis linier alkyl benzene
sulfonate (LAS) yang "biodegradable" maupun jenis alkyl benzene sulfonate
(ABS) yang "non-biodegradable" tersebut dipastikan dapat mengganggu
kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air dan
dipermukaan air (Megawati dkk.. 2018).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui nilai ambang batas dan ambang bawah.
2. Untuk mengetahui uji pendahuluan, uji definitive pada ikan lele.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikum
selanjutnya.
BAB II
2.1 Tinjauan Pustaka
Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik
dan bersungut atau berkumis. Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepalanya pipih ke bawah
dengan bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Ikan lele
juga memiliki 2 buah sirip yang berpasangan, yaitu sirip perut dan sirip dada.
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah di
budidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia (Santoso, 2019).

Ikan lele memiliki patil yang tajam dan giginya tumpul. Sungut ikan lele
relatif panjang dan kuat. Kulit dadanya terletak bercak-bercak kelabu seperti
jamur kulit pada manusia. Kepala dan punggungnya berwarna gelap kehitam-
hitaman atau kecoklat-coklatan. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan
yang disebut aborescent organ yang terletak di bagian kepala. Alat
pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon
rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung
moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu I pasang sungut hidung.
I pasang sungut maksila (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut
mandibula. Insangnya berukuran keci dan terletak pada kepala belakang.

Semua jenis ikan lele berkembang dengan bertelur (ovipar), dengan


pembuahan telur terjadi di luar tubuh. Ikan lele memiliki sepasang gonad
yang terletak di sekitar usus dan relatif pendek dibandingkan dengan ukuran
badannya. Ikan lele memiliki lambung yang relatif besar dan panjang. Pada
lele jantan alat kelaminnya tampak jelas dan meruncing atau memanjang ke
arah belakang. Pada lele betina alat kelaminnya berbentuk oval, agak besar
yang digunakan sebagai jalan keluarnya telur. Alat kelamin pada lele
mempunyai sistem urogenithal karena alat kelamin ini juga berfungsi sebagai
alat pembuangan air seni. Pada lele jantan maupun betina, pada lubang
urogenithal terdapat pada suatu papilla (tonjolan) yang ada tepat di belakang
dubur. Ikan lele memiliki sepasang hati dan gelembung renang (Suryani,
2017).

Deterjen merupakan bahan pembersih yang semakin meningkat


penggunaannya di masyarakat luas. Penggunaan deterjen yang semakin
meningkat ini, berdampak pada naiknya tingkat pencemaran lingkungan
perairan di sekitar pemukiman penduduk. Pencemaran deterjen biasanya
berasal dari hotel, rumah sakit, pencucian mobil dan kegiatan domestik.
Usaha laundry membuang sebagian besar limbahnya secara langsung ke
saluran drainase atau sepanjang sungai yang ada, tanpa melakukan
pengolahan limbah yang dihasilkan sehingga dapat menimbulkan dampak
pada badan air penerima, khusunya ikan yang hidup pada badan air tersebut
yang menjadi tempat pembuangan deterjen (Mugirosani, 2016).
Detergen merupakan garam natrium dari asam sulfonat. Di dalam
Surfaktan terdapat zat ABS, suatu zat yang sukar dirusak oleh
mikroorganisme sehingga dapat mencemari lingkungan. Jika lingkungan
perairan tercemar oleh limbah deterjen maka akan mengancam dan
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota
tersebut. Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Dibanding dengan sabun,detergent mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air. (Megawati dkk.. 2018).bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding
dengan sabun,detergent mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya
cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. (Megawati
dkk., 2018).
Pengaruh deterjen atau bahan kimia lainnya terhadap lingkungan
diketahui dengan melakukan uji biologis, misalnya terhadap ikan dengan
melihat mekanisme fisiologis dari sistem hidup, yang perlu dipertimbangkan
sebagai faktor yang terpengaruhi. Histologi pun menjadi pertimbangan dari
efek ABS karena ada pendugaan gangguan jaringan yang terjadi pada setiap
ikan yang terkena efek deterjen (Hardini dkk., 2020).
BAB III

3.1 Waktu dan Tempat


a) Waktu: 11-13 November 2022, dan 8-12 Desember 2022
b) Tempat : Lab. Ekologi, Universitas Islam Malang

3.2 Alat dan Bahan


a) Alat : Ember, jirigen, akuarium
b) Bahan : Ikan lele, air, detergen

3.3 Metode Praktikum

 Menyiapkan ikan lele dan 12 buah akuarium


 Membuat larutan induk 1000 ppm
 Menentukan variabel kontrol berupa 1 ppm yaitu 8 mg/ L detergen, 10
ppm yaitu 80 mg/L, dan 100 ppm yaitu 800 mg/L detergen.
 Memasukkan detergen sebanyak konsentrasi yang diinginkan pada 8 L air
 Memasukkan 10 ekor ikan lele pada setiap akuarium
 Mengamati dan mencatat hasil pada tabel kematian ikan setiap 24 jam
selama 72 jam.
 Melakukan analisis data pada uji pendahuluan, uji definitif, dan analisis
probit
BAB IV

4.1 Hasil dan Pembahasan

a) Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk dapat memprediksi konsentrasi toksikan


uji yang akan digunakan dalam uji definitif. Ikan uji dimasukkan ke dalam
masing-masing akuarium yang mengandung larutan deterjen dengan
konsentrasi toksikan (konsentasi deterjen yang berbeda-beda) yaitu : 0 ppm, 1
ppm, 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm. Masing–masing konsentrasi terdiri
dari tiga ulangan.

Perhitungan larutan uji :


Larutan induk: 1000 ppm
1000 ppm  1000 mg/L
Yang digunakan 8 L= 8000 mg/8 L
 Detergen = 8 gram
 Aquadest = 8 L

 1 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
1000 ppm x V1 = 1 ppm x 8 L
V1 =
V1 = 0,008 L
V1 = 8 mL x 3 = 24

 10 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
1000 ppm x V1 = 10 ppm x 8 L
V1 =
V1 = 0,08 L
V1 = 80 mL x 3 = 240

 100 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 8 L
V1 =
V1 = 0,8 L
V1 = 800 mL x 3 = 2400
Tabel 1. Kematian Ikan Lele (Clarias sp.) Pada Uji Pendahuluan
Kematian Ikan
∑ Ikan Pada Jam Ke- ∑ Ikan % Ikan
Perlakuan Ulangan
Uji Mati Mati
24 48
1 10 0 0 0 0
P0 2 10 0 0 0 0
3 10 0 0 0 0
Jumlah 30 0 0 0 0
Rata-rata 10 0 0 0 0
1 10 0 0 0 0
P1 2 10 0 0 0 0
3 10 0 0 0 0
Jumlah 30 0 0 0 0
Rata-rata 10 0 0 0 0
1 10 0 0 0 0
P2 2 10 1 2 3 30
3 10 0 1 1 10
Jumlah 30 1 3 4 13
Rata-rata 10 0,3 1 1,3 13
1 10 10 0 10 100
P3 2 10 10 0 10 100
3 10 10 0 10 100
Jumlah 30 30 0 30 100
Rata-rata 10 10 0 10 100

b) Uji Definitif
1. Sabtu, 12 November 2022
Tabel kematian 24 jam
kematian ikan pd ɛ ikan ɛ ikan % ikan
perlakuan mati mati
1 2 3 uji
po 0 0 0 30 0 0%
p1 0 0 0 30 0 0%
p2 9 9 6 30 24 80%
p3 10 10 10 30 30 100%

2. Minggu, 13 November 2022


Tabel kematian 48 jam
kematian ikan pd ɛ ikan ɛ ikan % ikan
perlakuan mati mati
1 2 3 uji
po 0 0 0 30 0 0%
p1 1 0 2 30 3 10%
p2 10 10 8 30 28 93%
p3 10 10 10 30 30 100%

3. Senin, 14 November 2022


Tabel kematian 72 jam
kematian ikan pd ɛ ikan ɛ ikan % ikan
perlakuan mati mati
1 2 3 uji
po 4 2 3 30 9 30%
p1 4 1 3 30 8 26%
p2 10 10 9 30 29 96%
p3 10 10 10 30 30 100%

Tabel kematian 96 jam


kematian ikan pd ɛ ikan ɛ ikan % ikan
perlakuan mati mati
1 2 3 uji
po 4 3 7 30 23 76%
p1 8 8 8 30 22 73%
p2 10 10 10 30 30 100%
p3 10 10 10 30 30 100%

c. Analisis Probit
LC-50 24 Jam
x y

Konsentrasi Log ∑ Ikan % Ikan
Perlakuan Probit Ikan
(ppm) (ppm) Uji Mati
Mati
P0 0 0 0 30 0 0
P1 5 0,7 0 30 0 0
P2 22 1,3 5,84 30 24 80
P3 100 2,0 7,73 30 30 100

Persamaan :

y = ax + b
5 = 4,3441x -0,9965
x = (5+0,9965)/4,3441
x = 5,9956/4,3441
1,38
Jadi nilai LC-50 24 Jam adalah antilog (x)
Probit
8
y = 4,3441x - 0,9965
6
R² = 0,8711
4
Probit
2

0
0 0,5 1 1,5 2
-2
Log (ppm)

x y
%
Konsentrasi Log ∑ Ikan ∑ Ikan
Perlakuan Probit Ikan
(ppm) (ppm) Uji Mati
Mati
P0 0 0 0 30 0 0
P1 5 0,7 3,72 30 3 10
P2 22 1,3 6,48 30 28 93
P3 100 2 7,73 30 30 100

Persamaan :

y = ax + b
5 = 4,286x+0
x = (5-
0)/4,286
x=5/4,286
1,16
Jadi nilai LC-50 24 Jam adalah antilog (x)

Probit
8
7 y = 3,9257x + 0,5568
R² = 0,9541
6
5
Probit

4
3
2
1
0
0 0,5 1 1,5 2
Log (ppm)
LC-50 72 Jam
x y
Konsentrasi Log ∑ Ikan ∑ Ikan % Ikan
Perlakuan Probit
(ppm) (ppm) Uji Mati Mati
P0 0 0 4,48 30 9 30
P1 5 0,7 4,39 30 8 27
P2 22 1,3 6,88 30 29 97
P3 100 2 7,73 30 30 100

Persamaan :

y = ax + b
5 = 4,4461x+0
x = (5-0)/4,4461
x=
5/4,4461
1,12
Jadi nilai LC-50 24 Jam adalah antilog (x)

Probit
8
y = 1,8335x + 4,0365
7 R² = 0,8519

6
Probit

3
0 0,5 1 1,5 2
Log (ppm)

b. Pembahasan

Pada tabel 1, yaitu data kematian pada uji pendahuluan terlihat bahwa tidak
terjadi kematian ikan pada perlakuan penambahan detergen 0 ppm dan 8 ppm,
baik pada 24 hingga 48 jam setelah pemaparan larutan. Hal ini terjadi karena
konsentrasi tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan lele. Adapun pada
penambahan 80 ppm detergen terlihat bahwa terjadi kematian ikan pada
pemaparan ke-48 jam. Jumlah ikan yang mati berjumlah 1, namun kondisi ikan
yang lain tergolong pasif. Pada penambahan detergen 800 ppm, terjadi kematian
pada semua ikan. Hal ini dikarenakan kandungan detergen melebihi nilai ambang
batas dan mengurangi jumlah oksigen terlarut, sehingga kondisi ini menyebabkan
kematian pada ikan.

Pada tabel uji definitif, pada pemaparan 24 jam terlihat bahwa ikan
mengalami kematian pada penambahan 80 ppm detergen. Jumlah ikan yang mati
sebanyak 24 ekor dan mencapai 80%. Adapun pada penambahan 800 ppm
detergen menyebabkan seluruh ikan mati. Persentase kematian sebesar 100%.
Pada pemaparan 48 jam terlihat bahwa terdapat ikan yang mengalami kematian
pada penambahan 8 ppm detergen, jumlah ikan yang mati sebanyak 3 ekor. Pada
80 ppm sebanyak 28 ikan mengalami kematian, dan pada 800 ppm seluruh ikan
mengalami kematian.

Selanjutnya pada pemaparan 72 jam terlihat jumlah ikan yang mengalami


kematian pada 0 ppm sebanyak 9 ekor. Pada 8 ppm sebanyak 8 ekor, pada 80 ppm
sebanyak 29 ekor, dan pada 800 ppm seluruh ikan mati. Dan pada pemaparan 96
jam terlihat pada 0 ppm terdapat 23 ekor ikan yang mati, pada 8 ppm terdapat 22
ekor yang mati, dan pada 80 serta 800 ppm seluruh ikan mengalami kematian.

Hasil pengamatan mortalitas ikan lele yang telah terpapar detergen dengan
konsentrasi yang berbeda menunjukkan bahwa larutan detergen yang dimasukkan
ke dalam akuarium memberikan pengaruh negatif terhadap biota uji. Senyawa ini
memiliki kemampuan untuk menghasilkan buih. Senyawa ini sulit terurai secara
alami dalam air, sehingga dapat mencemari perairan. Salah satu dampak yang
terjadi adalah timbulnya buih di permukaan sehingga dapat menganggu pelarutan
oksigen, sehingga biota dapat mengalami kekurangan oksigen sehingga proses
respirasi terganggu dan menyebabkan kematian pada ikan.

Adapun pada analisis probit, Nilai LC-50 >> menunjukan apabila suatu
bahan masuk ke dalam perairan dengan konsentrasi 24 ppm selama paparan 24
jam akan dapat menyebabkan kematian 50 % populasi ikan lele, dimana populasi
itu paling tidak berjumlah 30 ekor individu. Berdasarkan nilai LC-50 24 jam,
maka racun deterjen termasuk dalam kategori racun sedang.

Berdasarkan grafik analisis probit mortalitas ikan lele 24 jam


menunjukkan nilai koefisien determinasi R² = 0,8711 sehingga didapatkan nilai
koefisien korelasinya adalah r = 0,933 dimana nilai ini mendekati nilai 1, yang
berarti bahwa hubungan antara konsentrasi detergen yang di gunakan berbanding
lurus dengan tingkat kematian ikan uji. Semakin tinggi konsentrasi detergen yang
masuk ke perairan, maka akan meningkatkan jumlah kematian ikan yang terdapat
di dalam perairan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Adha, G. N., M. H. Firmadi., M. R. Rezki., D. P. Sari., A. Wibawati. 2016.


UjiToksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Nila(
Oreochromis niloticus) pada Sungai Kemuning Banjarbaru Tahun
2016.Kementrian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi.
Universitas LambungMangkurat. Fakultas Teknik. Program Studi
S- 1 Teknik Lingkungan,Banjarbaru.

Wulandari, W., Sukiya, dan Suhandoyo. 2019. Efek Insektisida Decis terhadap
Mortalitas dan Struktur Histologis Insang Ikan Nila Merah "Lokal
Cangkringan". Jurnal Sain Veteriner. Vol 31(2): 1-15. ISSN: 0126-
0421.

Megawati, I. A., A. Zulfikar dan W. R. Melani. 2018. Uji Toksisitas Deterjen


terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Pekanbaru.

Nugroho, A. P. 2016. Ekotoksikologi. Bahan Ajar. Fakultas Biologi. Universitas


Gadjah Mada. Yogyakarta.

Mulyani. F.. Widyaningrum dan Utami. 2017. Uji Toksisitas Dan Perubahan
Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Nila Larasati (Oreochromis
Nilloticus) Yang Dipapar Timbal Asetat. Jurnal MIPA. 37 (1): 1-6.

Santoso, B. 2019. Lele Dumbo dan Lokal. Yogyakarta: Kanisius.

Suryani, A. dan Aunurohim. 2017. Paparan Sublethal Insektisida Diazinon 600 EC


Terhadap Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus).
Jurnal Sains dan Semi Pomits, 2 (2): 191-196.

Mugirosani. T. 2016. Uji toksisitas Air Limbah Laundry dengan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus), Universitas Pembangunan nasional
Veteran. Jawa Timur.

Hardini, D. C., Y. Dhahiyat dan E. Afrianto. 2020. Pengaruh Konsentrasi


Pemaparan Surfaktan Alkyl Benzene Sulfonate terhadap Toksistan
dan Kerusakan Jaringan Ikan Nila. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
Vol 3 (1): 59-63. ISSN: 2088-3137.

Anda mungkin juga menyukai