Anda di halaman 1dari 68

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KONSERVASI HARIMAU SUMATERA


(Panthera tigris sumatrae) DI KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HANA SYEUFIRA MAHDIYAH


171201091

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
KONSERVASI HARIMAU SUMATERA
(Panthera tigris sumatrae) DI KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HANA SYEUFIRA MAHDIYAH


171201091

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONSERVASI
HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI
KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HANA SYEUFIRA MAHDIYAH


171201091

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Harimau


Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten
Langkat Sumatera Utara

Nama : Hana Syeufira Mahdiyah


Nim : 171201091
Peminatan : Konservasi Sumberdaya Hutan
Program Studi : Kehutanan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut,. M.Sc,.


Ketua

Mengetahui,

Dr. Ir. Tito Sucipto, S.Hut., M.Si., IPU


Ketua Program Studi Kehutanan

Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S. Hut., M. Si.


Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan

Tanggal yudisium : 16 November 2021

i
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hana Syeufira Mahdiyah


NIM : 171201091
Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan


yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain
dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas
sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Desember 2021

Hana Syeufira Mahdiyah


NIM 171201091

ii
ABSTRACT

HANA SYEUFIRA MAHDIYAH. Community perception of Sumatran tiger


(Panthera tigris sumatrae) conservation in the conflict area of Langkat district,
North Sumatra. Supervised by PINDI PATANA.

Human tiger conflict (HTC) in Langkat Regency occurred frequently in the


last three years. It’s supposed due to habitat disturbance and conversion of forest
into agricultural land and community sttlements. One of HTC is the predation of
cattles surrounding Gunung Leuser National Park. This study aims to determine
the perception of the people in Langkat Regency in term of sumatran tiger
conservation and its determing factors. This study used a purposive sampling
method to know information related to conflict, victims, and the people who
interact at site. This research resulted thr occurance of conflict affected people’s
perception of sumatran tiger conservation. Public perception of sumatran tiger
conservation stated 62.18% of community declared beneficial of sumatran tiger.
Therefore people think that sumatran tigers need to be preserved. Factors affected
the level of usefulness of sumatran tiger around the forest is the level of
education. The correlation between education, utilization, and preservation
obtained a significance value of 0.000 which simultaneously affected each other.
Keywords: Community Perception, Conflict, Sumatran Tiger

iii
ABSTRAK

HANA SYEUFIRA MAHDIYAH. Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi


Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Wilayah Konflik Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara, di bimbing oleh PINDI PATANA.

Konflik harimau di Kabupaten Langkat marak terjadi dewasa ini,


dikarenakan rusaknya habitat akibat pembukaan lahan demi meningkatkan taraf
kehidupan manusia. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman
masyarakat membuat turunnya angka populasi harimau sumatera secara drastis
sehingga untuk bertahan hidup, harimau sumatera turun kepemukiman warga dan
memangsa ternak untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat di Kabupaten Langkat terhadap
konservasi harimau sumatera dan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Purposive
sampling dimana metode tersebut menetapkan kriteria jenis responden yaitu,
mengetahui informasi terkait konflik, korban konflik, dan masyarakat yang
berinteraksi di lokasi kejadian. Adanya konflik berpengaruh terhadap persepsi
masyarakat tentang konservasi harimau sumatera. Persepsi masyarakat terhadap
konservasi harimau sumatera di Kabupaten Langkat tergolong dalam kategori
sedang yaitu dengan persentasi sebesar 62,18% yang mana menurut masyarakat
harimau sumatera memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia, sehingga
masyarakat bependapat bahwa harimau sumatera perlu dilestarikan. Faktor yang
mempengaruhi tingkat kebermanfaatan harimau sumatera di sekitar hutan yaitu
tingkat pendidikan responden. Hasil korelasi antara pendidikan, kebermanfaatan,
dan pelestarian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 yang secara simultan
saling mempengaruhi variabel tersebut.

Kata Kunci: Harimau Sumatera, Konflik, Persepsi Masyarakat

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26


April 1999, anak pertama dari 4 bersaudara dari Ayah
bernama Taufik Hidayat dan Ibu bernama Dessy
Mardiati. Adapun pendidikan formal yang pernah
ditempuh, pada tahun 2005 penulis memasuki
pendidikan tingkat dasar di SD Islam Terpadu Insan
Mandiri Jakarta dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun
2011 penulis memasuki pendidikan tingkat lanjut di SMP Islam Terpadu
Rahmaniyah dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis memasuki
pendidikan tingkat atas di SMA Pesantren Modern At- Taqwa dan lulus pada
tahun 2017 dan pada tahun yang sama penulis lulus di Program Studi Kehutanan,
Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
pada tahun 2019 di Mangrove Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang
Bedagai dan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Buluh,
Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Kegiatan
tersebut dilaksanakan selama 10 hari pada tanggal 12 Juli sampai dengan 22 Juli
2019. Kemudian pada tahun 2020, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di Taman Margasatwa Ragunan pada tanggal 6 Juli sampai dengan 6
Agustus 2020.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota dan menjadi
pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Kerajinan Musholla (BKM) Baytul
Asyjaar pada tahun 2018-2019, dan pengurus Keluarga Mahasiswa
JABODETABEK pada tahun 2018-2019.
Penulis beberapa kali mengikuti perlombaan tingkat regional dengan hasil
juara harapan pada lomba fotografi dalam acara Dies Natalis Kehutanan tahun
2019, mengikuti lomba Mushabaqah Tilawatil Quran tahun 2017, dan
memperoleh penghargaan mahasiswa berprestasi departemen Konservasi Sumber
Daya Hutan tahun 2019.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat
dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) di Wilayah Konflik Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara”. Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program
Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam
menulis dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Muhdi, S. Hut., M. Si., IPU sebagai penguji I, Bapak Afifuddin
Dalimunthe, SP., MP sebagai penguji II, Ibu Harisyah Manurung, S. Hut.,
M. Si sebagai dosen penguji III.
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Kehutanan, Bapak Dr. Ir. Tito Sucipto,
S.Hut., M.Si IPU dan Ibu Dr. Arida Susilowati , S.Hut, M.Si dan seluruh Staf
Pengajar dan Pegawai di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan.
4. Abi Taufik Hidayat, Umi Dessy Mardiati, Kakek, Tante Syiefa, Bundi Rita
Tuhali, Bunda Elly Zuraida, Wak Yanti, dan seluruh keluarga saya yang selalu
memberikan kontribusi terbaik dalam memberikan semangat, dan dukungan
serta do’a yang tidak pernah lupa kepada penulis selama mengikuti pendidikan
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Terima kasih kepada sahabat seperjuangan Rojula, Yusron Wahyudi, Rifai,
Fanni Adwita Tambunan, Masitoh Darwina Siregar, Nadya Hana Ningrum,
Nisa Inayah Amalasari, Kasidah Nur Pulungan, Dinda Amelia Ernala Tarigan,
M. Khoiri Habibullah, Sundari Marsudi, Satria Mukti, Ramadhani Syafitri,
Yohan Marthin Marbun, Kak Yulia Siti Maisaroh, S. Hut, Abangda Riyan
Hari Ashari, S. Hut, Abangda Ulil Amri Daulay, S. Hut, keluarga HUT D
2017, teman-teman angkatan 2017 Program Studi Kehutanan Fakultas
Kehutanan serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan semua bentuk
bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Medan, Desember 2021

Hana Syeufira Mahdiyah

vi
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN. ................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINALITAS. ...................................................................... ii
ABSTRACT. ........................................................................................................... iii
ABSTRAK. ........................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP. .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR……….. ............................................................................ ix
DAFTAR TABEL. .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN. ...................................................................................... xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum .................................................................................................... 4
Harimau Sumatera .............................................................................................. 4
Konflik Satwa Liar. ............................................................................................. 6
Persepsi Masyarakat ............................................................................................ 7
Kesadaran masyarakat terhadap harimau sumatera ............................................ 8
Kepunahan harimau sumatera ............................................................................. 9

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 11
Alat dan Bahan Penelitian .................................................................................. 11
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 11
Persiapan ..................................................................................................... 11
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data ............................................................................................... 14
Analisis Deskriptif . ........................................................................... 14
Analisis Regresi Binary Logistic. ...................................................... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Masyarakat Kabupaten Langkat. .................................................. 16
Pengetahuan Masyarakat tentang harimau sumatera serta Kerugian yang
ditimbulkan akibat Konflik. ............................................................................... 19
Hubungan Persepsi Masyarakat dengan Pelestarian harimau sumatera. ........... 25
Persepsi Masyarakat terhadap harimau sumatera. ............................................. 29

vii
Peraturan Desa dan Perhutanan Sosial. .............................................................. 35
Mitigasi Konflik. ................................................................................................ 37
KESIMPULAN DAN SARAN. ......................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA . ...................................................................................... 42
LAMPIRAN. ...................................................................................................... 46

viii
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Jumlah Responden. ........................................................................................... 13


2. Tingkat Persepsi. ............................................................................................... 15
3. Karakteristik Sosial Masyarakat Kabupaten Langkat . ..................................... 16
4. Karakteristik Ekonomi Masyarakat Kabupaten Langkat. ................................ 17
5. Keberadaan Manfaat harimau sumatera. ........................................................... 19
6. Persepsi Masyarakat terhadap Pelestarian harimau sumatera. .......................... 21
7. Penyebab harimau sumatera masuk ke Desa. ................................................... 22
8. Kerugian yang dirasakan Masyarkat terhadap Kehadiran harimau. ................. 24
9. Pengaruh Pendidikan dan Persepsi Manfaat dengan Pelestarian. ..................... 26
10. Model Summary. ............................................................................................. 26
11. Hoshmer and Lemeshow Test.......................................................................... 27
12. Variables in the equation. ............................................................................... 27
13. Variables not in the equation. ......................................................................... 28
14. Persepsi Masyarakat terkait Kepunahan harimau sumatera. ........................... 29
15. Persepsi Masyarakat terkait Pemeliharan Ternak. .......................................... 31
16. Persepsi Masyarakat terkait Zona Larangan Ternak. ...................................... 31
17. Persepsi Masyarakat terkait Dukungan Pelestarian harimau. ......................... 32
18. Persepsi Masyarakat tentang Kepunahan harimau yang disebabkan oleh
Manusia. ......................................................................................................... 33
19. Persepsi Masyarakat terkait Hidup Berdampingan dengan harimau. ............. 33
20. Persepsi Masyarakat terkait Kurangnya Pendalaman Spiritual sebagai
Penyebab Timbulnya Konflik. ....................................................................... 34
21. Peraturan Desa. ............................................................................................... 35
22. Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan. ............................................................ 36
23. Perhutanan Sosial. ........................................................................................... 37
24. Pihak Lembaga yang Pernah Memberikan Sosialisasi/Penyuluhan ............... 38
25. Melapor Keberadaan harimau sumatera pasca Konflik. ................................. 39

ix
x

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian. ...................................................................................... 11


2. Frekuensi Kasus Konflik Harimau. ................................................................... 25

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Dokumentasi Wawancara dan Pengisian Kuisioner kepada Masyarakat ......... 46


2. Persepsi Manfaat Harimau bagi Masyarakat berdasarkan Desa. ...................... 47
3. Nilai Tingkat Persepsi. ...................................................................................... 47
4. Kuisioner Masyarakat ....................................................................................... 48

xi
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di dunia ini ada 8 subspesies harimau, 3 diantaranya terdapat di
Indonesia, yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica), harimau sumatera
(Panthera tigris sumatrae) serta harimau bali (Panthera tigris balica). Tetapi, 2
diantaranya telah dinyatakan punah yaitu harimau jawa serta harimau bali, karena
penyusutan dan fragmentasi habitat secara drastis. Namun, penurunan populasi
mangsa yang telah kritis dan pembunuhan harimau secara langsung mungkin
menjadi penyebab akhir kepunahannya. Saat ini, hanya tersisa subspesies harimau
sumatera dengan jumlahnya di pulau Sumatera cuma tinggal 450-600 ekor saja.
Penyusutan populasi tersebut disebabkan oleh perburuan liar, kehancuran habitat
yang disengaja (pembukaan hutan serta perladangan berpindah) ataupun musibah
alam (kebakaran hutan) serta pengurangan luas habitatnya. (Fitrah et al, 2017).
Konflik antara manusia dengan satwa liar cenderung meningkat akhir-
akhir ini. Apapun yang terjadi dan jenis satwa liar apapun yang terlibat, konflik
manusia dan satwa liar merupakan permasalahan kompleks karena bukan hanya
berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga satwa itu sendiri. Rusaknya
habitat alami satwa liar sering juga disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menjadikan hutan sebagai lahan pertanian untuk kepentingan ekonomi.
Pembukaan lahan hutan untuk kepentingan pembangunan demi peningkatan taraf
kehidupan manusia telah menyebabkan populasi satwa liar yang semula berada di
habitatnya atau hutan menjadi terpisah-pisah untuk mencari dan menempati
habitat yang tersisa. Habitat yang tersisa ini biasanya berupa hutan dengan luasan
yang relatif kecil dengan kondisi pakan yang tidak mendukung. Semakin tinggi
aktifitas manusia di sekitar kawasan hutan maka semakin meningkatnya laju
kerusakan hutan yang menyebabkan habitat satwa liar menjadi sempit dan
memaksa satwa liar untuk mencari ruang gerak baru sehingga sampai
kepemukiman penduduk dan mengakibatkan konflik antara masyarakat dan satwa
liar (Harahap et. al, 2013).
Angka laju pengurangan hutan yang cukup besar, selain berdampak
merugikan dalam banyak hal juga merupakan sesuatu yang sangat merugikan bagi
2

keberadaan satwa liar di Indonesia. Bukan tidak mungkin dengan terus


berlangsungnya kerusakan hutan lama kelamaan jumlah satwa liar yang
mengalami kepunahan akan semakin bertambah. Untuk itulah, maka diperlukan
adanya perhatian dan kepedulian dari semua pihak agar hal tersebut tidak terjadi
di negeri tercinta ini. Kepedulian terhadap satwa liar ini harus ditanamkan sejak
dini, agar dalam setiap gerak kehidupan sesuai dengan perkembangan usia
manusia, mereka selalu menaruh perhatian terhadap satwa liar dalam bentuk
tindakan kongkrit, yang dapat ikut mencegah kepunahan satwa liar (Irianto, 2014).
Kondisi harimau sumatera saat ini semakin terancam, antara lain dengan
menyempitnya areal hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan,
pemukiman, pertanian, dan industri sehingga semakin mempersempit habitat yang
dapat berdampak pada penurunan populasi. Harimau sumatera dalam upaya
konservasinya membutuhkan habitat yang memadai. Kehidupan harimau yang
sendiri (soliter), pemburu dan penjelajah membutuhkan areal cukup luas untuk
tetap melangsungkan kehidupannya. Sebagai karnivora sejati, harimau secara
keseluruhan menggantungkan hidupnya pada keberadaan satwa mangsa sebagai
sumber pakannya (Sriyanto, 2003).
Sumber daya di alam tidak dapat dilestarikan dan dikelola dengan baik
tanpa terlebih dahulu mengetahui persepsi dan sikap masyarakat terhadap
lingkungan (Lee dan Zhang, 2008). Dengan mengetahui persepsi dan sikap
masyarakat terhadap sumber daya alam maka akan lebih mudah untuk merancang
strategi konservasi dan manajemen yang efektif untuk menjaga agar sumber daya
alam tetap lestari dan dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat.
Setiap orang akan memberikan persepsi dan peran yang berbeda terhadap satu
situasi yang sama karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi
tersebut (Dolisca, et al 2007). Persepsi masyarakat terhadap keberadaan harimau
turut juga mempengaruhi peran serta dan dukungan masyarakat terhadap
keberhasilan upaya konservasi masyarakat dalam mendukung upaya konservasi
harimau.
Konflik antara manusia dan satwa akan merugikan kedua pihak, manusia
rugi karena kehilangan satwa sedangkan satwa rugi karena akan menjadi sasaran
balas dendam manusia. Alasan mengapa dilakukan penelitian di Langkat adalah
3

karena banyak terjadi konflik di Kabupaten Langkat. Dalam satu tahun, terdapat
18 kasus interaksi harimau sumatera yang tersebar di Kabupaten Langkat,
diantarannya 2 di Bahorok, 9 di Batang Serangan, dan 6 di Besitang (WCS, 2020).
Persepsi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan harimau dapat
mempengaruhi respon mereka ketika terjadi konflik. Penelitian ini juga
difokuskan pada analisis sosial konflik manusia dengan harimau agar dapat
memberikan gambaran tentang apakah sebenarnya pelestarian harimau sumatera
ini dibutuhkan atau tidak.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap konservasi harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae) dari ancaman kepunahan.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kebermanfaatan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bagi
masyarakat sekitar hutan.

Manfaat Penelitan
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai
salah satu media informasi menarik untuk mengukur tingkat kesadaran terhadap
para stakeholder dan hasil outputnya sebagai bahan evaluasi untuk menilai
pengetahuan masyarakat dalam melakukan mitigasi konflik antara manusia
dengan harimau dan meningkatkan pelestarian populasi harimau sumatera.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum
Lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Langkat yang berbatasan
dengan Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, Wilayah Kerja Seksi
Konservasi Wilayah II Stabat. Lokasi penelitian ini merupakan lokasi di Hutan
Produksi Terbatas yang berpotensi sering terjadi konflik manusia dengan satwa
liar sehingga sangat memungkinkan satwa liar memasuki pemukiman,
perkebunan, dan perladangan masyarakat (BPS Kabupaten Langkat, 2018).
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan
berdasarkan pengumuman Menteri pertanian No 811/kpts/UM/1980 tanggal 6
Maret 1980 seluas 792.675 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 276/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tentang Penunjukan Taman
Nasional Gunung Leuser luas kawasan TNGL bertambah menjadi
1.094.692 Ha (TNGL, 2020).
Daerah Kabupaten langkat dibedakan atas 3 bagian, bagian tersebut antara
lain : pesisir pantai dengan ketinggian 0-4 meter di atas permukaan laut, dataran
dengan ketinggian 0-30 meter di atas permukaan laut, dataran tinggi dengan
ketinggian 30-1200 meter di atas permukaan laut. Kabupaten langkat termasuk
daerah yang beriklim tropis, sehingga daerah ini memiliki 2 musim yaitu musim
kemarau yang terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus dan musim
hujan yang terjadi pada bulan September sampai dengan Januari.
Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit
banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya
musim (BPS Kabupaten Langkat, 2018).

Harimau Sumatera
Sebagai hewan pemangsa utama (top predator), harimau memerlukan
wilayah habitat yang luas supaya dapat hidup dan berkembang biak. Oleh karena
itu, kepadatan hewan mangsa sebagai sumber pakan merupakan faktor yang
sangat penting dalam mendukung keberlanjutan populasi harimau. Ketersediaan
hewan mangsa ini juga memainkan peran penting dalam menentukan daerah
5

jelajah individu harimau. Daerah jelajah harimau sumatera jantan telah diketahui
sekitar 110 km2 dan betinanya mempunyai kisaran daerah jelajah antara 50-70
km2. Alih fungsi kawasan hutan secara besar-besaran menyebabkan hilangnya
habitat hutan atau terpotongnya blok kawasan hutan yang luas menjadi bagian-
bagian kecil yang terpisah-pisah. Kompetisi ruang dan sumber pakan antara
manusia dan harimau telah mendorong masyarakat untuk memusuhi dan
membunuh satwa ini. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah
diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau
secara dramatis di Asia (Ahearns et al., 2001).
Sedikitnya jumlah populasi harimau sumatera tersebut disebabkan oleh
berkurangnya hewan mangsa. Hal ini dapat berdampak pada kelangsungan hidup
harimau sumatera. Ketika sumber makanan dan tempat berlindung sudah mulai
terbatas, maka harimau sumatera akan mencari lokasi alternatif untuk berburu
mangsa. Lokasi yang ideal adalah dengan mendatangi permukiman masyarakat.
Kehadiran harimau sumatera ini akan menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Seringnya konflik terjadi antara manusia dan harimau sumatera, memicu sikap
masyarakat yang negatif terhadap harimau sumatera. Sikap negatif terhadap
harimau sumatera juga dapat ditimbulkan karena rendahnya pengetahuan.
Pengetahuan tentang konservasi harimau sumatera diperlukan dalam menciptakan
sikap positif terhadap konservasi harimau sumatera (Suryanda et al, 2017).
Harimau sumatera secara langsung telah membantu kelestarian hidup
manusia, namun seringkali manusia tidak sadar dengan hal tersebut, sehingga
eksploitasi pada harimau sumatera terus berlangsung, padahal kepunahan pada
harimau sumatera akan mendorong pada kepunahan spesies lainnya dan akhirnya
akan mempercepat kepunahan manusia sendiri (Firdausi dan Emmy, 2017).
Harimau sumatera telah mendapatkan tekanan yang sangat tinggi sebagai
akibat dari berkurangnya habitat serta tingginya tingkat perburuan untuk
perdagangan. Konflik antara harimau dengan penduduk seperti serangan harimau
terhadap hewan ternak maupun serangan terhadap penduduk yang cukup banyak
terjadi, menyebabkan harimau sering dianggap sebagai salah satu musuh utama
penduduk setempat. Hewan ini mempunyai berat badan mencapai 140 kg untuk
yang jantan dan 90 kg pada hewan betina. Keadaan populasi di alam bebas saat ini
6

dalam catatan IUCN Red List disebutkan diperkirakan antara 400-600 ekor,
dengan satu kelompok tidak ada yang lebih dari 50 ekor dewasa. Status populasi
harimau sumatera ini berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan
(critically endangered). Taman Nasional Gunung Leuser merupakan kawasan
yang diduga terdapat keberadaan harimau sumatera paling banyak yaitu dengan
jumlah 110 – 180 ekor (IUCN, 2003).

Konflik Satwa Liar


Meningkatnya jumlah populasi manusia berdampak pada meluasnya
pembangunan di berbagai sektor diantaranya pembukaan kawasan hutan untuk
perkebunan dan pertambangan, menyebabkan konflik antara manusia dan satwa
liar menjadi sering terjadi. Konflik antara manusia dan satwa liar terjadi akibat
sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia
dan satwa liar. Satwa liar adalah semua binatang yang masih mempunyai sifat-
sifat liar yang hidup di darat dan atau di air atau di udara, baik yang hidup bebas
maupun yang dipelihara oleh manusia (Departemen Kehutanan, 2008).
Menurut peraturan yang tertera pada P.48/MENHUT-II/2008, tingkat resiko
konflik dibedakan atas pertimbangan ancaman terhadap keselamatan manusia, dan
respon yang harus dilakukan. Adapun tingkat resiko tersebut adalah:
1. Resiko rendah adalah kejadian konflik yang tidak mempunyai potensi
terhadap keselamatan manusia maupun harimau, tetapi dapat
menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan. Tindakan langsung di
lapangan tidak terlalu mendesak untuk dilakukan.
2. Resiko sedang adalah kejadian konflik yang mempunyai potensi
mengancam keselamatan manusia dan harimau apabila tidak dilakukan
langkah-langkah penanganan. Pada tahap ini perlu dilakukan pengiriman
tim penanggulangan konflik ke lokasi.
3. Resiko tinggi adalah kejadian konflik yang mempunyai potensi sangat
mengancam keselamatan manusia apabila tidak dilakukan langkah-
langkah penanganan. Mengingat potensi dan resikonya, SATGAS konflik
harimau segera diturunkan tim ke penanggulangan konflik ke lokasi.
7

Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan proses dalam memahami lingkungan yang melibatkan
pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman
psikologis (Silalahi, 2010). Setiap orang mempunyai persepsinya sendiri terhadap
lingkungannya yang menjadi aspek penting karena akan berlanjut menjadi respon
yang menentukan tindakan individu tersebut. Persepsi masyarakat sangat erat
hubungannya dengan pengetahuan yang dimiliki tiap individu. Menurut Asmara
dan Suhirman (2012), pengetahuan ialah konsepsi dasar serta modal untuk
pertumbuhan perilaku.
Sudrajat (2003) melaporkan, persepsi merupakan produk atau hasil proses
psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong
tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon atau melakukan atau tidak
melakukan sesuatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau
penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Persepsi adalah pengalaman
tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan (Sunaryo, 2002).
Persepsi dapat terjalin apabila terdapat komunikasi, sedangkan komunikasi
bisa berlangsung apabila ada persepsi. Dengan demikian antara persepsi serta
komunikasi ada ikatan yang sangat erat. Dalam perjalannnya untuk mencapai pada
tahap persepsi biasanya melalui beberapa sub proses, yaitu:
1. Berupa stimulus atau situasi vang hadir, terjadinya persepsi diawali ketika
seseorang dihadapkan dengan suatu stimulus baik berupa stimulus
penginderaan dekat dan langsung maupun berupa bentuk lingkungan
sisiokultur dan fisik yang menyeluruh.
2. Berupa Proses Registrasi, gejala yang nampak pada masa.registrasi ialah
mekanisme fisik berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh
kemampuan lisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi.
Kemudian mulai mendaftar semua informasi yang terdengardan terlihat
3. Proses Interpretasi yang merupakan proses kognitif dari persepsi yang amat
penting. Proses interpretasi tergantung pada cara pendalaman (leaming),
motivasi dan kepribadian seseorang dan dalam hal ini antara orang perorang
berbeda.
8

4. Proses umpan balik (feed back) yaitu ditanggapan seseorang sebagai hasil dari
interpretasi infomasi yang diterima (Ingesti, 2008).
Kawasan hutan yang dekat dengan desa mempunyai tekanan yang lebih
besar, karena intensitas aktivitas manusia yang lebih tinggi seperti penebangan
pohon dan perburuan liar (Woodroffe dan Ginsberg, 1998). Saat sumber makanan
dan tempat berlindung sudah mulai terbatas, maka harimau akan mencari lokasi
alternatif untuk berburu mangsa. Lokasi yang ideal adalah dengan mendatangi
permukiman masyarakat. Konflik seperti ini juga merupakan salah satu faktor
yang memicu masyarakat untuk menangkap dan bahkan membunuh harimau.
Persepsi, merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam perspektif
masyarakat bagi kelangsungan hidup harimau ini.
Kajian persepsi masyarakat tentang konservasi lingkungan dapat dianalisis
melalui pola adaptasinya terhadap lingkungan. Persepsi tersebut dapat dimaknai
sebagai pandangan, pengamatan atau tanggapan khalayak terhadap suatu benda,
kejadian, tingkah laku manusia atau bahkan hal-hal yang ditemui
sehari-hari (Luthfi dan Wijaya, 2011).

Kesadaran Masyarakat Terhadap Harimau Sumatera


Konflik manusia dan harimau sumatera dewasa ini cenderung tinggi di
wilayah dengan laju kerusakan hutan yang tinggi (Nyhus dan Tilson, 2004). Hal
tersebut mengakibatkan tingginya angka konflik, diperlukannya upaya mitigasi
untuk mengurangi resiko tersebut. Nugraha dan Sugardjito (2009) menyatakan
bahwa peristiwa pemangsaan hewan ternak oleh harimau adalah konflik yang
umum terjadi.
Kepedulian Masyarakat terhadap lingkungan menurut Miller Jr., adalah
suatu cara manusia melestarikan lingkungan supaya tidak terganggu / diganggu
oleh manusia lain yang tidak bertanggung jawab lebih lanjut lagi dipaparkan
bahwa wujud kepedulian adalah 1) moral persuation, misalnya membujuk orang
untuk turut melestarikan alam dengan diberikan penyuluhan-penyuluhan, 2) suing
for damages, menuntut ke majelis hukum apabila seseorang atau kelompok
merusak lingkungan, 3) prohibition, misalnya pembuatan larangan untuk merusak
lingkungan, 5) paymen and incentives, memberikan dorongan atau dana untuk
melestarikan lingkungan, 6) pollutionright and pollution charges, memberikan
9

sanksi hukuman kepada seseorang atau kelompok yang mencemari


lingkungan (Hidayat, 2017).

Ancaman Harimau Sumatera


Harimau Sumatera sudah diresmikan sebagai hewan yang terancam punah
semenjak tahun 1990. Perihal tersebut diakibatkan oleh kekurangan pakan,
kehancuran hutan, serta konflik dengan manusia. Kehancuran hutan dan habitat
satwa liar juga kerap terjadi di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera terancam
kehilangan salah satu satwa liar penting yang dilindungi oleh pemerintah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Proteksi oleh
undang-undang terhadap harimau diakibatkan statusnya yang masuk dalam
kategori kritis (Lestari dan Effendi, 2017).
Satwa mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan
turunnya jumlah harimau secara ekstrem di Asia. (Seidensticker et al, 1999).
Hewan mangsa yang sulit dijumpai dan berkurangnya tempat hidup bagi harimau
sudah merupakan suatu indikasi akan berkurangnya jumlah mereka. Ancaman lain
yang membahayakan kelangsungan hidup dan keberadaan harimau sumatera
adalah perburuan illegal, perburuan ilegal ini terjadi mulai awal dasawarsa 1990,
ancaman ini tidak hanya berasal dari perburuan langsung terhadap harimau, tetapi
juga karena perburuan terhadap mangsanya (Departemen Kehutanan, 2007).
Harimau Sumatera adalah satwa liar yang termasuk dalam peninggalan
kekayaan indonesia yang masih tersisa yang masih bertahan hidup, tidak hanya itu
harimau sumatera juga tercantum dalam klasifikasi kritis (Crtically Endangered)
dan masuk dalam catatan merah yang dirilis oleh Lembaga konservasi dunia
IUCN (International Union for Conversation of Nature) yaitu dimana harimau
sumatera terancam punah. Dua jenis harimau yang pernah kita miliki, yaitu
harimau bali dan harimau jawa telah dinyatakan punah dan tinggal menjadi
sejarah satwa liar di Indonesia (Shepher dan Magnus, 2004) Populasi liar
diperkirakan ada 450-600 binatang yang telah semakin berkurang karena
hancurnya habitat, perburuan, bagian-bagian tubuh harimau yang
di perdagangkan secara illegal dan dikarenakan adanya konflik
|dengan manusia (Plowden dan Bowles,1997).
10

Harimau menghadapi dua ancaman, yaitu ancaman yang datang dari


pedagang illegal. Bagian tubuh dari harimau tersebut diperjual belikan karena
adanya manfaat dari organ tubuh harimau yang dipercaya oleh masyarakat sebagai
obat-obatan tradisional, dekorasi, perhiasan maupun jimat yang dijual dengan
harga yang sangat tinggi di pasar gelap. Ancaman berikutnya yaitu hilangnya
habitatnya karena tingginya laju deforestasi, sedangkan harimau sumatera hanya
dapat ditemukan di Sumatera, Indonesia (Ramadhanty, 2018).
Kepunahan harimau Sumatera dapat mengganggu stabilitas ekologi.
Kepunahan harimau Sumatera disebabkan karena adanya kegiatan deforestasi
hutan, perburuan liar harimau, perburuan liar hewan selain harimau, dan konflik
yang terjadi antara harimau dan manusia (Wibisono, 2010), depopulasi harimau
Sumatera pada kawasan konservasi ex-situ terjadi karena ketidakseimbangan
pakan yang diberikan, tidak dapat mengekspresikan perilaku dengan bebas, hewan
menjadi stres, kandang hewan yang tidak bersih, dan masih banyak hal-hal yang
menjadi faktor berkurangnya populasi harimau Sumatera. Oleh karena itu perlu
adanya upaya konservasi bagi populasi harimau Sumatera yang melibatkan
berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga konservasi, baik nasional maupun
internasional. Peran aktif masyarakat juga diperlukan untuk menjaga
keberlangsungan hidup harimau Sumatera dalam menjaga dan melindungi
populasinya dari kepunahan (Yolanda et al, 2017).
Potensi pemicu konflik antara manusia dan satwa liar adalah semakin
meluasnya pembukaan lahan, untuk lahan perkebunan maupun pemukiman
manusia, sedangkan lahan tersebut juga merupakan daerah jelajah yang digunakan
oleh satwa untuk mencari makanannya (Madden, 2006). Permasalahan yang kerap
dialami oleh pengelola kawasan taman nasional sebagian besar terkait dengan
masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui persepsi
masyarakat yang terlibat langsung dalam pemanfaatan sumberdaya
hayati hutan (Wahyuni dan Mamonto, 2012).
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera
Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai dengan Maret
2021. Dengan keterwakilan desa yang mengalami konflik manusia dan harimau
sebanyak 9 desa. Dimana responden yang diambil dari beberapa desa yang pernah
terjadi konflik yaitu desa Sumber Waras, Sei Musam, Timbang Lawan, Lau
Damak, Batu Jonjong, Sekoci, Bukit Mas, dan PIR ADB. Lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian


Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kamera, laptop, kuisioner. Sedangkan bahan penelitian adalah masyarakat sebagai
objek penelitian dan software SPSS untuk uji validitas kuisioner.
Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dengan tahap persiapan mencakup Pra Survey
lokasi penelitian meliputi observasi lokasi pengambilan responden yang akan di
wawancarai dan diberikan kuisioner dan Penyediaan bahan materi untuk
penyuluhan
12

Pengumpulan Data
Jenis data terbagi dua, yakni data primer data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data primer berasal dari
wawancara, kuisioner dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder adalah
data yang di peroleh peneliti dari sumber yang sudah ada, misalnya literatur,
jurnal dan studi pustaka. Adapun pengambilan data di lakukan peneliti adalah
sebagai berikut:
Data Primer
Penelitian di lakukan terhadap masyarakat objek yang di teliti, responden
terbagi berdasarkan kategorisasi umur menjadi masa anak (6-11 tahun), dewasa
(18-40 tahun) dan tua (41-65 tahun) (meliputi: masyarakat secara umum dan
masyarakat yang berprofesi sebagai peternak yang tinggal di sekitar kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser).
pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Dengan melakukan pengamatan langsung ke objek yang dijadikan
sasaran peneliti berfungsi sebagai pengumpulan data, sedangkan
pihak-pihak yang dihubungi sebagai pemberi data atau sumber data bagi
peneliti (Maryuliana et al, 2016).
b. Kuisioner dan Wawancara
Wawancara terpadu meliputi: mengenai pengetahuan tentang harimau
sumatera, program konservasi yang ada. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap
masyarakat yang terkena konflik dan memberikan kuisioner. Metode pengambilan
sampel menggunakan Purposive sampling dimana metode tersebut menetapkan
kriteria jenis responden yaitu, mengetahui informasi terkait konflik, korban
konflik, dan masyarakat yang berinteraksi di lokasi kejadian. Jumlah sampel
responden yang diambil menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2010).
N
n=
N.d2 +1
Dimana: n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan 0,05
Pemberian kuisioner dengan menggunakan kuisioner dengan skala
Likert. Kuisioner diberikan penomoran dan kode sebelum disebarkan kepada
masyarakat.
Untuk jumlah responden korban konflik di Kabupaten Langkat dapat
dilihat dalam Tabel. 1
Tabel 1. Jumlah Responden
No. Desa Jumlah Korban
1. Sumber Waras 7
2. Sei Musam 49
3. Timbang Lawan 43
4. Lau Damak 7
5. Batu Jonjong 7
6. Sekoci 4
7. Bukit Mas 7
8. PIR ADB 5
9. Sei Lepan 27
Total 156
Sumber : Hasil Perhitungan Slovin
Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi
nilai terhadap sesuatu. Untuk keperluan analisis kuantitatif, skala jawaban pada
skala likert dapat diberi skor misalnya :
 Sangat Setuju (SS) diberi skor 5
 Setuju (ST) diberi skor 4
 Ragu-ragu (RG) diberi skor 3
 Tidak Setuju (TS) diberi skor 2
 Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1
(Sumber: Maryuliana et al, 2016)

Data Sekunder
Penelitian teoritis dengan membaca catatan, literatur dan sumber-sumber
lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas atau yang sesuai
dengan kebutuhan (Maryuliana et al, 2016). Adapun data sekunder yang di
14

butuhkan peneliti meliputi: karakteristik masyarakat di wilayah konflik kabupaten


Langkat, persepsi tentang konservasi Harimau Sumatera di Kabupaten Langkat
dan upaya konservasi yang telah, sedang dan di laksanakan.
Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif Analisis statistik deskriptif merupakan statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi
(Sugiyono, 2008).
Data hasil isian kuisioner responden dianalisis menggunakan tabel
frekuensi, menurut Kuswanda (2007) penyusunan Tabel frekuensi dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut: a. Editing data, yaitu meneliti kembali data
penelitian terhadap rekaman jawaban yang telah ditulis. b. Koding data, yaitu
mengadakan pengklasifikasian terhadap jawaban-jawaban responden dengan
membubuhkan kode pada suatu jawaban tertentu. c. Menghitung frekuensi, yaitu
mentabulasi atau menyusun data ke dalam tabel-tabel yang memuat seluruh
jawaban dalam kategori tertentu. d. Membuat tabel frekuensi yang memuat
jumlah frekuensi dan persentase untuk setiap pernyataan.
Skala Likert ini disebut juga sebagai Summated Ratings Method. Dengan
menggunakan Summated Ratings Method akan ditemukan skor pada pengukuran
skala Likert yaitu pemberian skor tertinggi dan terendah dari masing-masing
jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden.
Dalam penelitian ini akan ditentukan skor tertinggi jawaban pertanyaan
yang diajukan kepada masyarakat adalah sebesar 5, sedangkan untuk skor
jawaban terendahnya adalah 1. Sedangkan jawaban diantara kedua skala tersebut
disesuaikan dengan jumlah jawaban yang ada. Untuk skala pertanyaan 5, jawaban
yang sangat setuju diberi nilai 5, setuju diberi nilai 4, ragu-ragu diberi nilai 3,
tidak setuju diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1.
Hasil persepsi masyarakat yang dihitung dengan likert akan didapatkan
peringkat, diajukan 10 pertanyaan dengan total nilai maksimum 5 dan dan
15

minimum 1. Selanjutnya nilai setiap responden dijumlahkan dan dibuat


pemeringkatan dengan skala penilaian sebagai berikut:
Persepsi Masyarakat
Selisih per kategori = Skor tertinggi – Skor terendah
Jumlah kategori
5−1
Selisih per kategori =
5

Selisih per kategori = 0,8


Data responden secara individu didistribusikan berdasarkan kriteria yang
sudah ada sehingga dapat di deskripsikan. Setelah itu dilakukan pengkodean
untuk mempermudah pengolahan data, sistem scoring dibuat konsisten yaitu
semakin tinggi skor semakin tinggi pula kategorinya. Setelah dijumlahkan dan
selanjutnya akan dikategorikan menggunakan teknik scoring, secara normatif
yang dikategorikan berdasarkan interval kelas (Slamet, 1994) sebagai berikut :
𝑀𝑎𝑥−𝑀𝑖𝑛
N=
𝐾
N : Batas selang
Max : Nilai maksimum yang diperoleh dari jumlah skor
Min : Nilai minimum yang diperoleh dari jumlah skor
K : Jumlah kategori
Dengan skor maksimum adalah 5, dan skor minimum adalah 1, dan jumlah
kelas 5 maka penghitungan interval kelas adalah sebagi berikut :
5−1
= 0,8
5
Dengan demikian tingkatan persepsi dalam penelitian ini tersaji pada pada
tabel berikut :
Tabel 2.Tingkat Persepsi
No. Interval Nilai Tingkat Persepsi
1. 1,0-1,8 Sangat Rendah
2. 1,9-2,6 Rendah
3. 2,7-3,4 Sedang
4. 3,5-4,2 Tinggi
5. 4,3-5,0 Sangat Tinggi
Sumber: Slamet (1994)
b. Analisis Regresi Binary Logistic
Regresi logistik biner adalah suatu metode analisis data yang digunakan
untuk mencari hubungan antara variabel respon (y) yang bersifat biner dengan
16

variabel prediktor (x) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Variabel respon y terdiri
dari 2 kategori yaitu sukses dan gagal yang dinotasikan dengan y = 1 (sukses)
dan y = 0 (gagal). Dalam keadaan demikian, variabel y mengikuti distribusi
Bernoulli untuk setiap observasi tunggal. Fungsi Probabilitas untuk setiap
observasi adalah diberikan sebagai berikut:
Ƒ(Yi, πi) = πiy (1- πi ) 1-y
; y = 0,1 (1) dimana jika y = 0 maka f(y) = 1 – π
dan jika y = 1 maka f(y) = π.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Masyarakat Kabupaten Langkat


Karakteristik responden dikelompokkan ke dalam dua aspek yaitu aspek
sosial dan ekonomi. Responden yang berasal dari Kabupaten Langkat berjumlah
156 orang. Karakteristik masyarakat Kabupaten Langkat selengkapnya dapat
dilihat dari Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Sosial Masyarakat Kabupaten Langkat.
No. Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1. Umur
a. >25 tahun 8 5,13
b. 26 tahun-35 tahun 24 15,38
c. 36 tahun-45 tahun 57 36,54
d. 46 tahun-55 tahun 48 30,77
e. 56 tahun-65 tahun 14 8,97
f. 76 tahun-80 tahun 5 3,21
2. JeJenis Kelamin
a. Laki-laki 135 86,54
b. Perempuan 21 13,46
3. Pekerjaan
a. Petani 96 61,54
b. Buruh 14 8,97
c. Karyawan 16 10,26
d. Wiraswata 10 6,14
e. Operator Desa 14 8,97
f. Peternak 4 2,56
g. Pelajar 2 1,28
4. Pendidikan Terakhir
a. Tidak Sekolah 5 3,21
b. SD 78 50
c. SMP 29 19
d. SMA 39 25
e. Sarjana 5 3,21
5. Status Kependudukan
a. Asli 125 80
b. Pendatang 31 20
6. Agama
a. Islam 129 82,69
b. Kristen 54 34,69
7. Suku
a. Batak 4 2,56
b. Jawa 67 42,95
c. Karo 37 23,72
d. Melayu 47 30,13
e. Padang 1 0,64
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
17

Responden yang berasal dari Kabupaten Langkat sebagian besar adalah


responden laki-laki (86,54%). Hal ini dikarenakan responden yang bekerja di
ladang adalah laki-laki, sedangkan 13,46% merupakan responden perempuan
yang tidak mengalami dampak signifikan terhadap konflik. Responden yang
diambil memiliki rentang umur 9-80 tahun. Kelompok umur 36-45 tahun
memiliki persentase tertinggi sebesar 36,54%, sedangkan yang terendah adalah
kelompok umur 76-80 tahun.
Masyarakat di Kabupaten Langkat terdiri dari beberapa suku yaitu Jawa,
Batak, Padang, dan Melayu. Kebanyakan masyarakat merupakan penduduk asli di
daerah tersebut dengan persentase sebanyak 80% dan pendatang sebanyak 20%.
Masyarakat di Kabupaten Langkat mayoritas bekerja sebagai petani dan
kebanyakan dari suku Jawa dan Batak, ada juga yang bekerja sebagai pedagang
kebanyakan dari para pedagang ini adalah berasal dari suku Padang dan Melayu.
Untuk membahas karakteristik ekonomi masyarakat di Kabupaten Langkat dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Ekonomi Masyarakat Kabupaten Langkat
No. Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1. Penghasilan
a. 0 Rupiah 3 1,92
b. < Rp. 500.000 5 3,21
c. Rp.500.000-1.000.000 29 18,59
d. Rp.1,100.000-2.000.000 72 46,15
e. Rp.2,100.000-3.000.000 30 19,23
f. Rp.3,100.000-4.000.000 11 7,05
g. > Rp.4.000.000 6 3,85
2. Kepemilikan Ladang
a. Tidak Mempunyai Ladang 20 12,82
b. Pemilik 28 17,95
c. Penyewa 48 30,77
d. Pekerja 60 38,46
3. Luas Lahan
a. 0 Ha 25 16,03
b. < 1 Ha 17 10,90
c. 1 Ha-1,5 Ha 32 20,51
d. 1,6 Ha-2 Ha 43 27,56
e. 2,1 Ha-3 Ha 20 12,82
f. 3,1 Ha-4 Ha 11 7,05
g. > 4 Ha 8 5,13
4. Waktu Kerja
a. 5 jam/hari 25 16,03
b. 7-8 jam/hari 120 76,92
c. Tidak Bekerja 11 7,05
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
18

Mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Langkat kebanyakan sebagai


petani (96%) dan ada juga beberapa diantaranya yang memelihara ternak sebagai
pekerjaan sampingannya, sehingga mereka bertani sambil mengangon ternaknya
di lahan sawit. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang memiliki lahan pribadi
disekitaran Taman Nasional Gunung Leuser dan ada juga lahan yang dimiliki oleh
PT. Perkebunan yang memanfaatkan masyarakat di daerah tersebut sebagai
pekerjanya. Lahan tersebut digunakan masyarakat untuk ditanami tanaman seperti
karet, sawit, dan tanaman buah-buahan atau Multy Purpose Tree Spesies (MPTS)
yang bertujuan untuk reboisasi seperti jeruk, duren, nangka, jambu dan tanaman
lainnya. Lahan yang dikelola oleh masyarakat rata-rata sekitar 1,6 - 2 Ha. Lahan
tersebut merupakan milik Kelompok Tani Hutan (KTH) yang bekerja sama
dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang berupaya untuk menyejahterakan
masyarakat sekitar hutan dan menanam kembali lahan yang terkena deforestasi.
Beberapa dari masyarakat bergantung kepada sumber daya alam yang berada di
sekitaran kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Alikodra (1987) bahwa keadaan sosial ekonomi warga dekat taman
nasional yang relatif rendah menjadi aspek pendorong untuk menggunakan
sumber daya alam.
Berdasarkan penghasilan, banyak masyarakat korban konflik memiliki
pendapatan sebanyak Rp. 1.100.000 - Rp. 2.000.000 perbulan atau sekitar
46,15%, dan pendapatan terendah yaitu kurang dari Rp. 500.000 perbulan atau
sekitar 3,21%, dengan waktu kerja rata-rata 7 - 8 jam perhari (76,92%) yaitu
bekerja sebagai petani karet dan sawit, sedangkan masyarakat yang memiliki
waktu kerja 5 jam perhari adalah pekerja sebagai wiraswasta dan peternak.
Diketahui Upah Minimal Kabupaten (UMK) Langkat tahun 2021 adalah
Rp. 2.710.988, dari nilai tersebut masih tergolong jauh dari angka UMK Langkat.
Nilai upah ini hanya berlaku di suatu wilayah kabupaten/kota yang artinya UMK
merupakan upah bulanan terendah yang rinciannya berupa gaji pokok termasuk
juga tunjangan tetap. Nilai UMK Langkat ini serupa dengan nilai UMR.
Komponen UMK dapat terbagi atas penghasilan pokok (gaji pokok) saja, atau
upah pokok (gaji pokok) ditambah dengan tunjangan pokok. Dalam kata lain,
UMK bisa saja sama dengan upah pokok, tetapi dapat juga tidak. Akan tetapi,
19

masyarakat di Kabupaten Langkat dapat hidup sejahtera dengan hasil pertanian


maupun peternakan mereka.

Pengetahuan Masyarakat Tentang Harimau Sumatera Serta Kerugian Yang


Ditimbulkan Akibat Konflik
Pendapatan masyarakat yang minim dapat menjadi faktor perubahan sikap
masyarakat terhadap konservasi harimau sumatera dikarenakan seringnya terjadi
konflik yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini persepsi masyarakat terkait
manfaat harimau sumatera bagi keseimbangan alam dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Manfaat Harimau Sumatera bagi Keseimbangan Alam
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Bermanfaat 97 62,18
2. Tidak Bermanfaat 59 37,82
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Berdasarakan Tabel 5 sebanyak 62,18% masyarakat menganggap
keberadaan harimau sumatera bermanfaat bagi keseimbangan alam. Menurut
Bayu warga Sei Lepan “Harimau berguna untuk mengusir hama babi, babi inilah
yang memakan hasil pertanian kami.” Manfaat lainnya yaitu sebagai data riset
yang dapat mensejahterakan masyarakat sekitar kawasan. Selain itu, harimau
sumatera bermanfaat untuk keseimbangan alam yaitu sebagai penjaga piramida
ekologi yang membantu menekan populasi babi hutan agar tidak meledak dan
secara tidak langsung mencegah hama bagi para petani. Istilah ini dikenal sebagai
trophic cascade.
Ripple et al. (2016) menyatakan bahwa Trophic cascade atau kaskade
trofik adalah interaksi tidak langsung yang kuat yang dapat mengontrol seluruh
ekosistem, terjadi ketika tingkat trofik dalam rantai/jaring makanan ditekan.
Fenomena ekologi ini dipicu oleh penambahan atau penghapusan top predator
dan melibatkan perubahan timbal balik dalam populasi yang sering
mengakibatkan perubahan dramatis dalam struktur ekoistem. Dalam rantai
makanan tiga tingkat, peningkatan karnivora menyebabkan penurunan herbivora
dan peningkatan produsen primer seperti tanaman dan fitoplankton. Sebaliknya,
penurunan karnivora menyebabkan peningkatan herbivora dan penurunan
produsen primer seperti tanaman dan fitoplankton. Sebagai contoh lapangan,
kematian harimau (Panthera tigris sumatrae) telah dikaitkan dengan jumlah
20

peningkatan babi hutan (Sus scrofa) dan penurunan tanaman yang dimakan oleh
babi hutan.
Masyarakat yang menggangap harimau sumatera tidak bermanfaat yaitu
sebesar 37,82%, hal ini dikarenakan harimau suka menerkam ternak masyarakat
yang mana dalam segi ekonomi sangat merugikan masyarakat yang menjadi
korban. Berdasarkan tingkat persentasi, banyak masyarakat yang menganggap
bahwa harimau sumatera masih memiliki manfaat bagi keseimbangan ekosistem.
Hal ini disebabkan karena hanya sebagian masyarakat yang terkena konflik dan
masyarakat tersebut yang memiliki hewan ternak yang melepaskan ternaknya
tanpa penjagaan di kawasan sekitar hutan. Seperti yang dikatakan Dolisca (2007)
bahwa setiap orang akan memberikan persepsi dan peran yang berbeda terhadap
satu situasi yang sama, karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
persepsi tersebut.
Harimau sumatera secara langsung telah membantu kelestarian hidup
manusia namun seringkali manusia itu sendiri tidak sadar dengan hal ini, sehingga
eksploitasi pada harimau sumatera terus terjadi. Kepunahan harimau sumatera
sebagai predator utama justru akan memberikan efek yang secara tidak langsung,
seperti timbulnya kerugian atau gagal panen. Sebagai contoh, harimau akan
memangsa babi hutan yang juga memakan hasil pertanian warga apabila harimau
sumatera sudah punah maka populasi babi hutan akan terus meningkat dan
masyarakat akan mengalami kerugian tani.
Selain manfaat ekologi yang dapat dirasakan oleh manusia, ada juga
manfaat ekonomi yaitu memanfaatkan harimau sebagai objek riset. Penelitian
satwa liar juga dapat memberikan keuntungan jika para peneliti satwa liar datang
ke wilayah perbatasan hutan dengan pemukiman, maka peneliti mampu
menghasikan keuntungan yang cukup besar. Kegiatan riset satwa liar ini mampu
dijadikan sebagai alternatif pemanfaatan satwa liar secara tidak langsung yang
lebih menjamin kehidupan ekonomi masyarakat sehingga dapat mengubah pola
pikir masyarakat untuk aktif dalam kegiatan konservasi.
Berdasarkan persepsi masyarakat, ada juga yang beranggapan bahwa
harimau sumatera tidak memiliki manfaat khususnya bagi masyarakat di desa
Glugur Jawa. Masyarakat disana merasa dirugikan akan kehadiran harimau
21

sumatera yang selalu memangsa ternak mereka dan membuat sebagian dari
penghasilan tambahan mereka hilang. Adanya konflik ini juga dikarenakan
masyarakat yang enggan memasukkan ternaknya ke dalam kandang anti harimau
yang disediakan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyebab
lain yang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang manfaat harimau sumatera
adalah kurangnya penyuluhan serta sosialisasi tentang manfaat harimau, serta
konflik manusia dengan harimau.
Masyarakat beranggapan bahwa manfaat dari keberadaan harimau
sumatera dapat menjadi faktor didukungnya pelestarian habitat. Mayoritas
masyarakat setuju dengan perlunya pelestarian dan ada juga sebagian kecil
masyarakat yang tidak setuju. Untuk melihat bahasan tersebut telah diuraikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Persepsi Masyarakat terhadap Pelestarian Harimau Sumatera
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Perlu 93 59,62
2. Tidak Perlu 63 40,38
Total 156 100%
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Perlunya pelestarian harimau sumatera dikemukakan oleh masyarakat
sebesar 59,62% dan merasa tidak diperlukan (karena dirugikan) sebanyak 40,38%.
Pelestarian harimau sumatera sangat diperlukan, dikarenakan status populasi
harimau menurut IUCN sudah dalam kondisi terancam punah (Critically
Endangered) yang mana hal ini dikarenakan habitat harimau terganggu oleh
berbagai ancaman seperti ; perburuan, alih fungsi hutan, dan konflik. Bukan hanya
itu, dari tingkat kebermanfaatan dari persepsi masyarakat sekitar taman nasional
mencapai lebih dari 50% yang mana artinya dari manfaat tersebut diperlukan
pelestrian harimau sumatera.
Masyarakat beranggapan bahwa harimau adalah salah satu binatang yang
berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Perihal ini sejalan dengan yang
di informasikan Adu et.al (2019) bahwa melindungi spesies kunci merupakan
prioritas untuk usaha konservasi, sebab apabila spesies ini lenyap dari wilayah
konservasi maka spesies lain akan turut lenyap. Lebih lanjut di informasikan oleh
McLaren dan Peterson (1994), dalam Indrawan et al. (2007) bahwa predator
utama merupakan salah satu spesies kunci sebab turut mengendalikan jumlah
22

populasi herbivora. Memusnahkan beberapa kecil predator saja, secara potensial


akan memunculkan pergantian yang cukup besar pada vegetasi serta kehabisan
sebagian besar keanekaragaman hayati. Penyusutan populasi harimau juga
membagikan keresahan untuk warga, karena memberikan ruang pada kenaikan
populasi babi hutan yang berdampak pada kehancuran tumbuhan milik
masyarakat. Sepatutnya babi hutan menjadi hewan mangsa untuk harimau selaku
predator puncak dalam rantai makanan.
Timbulnya konflik dikarenakan keberadaan harimau memiliki daya saing
di alam liar apabila harimau semakin tua atau sakit, maka harimau tersebut akan
kalah saing dengan harimau muda. Akibatnya, harimau tua akan turun ke daerah
pemukiman atau sekitar perkebunan masyarakat untuk mencari mangsa atau
sekedar untuk bertahan hidup. Hal lain juga dapat terjadi karena semakin
sedikitnya mangsa di alam liar, yang menyebabkan harimau turun ke pemukiman
untuk mencari mangsa. Pendapat masyarakat tentang penyebab harimau masuk ke
desa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penyebab Harimau Sumatera Masuk ke Desa
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Kehabisan makanan 112 71,79
2. Lebih tertarik ternak warga 22 28,21
3. Balas dendam 22 14,10
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Berdasarkan Tabel 7 di atas, diketahui bahwa masyarakat menyatakan
penyebab utama harimau masuk ke desa adalah kebutuhan pakan tidak tercukupi
(71,79%) dan sedikitnya masyarakat mengetahui motif dari masuk ke pemukiman
masyarakat adalah balas dendam (14,10%). Balas dendam yang dimaksud adalah
berupa adanya pemburu, rusaknya habitat harimau, dan area pemukiman tersebut
dulunya wilayah jelajah harimau. Masyarakat Sei Musam sebagian kecil
beranggapan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melepaskan
harimau dari tempat rehabilitasi di hutan dekat pemukiman, sehingga harimau
tersebut masuk dan memangsa ternak warga. Sebagian besar masyarakat
menganggap bahwa harimau hanya kekurangan pakan saja, padahal jika dilihat
sebenarnya penyebab harimau masuk ke desa disebabkan berbagai faktor yang
saling terhubung. Faktor tersebut tidak lain adalah hilang dan rusaknya habitat.
23

Kubiatko (2012) melaporkan bahwa sumber pakan serta tempat berlindung


mulai terbatas, sehingga harimau sumatera akan mencari posisi alternatif untuk
mencari mangsa. Posisi yang sempurna merupakan dengan mendatangi
pemukiman warga. Seringnya konflik yang terjadi antara manusia dengan harimau
sumatera menyebabkan sudut pandang warga menjadi negatif terhadap harimau
sumatera. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat
harimau.
Masyarakat beranggapan bahwa harimau turun ke pemumikan karena
habisnya mangsa di alam liar, hal ini kemungkinan karena banyak penggarap
lahan yang menyebabkan berpindahnya satwa mangsa dari wilayah jelajahnya.
Ada juga yang beranggapan jika harimau lebih tertarik dengan ternak warga
dikarenakan tidak adanya perlawanan dari ternak tersebut. Persepsi masyarakat
mengatakan bahwa masih banyak hewan mangsa di dalam hutan, seperti kijang,
babi hutan dan rusa.
Hutan adalah tempat hidup dan mencari makan bagi beberapa spesies flora
dan fauna sehingga pengalihan fungsi hutan akan berdampak pada hilangnya
tempat tinggal dari beberapa fauna hal ini disingalir dapat menyebabkan
banyaknya fauna akan turun ke pemukiman warga untuk mencari
makan (Bella dan Rahayu, 2021). Dan penyebab lain dari masuknya harimau ke
pemukiman adalah fragmentasi. Ketika hilangnya habitat dan fragmentasi
dipandang secara terpisah, hilangnya habitat memiliki konsekuensi lebih
signifikan bagi kelangsungan hidup (viability) spesies. Namun, karena
fragmentasi dan hilangnya habitat terjadi bersamaan, maka sangat sulit untuk
menentukan mana yang lebih penting bagi perubahan habitat. Namun hal tersebut
tidak relevan bagi pengelola satwa liar, karena tidak dapat dihindarkan kita
berurusan dengan keduanya ketika melakukan upaya konservasi satwa liar di
habitat yang terfragmentasi.
Harimau masuk ke desa disebabkan beberapa faktor penyebabnya yang
telah dibahas pada tabel sebelumnya, dari kedatangan harimau sumatera ke
pemukiman masyarakat timbul banyak permasalahan hingga menimbulkan korban
jiwa. Kerugian tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 8.
24

Tabel 8. Kerugian yang dirasakan Masyarakat terhadap Kehadiran Harimau


Sumatera
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Korban Jiwa 1 0,64
2. Hilangnya ternak 38 24,36
3. Perasaan takut berladang 71 45,51
4. Tidak ada 3 1,92
5. Lainnya 43 27,56
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Kerugian yang dirasakan masyarakat yang paling besar adalah perasaan
takut berladang (45,51%). Hal ini berkaitan juga dengan konflik yang terjadi di
Kabupaten Langkat, mengingat sebagian besar masyarakat juga berprofesi sebagai
petani dan juga beberapa diantaranya merasa dirugikan dengan hilangnya ternak
sebanyak 24,36% dan merengut 1 korban jiwa asal Sei Lepan. Kerugian ini
dirasakan masyarakat yang merupakan dampak yang dialami ketika beraktivitas di
ladang mereka yang merupakan perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser
maupun berladang di dalam kawasan.
Level konflik sesuai pada P.48/2008 yang ada pada Tabel 8 disebutkan
bahwa adanya 1 korban jiwa warga Sei Lepan merupakan level sedang, kerugian
ekonomi berupa korban ternak di luar kandang berulang-ulang merupakan level
rendah, dan kerugian psikologis yaitu perasaan takut berladang karena harimau
muncul berulang merupakan level kategori rendah.
Kehilangan ternak bisa jadi dikarenakan masyarakat yang enggan
mengkandang dan lebih memilih mengikat ternak di sekitaran kebun yang dekat
dengan kawasan hutan. Ternak inilah yang memicu kehadiran harimau untuk
masuk ke dalam pemukiman warga karena kebutuhan pakan di dalam hutan sudah
tidak lagi terpenuhi, sehingga timbulah konflik masyarakat sekitar hutan dengan
harimau sumatera. Kawasan hutan yang dekat dengan desa mempunyai tekanan
yang lebih besar, karena intensitas aktivitas manusia yang lebih besar seperti
penebangan tumbuhan serta perburuan liar. Priatna (2012) menyatakan bahwa saat
sumber makanan serta tempat berlindung sudah mulai terbatas, maka harimau
akan mencari lokasi alternatif untuk berburu mangsa. Lokasi ideal adalah dengan
mendatangi pemukiman masyarakat, seperti yang terjadi di beberapa titik daerah
konflik Kabupaten Langkat yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung
Leuser. Konflik semacam ini juga menjadi salah satu aspek yang merangsang
25

masyarakat untuk menangkap serta memburu harimau. Persepsi ialah salah satu
aspek yang cukup berpengaruh dalam perspektif masyarakat bagi kelangsungan
hidup harimau ini.
Terdapat perbedaan antara Kecamatan Bahorok, Batang Serangan dengan
Besitang yaitu di Bahorok, Batang Serangan mengalami kerugian berupa ternak,
sedangkan di Besitang konfliknya yaitu masyarakat sering melihat langsung
harimau atau berpapasan dengan harimau. Hal ini karena lahan Kelompok Tani
Hutan Konservasi (KTHK) di Besitang dulunya merupakan hutan Taman
Nasional Gunung Leuser, dan harimau masih merasa itu masih dalam lintasannya.
Hutan tersebut digarap warga dan baru saja dibuat perhutanan sosial untuk
kelompok tani, sedangkan di Batang Serangan daerahnya mayoritas perkebunan
sawit, sehingga warga mengangon di kebun sawit tersebut dan secara tidak
sengaja mengundang harimau untuk memangsa ternak. Kasus konflik yang
tersebar di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Gambar 1.
8

7
6

5
5

3
2
1

BAHOROK BATANG BESITANG SEI BINGE


SERANGAN

2018 2019 2020-2021

Gambar 1. Frekuensi Kasus Konflik Harimau di Kabupaten Langkat

Hubungan Persepsi Masyarakat dengan Pelestarian Harimau Sumatera


Dari hasil uji Statistical Program for Social Science (SPSS) variabel yang
berpengaruh dengan persepsi masyarakat ada 2 variabel, yaitu pendidikan terakhir
responden dan hasil wawancara masyarakat terkait adanya manfaat harimau
sumatera bagi masyarakat sekitar hutan. Sedangkan variabel lainnya tidak terdapat
hubungan atau keterkaitan dengan persepsi ini.
Analisis Regresi Linier berguna untuk mencari pengaruh dua variabel atau
lebih prediktor atau untuk mencari hubungan fungsional dua variabel. Regresi
26

yang digunakan adalah jenis binary logistic method; enter digunakan untuk
mencari ketepatan pengaruh dari beberapa variabel.
Hasil kuisioner yang didapatkan memiliki pengaruh hubungan dari
pendidikan, persepsi masyarakat tentang manfaat harimau sumatera dengan
perlunya pelestarian harimau bagi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Pendidikan dan Persepsi Manfaat Harimau Sumatera dengan
Pelestarian.
Model Chi-square df. Sig.
Step 158.538 2 .000
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Berdasarkan hasil Omnibus Test ini menyajikan hasil output bahwa di
dalam penelitian ini memiliki nilai chi square hitung senilai 158,538, kemudian
chi square tabel yang didapatkan dari rumus mencari chi square tabel untuk
omnibus test adalah DF = K (K = jumlah variabel X) yang didapatkan senilai
5,991 dan 158,538 > 5,991, nilai sig. sebesar 0,000 dan ini lebih kecil dari nilai
probalilitas yaitu 0,05 maka kesimpulannya adalah secara simultan variabel X
(pendidikan terakhir masyarakat di Kabupaten Langkat dan persepsi tentang
kebermanfaatan harimau) berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (persepsi
masyarakat tentang perlunya pelestrian harimau). Nilai chi square hitung > chi
square tabel, maka H0 diterima sehingga berpengaruh.
Berdasarkan faktor hubungan kedua variabel diatas, dapat dilihat seberapa
besar pengaruh dari variabel pendidikan dan kebermanfaatn dengan varibel
pelestarian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke Square
1 57.493 .638 .851
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Model Summary ini berguna untuk melihat seberapa besar pengaruh kedua
variabel, nilai pengaruh ini dapat dilihat dari nagelkerke square nilai yang
didapatkan adalah sebesar 0,851 yang artinya besarnya variabel X dengan variabel
Y sebesar 85,1% dan sisanya yaitu 14,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini.
Model yang digunakan dikatakan baik apabila nilai signifikansi lebih besar
dari nilai yang ditentukan, untuk melihat model tersebut baik atau tidak, telah
diuraikan pada Tabel 11.
27

Tabel 11. Hoshmer and Lemeshow Test


Step Chi-square Df Sig.
1 1,787 4 .775
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Guna dari Hoshmer Test ini adalah untuk melihat seberapa besar model
yang kita gunakan itu baik atau tidak, dilihat dari nilai signifikansi (sig) jika lebih
besar dari 0,05 berarti valid, sedangkan nilai signifikansi yang didapatkan adalah
0,775 yang artinya nilai tersebut adalah valid dari nilai penelitian ini, maka
penelitian ini layak digunakan. Kemudian untuk melihat pengaruh yang lebih
kompleks dapat dilihat dari tabel 12.
Tabel 12. Variables in the equation
95 % C.I for EXP (B)
Variabel B S.E Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Pendidikan -1.588 .553 8.236 1 .004 .204 .069 .064
Manfaat 22.952 4686 .000 1 .996 92887220 .000
.720 99.327
Constant -22.203 4686 .000 1 .996 .000
.720
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Variables in the eqution ini menyajikan hasil output bahwa di dalam
penelitian ini untuk pendidikan terdapat nilai sig. sebesar 0,004 dan ini lebih kecil
dari 0,05 maka variabel ini berpengaruh terhadap pelestarian harimau secara
parsial, sedangkan kebermanfaatan harimau tidak karena sig. > 0,05 yaitu sebesar
0,996. Kemudian nilai Exp (B) dari variabel pendidikan adalah 0,204 dan ini
menandakan bahwa jika adanya pendidikan yang tinggi akan perlunya pelestarian
bagi masyarakat akan naik sebanyak 0,204 kali lipat dibandingkan tidak tamat
sekolah. Untuk nilai B sebesar -1.588 ini menandakan bahwa tidak adanya
pendidikan memiliki hubungan negatif dengan pelestarian harimau, begitu juga
dengan variabel kedua.
Rumus persamaan regresi logistik dari penelitian ini :
Y= -22,203-1,588.X1+22,952.X2
Dilihat dari pendidikan masyarakat dapat disimpulkan jika adanya
pendidikan yang berkualitas maka akan mempengaruhi cara berpikir seseorang.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka cakrawala berpikirnya
akan semakin luas dan mempengaruhi cara pandang atau persepsinya tentang
suatu hal, termasuk dengan konservasi harimau sumatera. Tingkat pendidikan
responden ini yang tidak bersekolah sebanyak 3,21%, tamatan SD mendominasi
28

yaitu sebanyak 50%, dan tamatan SMP 19%, SMA 25% dan sarjana sebanyak
3,21%.
Adanya pendidikan lembaga sosial dan penyuluhan terhadap konservasi
harimau sumatera akan lebih mudah memberikan penyuluhan kepada masyarakat
agar turut andil dalam program mereka. Akibatnya, tingkat konflik akan
berkurang dan warga pun akan menghindari gembala ternak secara liar. Adanya
pendidikan konservasi ini akan membuat masyarakat dengan lembaga penyuluh
menciptakan kerjasama yang baik. Masyarakat tidak akan rugi dengan adanya
keberadaan harimau, dan harimau pun akan merasa aman karena tidak ada
keberadaan pemburu.
Masyarakat juga memiliki persepsi tinggi terhadap konservasi harimau
sumatera. Kepala desa Batu Jonjong mengaku beliau adalah seorang kader
konservasi. Bahkan mengakui pernah memergoki pemburu di desanya. Tetap
Ukur melaporkan “Masih banyak ditemukan pemburu harimau di Batu Jonjong,
biasanya mereka orang luar desa kemudian tinggal disini. Ketika ketahuan sudah
melarikan diri dari desa.” Menurut Irawan (2014) menaiknya harga kulit harimau
ialah aspek pendorong untuk sekelempok manusia untuk melaksanakan perburuan
secara illegal, sehingga terjalin penyusutan jumlah populasi harimau. Harimau
diburu bukan hanya untuk diambil kulitnya. Tidak hanya itu, tulang serta bagian
tubuh harimau yang lain bisa digunakan dalam obat-obatan tradisional Cina serta
Korea yang belum pasti kebenaran mujarabnya. Mereka lebih memilah berburu
harimau sumatera demi bermacam alibi keuntungan, seperti: kulitnya dijual buat
umumnya digunakan selaku hiasan serta pajangan, dan kumisnya yang dapat
digunakan sebagai pajangan dapat dijual hingga seharga Rp. 100.000 - 300.000
perhelainya, tulang dijual umumnya digunakan selaku bahan obat-obatan yang
risetnya belum tentu valid.
Untuk melihat variabel nyata dan tidak nyata dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Variables not in the Equation
Variabel Score df Sig.
Jenis Kelamin .501 1 .479
Pekerjaan 8.762 6 .187
Pendidikan Terakhir 37.951 4 .000
Penghasilan 11. 651 6 .070
Kepemilikan Ladang 8.010 4 .091
Perjumpaan harimau 3.533 1 .060
29

Lanjutan Tabel 13.


Kedatangan harimau 8.100 1 .004
sumatera ke ladang
Jenis Perjumpaan dari 21.935 5 .001
Tanda Keberedaan
harimau sumatera
Jenis Korban yang 7.886 4 .096
ditimbulkan
Persepsi Masyarakat .092 1 .762
tentang harimau
mendatangi pemukiman
Perasaan Takut berladang .065 1 .798
Keberadaan Manfaat 114.132 1 .000
harimau bagi Masyarakat
Persepsi tentang 36.672 1 .000
Kepunahan harimau
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Dari Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa terdapat variabel nyata dan tidak
nyata dalam penelitian ini. Variabel yang berpengaruh nyata yaitu pendidikan
terakhir responden, kedatangan harimau sumatera ke ladang masyarakat, jenis
perjumpaan harimau dari tanda keberadaannya, keberadaan manfaat harimau
sumatera bagi masyarakat, dan persepsi tentang kepunahan harimau. Kemudian
untuk variabel berpengaruh tidak nyata adalah variabel diatas yang nilai
signifikansinya diatas dari nilai probabilitas yaitu 0,05.

Persepsi Masyarakat terhadap Harimau Sumatera


Skala Likert ini digunakan untuk mengukur tingkatan nilai pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang. Kuisioner atau angket ini
menggunakan dengan bentuk checklist. Menurut Sugiyono (2016) Skala Likert
ialah skala yang digunakan buat mengukur perilaku, komentar, serta anggapan
seorang ataupun sekolompok orang tentang fenomena sosial. Untuk tiap opsi
jawaban diberi skor, hingga responden wajib menggambarkan, menerima
statement (positif) ataupun tidak menerima statement (negatif). Hasil dari angket
tersebut disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Persepsi Masyarakat terkait Kepunahan Harimau Sumatera
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 25 16 25
2. Tidak Setuju 78 50 156
3. Ragu-ragu 18 11 54
4. Setuju 34 21 136
5. Sangat Setuju 1 1 5
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
30

Di Kabupaten Langkat terdapat 50% individu menyatakan tidak setuju


dengan kepunahan harimau di desa mereka karena adanya kesadaran bahwa
sesungguhnya semua makhluk hidup di dunia ini pasti ada manfaatnya, baik itu
secara langsung maupun tidak langsung.
Firdausi (2017) melaporkan kalau perdagangan binatang liar yang
kelewatan dilakukan oleh manusia untuk dijadikan kebutuhan hidup.
Pertumbuhan zaman membuat banyak studi yang melaporkan kalau satwa liar bisa
dimanfaatkan selaku perihal yang tidak umum, terus semakin lama terus menjadi
serta perihal inilah yang menyebabkan terus menjadi banyak spesies yang
dinyatakan punah. Perdagangan binatang juga jadi isu penting dewasa ini karena
kian maraknya perburuan ilegal. Timbulnya sebagian publikasi yang
menimbulkan gerakan pelindungan lingkungan hidup, yang setelah itu mendesak
lahirnya peraturan mengenai proteksi satwa.
Harimau sendiri masuk dalam appendiks I, yang berisi daftar spesies yang
tidak boleh diperdagangkan oleh semua pihak tanpa adanya aturan yang ketat.
Appendiks I mencakup spesies yang terancam punah akibat atau yang dapat
diakibatkan oleh perdagangan. Perlindungan yang dilakukan oleh Convention on
Inernational Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)
terhadap populasi satwa yang terancam punah ialah dengan cara mengklasifikasi
spesies ke dalam jenis-jenis appendiks.
CITES ini mempunyai tujuan serta target untuk memantau pertumbuhan
serta memastikan bahwa perdagangan internasional mengenai satwa liar tidak
akan terancam dari kepunahan satwa liar itu sendiri. Konvensi ini melarang
terdapatnya segala bentuk perdagangan satwa langka yang dilindungi sebagai
komoditi. Kesepakatan ini tentu saja dibuat karena semakin maraknya
perdagangan binatang sangat jarang yang dilindungi yang melewati batasan negeri
ataupun menjadi rezim hukum internasional. CITES mengendalikan perdagangan
satwa liar dengan 3 tingkatan proteksi yang bergantung pada sejauh mana
ancaman yang dialami oleh spesies tersebut.
Upaya mengurangi konflik berkepanjangan perlunya aturan pengendalian
ternak, untuk mengetahui tiap opsi jawaban responden wajib menerima statement
31

ataupun tidak menerima statement (negatif). Hasil dari angket tersebut disajikan
pada Tabel 15.
Tabel 15. Persepsi Masyarakat terkait Pemeliharaan Ternak
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 12 8 24
3. Ragu-ragu 24 15 72
4. Setuju 120 77 480
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Masyarakat beranggapan apabila tidak ada yang memelihara lembu di
pinggiran hutan maka konflik akan berkurang. Diperoleh dominan (77%) yang
menyatakan setuju dengan adanya pengendalian ternak, sedangkan 15% ragu -
ragu karena belum ada peraturan terkait pemeliharaan ternak di desanya.
Hewan ternak yang menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat
yang memiliki dampak positif apabila dalam pelaksanaannya dikelola secara
teratur dan tertib. Pada pelaksanaannya banyak masyarakat yang tidak mengikuti
aturan seperti hewan ternak yang dilepas secara liar dapat menimbulkan persoalan
konflik. Persoalan konflik yang dimaksud tentu saja mengundang hewan buas
untuk memangsa ternak warga. Untuk itu, perlunya diciptakan peraturan untuk
pengendalian ternak agar mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh harimau
sumatera. Opsi dari jawaban tersebut dilampirkan pada Tabel 16.
Tabel 16. Persepsi Masyarakat terkait Zona Larangan Ternak
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 36 23 72
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 120 77 480
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Dari 156 responden di Kabupaten Langkat, terdapat 77% menyatakan
setuju terhadap zona larangan ternak. Zona larangan ternak sendiri bertujuan
untuk menertibkan ternak, harapannya agar masyarkat lebih disiplin untuk
beternak supaya tidak memicu kedatangan harimau yang akan memperpanjang
masalah konflik. Seperti yang dikatakan Kurniadi (2017) ternak yang dibiarkan
secara liar mengganggu pertanian dan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, di
beberapa daerah terdapat larangan melakukan penggembalaan ternak secara liar.
Kehadiran ternak yang dibiarkan juga mendatangkan kerugian ekonomi karena
32

adanya predator harimau dan menambah angka konflik. Konflik ini akan memicu
persepsi negatif masyarakat dan kurang mendukung pelestarian Harimau yang
disampaikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Persepsi Masyarakat terkait Dukungan Pelestarian Harimau
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 63 40 126
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 62 40 124
5. Sangat Setuju 31 20 155
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Sebanyak 40% masyarakat tidak perlu mendukung pelestarian harimau
sumatera karena satwa ini justru merugikan bagi mereka, dan 60% mendukung
pelestarian. Faktor dukungan ini tergantung pada sering atau tidaknya lembaga
penyuluh mensosialisasi di tempat mereka. Apabila masyarakat di tempat itu
sudah termotivasi, maka hal tersebut mampu merubah pola pikir masyarakat dari
menolak pernyataan menjadi menerima pernyataan.
Untuk melindungi harimau sumatera dilakukan dengan cara pengawasan,
baik yang berada di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan
konservasi. Menurut Adhi Nurul (2016), untuk saat ini Balai Besar Taman
Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) telah melaksanakan monitoring populasi
harimau sumatera dibantu oleh pelaksana BBTNGL seperti yang sudah
dimandatkan bahwa pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser meliputi
pemanfaatan, proteksi, serta pengawetan. Dasar pengelolaan terhadap spesies
harimau serta habitatnya dengan didukung sebagian peraturannya, status harimau
sumatera tidak mempengaruhi dengan terdapatnya batas kawasan taman nasional.
Aktivitas yang dicoba berupa occupancy, capture-recapture, survey potensi
habitat harimau, penetapan tim coordinator dan monitoring site harimau
sumatera. Untuk melihat pendapat masyarakat tentang kepunahan harimau
sumatera maka setiap opsi jawaban diberi skor, hingga responden wajib
menggambarkan, menerima statement ataupun tidak menerima statement. Hasil
dari angket tersebut disajikan pada Tabel 18.
33

Tabel 18. Persepsi Masyarakat tentang Kepunahan Harimau yang disebabkan oleh
Manusia
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 135 87 270
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 3 2 8
5. Sangat Setuju 18 11 90
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Berdasarkan pada Tabel 18 banyak masyarakat yang tidak setuju akan
kepunahan harimau yang disebabkan oleh manusia, yaitu berjumlah 135 orang
tidak setuju sedangkan 18 individu menyatakan sangat setuju dengan pernyataan
ini. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak setuju ini mengatakan tidak
melakukan perburuan harimau. Perburuan menjadi faktor utama kepunahan
harimau yang tentu saja pelakunya adalah manusia. Faktor lain dari perburuan
adalah adanya penebangan hutan secara liar yang menyebabkan penyempitan
habitat satwa sehingga menimbulkan kepunahan dari satwa itu sendiri.
Kamarudzaman (2016) melaporkan penerapan penyitaan barang bukti dari
perburuan liar ini bersumber pada laporan maupun perihal yang tertangkap tangan
yang dicoba oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta dibantu
oleh Polisi Hutan (Polhut) serta Polisi Daerah (Polda). Pasal 1 angka 16 KUHAP
menerangkan penyitaan merupakan serangkaian aksi penyidik untuk mengambil
alih dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, serta majelis hukum. Untuk melihat pendapat masyarakat tentang
hidup berdampingan dengan harimau, setiap opsi jawaban diberi skor, hingga
responden wajib menggambarkan, menerima statement ataupun tidak menerima
statement. Hasil dari angket tersebut disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Persepsi Masyarakat terkait Hidup Berdampingan dengan Harimau
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 22 14 22
2. Tidak Setuju 78 50 156
3. Ragu-ragu 42 27 126
4. Setuju 14 9 56
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Pada Tabel 19 banyak masyarakat yang tidak setuju untuk hidup
berdampingan dengan harimau, yaitu sejumlah 78 orang tidak setuju dengan
persentase 50%. Hal ini disebabkan karena faktor rendahnya pengetahuan tentang
34

satwa liar. Mereka memilih tidak setuju karena merasa hidupnya tidak aman jika
berdampingan dengan harimau, sedangkan masyarakat yang memilih setuju
adalah masyarakat yang memahami bahwa harimau bersifat tidak mengganggu
apabila masyarakat tidak mengusik keberadaan harimau tersebut. Perburuan dan
penebangan hutan secara ilegal bisa menyebabkan rusaknya habitat dari harimau
yang akan memperbesar terjadinya konflik. Apalagi dengan adanya ternak warga
yang dilepas liarkan dan enggan dikandangkan akan memicu konflik dengan
harimau yang berada dekat dengan pemukiman, sehingga tidak mungkin hidup
berdampingan apabila ternak masih dibiarkan liar. Adanya pernyataan ini dapat
dikatakan bahwa masyarakat di Kabupaten Langkat memutuskan untuk hidup
damai dengan harimau dan tidak memburu harimau. Untuk melihat apakah
timbulnya konflik ini disebabkan dari kurangnya ajaran agama oleh masyarakat di
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Persepsi Masyarakat terkait Pendalaman Ajaran Spiritual sebagai
Penyebab Timbulnya Konflik
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 7 4 7
2. Tidak Setuju 149 96 298
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 0 0 0
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Kaitan pemahaman ajaran spiritual dengan penyebab timbulnya konflik ini
tidak disetujui oleh 96% masyarakat di Kabupaten Langkat, dan selebihnya
menilai sangat tidak setuju (4%). Pernyataan ini dikemukakan dari berbagai
agama sehingga tidak membeda-bedakan atau membandingkan suatu agama dan
mentolelir.
Mufid (2017) menyatakan konsep ekosofi merupakan menginterasikan
perspestif tasawuf ke dalam kajian permasalahan konservasi area. Tasawuf secara
totalitas merupakan ajaran tentang akhlak serta etika, baik terhadap Tuhan yang
Maha Esa selaku pencinta kosmos, ataupun etika terhadap manusia serta alam
semesta. Tradisi ajaran tasawuf yang reflektif diyakini sanggup mendesak buat
lebih arif serta bijaksana dalam berhubungan dengan alam dekat. Ekosofi ialah
filsafat tentang keselarasan ataupun ekuilibrium lingkungan. Secara aplikatif
ekosofi (akhlak berlingkungan) dapat terejahwantahkan dalam konsep ihsan.
35

Hasil dari angket ini diperoleh skor yang telah dihitung dengan rumus N =
batas selang, maka diperoleh nilai 2,70 yaitu berdasarkan interval nilai didapatkan
masyarakat di Kabupaten Langkat memiliki tingkat persepsi kategori sedang.
Kategori sedang yang dimaksud ini adanya kerentanan dengan peluang, adanya
peluang untuk setuju dengan pernyataan dan peluang untuk tidak setuju dengan
pernyataan. Kategori ini sewaktu-waktu akan berubah apabila warga tersebut
termotivasi dengan adanya penyuluhan yang terus dilakukan, masyarakat bisa jadi
merubah pola pikirnya yang tadinya negatif (menolak) menjadi positif
(menerima). Perubahan ini perlu riset lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor
lainnya yang dapat merubah mindset masyarakat tersebut.

Peraturan Desa dan Perhutanan Sosial


Peraturan desa dan perhutanan sosial bertujuan untuk menyejahterakan
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Peraturan desa ini dapat berupa
larangan-larangan yang mengatur warganya agar terhindar dari konflik yang
ditimbulkan oleh harimau, peraturan yang dimiliki suatu desa atau dusun di
wilayah konflik Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Peraturan Desa
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Ada 14 8,9
2. Tidak ada 142 91,03
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Dari hasil wawancara mayoritas masyarakat menjawab tidak terdapat
peraturan desa (91,03%), dan adanya peraturan desa di beberapa tempat (8,9%).
Adanya peraturan desa terdapat di dalam kawasan taman nasional. Beberapa dari
penduduk juga menempati tempat tinggal di dalam kawasan. Contohnya di Sei
Lepan dan Sekoci, karena berada di dalam kawasan dibuatlah peraturan desa
tentang larangan beternak untuk menghindari datangnya harimau ke pemukiman
warga. Sementara itu di Sei Musam tidak terdapat peraturan tentang larangan
ternak, sehingga ternaknya dibiarkan di lahan perkebunan sawit yang berbatasan
dengan hutan akibatnya timbul konflik harimau yang terus meningkat di desa
tersebut.
Peternakan merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat yang
utama di beberapa negara (Cubbage et al. 2012), namun demikian pengembangan
36

peternakan terhambat oleh keterbatasan lahan dan dampak terhadap lingkungan.


Peternakan juga memiliki dampak terhadap lingkungan hutan. Ternak yang
dibiarkan secara liar akan mengundang satwa liar seperti harimau dan
menimbulkan konflik dan kerugian lainnya, apalagi jika desa tersebut berbatasan
langsung dengan zona inti kawasan taman nasional.
Selain peraturan desa yang dijumpai di beberapa desa, terdapat tumpang
tindih kepemilikan lahan yang tidak terdapat surat izin desa/camat dan tidak
adanya status kepemilikan lahan yang diuraikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Ada 6 3,15
2. Tidak ada 150 96,15
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Sedikitnya ada 3,15% adanya tumpang tindih kepemilikan lahan yang
dimiliki responden. Responden tersebut biasanya berasal dari luar desa dan
mengelola kebun di dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser dan
aktif dalam kelompok tani hutan. Pemanfataan kawasan hutan produksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 pada Undang Undang (UU)
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang menjelaskan bahwa berbagai
bentuk pemanfaatan yang dapat dilaksanakan sesuai aturan perizinan. Adanya izin
pemanfaatan yang diberikan kepada salah satu pihak sesuai aturan yang
digunakan (rule in use) akan membatasi hak pemilikan pihak lain (non
excludeble), namun tidak dapat membatasi penggunaan lain (non rivalery)
(Schalager dan Ostrom, 1992 ; Suharti Darusman, Nugroho & Sudawati, 2016).
Responden yang memberikan informasi terkait konflik kebanyakan
bertempat tinggal di lahan pertanian milik mereka sendiri. Ada beberapa yang
memang tinggal di dalam kawasan sebagai buruh tani yang bekerjasama dengan
pihak Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Terdapat informan yang tinggal
di kawasan perkebunan, dan yang berbatasan langsung dengan hutan lahan kering
primer.
Pengguna kawasan hutan, lebih dilihat pada status legal dan tidak legal
yang merupakan prinsip dalam mekanisme hak. Legal yang dimaksud apabila
pengguna mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan, sedangkan illegal tidak ada
37

izin atau tidak sesuai aturan. Sementara itu, lahan yang digunakan oleh warga
Kecamatan Sei Lepan dan Sekoci adalah legal karena sudah mendapat izin sesuai
dengan aturan yang dibuat. Maka dari itu mereka berhak menggunakan dan
memanfaatkan lahan sesuai izin mereka sebagai kelompok tani.
Jika ada tumpang tindih kepemilikan lahan, maka ada perhutanan sosial
kepada masyarakat di sekitar hutan. Ketersediaan masyarakat dalam perhutanan
sosial dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Perhutanan Sosial
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Bersedia 151 96,79
2. Tidak bersedia 5 3,21
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Dari hasil wawancara di lapangan terdapat ketersediaan masyarakat
sebanyak 96,79% untuk mengikuti perhutanan sosial. Tujuan dari pengembangan
perhutanan sosial sendiri merupakan untuk meningkatkan kedudukan dan
masyarakat dalam mengelola hutan sehingga bisa tingkatkan taraf kehidupan
masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Perhutanan sosial sebagai kebijakan
pengelolaan hutan mempunyai sisi serta kemampuan untuk terbentuknya konflik
diakibatkan oleh 2 perihal yaitu dikotomi ruang lingkup pengelolaan; di dalam
ataupun di luar kawasan hutan serta kenyataan historis pengelolaan kawasan
meliputi aspek kelangkaan sumber energi, klaim ulayat, dan kepentingan antara
orang-orang yang ikut serta dalam program.
Program pemberdayaan lewat perhutanan sosial adalah salah satu strategi
resolusi konflik. Namun pada sebagian aras serta tujuan terdapat faktor konflik
diakibatkan antara lain: kebijakan program yang masih bertabiat sentarlistik,
tahapan pemberdayaan yang masih bertabiat prosedural, dan pelaksanaan batasan/
arena aksi, aturan-aturan main serta penetapan stakeholders belum menjadi
prioritas dalam perencanaan serta kerangka program pemberdayaan.

Mitigasi Konflik
Salah satu upaya mencegah dan mengurangi konflik yang sedang merebak
akhir-akhir ini dengan memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat
sekitar hutan yang merupakan korban langsung dari kehadiran harimau sumatera.
Upaya dari pemerintah maupun lembaga dapat dilihat dari Tabel 24.
38

Tabel 24. Pihak Pemerintah/Lembaga yang Pernah Memberikan Sosialisasi


ataupun Penyuluhan
No Nama Lembaga Frekuensi Persentase (%)
1. TNGL 50 32,05
2. BKSDA 18 11,54
3. WCS 7 4,49
4. Petai 20 12,82
5. Dinas Kehutanan 31 19,87
6. Yahua 4 2,56
7. Tidak tahu 26 16,67
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Berdasarkan Tabel 24 di atas, terdapat 6 instansi pemerintah maupun non
pemerintah yang pernah melakukan sosialisasi ataupun penyuluhan. Instansi
pemerintah berasal dari Dinas Kehutanan, Balai Besar Taman Nasional Gunung
Leuser (BBTNGL) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA),
sedangkan di luar instansi pemerintah berasal dari Yayasan Hutan dan Anak
(Yahua), Wildlife Conservation Society (WCS), dan Petai (Pesona Tropis Alam
Indonesia).
Sebagian dari lembaga instansi tersebut pada umumnya hanya datang
ketika konflik baru saja terjadi, memasang camera trap dan memberikan kandang
anti harimau untuk ternak warga agar mencegah terjadinya konflik berkelanjutan.
Mereka melakukan penyuluhan tentang kerjasama dengan kelompok tani hutan
untuk menanam pohon di lahan deforestasi dan hasil dari pohon tersebut dapat
menambah ekonomi keluarga kelompok tani.
Masyarakat di Kecamatan Batang Serangan mengatakan yang pernah
melakukan penyuluhan di desa Mekar Makmur dusun Glugur Jawa adalah pihak
dari Taman Nasional Gunung Leuser dan beberapa kali Balai Konservasi juga
pernah melakukan sosialisasi. Instansi pemerintah tersebut membantu warga
untuk membuat kandang anti harimau sebanyak 2 buah. Pada Kecamatan Besitang
instansi non pemerintah lebih sering datang ke lokasi, dikarenakan lokasi tersebut
kebetulan dekat dengan tempat lembaga swadaya masyarakat. Perbedaan dari 2
kecamatan tersebut adalah di Kecamatan Batang Serangan lebih banyak memakan
korban ternak, sedangkan di Kecamatan Besitang lebih banyak perjumpaan
langsung dengan harimau sumatera dan bahkan memakan 1 korban jiwa.
Menurut Harahap et al. (2013) yang melaporkan bahwa peran serta
masyarakat dalam penanganan konflik satwa liar dengan manusia sangat
39

diperlukan guna mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari peristiwa


konflik itu sendiri. Namun apabila peran serta masyarakat tidak terorganisir serta
tidak mengikuti prosedur penanganan yang baik, justru akan berakibat kepada
kerugian yang lebih luas. Dalam upaya penanggulangan konflik wajib
memperhatikan beberapa perihal yang paling utama adalah penyelesaian konflik
harus berpandangan bahwa manusia dan satwa liar sama-sama penting. Untuk
menekan terjadinya konflik maupun mengurangi kerugian, perlu adanya
penyamaan persepsi tentang konservasi satwa liar. Keinginan kokoh untuk
senantiasa memasukkan kebutuhan ruang serta pakan satwa liar ke dalam
perencanaan pembangunan.
Berdasarkan kejadian konflik harimau sumatera dengan manusia, ada
beberapa masyarakat yang mengajukan pelaporan kepada pihak berwajib seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Taman
Nasional Gunung Leuser, dan lainnya. Sebagian masyarakat juga hanya memilih
diam saja dan tidak melakukan pelaporan. Data laporan keberadaan harimau
sumatera pasca konflik dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Melapor Keberadaan Harimau Sumatera Pasca Konflik
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Melapor 90 57,69
2. Tidak 37 23,72
3. Tidak ada konflik 29 18,59
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, ada 3 pendapat tentang
perlunya melapor keberadaan harimau sumatera pasca kejadian konflik, yang
pertama yaitu masyarakat setuju untuk melaporkan sebeser 57,69%, yang kedua
masyarakat tidak peduli untuk melaporkan sebesar 23,72%, dan yang ketiga tidak
adanya kejadian konflik selama beberapa tahun belakangan sebesar 18,59%.
Didapatkan pihak informan yang menyatakan tidak perlunya melapor
pasca kejadian ialah warga dari Sei Musam. Masyarakat sudah beberapa kali
melapor kejadian tersebut kepada instansi pemerintah tetapi tidak adanya tindakan
lanjut dari instansi tersebut dan masyarakat merasa sia-sia melapor kepada
instansi yang bertanggung jawab dalam hal ini. Hal ini terjadi karena warga Sei
Musam enggan mengkandangkan ternaknya dan membiarkannya di kebun
mereka. Sampai saat ini penyelesaian masalah itu belum tuntas sehingga berimbas
40

pada kurang respeknya pihak masyarakat setempat dengan program Taman


Nasional Gunung Leuser. Seperti yang dikatakan Fitrah et al. (2017) bahwa hal
itu terjadi karena ada rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja taman
nasional yang tidak memberikan solusi dari masalah-masalah yang ada, sementara
mereka bermukim disana sudah lama. Bahkan warga tersebut meminta ganti rugi
kepada pihak instansi karena hilangnya ternak untuk penghasilan mereka.
Di samping itu, sebagian kecil dari responden menjawab tidak adanya
konflik yang terjadi karena beberapa faktor antara lain tidak adanya ternak yang
dimiliki masyarakat sehingga tidak menimbulkan kerugian atau konflik. Alasan
kedua yaitu sebagian masyarakat memiliki konflik dengan satwa liar lain seperti
orangutan, gajah, babi hutan, dan monyet. Ditambah lagi dengan adanya
pemikiran yang lebih terbuka dengan pihak taman nasional maupun instansi non
pemerintah yang membuat masyarakat menerima program dan mendukung
pelestarian harimau sumatera. Alasan-alasan tersebutlah yang menggiring
masyarakat untuk terhindar dari konflik dengan pihak instansi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persepsi masyarakat terhadap konservasi harimau sumatera di Kabupaten


Langkat tergolong kategori sedang. Masyarakat menilai harimau bermanfaat
bagi mereka sehingga perlu dilestarikan.
2. Faktor yang mempengaruhi tingkat kebermanfaatan harimau sumatera di
sekitar hutan yaitu tingkat pendidikan responden. Hasil korelasi antara
pendidikan, kebermanfaatan, dan pelestarian diperoleh nilai signifikansi
dibawah nilai probabilitas yaitu sebesar 0,000 yang secara simultan saling
mempengaruhi antar variabel tersebut.

Saran

Sebaiknya pendidikan konservasi dilaksanakan lebih lanjut agar


masyarakat disiplin dalam beternak, harapannya dapat mengurangi konflik dengan
harimau sumatera dan pihak instansi lebih sigap lagi dalam menyikapi mitigasi
konflik yang sering terjadi di Kabupaten Langkat.
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika Langkat. 2018. Kabupaten Langkat dalam Angka
2019.

Adu SJ, Messalina L, Salampessy, Sofian I. 2019. Persepsi Masyarakat terhadap


Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman
Nasional Kerinci Seblat. Jurnal Nusa Sylva. 19(1): 22-29

Ahearns SC, Smith JLD, Joshi AR, Ding J. 2001. TIGMOD: An Individual-based
Spatially Explicit Model for Simulating Tiger/human Interaction in
Multiple Use Forests. Ecological Modelling 140: 81-97

Alikodra, HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati, IPB: Bogor.

Asmara, Y Suhirman. 2012. Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Kegiatan


Ekowisata Kampung Cikidang Desa Langensari Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. A
SAPPK V V1N2. 568-579.

Bella HM dan Rahayu S. 2021. Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Lahan
Pertanian di Desa Berawang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.
Peningkatan Mutu Pendidikan. 2(1).

Cubbage F, Balmelli G, Bussoni A, Noellemeyer E. 2012. Comparing


Silvopastoral Systems and Prospects in Eight Regions of the World.
Agroforesty Systems 86: 303-314.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Harimau


Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) 2007-2017.

Dolisca F, McDaniel JM, Teeter LD. (2007). Farmers’ perceptions towards forest:
A case study from Haiti. Forest Policy & Economics, 9(6), 704-712

Firdausi F, Emmy L. 2017 Penegakan Hukum Perdagangan Harimau Sumatera di


Indonesia Berdasarkan Convention On International Trade In Endangered
Species Of Wild Fauna And Flora (Cites). Belli Ac Pacis. 3(2).

Fitrah M, Luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian; Penelitian Kualitatif, Tindakan


Kelas & Studi Kasus. Sukabumi: CV Jejak.

Fitrah W, Defri Y, Muhammad M. 2017. Pengaruh Keberadaan Masyarakat


terhadap Kelestarian Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) di Sekitar Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)
Desa Rantau Langsat. Jom Faperta UR. 4(2).
43

Gunawan H, Lilik BP, Ani M, Kartono P. 2010. Fragmentasi Hutan Alam Lahan
Kering di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alan. 7(1).

Harahap WH, Pindi P, Yunus A. 2013. Mitigasi Konflik Satwaliar dengan


Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Desa
Timbang Lawan dan Timbang Jaya Kecamatan Bahorok Kabupaten
Langkat). Peronema Forestry Science Journal.

Hidayat NH. 2017. Pengaruh Program Konservasi Hutan Kota oleh (Pemerintah
dan Swasta) Dan Kepedulian Masyarakat terhadap Konservasi Hutan Kota
(2013). Jurnal Green Growth Dan Manajemen Lingkungan. 6(2). 16-31.

Ingesti PSV. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat


terhadap Kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam. Jurnal Penelitian
Inovasi, 30(2), 17844.

Irawan RE. 2014. Motif Perburuan terhadap Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) pada Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Kabupaten
Indagiri Hulu, Riau. Jurnal Online Mahasiswa. 1(1).

Irianto DM. 2012. Menggugah Kepedulian Siswa Terhadap Satwa Liar Melalui
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Eduhumaniora. Jurnal Pendidikan
Dasar Kampus Cibiru. 2(2).

Kamal F. 2009. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah
Tangga tentang Pengelolaan Sampah dengan Perilaku Pembuangan
Sampah pada Masyarakat Sekitar Sungai Beringin di RW 07 Kelurahan
Wonosari Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang, Tahun 2009. Skripsi.
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Kasbawati. 2006. Model Predator prey Harimau Sumatera (Panthera tigris


sumatrae) dan Babi Hutan (Sus scrofa). Jurnal Matematika, Statistika, dan
Komputasi. 3(1): 31-42.

Kubiatko M. 2012. Lower Secondary Scholl Pupils Knowledge and attitudes


Toward Animals. International Journal of Biology Education; 2(2).

Kurniadi R, Herry P, Nurheni W, Asnath MF. 2017. Model Pengelolaan Ternak di


Sekitar Hutan Gunung Mutis dan Dampaknya terhadap Kelestarian Hutan.
Jurnal Ilmu Kehutanan. 11(2).

Latifah S. Pindi P. 2013. Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata


di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten
Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Peronema Forestry Science. (1). 54-64.

Lee HF, Zhang DD. 2008. Perceiving the environment from the lay perspective in
desertified areas, northern China. Environmental Management, 41(2),
168– 182.
44

Lestari Y, Effendi. 2017. Perlindungan Harimau Sumatera di Kabupaten Aceh


Tenggara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan. 1(1):1-
12

Luthfi A, Wijaya A. 2011. Persepsi Masyarakat Sekaran Tentang Konservasi


Lingkungan. Komunitas: International Journal of Indonesian Society and
Culture. 3(1).

Madden F. 2006. Gorillas in The Garden: Human-Wildlife Conflict at Bwindi


Impenetrable National Park. Policy Matters, 14: 180-190.

Maryuliana, Imam MIS, Sam FCH. 2016. Sistem Informasi Angket Pengukuran
Skala Kebutuhan Materi Pembelajaran Tambahan Sebagai Pendukung
Pengambilan Keputusan Di Sekolah Menengah Atas Menggunakan Skala
Likert. Jurnal Transistor Elektro Dan Informatika (Transistor Ei). 1(2).

Mufid M. 2017. Fikih Mangrove: Formulasi Fikih Lingkungan Pesisir Eko-


Syariah. Junal Hukum dan Perundangan Islam. 7(1).

Nugraha RT, Sugardjito J. 2009. Assessment and Management Options of Human-


Tiger Conflict in Kerinci Seblat National Park, Sumatera, Indonesia.
Mammal Study 34.

Nyhus, Tilson. 2004. Characterizing human-tiger conflict in Sumatra, Indonesia:


implications for conservation. Oryx Vol 38(1): 68-74

Plowden C, Davis B. 1997. “The Illegal Markets In Tiger Parts In Northen


Sumatra, Indonesia”. Oryx Vol. 31 No.1

Priatna D, Santosa Y, Prasetya, LB, Kartono AP. 2012. Home Range and Male
Movement Translocated Problem Tigers in Sumatra. Asian Journal
Biology of Conservation 1(1):20-30.

Rachman M. 2012. Konservasi Nilai dan Warisan Budaya. Indonesian Journal of


Conservation, 1(1): 30-39.

Ramadhanty S. 2018. Peran World Wide Fund Dalam Menanggulangi


Perdagangan Ilegal Harimau Sumatera di Riau. Journal of International
Relations, 4(2): 155-164.

Ripple WJ, James AE, Oswald JS. 2016. What is a Trophic Cascade?. Cell Press.

Schlager E, Ostrom, E. 1992. Property-rights regimes and natural resources: A


conceptual analysis. Land Economics, 68(3), 249–262

Silalahi, U. 2010. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama.

Sudradjat A. 2003. Persepsi Birokrasi Tentang Otonomi Bidang Kehutanan.


Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
45

Suharti S, Darusman D, Nugroho B, Sundawati, L. 2016. Kelembagaan dan


perubahan hak akses masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di
Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. Soladity: Jurnal Sosiologi Pedesaan,
Agustus 20, 165–175.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta

Sumitran R, Yoza D, Oktorini, Y. 2014. Keberadaan Harimau Sumatera


(Panthera Tigris Sumatrae) Dan Satwa Mangsanya Di Berbagai Tipe
Habitat Pada Taman Nasional Tesso Nilo. Universitas Riau.

Sunaryo. 2002. Psikologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.

Suryanda A, Komala R, Rahmawati, S. 2017. Sikap Masyarakat Di Desa Batu


Busuk, Sumatera Barat Terhadap Konservasi Harimau Sumatera
(Panthera tigris Sumatrae) Berdasarkan Pengetahuannya. Biosfer: Jurnal
Pendidikan Biologi. 10(2): 73-81.

Tumbelaka, L. 2004. Pencatatan Studbook Harimau Sumatra Regional Indonesia.


TSI – PKBSI

Wahyuni NI, Mamonto R. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional


dan Sumberdaya Hutan: Studi Kasus Blok Aketawaje, Taman Nasional
Aketajawe Lolobata. Info BPK Manado, 2(1): 1-16.

Wibisono HT, Wulan P. 2010. Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): A


review of conservation status. Integrative Zoology 5, no. 4 : 313-323.

Yolanda, Rusdi, Atin S. 2017. Kajian Kesejahteraan Harimau Sumatera pada


Konservasi Ex-Situ di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman
Margasatwa Bandung. Bioma. 13(2). Biologi UNJ Press
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Wawancara dan Pengisian Kuisioner kepada


Masyarakat

(a) (b)

(c) (d)

(e)
(f)
47

Keterangan : (a) Jalan tempuh menuju desa Sei Lepan, (b) Mahasiswa sedang melakukan
wawancara di desa Sekoci, (c) Mahasiswa sedang melakukan wawancara korban HS, (d)
responden di desa Batu Jonjong, (e) Responden desa Sei Musam, dan (f) Mahasiswa sedang
melakukan wawancara di desa Bukit Lawang.

Lampiran 2. Persepsi Manfaat Harimau bagi Masyarakat berdasarkan Desa


No. Nama Desa Frekuensi Persentase (%)
Bermanfaat Tidak Bermanfaat Tidak
Bermanfaat Bermanfaat
1. Sumber Waras 5 2 71,43 28,57
2. Glugur Jawa 15 34 30,61 69,39
3. Lau Damak 3 4 42,86 57,14
4. Batu Jonjong 3 4 42,86 57,14
5. Timbang Lawan 24 19 95,35 4,65
6. PIR ADB 0 5 0 100
7. Sei Lepan 24 3 88,89 11,11
8. Bukit Mas 5 2 71,43 28,57
9. Sekoci 1 3 25 75

Lampiran 3. Nilai Tingkat Persepsi


No. STS Nilai TS Nilai R Nilai S Nilai SS Nilai Total Rata-
Skor Skor Skor Skor Skor rata
1. 11 11 48 96 0 0 70 210 27 135 452 2,89
2. 25 25 78 156 18 54 34 136 1 5 376 2,41
3. 0 0 12 24 24 72 120 480 0 0 576 3,69
4. 0 0 36 72 0 0 120 480 0 0 552 3,56
5. 0 0 63 126 0 0 62 124 31 155 405 2,59
6. 0 0 135 270 0 0 2 8 18 90 368 2,35
7. 12 12 78 156 42 126 14 56 0 0 344 2,20
8. 7 7 149 298 0 0 0 0 0 0 305 1,95
Jumlah 21,64
Kategori 2,70
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Keterangan: Nilai rata-rata dihasilkan dari jumlah nilai skor di totalkan dan dibagi dengan
jumlah responden. Kategori didapatkan dari jumlah nilai rata-rata dibagi dengan
jumlah pertanyaan skala likert.
48

Lampiran 3. Kuisioner Masyarakat

Identitas Responden
Nama :........................................................................................................
Usia :...................... Tahun
Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita
Alamat : .......................................................................................................
Pekerjaan :........................................................................................................
Status Kependudukan : a. Penduduk Asli b.Pendatang
Pendidikan : .......................................................................................................
Agama :........................................................................................................
Suku :........................................................................................................
Penghasilan :........................................................................................................
Luas Lahan :........................................................................................................
Status Lahan : a. Surat Desa/Camat b. Hak Guna Usaha
Waktu Kerja :........................................................................................................

A. Informasi Tentang harimau sumatera


1. Apakah anda pernah melihat harimau sumatera?
a. Pernah b. Tidak Pernah
2. Pernahkah harimau sumatera masuk ke pemukiman atau ladang?
a. Pernah b. Tidak Pernah
3. Apa saja yang pernah dilihat dari keberadaan harimau sumatera?
a. Harimau Sumatera langsung
b. Jejak
c. Kotoran
d. Cakaran
e. Suara
4. Kapan terakhir melihat keberadaan harimau sumatera (bulan/tahun)?
Jawaban:...................................................................................................
5. Pernah melihat satwa sisa mangsa harimau sumatera dan dimana?
a. Lembu
b. Kambing
c. Kerbau
d. Manusia
6. Apakah saudara pernah melaporkan kejadian keberadaan harimau sumatera
tersebut?
a. Ya
49

b. Tidak
7. Apakah saudara takut ketika melihat harimau sumatera tersebut ?
a. Ya
b. Tidak
8. Jika anda melihat harimau sumatera atau tanda keberadaannya
kepada siapa saudara melaporkan kejadian tersebut?
a……………………………………..Lembaga :
b..........................................................Lembaga :
c ........................................................... Lembaga :
d. .......................................................... Lembaga :
9. Menurut anda kenapa ada harimau sumatera menyerang manusia ?
a. Kehabisan Makanan
b. Lebih Tertarik Ternak Warga
c. Balas Dendam
10. Apakah anda memiliki kepercayaan mistis terhadap harimau sumatera?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah merasa khawatir ketika bekerja di ladang?
a. Ya
b. Tidak
12. Berapa lama Anda bekerja diladang?
a. .............../Jam
b. ………../Hari
13. Apakah pernah menginap di gubuk ladang?
a. Ya
b. Tidak
B. Kesadaran Tentang Satwa Liar
14. Bila melihat dengan harimau sumatera, respon apa yg akan anda lakukan
pertama kali?
a. Diam
b. Berdo’a
c. Mengucapkan sesuatu
50

d. Lari
15. Jika ada warga desa yg menjerat atau memburu harimau, bagaimana perasaan
anda?
a. Kesal/marah
b. Masa bodoh
Pelestarian harimau sumatera
16. Apakah harimau sumatera bermanfaat bagi masyarakat sekitar hutan?
a. Ada
b. Tidak
17. Apakah diperlukan pelestarian harimau sumatera?
a. Iya
b. Tidak
18. Jika harimau sumatera punah, apakah perasaan bagi masyarakat?
a. Senang
b. Sedih
c. Masa Bodoh
C. Kerugian yang ditimbulkan oleh harimau sumatera
19. Jika anda punya ternak, kemudian diterkam harimau, karena tidak memiliki
kandang. Pantaskah anda menyalahkan harimau sumatera sebagai yang
bersalah?
a. Ya
b. Tidak
D. Informasi Penanggulangan oleh Pihak Pemerintah dan LSM
20. Apakah sudah ada informasi cara penanggulangan terhadap pemasalahan
konflik harimau dengan masyarakat?
a. Ada
b. Tidak
21. Siapa yang memberi informasi tersebut?
a. Pemerintah
b. LSM
c. Petugas Kehutanan
d. Polhut
51

22. Menurut saudara bila ada konflik, mana yang paling cepat membantu/turun
tangan antara pihak pemerintah dan LSM?
a. Pemerintah
b. LSM
23. Apakah upaya penanggulangan yang ditawarkan pihak pemerintah kepada
masyarakat terkait konflik harimau sumatera sudah memuaskan?
a. Ya
b. Belum
c. Tidak sama sekali
E. Peraturan Desa
24. Bila pengelolaan ternak dibuat dalam peraturan desa, apakah anda setuju atau
tidak?
a. Ya
b. Tidak
F. Perhutanan Sosial
25. Apaka ada tumpang tindih kepemilikan lahan?
a. Ya
b. Tidak
26. Bila ada, apakah bersedia mengikuti program pemerintah (dalam perhutanan
sosial?)
a. Ya
b. Tidak
G. Ekosofi
27. Apakah satwa liar termasuk makhluk Tuhan yang mempunyai hak hidup
sama seperti manusia?
a. Ya
b. Tidak
28. Dalam keyakinan anda, apakah anda diajarkan berperilaku baik terhadap
satwa?
a. Ya
b. Tidak
52

Anda dapat pengajaran berperilaku baik kepada sesama makhluk Tuhan itu
dari siapa?
a. Ceramah Ustadz/Pendeta
b. Sesepuh Desa
c. Guru Sekolah
29. Sudahkah anda melaksanakan pengajaran tersebut?
a. Ya
b. Belum
H. Berilah jawaban dengan memberi centang ( ) di kolom yang kosong
No. Pernyataan SS S N TS STS
Harimau Sumatera adalah spesies kunci di hutan
1. Sumatera, jika keberadaannya sudah tidak ada lagi,
bagaimana perasaan anda?
Jika tidak ada yang memelihara lembu di pinggiran
2. hutan. Apakah anda yakin konflik dengan harimau akan
berkurang?
Jika dibuat zona larangan ternak di pinggiran hutan,
3.
apakah anda setuju?
Jika ada kegiatan untuk melestarikan populasi harimau,
4.
apakah anda akan mendukung?
Jika harimau sumatera punah, apakah anda setuju
5. kepunahan tersebut dimulai oleh kerusakan alam yang
dibuat oleh manusia?
6. Apakah anda yakin dapat hidup berdampingan dengan
harimau sumatera tanpa adanya konflik?
7. Apakah anda sependapat, bahwa sering
munculnya konflik manusia dengan harimau sumatera
karena manusia sudah melupakan ayat-ayat Tuhan untuk
menjaga alam ini?
0

Anda mungkin juga menyukai