SKRIPSI
SKRIPSI
SKRIPSI
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Mengetahui,
i
PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
ABSTRACT
iii
ABSTRAK
iv
RIWAYAT HIDUP
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat
dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) di Wilayah Konflik Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara”. Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program
Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam
menulis dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Muhdi, S. Hut., M. Si., IPU sebagai penguji I, Bapak Afifuddin
Dalimunthe, SP., MP sebagai penguji II, Ibu Harisyah Manurung, S. Hut.,
M. Si sebagai dosen penguji III.
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Kehutanan, Bapak Dr. Ir. Tito Sucipto,
S.Hut., M.Si IPU dan Ibu Dr. Arida Susilowati , S.Hut, M.Si dan seluruh Staf
Pengajar dan Pegawai di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan.
4. Abi Taufik Hidayat, Umi Dessy Mardiati, Kakek, Tante Syiefa, Bundi Rita
Tuhali, Bunda Elly Zuraida, Wak Yanti, dan seluruh keluarga saya yang selalu
memberikan kontribusi terbaik dalam memberikan semangat, dan dukungan
serta do’a yang tidak pernah lupa kepada penulis selama mengikuti pendidikan
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Terima kasih kepada sahabat seperjuangan Rojula, Yusron Wahyudi, Rifai,
Fanni Adwita Tambunan, Masitoh Darwina Siregar, Nadya Hana Ningrum,
Nisa Inayah Amalasari, Kasidah Nur Pulungan, Dinda Amelia Ernala Tarigan,
M. Khoiri Habibullah, Sundari Marsudi, Satria Mukti, Ramadhani Syafitri,
Yohan Marthin Marbun, Kak Yulia Siti Maisaroh, S. Hut, Abangda Riyan
Hari Ashari, S. Hut, Abangda Ulil Amri Daulay, S. Hut, keluarga HUT D
2017, teman-teman angkatan 2017 Program Studi Kehutanan Fakultas
Kehutanan serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan semua bentuk
bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN. ................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINALITAS. ...................................................................... ii
ABSTRACT. ........................................................................................................... iii
ABSTRAK. ........................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP. .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR……….. ............................................................................ ix
DAFTAR TABEL. .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN. ...................................................................................... xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum .................................................................................................... 4
Harimau Sumatera .............................................................................................. 4
Konflik Satwa Liar. ............................................................................................. 6
Persepsi Masyarakat ............................................................................................ 7
Kesadaran masyarakat terhadap harimau sumatera ............................................ 8
Kepunahan harimau sumatera ............................................................................. 9
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 11
Alat dan Bahan Penelitian .................................................................................. 11
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 11
Persiapan ..................................................................................................... 11
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data ............................................................................................... 14
Analisis Deskriptif . ........................................................................... 14
Analisis Regresi Binary Logistic. ...................................................... 15
vii
Peraturan Desa dan Perhutanan Sosial. .............................................................. 35
Mitigasi Konflik. ................................................................................................ 37
KESIMPULAN DAN SARAN. ......................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA . ...................................................................................... 42
LAMPIRAN. ...................................................................................................... 46
viii
DAFTAR TABEL
ix
x
DAFTAR GAMBAR
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dunia ini ada 8 subspesies harimau, 3 diantaranya terdapat di
Indonesia, yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica), harimau sumatera
(Panthera tigris sumatrae) serta harimau bali (Panthera tigris balica). Tetapi, 2
diantaranya telah dinyatakan punah yaitu harimau jawa serta harimau bali, karena
penyusutan dan fragmentasi habitat secara drastis. Namun, penurunan populasi
mangsa yang telah kritis dan pembunuhan harimau secara langsung mungkin
menjadi penyebab akhir kepunahannya. Saat ini, hanya tersisa subspesies harimau
sumatera dengan jumlahnya di pulau Sumatera cuma tinggal 450-600 ekor saja.
Penyusutan populasi tersebut disebabkan oleh perburuan liar, kehancuran habitat
yang disengaja (pembukaan hutan serta perladangan berpindah) ataupun musibah
alam (kebakaran hutan) serta pengurangan luas habitatnya. (Fitrah et al, 2017).
Konflik antara manusia dengan satwa liar cenderung meningkat akhir-
akhir ini. Apapun yang terjadi dan jenis satwa liar apapun yang terlibat, konflik
manusia dan satwa liar merupakan permasalahan kompleks karena bukan hanya
berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga satwa itu sendiri. Rusaknya
habitat alami satwa liar sering juga disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menjadikan hutan sebagai lahan pertanian untuk kepentingan ekonomi.
Pembukaan lahan hutan untuk kepentingan pembangunan demi peningkatan taraf
kehidupan manusia telah menyebabkan populasi satwa liar yang semula berada di
habitatnya atau hutan menjadi terpisah-pisah untuk mencari dan menempati
habitat yang tersisa. Habitat yang tersisa ini biasanya berupa hutan dengan luasan
yang relatif kecil dengan kondisi pakan yang tidak mendukung. Semakin tinggi
aktifitas manusia di sekitar kawasan hutan maka semakin meningkatnya laju
kerusakan hutan yang menyebabkan habitat satwa liar menjadi sempit dan
memaksa satwa liar untuk mencari ruang gerak baru sehingga sampai
kepemukiman penduduk dan mengakibatkan konflik antara masyarakat dan satwa
liar (Harahap et. al, 2013).
Angka laju pengurangan hutan yang cukup besar, selain berdampak
merugikan dalam banyak hal juga merupakan sesuatu yang sangat merugikan bagi
2
karena banyak terjadi konflik di Kabupaten Langkat. Dalam satu tahun, terdapat
18 kasus interaksi harimau sumatera yang tersebar di Kabupaten Langkat,
diantarannya 2 di Bahorok, 9 di Batang Serangan, dan 6 di Besitang (WCS, 2020).
Persepsi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan harimau dapat
mempengaruhi respon mereka ketika terjadi konflik. Penelitian ini juga
difokuskan pada analisis sosial konflik manusia dengan harimau agar dapat
memberikan gambaran tentang apakah sebenarnya pelestarian harimau sumatera
ini dibutuhkan atau tidak.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap konservasi harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae) dari ancaman kepunahan.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kebermanfaatan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bagi
masyarakat sekitar hutan.
Manfaat Penelitan
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai
salah satu media informasi menarik untuk mengukur tingkat kesadaran terhadap
para stakeholder dan hasil outputnya sebagai bahan evaluasi untuk menilai
pengetahuan masyarakat dalam melakukan mitigasi konflik antara manusia
dengan harimau dan meningkatkan pelestarian populasi harimau sumatera.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum
Lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Langkat yang berbatasan
dengan Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, Wilayah Kerja Seksi
Konservasi Wilayah II Stabat. Lokasi penelitian ini merupakan lokasi di Hutan
Produksi Terbatas yang berpotensi sering terjadi konflik manusia dengan satwa
liar sehingga sangat memungkinkan satwa liar memasuki pemukiman,
perkebunan, dan perladangan masyarakat (BPS Kabupaten Langkat, 2018).
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan
berdasarkan pengumuman Menteri pertanian No 811/kpts/UM/1980 tanggal 6
Maret 1980 seluas 792.675 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 276/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tentang Penunjukan Taman
Nasional Gunung Leuser luas kawasan TNGL bertambah menjadi
1.094.692 Ha (TNGL, 2020).
Daerah Kabupaten langkat dibedakan atas 3 bagian, bagian tersebut antara
lain : pesisir pantai dengan ketinggian 0-4 meter di atas permukaan laut, dataran
dengan ketinggian 0-30 meter di atas permukaan laut, dataran tinggi dengan
ketinggian 30-1200 meter di atas permukaan laut. Kabupaten langkat termasuk
daerah yang beriklim tropis, sehingga daerah ini memiliki 2 musim yaitu musim
kemarau yang terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus dan musim
hujan yang terjadi pada bulan September sampai dengan Januari.
Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit
banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya
musim (BPS Kabupaten Langkat, 2018).
Harimau Sumatera
Sebagai hewan pemangsa utama (top predator), harimau memerlukan
wilayah habitat yang luas supaya dapat hidup dan berkembang biak. Oleh karena
itu, kepadatan hewan mangsa sebagai sumber pakan merupakan faktor yang
sangat penting dalam mendukung keberlanjutan populasi harimau. Ketersediaan
hewan mangsa ini juga memainkan peran penting dalam menentukan daerah
5
jelajah individu harimau. Daerah jelajah harimau sumatera jantan telah diketahui
sekitar 110 km2 dan betinanya mempunyai kisaran daerah jelajah antara 50-70
km2. Alih fungsi kawasan hutan secara besar-besaran menyebabkan hilangnya
habitat hutan atau terpotongnya blok kawasan hutan yang luas menjadi bagian-
bagian kecil yang terpisah-pisah. Kompetisi ruang dan sumber pakan antara
manusia dan harimau telah mendorong masyarakat untuk memusuhi dan
membunuh satwa ini. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah
diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau
secara dramatis di Asia (Ahearns et al., 2001).
Sedikitnya jumlah populasi harimau sumatera tersebut disebabkan oleh
berkurangnya hewan mangsa. Hal ini dapat berdampak pada kelangsungan hidup
harimau sumatera. Ketika sumber makanan dan tempat berlindung sudah mulai
terbatas, maka harimau sumatera akan mencari lokasi alternatif untuk berburu
mangsa. Lokasi yang ideal adalah dengan mendatangi permukiman masyarakat.
Kehadiran harimau sumatera ini akan menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Seringnya konflik terjadi antara manusia dan harimau sumatera, memicu sikap
masyarakat yang negatif terhadap harimau sumatera. Sikap negatif terhadap
harimau sumatera juga dapat ditimbulkan karena rendahnya pengetahuan.
Pengetahuan tentang konservasi harimau sumatera diperlukan dalam menciptakan
sikap positif terhadap konservasi harimau sumatera (Suryanda et al, 2017).
Harimau sumatera secara langsung telah membantu kelestarian hidup
manusia, namun seringkali manusia tidak sadar dengan hal tersebut, sehingga
eksploitasi pada harimau sumatera terus berlangsung, padahal kepunahan pada
harimau sumatera akan mendorong pada kepunahan spesies lainnya dan akhirnya
akan mempercepat kepunahan manusia sendiri (Firdausi dan Emmy, 2017).
Harimau sumatera telah mendapatkan tekanan yang sangat tinggi sebagai
akibat dari berkurangnya habitat serta tingginya tingkat perburuan untuk
perdagangan. Konflik antara harimau dengan penduduk seperti serangan harimau
terhadap hewan ternak maupun serangan terhadap penduduk yang cukup banyak
terjadi, menyebabkan harimau sering dianggap sebagai salah satu musuh utama
penduduk setempat. Hewan ini mempunyai berat badan mencapai 140 kg untuk
yang jantan dan 90 kg pada hewan betina. Keadaan populasi di alam bebas saat ini
6
dalam catatan IUCN Red List disebutkan diperkirakan antara 400-600 ekor,
dengan satu kelompok tidak ada yang lebih dari 50 ekor dewasa. Status populasi
harimau sumatera ini berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan
(critically endangered). Taman Nasional Gunung Leuser merupakan kawasan
yang diduga terdapat keberadaan harimau sumatera paling banyak yaitu dengan
jumlah 110 – 180 ekor (IUCN, 2003).
Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan proses dalam memahami lingkungan yang melibatkan
pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman
psikologis (Silalahi, 2010). Setiap orang mempunyai persepsinya sendiri terhadap
lingkungannya yang menjadi aspek penting karena akan berlanjut menjadi respon
yang menentukan tindakan individu tersebut. Persepsi masyarakat sangat erat
hubungannya dengan pengetahuan yang dimiliki tiap individu. Menurut Asmara
dan Suhirman (2012), pengetahuan ialah konsepsi dasar serta modal untuk
pertumbuhan perilaku.
Sudrajat (2003) melaporkan, persepsi merupakan produk atau hasil proses
psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong
tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon atau melakukan atau tidak
melakukan sesuatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau
penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Persepsi adalah pengalaman
tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan (Sunaryo, 2002).
Persepsi dapat terjalin apabila terdapat komunikasi, sedangkan komunikasi
bisa berlangsung apabila ada persepsi. Dengan demikian antara persepsi serta
komunikasi ada ikatan yang sangat erat. Dalam perjalannnya untuk mencapai pada
tahap persepsi biasanya melalui beberapa sub proses, yaitu:
1. Berupa stimulus atau situasi vang hadir, terjadinya persepsi diawali ketika
seseorang dihadapkan dengan suatu stimulus baik berupa stimulus
penginderaan dekat dan langsung maupun berupa bentuk lingkungan
sisiokultur dan fisik yang menyeluruh.
2. Berupa Proses Registrasi, gejala yang nampak pada masa.registrasi ialah
mekanisme fisik berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh
kemampuan lisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi.
Kemudian mulai mendaftar semua informasi yang terdengardan terlihat
3. Proses Interpretasi yang merupakan proses kognitif dari persepsi yang amat
penting. Proses interpretasi tergantung pada cara pendalaman (leaming),
motivasi dan kepribadian seseorang dan dalam hal ini antara orang perorang
berbeda.
8
4. Proses umpan balik (feed back) yaitu ditanggapan seseorang sebagai hasil dari
interpretasi infomasi yang diterima (Ingesti, 2008).
Kawasan hutan yang dekat dengan desa mempunyai tekanan yang lebih
besar, karena intensitas aktivitas manusia yang lebih tinggi seperti penebangan
pohon dan perburuan liar (Woodroffe dan Ginsberg, 1998). Saat sumber makanan
dan tempat berlindung sudah mulai terbatas, maka harimau akan mencari lokasi
alternatif untuk berburu mangsa. Lokasi yang ideal adalah dengan mendatangi
permukiman masyarakat. Konflik seperti ini juga merupakan salah satu faktor
yang memicu masyarakat untuk menangkap dan bahkan membunuh harimau.
Persepsi, merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam perspektif
masyarakat bagi kelangsungan hidup harimau ini.
Kajian persepsi masyarakat tentang konservasi lingkungan dapat dianalisis
melalui pola adaptasinya terhadap lingkungan. Persepsi tersebut dapat dimaknai
sebagai pandangan, pengamatan atau tanggapan khalayak terhadap suatu benda,
kejadian, tingkah laku manusia atau bahkan hal-hal yang ditemui
sehari-hari (Luthfi dan Wijaya, 2011).
Pengumpulan Data
Jenis data terbagi dua, yakni data primer data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data primer berasal dari
wawancara, kuisioner dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder adalah
data yang di peroleh peneliti dari sumber yang sudah ada, misalnya literatur,
jurnal dan studi pustaka. Adapun pengambilan data di lakukan peneliti adalah
sebagai berikut:
Data Primer
Penelitian di lakukan terhadap masyarakat objek yang di teliti, responden
terbagi berdasarkan kategorisasi umur menjadi masa anak (6-11 tahun), dewasa
(18-40 tahun) dan tua (41-65 tahun) (meliputi: masyarakat secara umum dan
masyarakat yang berprofesi sebagai peternak yang tinggal di sekitar kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser).
pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Dengan melakukan pengamatan langsung ke objek yang dijadikan
sasaran peneliti berfungsi sebagai pengumpulan data, sedangkan
pihak-pihak yang dihubungi sebagai pemberi data atau sumber data bagi
peneliti (Maryuliana et al, 2016).
b. Kuisioner dan Wawancara
Wawancara terpadu meliputi: mengenai pengetahuan tentang harimau
sumatera, program konservasi yang ada. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap
masyarakat yang terkena konflik dan memberikan kuisioner. Metode pengambilan
sampel menggunakan Purposive sampling dimana metode tersebut menetapkan
kriteria jenis responden yaitu, mengetahui informasi terkait konflik, korban
konflik, dan masyarakat yang berinteraksi di lokasi kejadian. Jumlah sampel
responden yang diambil menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2010).
N
n=
N.d2 +1
Dimana: n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan 0,05
Pemberian kuisioner dengan menggunakan kuisioner dengan skala
Likert. Kuisioner diberikan penomoran dan kode sebelum disebarkan kepada
masyarakat.
Untuk jumlah responden korban konflik di Kabupaten Langkat dapat
dilihat dalam Tabel. 1
Tabel 1. Jumlah Responden
No. Desa Jumlah Korban
1. Sumber Waras 7
2. Sei Musam 49
3. Timbang Lawan 43
4. Lau Damak 7
5. Batu Jonjong 7
6. Sekoci 4
7. Bukit Mas 7
8. PIR ADB 5
9. Sei Lepan 27
Total 156
Sumber : Hasil Perhitungan Slovin
Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi
nilai terhadap sesuatu. Untuk keperluan analisis kuantitatif, skala jawaban pada
skala likert dapat diberi skor misalnya :
Sangat Setuju (SS) diberi skor 5
Setuju (ST) diberi skor 4
Ragu-ragu (RG) diberi skor 3
Tidak Setuju (TS) diberi skor 2
Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1
(Sumber: Maryuliana et al, 2016)
Data Sekunder
Penelitian teoritis dengan membaca catatan, literatur dan sumber-sumber
lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas atau yang sesuai
dengan kebutuhan (Maryuliana et al, 2016). Adapun data sekunder yang di
14
variabel prediktor (x) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Variabel respon y terdiri
dari 2 kategori yaitu sukses dan gagal yang dinotasikan dengan y = 1 (sukses)
dan y = 0 (gagal). Dalam keadaan demikian, variabel y mengikuti distribusi
Bernoulli untuk setiap observasi tunggal. Fungsi Probabilitas untuk setiap
observasi adalah diberikan sebagai berikut:
Ƒ(Yi, πi) = πiy (1- πi ) 1-y
; y = 0,1 (1) dimana jika y = 0 maka f(y) = 1 – π
dan jika y = 1 maka f(y) = π.
HASIL DAN PEMBAHASAN
peningkatan babi hutan (Sus scrofa) dan penurunan tanaman yang dimakan oleh
babi hutan.
Masyarakat yang menggangap harimau sumatera tidak bermanfaat yaitu
sebesar 37,82%, hal ini dikarenakan harimau suka menerkam ternak masyarakat
yang mana dalam segi ekonomi sangat merugikan masyarakat yang menjadi
korban. Berdasarkan tingkat persentasi, banyak masyarakat yang menganggap
bahwa harimau sumatera masih memiliki manfaat bagi keseimbangan ekosistem.
Hal ini disebabkan karena hanya sebagian masyarakat yang terkena konflik dan
masyarakat tersebut yang memiliki hewan ternak yang melepaskan ternaknya
tanpa penjagaan di kawasan sekitar hutan. Seperti yang dikatakan Dolisca (2007)
bahwa setiap orang akan memberikan persepsi dan peran yang berbeda terhadap
satu situasi yang sama, karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
persepsi tersebut.
Harimau sumatera secara langsung telah membantu kelestarian hidup
manusia namun seringkali manusia itu sendiri tidak sadar dengan hal ini, sehingga
eksploitasi pada harimau sumatera terus terjadi. Kepunahan harimau sumatera
sebagai predator utama justru akan memberikan efek yang secara tidak langsung,
seperti timbulnya kerugian atau gagal panen. Sebagai contoh, harimau akan
memangsa babi hutan yang juga memakan hasil pertanian warga apabila harimau
sumatera sudah punah maka populasi babi hutan akan terus meningkat dan
masyarakat akan mengalami kerugian tani.
Selain manfaat ekologi yang dapat dirasakan oleh manusia, ada juga
manfaat ekonomi yaitu memanfaatkan harimau sebagai objek riset. Penelitian
satwa liar juga dapat memberikan keuntungan jika para peneliti satwa liar datang
ke wilayah perbatasan hutan dengan pemukiman, maka peneliti mampu
menghasikan keuntungan yang cukup besar. Kegiatan riset satwa liar ini mampu
dijadikan sebagai alternatif pemanfaatan satwa liar secara tidak langsung yang
lebih menjamin kehidupan ekonomi masyarakat sehingga dapat mengubah pola
pikir masyarakat untuk aktif dalam kegiatan konservasi.
Berdasarkan persepsi masyarakat, ada juga yang beranggapan bahwa
harimau sumatera tidak memiliki manfaat khususnya bagi masyarakat di desa
Glugur Jawa. Masyarakat disana merasa dirugikan akan kehadiran harimau
21
sumatera yang selalu memangsa ternak mereka dan membuat sebagian dari
penghasilan tambahan mereka hilang. Adanya konflik ini juga dikarenakan
masyarakat yang enggan memasukkan ternaknya ke dalam kandang anti harimau
yang disediakan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyebab
lain yang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang manfaat harimau sumatera
adalah kurangnya penyuluhan serta sosialisasi tentang manfaat harimau, serta
konflik manusia dengan harimau.
Masyarakat beranggapan bahwa manfaat dari keberadaan harimau
sumatera dapat menjadi faktor didukungnya pelestarian habitat. Mayoritas
masyarakat setuju dengan perlunya pelestarian dan ada juga sebagian kecil
masyarakat yang tidak setuju. Untuk melihat bahasan tersebut telah diuraikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Persepsi Masyarakat terhadap Pelestarian Harimau Sumatera
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Perlu 93 59,62
2. Tidak Perlu 63 40,38
Total 156 100%
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Perlunya pelestarian harimau sumatera dikemukakan oleh masyarakat
sebesar 59,62% dan merasa tidak diperlukan (karena dirugikan) sebanyak 40,38%.
Pelestarian harimau sumatera sangat diperlukan, dikarenakan status populasi
harimau menurut IUCN sudah dalam kondisi terancam punah (Critically
Endangered) yang mana hal ini dikarenakan habitat harimau terganggu oleh
berbagai ancaman seperti ; perburuan, alih fungsi hutan, dan konflik. Bukan hanya
itu, dari tingkat kebermanfaatan dari persepsi masyarakat sekitar taman nasional
mencapai lebih dari 50% yang mana artinya dari manfaat tersebut diperlukan
pelestrian harimau sumatera.
Masyarakat beranggapan bahwa harimau adalah salah satu binatang yang
berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Perihal ini sejalan dengan yang
di informasikan Adu et.al (2019) bahwa melindungi spesies kunci merupakan
prioritas untuk usaha konservasi, sebab apabila spesies ini lenyap dari wilayah
konservasi maka spesies lain akan turut lenyap. Lebih lanjut di informasikan oleh
McLaren dan Peterson (1994), dalam Indrawan et al. (2007) bahwa predator
utama merupakan salah satu spesies kunci sebab turut mengendalikan jumlah
22
masyarakat untuk menangkap serta memburu harimau. Persepsi ialah salah satu
aspek yang cukup berpengaruh dalam perspektif masyarakat bagi kelangsungan
hidup harimau ini.
Terdapat perbedaan antara Kecamatan Bahorok, Batang Serangan dengan
Besitang yaitu di Bahorok, Batang Serangan mengalami kerugian berupa ternak,
sedangkan di Besitang konfliknya yaitu masyarakat sering melihat langsung
harimau atau berpapasan dengan harimau. Hal ini karena lahan Kelompok Tani
Hutan Konservasi (KTHK) di Besitang dulunya merupakan hutan Taman
Nasional Gunung Leuser, dan harimau masih merasa itu masih dalam lintasannya.
Hutan tersebut digarap warga dan baru saja dibuat perhutanan sosial untuk
kelompok tani, sedangkan di Batang Serangan daerahnya mayoritas perkebunan
sawit, sehingga warga mengangon di kebun sawit tersebut dan secara tidak
sengaja mengundang harimau untuk memangsa ternak. Kasus konflik yang
tersebar di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Gambar 1.
8
7
6
5
5
3
2
1
yang digunakan adalah jenis binary logistic method; enter digunakan untuk
mencari ketepatan pengaruh dari beberapa variabel.
Hasil kuisioner yang didapatkan memiliki pengaruh hubungan dari
pendidikan, persepsi masyarakat tentang manfaat harimau sumatera dengan
perlunya pelestarian harimau bagi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Pendidikan dan Persepsi Manfaat Harimau Sumatera dengan
Pelestarian.
Model Chi-square df. Sig.
Step 158.538 2 .000
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Berdasarkan hasil Omnibus Test ini menyajikan hasil output bahwa di
dalam penelitian ini memiliki nilai chi square hitung senilai 158,538, kemudian
chi square tabel yang didapatkan dari rumus mencari chi square tabel untuk
omnibus test adalah DF = K (K = jumlah variabel X) yang didapatkan senilai
5,991 dan 158,538 > 5,991, nilai sig. sebesar 0,000 dan ini lebih kecil dari nilai
probalilitas yaitu 0,05 maka kesimpulannya adalah secara simultan variabel X
(pendidikan terakhir masyarakat di Kabupaten Langkat dan persepsi tentang
kebermanfaatan harimau) berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (persepsi
masyarakat tentang perlunya pelestrian harimau). Nilai chi square hitung > chi
square tabel, maka H0 diterima sehingga berpengaruh.
Berdasarkan faktor hubungan kedua variabel diatas, dapat dilihat seberapa
besar pengaruh dari variabel pendidikan dan kebermanfaatn dengan varibel
pelestarian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke Square
1 57.493 .638 .851
Sumber: Diolah dari Software SPSS (2021)
Model Summary ini berguna untuk melihat seberapa besar pengaruh kedua
variabel, nilai pengaruh ini dapat dilihat dari nagelkerke square nilai yang
didapatkan adalah sebesar 0,851 yang artinya besarnya variabel X dengan variabel
Y sebesar 85,1% dan sisanya yaitu 14,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini.
Model yang digunakan dikatakan baik apabila nilai signifikansi lebih besar
dari nilai yang ditentukan, untuk melihat model tersebut baik atau tidak, telah
diuraikan pada Tabel 11.
27
yaitu sebanyak 50%, dan tamatan SMP 19%, SMA 25% dan sarjana sebanyak
3,21%.
Adanya pendidikan lembaga sosial dan penyuluhan terhadap konservasi
harimau sumatera akan lebih mudah memberikan penyuluhan kepada masyarakat
agar turut andil dalam program mereka. Akibatnya, tingkat konflik akan
berkurang dan warga pun akan menghindari gembala ternak secara liar. Adanya
pendidikan konservasi ini akan membuat masyarakat dengan lembaga penyuluh
menciptakan kerjasama yang baik. Masyarakat tidak akan rugi dengan adanya
keberadaan harimau, dan harimau pun akan merasa aman karena tidak ada
keberadaan pemburu.
Masyarakat juga memiliki persepsi tinggi terhadap konservasi harimau
sumatera. Kepala desa Batu Jonjong mengaku beliau adalah seorang kader
konservasi. Bahkan mengakui pernah memergoki pemburu di desanya. Tetap
Ukur melaporkan “Masih banyak ditemukan pemburu harimau di Batu Jonjong,
biasanya mereka orang luar desa kemudian tinggal disini. Ketika ketahuan sudah
melarikan diri dari desa.” Menurut Irawan (2014) menaiknya harga kulit harimau
ialah aspek pendorong untuk sekelempok manusia untuk melaksanakan perburuan
secara illegal, sehingga terjalin penyusutan jumlah populasi harimau. Harimau
diburu bukan hanya untuk diambil kulitnya. Tidak hanya itu, tulang serta bagian
tubuh harimau yang lain bisa digunakan dalam obat-obatan tradisional Cina serta
Korea yang belum pasti kebenaran mujarabnya. Mereka lebih memilah berburu
harimau sumatera demi bermacam alibi keuntungan, seperti: kulitnya dijual buat
umumnya digunakan selaku hiasan serta pajangan, dan kumisnya yang dapat
digunakan sebagai pajangan dapat dijual hingga seharga Rp. 100.000 - 300.000
perhelainya, tulang dijual umumnya digunakan selaku bahan obat-obatan yang
risetnya belum tentu valid.
Untuk melihat variabel nyata dan tidak nyata dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Variables not in the Equation
Variabel Score df Sig.
Jenis Kelamin .501 1 .479
Pekerjaan 8.762 6 .187
Pendidikan Terakhir 37.951 4 .000
Penghasilan 11. 651 6 .070
Kepemilikan Ladang 8.010 4 .091
Perjumpaan harimau 3.533 1 .060
29
ataupun tidak menerima statement (negatif). Hasil dari angket tersebut disajikan
pada Tabel 15.
Tabel 15. Persepsi Masyarakat terkait Pemeliharaan Ternak
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 12 8 24
3. Ragu-ragu 24 15 72
4. Setuju 120 77 480
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Masyarakat beranggapan apabila tidak ada yang memelihara lembu di
pinggiran hutan maka konflik akan berkurang. Diperoleh dominan (77%) yang
menyatakan setuju dengan adanya pengendalian ternak, sedangkan 15% ragu -
ragu karena belum ada peraturan terkait pemeliharaan ternak di desanya.
Hewan ternak yang menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat
yang memiliki dampak positif apabila dalam pelaksanaannya dikelola secara
teratur dan tertib. Pada pelaksanaannya banyak masyarakat yang tidak mengikuti
aturan seperti hewan ternak yang dilepas secara liar dapat menimbulkan persoalan
konflik. Persoalan konflik yang dimaksud tentu saja mengundang hewan buas
untuk memangsa ternak warga. Untuk itu, perlunya diciptakan peraturan untuk
pengendalian ternak agar mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh harimau
sumatera. Opsi dari jawaban tersebut dilampirkan pada Tabel 16.
Tabel 16. Persepsi Masyarakat terkait Zona Larangan Ternak
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 36 23 72
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 120 77 480
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Dari 156 responden di Kabupaten Langkat, terdapat 77% menyatakan
setuju terhadap zona larangan ternak. Zona larangan ternak sendiri bertujuan
untuk menertibkan ternak, harapannya agar masyarkat lebih disiplin untuk
beternak supaya tidak memicu kedatangan harimau yang akan memperpanjang
masalah konflik. Seperti yang dikatakan Kurniadi (2017) ternak yang dibiarkan
secara liar mengganggu pertanian dan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, di
beberapa daerah terdapat larangan melakukan penggembalaan ternak secara liar.
Kehadiran ternak yang dibiarkan juga mendatangkan kerugian ekonomi karena
32
adanya predator harimau dan menambah angka konflik. Konflik ini akan memicu
persepsi negatif masyarakat dan kurang mendukung pelestarian Harimau yang
disampaikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Persepsi Masyarakat terkait Dukungan Pelestarian Harimau
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 63 40 126
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 62 40 124
5. Sangat Setuju 31 20 155
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Sebanyak 40% masyarakat tidak perlu mendukung pelestarian harimau
sumatera karena satwa ini justru merugikan bagi mereka, dan 60% mendukung
pelestarian. Faktor dukungan ini tergantung pada sering atau tidaknya lembaga
penyuluh mensosialisasi di tempat mereka. Apabila masyarakat di tempat itu
sudah termotivasi, maka hal tersebut mampu merubah pola pikir masyarakat dari
menolak pernyataan menjadi menerima pernyataan.
Untuk melindungi harimau sumatera dilakukan dengan cara pengawasan,
baik yang berada di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan
konservasi. Menurut Adhi Nurul (2016), untuk saat ini Balai Besar Taman
Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) telah melaksanakan monitoring populasi
harimau sumatera dibantu oleh pelaksana BBTNGL seperti yang sudah
dimandatkan bahwa pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser meliputi
pemanfaatan, proteksi, serta pengawetan. Dasar pengelolaan terhadap spesies
harimau serta habitatnya dengan didukung sebagian peraturannya, status harimau
sumatera tidak mempengaruhi dengan terdapatnya batas kawasan taman nasional.
Aktivitas yang dicoba berupa occupancy, capture-recapture, survey potensi
habitat harimau, penetapan tim coordinator dan monitoring site harimau
sumatera. Untuk melihat pendapat masyarakat tentang kepunahan harimau
sumatera maka setiap opsi jawaban diberi skor, hingga responden wajib
menggambarkan, menerima statement ataupun tidak menerima statement. Hasil
dari angket tersebut disajikan pada Tabel 18.
33
Tabel 18. Persepsi Masyarakat tentang Kepunahan Harimau yang disebabkan oleh
Manusia
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 0 0 0
2. Tidak Setuju 135 87 270
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 3 2 8
5. Sangat Setuju 18 11 90
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Berdasarkan pada Tabel 18 banyak masyarakat yang tidak setuju akan
kepunahan harimau yang disebabkan oleh manusia, yaitu berjumlah 135 orang
tidak setuju sedangkan 18 individu menyatakan sangat setuju dengan pernyataan
ini. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak setuju ini mengatakan tidak
melakukan perburuan harimau. Perburuan menjadi faktor utama kepunahan
harimau yang tentu saja pelakunya adalah manusia. Faktor lain dari perburuan
adalah adanya penebangan hutan secara liar yang menyebabkan penyempitan
habitat satwa sehingga menimbulkan kepunahan dari satwa itu sendiri.
Kamarudzaman (2016) melaporkan penerapan penyitaan barang bukti dari
perburuan liar ini bersumber pada laporan maupun perihal yang tertangkap tangan
yang dicoba oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta dibantu
oleh Polisi Hutan (Polhut) serta Polisi Daerah (Polda). Pasal 1 angka 16 KUHAP
menerangkan penyitaan merupakan serangkaian aksi penyidik untuk mengambil
alih dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, serta majelis hukum. Untuk melihat pendapat masyarakat tentang
hidup berdampingan dengan harimau, setiap opsi jawaban diberi skor, hingga
responden wajib menggambarkan, menerima statement ataupun tidak menerima
statement. Hasil dari angket tersebut disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Persepsi Masyarakat terkait Hidup Berdampingan dengan Harimau
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 22 14 22
2. Tidak Setuju 78 50 156
3. Ragu-ragu 42 27 126
4. Setuju 14 9 56
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Pada Tabel 19 banyak masyarakat yang tidak setuju untuk hidup
berdampingan dengan harimau, yaitu sejumlah 78 orang tidak setuju dengan
persentase 50%. Hal ini disebabkan karena faktor rendahnya pengetahuan tentang
34
satwa liar. Mereka memilih tidak setuju karena merasa hidupnya tidak aman jika
berdampingan dengan harimau, sedangkan masyarakat yang memilih setuju
adalah masyarakat yang memahami bahwa harimau bersifat tidak mengganggu
apabila masyarakat tidak mengusik keberadaan harimau tersebut. Perburuan dan
penebangan hutan secara ilegal bisa menyebabkan rusaknya habitat dari harimau
yang akan memperbesar terjadinya konflik. Apalagi dengan adanya ternak warga
yang dilepas liarkan dan enggan dikandangkan akan memicu konflik dengan
harimau yang berada dekat dengan pemukiman, sehingga tidak mungkin hidup
berdampingan apabila ternak masih dibiarkan liar. Adanya pernyataan ini dapat
dikatakan bahwa masyarakat di Kabupaten Langkat memutuskan untuk hidup
damai dengan harimau dan tidak memburu harimau. Untuk melihat apakah
timbulnya konflik ini disebabkan dari kurangnya ajaran agama oleh masyarakat di
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Persepsi Masyarakat terkait Pendalaman Ajaran Spiritual sebagai
Penyebab Timbulnya Konflik
No. Kategori Sikap Jumlah (Individu) Persentase (%) Total Skor
1. Sangat Tidak Setuju 7 4 7
2. Tidak Setuju 149 96 298
3. Ragu-ragu 0 0 0
4. Setuju 0 0 0
5. Sangat Setuju 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Primer (2021)
Kaitan pemahaman ajaran spiritual dengan penyebab timbulnya konflik ini
tidak disetujui oleh 96% masyarakat di Kabupaten Langkat, dan selebihnya
menilai sangat tidak setuju (4%). Pernyataan ini dikemukakan dari berbagai
agama sehingga tidak membeda-bedakan atau membandingkan suatu agama dan
mentolelir.
Mufid (2017) menyatakan konsep ekosofi merupakan menginterasikan
perspestif tasawuf ke dalam kajian permasalahan konservasi area. Tasawuf secara
totalitas merupakan ajaran tentang akhlak serta etika, baik terhadap Tuhan yang
Maha Esa selaku pencinta kosmos, ataupun etika terhadap manusia serta alam
semesta. Tradisi ajaran tasawuf yang reflektif diyakini sanggup mendesak buat
lebih arif serta bijaksana dalam berhubungan dengan alam dekat. Ekosofi ialah
filsafat tentang keselarasan ataupun ekuilibrium lingkungan. Secara aplikatif
ekosofi (akhlak berlingkungan) dapat terejahwantahkan dalam konsep ihsan.
35
Hasil dari angket ini diperoleh skor yang telah dihitung dengan rumus N =
batas selang, maka diperoleh nilai 2,70 yaitu berdasarkan interval nilai didapatkan
masyarakat di Kabupaten Langkat memiliki tingkat persepsi kategori sedang.
Kategori sedang yang dimaksud ini adanya kerentanan dengan peluang, adanya
peluang untuk setuju dengan pernyataan dan peluang untuk tidak setuju dengan
pernyataan. Kategori ini sewaktu-waktu akan berubah apabila warga tersebut
termotivasi dengan adanya penyuluhan yang terus dilakukan, masyarakat bisa jadi
merubah pola pikirnya yang tadinya negatif (menolak) menjadi positif
(menerima). Perubahan ini perlu riset lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor
lainnya yang dapat merubah mindset masyarakat tersebut.
izin atau tidak sesuai aturan. Sementara itu, lahan yang digunakan oleh warga
Kecamatan Sei Lepan dan Sekoci adalah legal karena sudah mendapat izin sesuai
dengan aturan yang dibuat. Maka dari itu mereka berhak menggunakan dan
memanfaatkan lahan sesuai izin mereka sebagai kelompok tani.
Jika ada tumpang tindih kepemilikan lahan, maka ada perhutanan sosial
kepada masyarakat di sekitar hutan. Ketersediaan masyarakat dalam perhutanan
sosial dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Perhutanan Sosial
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Bersedia 151 96,79
2. Tidak bersedia 5 3,21
Total 156 100
Sumber: Diolah dari data primer (2021)
Dari hasil wawancara di lapangan terdapat ketersediaan masyarakat
sebanyak 96,79% untuk mengikuti perhutanan sosial. Tujuan dari pengembangan
perhutanan sosial sendiri merupakan untuk meningkatkan kedudukan dan
masyarakat dalam mengelola hutan sehingga bisa tingkatkan taraf kehidupan
masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Perhutanan sosial sebagai kebijakan
pengelolaan hutan mempunyai sisi serta kemampuan untuk terbentuknya konflik
diakibatkan oleh 2 perihal yaitu dikotomi ruang lingkup pengelolaan; di dalam
ataupun di luar kawasan hutan serta kenyataan historis pengelolaan kawasan
meliputi aspek kelangkaan sumber energi, klaim ulayat, dan kepentingan antara
orang-orang yang ikut serta dalam program.
Program pemberdayaan lewat perhutanan sosial adalah salah satu strategi
resolusi konflik. Namun pada sebagian aras serta tujuan terdapat faktor konflik
diakibatkan antara lain: kebijakan program yang masih bertabiat sentarlistik,
tahapan pemberdayaan yang masih bertabiat prosedural, dan pelaksanaan batasan/
arena aksi, aturan-aturan main serta penetapan stakeholders belum menjadi
prioritas dalam perencanaan serta kerangka program pemberdayaan.
Mitigasi Konflik
Salah satu upaya mencegah dan mengurangi konflik yang sedang merebak
akhir-akhir ini dengan memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat
sekitar hutan yang merupakan korban langsung dari kehadiran harimau sumatera.
Upaya dari pemerintah maupun lembaga dapat dilihat dari Tabel 24.
38
Kesimpulan
Saran
[BPS] Badan Pusat Statistika Langkat. 2018. Kabupaten Langkat dalam Angka
2019.
Ahearns SC, Smith JLD, Joshi AR, Ding J. 2001. TIGMOD: An Individual-based
Spatially Explicit Model for Simulating Tiger/human Interaction in
Multiple Use Forests. Ecological Modelling 140: 81-97
Alikodra, HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati, IPB: Bogor.
Bella HM dan Rahayu S. 2021. Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Lahan
Pertanian di Desa Berawang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.
Peningkatan Mutu Pendidikan. 2(1).
Dolisca F, McDaniel JM, Teeter LD. (2007). Farmers’ perceptions towards forest:
A case study from Haiti. Forest Policy & Economics, 9(6), 704-712
Gunawan H, Lilik BP, Ani M, Kartono P. 2010. Fragmentasi Hutan Alam Lahan
Kering di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alan. 7(1).
Hidayat NH. 2017. Pengaruh Program Konservasi Hutan Kota oleh (Pemerintah
dan Swasta) Dan Kepedulian Masyarakat terhadap Konservasi Hutan Kota
(2013). Jurnal Green Growth Dan Manajemen Lingkungan. 6(2). 16-31.
Irawan RE. 2014. Motif Perburuan terhadap Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) pada Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Kabupaten
Indagiri Hulu, Riau. Jurnal Online Mahasiswa. 1(1).
Irianto DM. 2012. Menggugah Kepedulian Siswa Terhadap Satwa Liar Melalui
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Eduhumaniora. Jurnal Pendidikan
Dasar Kampus Cibiru. 2(2).
Kamal F. 2009. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah
Tangga tentang Pengelolaan Sampah dengan Perilaku Pembuangan
Sampah pada Masyarakat Sekitar Sungai Beringin di RW 07 Kelurahan
Wonosari Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang, Tahun 2009. Skripsi.
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Lee HF, Zhang DD. 2008. Perceiving the environment from the lay perspective in
desertified areas, northern China. Environmental Management, 41(2),
168– 182.
44
Maryuliana, Imam MIS, Sam FCH. 2016. Sistem Informasi Angket Pengukuran
Skala Kebutuhan Materi Pembelajaran Tambahan Sebagai Pendukung
Pengambilan Keputusan Di Sekolah Menengah Atas Menggunakan Skala
Likert. Jurnal Transistor Elektro Dan Informatika (Transistor Ei). 1(2).
Priatna D, Santosa Y, Prasetya, LB, Kartono AP. 2012. Home Range and Male
Movement Translocated Problem Tigers in Sumatra. Asian Journal
Biology of Conservation 1(1):20-30.
Ripple WJ, James AE, Oswald JS. 2016. What is a Trophic Cascade?. Cell Press.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
(f)
47
Keterangan : (a) Jalan tempuh menuju desa Sei Lepan, (b) Mahasiswa sedang melakukan
wawancara di desa Sekoci, (c) Mahasiswa sedang melakukan wawancara korban HS, (d)
responden di desa Batu Jonjong, (e) Responden desa Sei Musam, dan (f) Mahasiswa sedang
melakukan wawancara di desa Bukit Lawang.
Identitas Responden
Nama :........................................................................................................
Usia :...................... Tahun
Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita
Alamat : .......................................................................................................
Pekerjaan :........................................................................................................
Status Kependudukan : a. Penduduk Asli b.Pendatang
Pendidikan : .......................................................................................................
Agama :........................................................................................................
Suku :........................................................................................................
Penghasilan :........................................................................................................
Luas Lahan :........................................................................................................
Status Lahan : a. Surat Desa/Camat b. Hak Guna Usaha
Waktu Kerja :........................................................................................................
b. Tidak
7. Apakah saudara takut ketika melihat harimau sumatera tersebut ?
a. Ya
b. Tidak
8. Jika anda melihat harimau sumatera atau tanda keberadaannya
kepada siapa saudara melaporkan kejadian tersebut?
a……………………………………..Lembaga :
b..........................................................Lembaga :
c ........................................................... Lembaga :
d. .......................................................... Lembaga :
9. Menurut anda kenapa ada harimau sumatera menyerang manusia ?
a. Kehabisan Makanan
b. Lebih Tertarik Ternak Warga
c. Balas Dendam
10. Apakah anda memiliki kepercayaan mistis terhadap harimau sumatera?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah merasa khawatir ketika bekerja di ladang?
a. Ya
b. Tidak
12. Berapa lama Anda bekerja diladang?
a. .............../Jam
b. ………../Hari
13. Apakah pernah menginap di gubuk ladang?
a. Ya
b. Tidak
B. Kesadaran Tentang Satwa Liar
14. Bila melihat dengan harimau sumatera, respon apa yg akan anda lakukan
pertama kali?
a. Diam
b. Berdo’a
c. Mengucapkan sesuatu
50
d. Lari
15. Jika ada warga desa yg menjerat atau memburu harimau, bagaimana perasaan
anda?
a. Kesal/marah
b. Masa bodoh
Pelestarian harimau sumatera
16. Apakah harimau sumatera bermanfaat bagi masyarakat sekitar hutan?
a. Ada
b. Tidak
17. Apakah diperlukan pelestarian harimau sumatera?
a. Iya
b. Tidak
18. Jika harimau sumatera punah, apakah perasaan bagi masyarakat?
a. Senang
b. Sedih
c. Masa Bodoh
C. Kerugian yang ditimbulkan oleh harimau sumatera
19. Jika anda punya ternak, kemudian diterkam harimau, karena tidak memiliki
kandang. Pantaskah anda menyalahkan harimau sumatera sebagai yang
bersalah?
a. Ya
b. Tidak
D. Informasi Penanggulangan oleh Pihak Pemerintah dan LSM
20. Apakah sudah ada informasi cara penanggulangan terhadap pemasalahan
konflik harimau dengan masyarakat?
a. Ada
b. Tidak
21. Siapa yang memberi informasi tersebut?
a. Pemerintah
b. LSM
c. Petugas Kehutanan
d. Polhut
51
22. Menurut saudara bila ada konflik, mana yang paling cepat membantu/turun
tangan antara pihak pemerintah dan LSM?
a. Pemerintah
b. LSM
23. Apakah upaya penanggulangan yang ditawarkan pihak pemerintah kepada
masyarakat terkait konflik harimau sumatera sudah memuaskan?
a. Ya
b. Belum
c. Tidak sama sekali
E. Peraturan Desa
24. Bila pengelolaan ternak dibuat dalam peraturan desa, apakah anda setuju atau
tidak?
a. Ya
b. Tidak
F. Perhutanan Sosial
25. Apaka ada tumpang tindih kepemilikan lahan?
a. Ya
b. Tidak
26. Bila ada, apakah bersedia mengikuti program pemerintah (dalam perhutanan
sosial?)
a. Ya
b. Tidak
G. Ekosofi
27. Apakah satwa liar termasuk makhluk Tuhan yang mempunyai hak hidup
sama seperti manusia?
a. Ya
b. Tidak
28. Dalam keyakinan anda, apakah anda diajarkan berperilaku baik terhadap
satwa?
a. Ya
b. Tidak
52
Anda dapat pengajaran berperilaku baik kepada sesama makhluk Tuhan itu
dari siapa?
a. Ceramah Ustadz/Pendeta
b. Sesepuh Desa
c. Guru Sekolah
29. Sudahkah anda melaksanakan pengajaran tersebut?
a. Ya
b. Belum
H. Berilah jawaban dengan memberi centang ( ) di kolom yang kosong
No. Pernyataan SS S N TS STS
Harimau Sumatera adalah spesies kunci di hutan
1. Sumatera, jika keberadaannya sudah tidak ada lagi,
bagaimana perasaan anda?
Jika tidak ada yang memelihara lembu di pinggiran
2. hutan. Apakah anda yakin konflik dengan harimau akan
berkurang?
Jika dibuat zona larangan ternak di pinggiran hutan,
3.
apakah anda setuju?
Jika ada kegiatan untuk melestarikan populasi harimau,
4.
apakah anda akan mendukung?
Jika harimau sumatera punah, apakah anda setuju
5. kepunahan tersebut dimulai oleh kerusakan alam yang
dibuat oleh manusia?
6. Apakah anda yakin dapat hidup berdampingan dengan
harimau sumatera tanpa adanya konflik?
7. Apakah anda sependapat, bahwa sering
munculnya konflik manusia dengan harimau sumatera
karena manusia sudah melupakan ayat-ayat Tuhan untuk
menjaga alam ini?
0