Anda di halaman 1dari 12

PERAN KELEMBAGAAN

DALAM INVESTASI DAERAH

PENDAHULUAN
Kenaikan populasi jumlah penduduk dan meningkatnya jumlah pengangguran
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya mekanisme yang berkelanjutan
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Investasi adalah salah satu faktor yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kegiatan investasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
swasta, baik berbentuk badan usaha, badan hukum, maupun usaha perorangan. Investor selaku
penanam modal dibedakan menjadi investor dalam negeri dan investor asing.

Terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada tahun 2004 membawa
harapan baru bagi bangsa Indonesia. Dalam pidato pertama 30 hari pemerintahannya, Susilo
Bambang Yudhoyono menjelaskan tiga strategi dalam bidang ekonomi yang disebut triple
strategy, yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per tahun, menggerakkan kembali
sektor riil, serta revitalisasi pertanian dan perekonomian pedesaan.

Namun, selewat dua tahun pemerintahannya, pemerintah mengakui iklim dunia usaha,
yang mampu menggerakkan sektor riil dan meningkatkan investasi, belum kondusif seperti yang
diharapkan. Tidak mengherankan banyak kalangan mulai mempertanyakan seberapa jauh
keseriusan pemerintah dalam mengubah iklim dunia usaha maupun keberpihakan kepada rakyat
banyak. Lebih dua tahun berlalu, namun dunia usaha merasa upaya pemerintah masih belum
tuntas dan serius menekan ekonomi biaya tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berbagai kebijakan – seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rata-rata lebih
dari 120 persen, kenaikan suku bunga, kenaikan upah minimum, dan segera menyusul kenaikan
tarif dasar listrik dan gas – telah memukul dunia usaha, baik besar maupun kecil. Jangankan
bicara daya saing, untuk bertahan hidup saja banyak perusahaan yang mengaku cukup sulit.

Kebijakan pemerintah pusat tersebut berimbas terhadap pemerintah daerah, karena


industri besar maupun industri rumah tangga berada di daerah. Padahal dalam pasal 176 Undang-
undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pemerintah daerah
dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan
kepada masyarakat dan/atau investor. Pengaruh kebijakan pemerintah pusat membuat pemerintah
daerah tidak dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Pertanyaan yang sering muncul adalah apa yang dimaksud iklim investasi? (Stern, 2002
dalam Kuncoro, 2006) mendefinisikan iklim investasi sebagai semua kebijakan, kelembagaan,
dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa
mendatang, yang bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi.
Lingkungan bisnis yang sehat diperlukan tidak hanya untuk menarik investor dari dalam dan luar
negeri, tetapi juga agar perusahaan yang sudah ada tetap memilih lokasi di Indonesia. Alasan
utama mengapa investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia adalah
ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi (oleh oleh pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat), perizinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja (Bank Dunia, 2004
dalam Kuncoro, 2006).

Pertumbuhan ekonomi pasca krisis yang cenderung lambat, di bawah 5 persen per tahun,
terbukti tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai dan menurunkan jumlah orang
miskin. Tantangan terbesarnya, mengubah sumber pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh
konsumsi menjadi digerakkan oleh investasi dan ekspor. Untuk itu diperlukan perbaikan iklim
investasi dan mengembalikan kepercayaan dunia bisnis. Lemahnya perencanaan dan koordinasi
peraturan perundangan baik tingkat vertikal (antara pemerintah pusat-provinsi-kabupaten/kota)
dan pada tingkat horizontal (antara kementerian dan badan lainnya) terus terjadi.

Berbagai survei membuktikan faktor utama yang mempengaruhi lingkungan bisnis


adalah tenaga kerja dan produktivitas, perekonomian daerah, infrastruktur, kondisi sosial politik,
dan institusi (kelembagaan/rule of the game).

BELAJAR DARI CINA


Cina adalah negara yang menjadi fenomena dalam perekonomian dunia saat ini. Tatkala
Indonesia berupaya menaikkan laju pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, di
Cina justru sedang diupayakan untuk menurunkan laju pertumbuhan ekonomi melalui penurunan
tingkat inflasi. Ekonomi yang tadinya tumbuh sekitar 6 % pada tahun 1978 meningkat pesat
menjadi rata-rata 9 % per tahunnya sehingga ekonomi Cina mengalami overheating (kepanasan)
akibat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pemerintah Cina mulai tahun 2004 telah
menetapkan toleransi tingkat pertumbuhan rata-rata adalah 7-8 %.

Apa rahasia Cina sehingga begitu berhasil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi?
Dalam programnya, Pemerintah Cina sangat mendukung terbentuknya simbiosis mutualisme
antara pengusaha kecil dan menengah dengan pebisnis besar. Melakukan liberalisasi
perdagangan dan investasi secara sangat berhati-hati dan bertahap dengan menciptakan zona
ekonomi khusus. Selain itu peran institusional (kelembagaan) seperti penegakan hukum menjadi
faktor yang krusial dalam menjalankan perekonomian. Cina telah membuat komitmen untuk
melakukan perlindungan atas berbagai hal yang menyangkut aktivitas perdagangan dan investasi.
Perlindungan Hak Atas Karya Intelektual (HAKI) merupakan wujud dari komitmen tersebut.
Demi impian untuk tumbuh sebagai bangsa yang berbasis pengetahuan (knowledge based-
nation). Pemerintah Cina selain mendirikan lembaga Intelectual Property Office pada tahun
2001. Cina dan Uni Eropa juga telah mengadakan serangkaian pelatihan yang diikuti oleh 200
hakim untuk memperoleh keahlian dalam penegakannya. Ini mencerminkan kepercayaan Cina
bahwa penghormatan terhadap karya intelektual merupakan stimulus bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Upaya Pemerintah Cina akhirnya tidak sia-sia. Cina yang pada awalnya merupakan
pengekspor terbesar barang-barang tiruan ke negara-negara berkembang, kini telah dinilai
membuat kemajuan yang luar biasa dalam hal perlindungan atas merek dagang, paten, dan
copyright. Cina meyakini hukum, norma, dan aturan yang telah dibuat harus dilaksanakan
sehingga akan menciptakan pembentukan kelembagaan yang kuat dan berkredibilitas yang tinggi
agar memampukan berlangsungnya proses alih teknologi yang diikuti oleh peningkatan
produktivitas dan pada akhirnya menarik investasi serta pengembangan ekspor bisnis yang
mempengaruhi ekspor negara dan penambahan devisa. Hal ini sejalan dengan keyakinan para
ekonom bahwa kebijakan ekonomi yang sehat, ditambah pembangunan institusi yang kuat dan
berkualitas, dapat memberikan pengaruh sangat positif bagi prospek pertumbuhan jangka
panjang sebuah negara (Thalo, 2004).

Peran kelembagaan yang kuat telah membantu terciptanya ekspansi sektor swasta
(investor) yang berperan sangat besar dalam dinamika perekonomian. Bahkan lebih dari itu, jika
liberalisasi terjadi, perangkat hukum dan penegakannyalah yang menjadi andalan dan harapan
bagi pasar dalam menjalankan roda perekonomian.

PERAN KELEMBAGAAN DALAM INVESTASI DAERAH


Kelembagaan didefinisikan sebagai regulasi perilaku yang secara
umum diterima oleh anggota-anggota kelompok sosial atau aturan-aturan
yang membatasi perilaku menyimpang manusia (humanly devised) untuk
membangun struktur interaksi politik, ekonomi dan sosial (Yustika, 2006).
Melalui rentetan sejarah, kelembagaan yang dapat meminimalisasi, perilaku
manusia yang menyimpang telah berhasil menciptakan ketertiban dan
mengurangi ketidakpastian dalam melakukan pertukaran (exchange).

Sejak masa Presiden Soeharto sampai Presiden Susilo Bambang


Yudhoyono, lembaga yang bertanggungjawab terhadap bidang investasi,
dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), status
kedudukannya berubah-ubah dari lembaga setingkat direktorat jenderal dan
kemudian naik setingkat kementerian dan turun lagi ketingkat dibawahnya.
Perubahan ini membuat kelembagaan investasi lemah sehingga kinerja
investasi menjadi tidak jelas. Dengan kelembagaan yang lemah seperti ini,
kebijakan investasi dan program-programnya menjadi lemah pula. Indonesia
sudah dianggap tidak bersaing lagi dan kurang atraktif bagi investasi asing.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi mendasar berkaitan dengan perbaikan
iklim bisnis dan investasi di Indonesia. Pertama, reformasi kelembagaan,
terutama dalam pelayanan investasi (Rachbini, 2006).

Dalam hal proses aplikasi, terlebih dahulu investor harus mendapatkan


beberapa persetujuan, perizinan, dan “lampu hijau” dari BKPM atau BKPM
Daerah (BKPMD) untuk tahap awal. Tahap perizinan dan implementasi
proyek investasi yang sering tertunda karena untuk melakukan bisnis di
Indonesia butuh 168 hari denan biaya yang dapat mencapai rata-rata 14,5
persen dari rata-rata pendapatan. Koordinasi antar tingkatan pemerintah,
baik vertikal maupun horizontal, sangatlah penting. Kepastian hukum dalam
bentuk regulasi pemerintah yang berkaitan dengan investasi sangat dinanti
oleh para investor. Walaupun banyak pemerintah daerah mengkhawatirkan
langkah ini sebagai upaya pemerintah pusat untuk melakukan resentralisasi
dan mencabut kewenangan dalam pemberian izin investasi. Tiga hal utama
yang diinginkan investor dan pengusaha: penyederhanaan sistem dari
perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang tindih, serta
transparansi biaya perizinan.

Tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, yang tidak hanya


menghambat arus barang dan jasa tetapi juga menciptakan iklim bisnis yang
tidak sehat, perlu dieliminasi. Barangkali deregulasi dan sinkronisasi
berbagai peraturan daerah dan pusat merupakan starting point. Reformasi
peraturan dapat dimulai oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Beberapa masalah pengawasan yang muncul dengan sistem saat ini adalah:
(1) tidak semua peraturan daerah diserahkan kepada pemerintah pusat; (2)
proses review peraturan daerah dinilai lambat karena dibebankan kepada
pemerintah pusat; (3) banyak pemerintah daerah mengabaikan aturan
mengenai peraturan daerah bermasalah. Oleh karena itu, agenda reformasi
yang perlu dilakukan adalah: pemerintah provinsi diberi kepercayaan dan
wewenang untuk: (1) mengkaji semua peraturan daerah dari pemerintah
daerah kabupaten/kota di wilayahnya; (2) bekerja sama dengan pemerintah
pusat dan provinsi lain dalam mengembangkan prosedur dan standar
pengkajian peraturan daerah.

Perubahan mendasar kedua, para birokrat dan pejabat di pusat


maupun daerah masih berperilaku sebagai predator dan belum menjadi
fasilitator bagi dunia bisnis. Ini tantangan besar bagi Presiden Yudhoyono
dan kabinetnya. Bila mau meningaktkan kinerja ekspor dan menumpas
korupsi secara serius, disarankan: “membersihkan” jalan raya, pelabuhan,
bea cukai, serta kepolisian dari berbagai bentuk grease money.

Survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)


menunjukkan bahwa kelembagaan merupakan faktor utama yang
menentukan daya tarik investasi di suatu daerah, diikuti oleh kondisi sosial
politik, kondisi ekonomi daerah, produktivitas tenaga kerja dan infrastruktur
fisik.

DAYA TARIK INVESTASI DAERAH

Kelembaga Sosial Ekonomi Tenaga Infrastruktur


an Politik Daerah Kerja Fisik

Ketersedia Ketersedia
Kepastian Keaman Potensi
an an
Hukum an Ekonomi
Tenaga K Tenaga K
Aparatur & Struktur Kualitas Kualitas
Politik
Pelayanan Ekonomi Tenaga K Tenaga K
Biaya
Kebijakan
Budaya Tenaga
Daerah
Kerja
Kepemimpin
an Lokal
REGULASI DALAM INVESTASI

Pertumbuhan tidak hanya dikaitkan dengan pendapatan yang lebih


tinggi saja, akan tetapi dengan indikator pembangunan masyarakat yang
lebih baik, seperti tingkat mortalitas bayi yang lebih rendah, jangkauan
pendidikan yang lebih luas, dan tingkat perkiraan hidup yang lebih lama.
Pertumbuhan ekonomi memberikan kesempatan bagi semua jenis pekerjaan,
menciptakan pekerjaan, dan memperluas dasar pajak yang tersedia guna
membiayai pelayanan publik.

Iklim investasi memiliki peran yang jelas dalam memengaruhi tingkat


investasi, baik swasta maupun pemerintah. Bukti-bukti yang ada
memastikan bahwa meningkatkan kesempatan dan insentif bagi perushaaan
untuk melakukan investasi dengan cara mengurangi biaya-biaya, resiko, dan
pembatasan yang tidak layak telah memberikan dampak yang diharapkan.

Iklim investasi adalah suatu kumpulan faktor-faktor lokasi tertentu


yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi perusahaan untuk
melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan, dan
mengembangkan diri. Kebijakan dan perilaku pemerintah memiliki suatu
pengaruh yang besar melalui dampaknya terhadap biaya, risiko, dan
pembatasan bagi persaingan.
Tingkat investasi itu sendiri bukan merupakan penggerak utama dari
pertumbuhan. Akumulasi modal membawa input yang lebih banyak ke dalam
proses produksi, akan tetapi terdapat suatu batas sejauh mana proses ini
dapat mempertahankan pertumbuhan oleh karena adanya penurunan
dampak marginal dari modal tambahan. Untuk itu keberhasilan dari suatu
iklim investasi bukanlah kuantitas investasi melainkan kualitas investasi
yang juga dipengaruhi oleh iklim investasi.

Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, investasi harus menjadi


program yang dikelola serius. Berdasarkan sumber dari Bappenas dan BKPM,
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 4,8% di tahun 2004 dibutuhkan nilai
investasi Rp 479,9 triliun, pertumbuhan ekonomi 5% ditahun 2005
dibutuhkan investasi Rp 379,8 triliun, dan pada tahun 2006 untuk
pertumbuhan ekonomi 5,5% dibutuhkan investasi Rp 471,4 triliun (Jayus,
2006). Demi menggairahkan kegiatan investasi dan pelayanan investasi,
pemerintah telah memiliki konsep pelayanan satu atap. Kegiatan pelayanan
satu atap lahir dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2003.
Lahirnya Keppres tersebut dilatar belakangi suasana eforia UU No. 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah. Desentralisasi disemangati secara berlebih,
sehingga daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mengeluarkan beberapa Peraturan Daerah (Perda) Pajak dan retribusi
daerah yang pada akhirnya memberatkan dunia usaha dan investasi.
Terdapat kurang lebih 500 Perda tentang pajak dan retribusi daerah yang
sedang ditelaah Departemen Keuangan. Dari jumlah tersebut terdapta lebih
dari 40 Perda yang telah dibatalkan karena menetapkan retribusi yang tidak
perlu dan melanggar peraturan perundang-undangan yang di atasnya.

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah


menetapkan regulasi baru yaitu undang-undang tentang Penanaman Modal
pada akhir maret 2007. Produk hukum ini menjadi aturan main dalam
berinvestasi. Dalam undang-undang ini investor terdiri dari penanam modal
dalam negeri dan penanam modal asing yang mendapatkan pelayanan yang
sama terhadap kegiatan penanaman modal. Satu hal yang penting adalah
setiap kegiatan investasi yang menjadi urusan kewenangan daerah maka
menjadi tanggung jawab daerah, mulai dari pelayanan sampai perizinan.

AKUNTANSI UNTUK KELEMBAGAAN INVESTASI DAERAH


Investais pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) tercermin melalui belanja modal yang dianggarkan setiap
tahunnya, namun realita menunjukkan investasi pemerintah daerah dalam
belanja modal masih relatif rendah jika dibandingkan dengan belanja rutin.
Padahal belanja modal sangat diperlukan utnuk mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah (Sofian, 2006). Belanja modal pemerintah daerah masih
kecil, berkisar antara 7-14% dari APBD. Hal ini sangat ironis, mengingat
belanja modal pemerintah daerah adalah syarat untuk menarik investor
swasta masuk terutama dalam investasi infrastruktur dan pengembangan
pendidikan.

Penelitian yang dilakukan Indef menunjukkan setiap satu rupiah


kenaikan investasi pemerintah akan mendorong empat rupiah investasi
swasta. Kondisi selamai ni tidak ada saling melengkapi antara investasi
pemerintah dan swasta di daerah. Bahkan di beberapa daerah belanja modal
justru tidak efektif untuk menarik investor akibat pembangunan infrastruktur
daerah yang hanya ingin “gagah-gagahan” saja melalui proyek-proyek
mercusuar.

Alokasi dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah sebenarnya


semakin besar sejak era otonomi daerah, namun uangnya ternyata tidak di
daerah sehingga pengusaha kesulitan untuk mendapatkan pendanaan. Dana
yang dimobilisasi di daerah lari kembali ke Jakarta melalui mekanisme
perbankan. Sepertinya banyak beberapa daerah yang lebih nyaman
menyimpan uangnya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada digunakan
untuk investasi, sehingga perlu perubahan akuntansi kelembagaan dalam
mengelola keuangan daerah.
Selain itu, proses politik dalam pemilihan kepala daerah setiap lima
tahun membawa perubahan dalam penyusunan rencana strategis investasi
daerah akibat setiap berganti kepala daerah maka berganti pula kebijakan,
inkonsistensi ini membuat investor selalu dalam kesulitan.

Persoalan di atas memerlukan solusi yang baik terutama dalam


kelembagaan. Peran akuntansi di rasa penting untuk menyediakan informasi
kuantitas terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi sebagai
input yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan ekonomi yang
rasional bagi pihak-pihak yang membutuhkan (Halim, 2007).

Pemerintah telah mengeluarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)


sebagai peraturan yang berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan
dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah (SAP,
2005).

Akuntansi Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset


tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi (SAP, 2005).

Belanja modal dapat dikategorikan dalam lima kategori utama :

a. Belanja Modal Tanah


Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama
dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan,
pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya
sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah
yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.

b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin


Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan pengadaan/penambahan/penggantian dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang
memberi manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan
dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan


Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan yang dimaksud dalam
kondisi siap pakai.

d. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan


Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/
peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan jalan, irigasi, dan jaringan yang menambah kapasitas
sampai jalan, irigasi dan jaringan yang dimaksud dalam kondisi siap
pakai.

e. Belanja Modal Fisik Lainnya


Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/
peningkatan/ pembangunan/ pembuadan serta perawatan terhadap
fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan dan irigasi serta jaringan, termasuk juga ke dalam belanja ini
adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang
kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan
ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.

Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas


umum daerah, khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran
pengakuannya terjadi pada saat pertanggung jawaban atas pengeluaran
tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan
(Syaiful, 2006).

Akuntansi Investasi

Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara lain


memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam
jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk
investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.

a. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh


manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat
sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan investasi
dibagi dua, yaitu; Investasi jangka pendek adalah investasi yang
dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12
(dua belas) bulan atau kurang.
b. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
c. Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang
tidak termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk
dimiliki secara tidak berkelanjutan.
d. Investsi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dinimiliki secara berkelanjutan.
Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi
apabila memenuhi salah satu kriteria :
a. Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
dapat diperoleh pemerintah.
b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
memadai (reliable).
Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai
pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam
laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh
jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.

PENUTUP

Investasi sektor publik sangat penting bagi pemerintah daerah untuk


mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran pemerintah daerah dalam
investasi bisa menciptakan multiplier effect yang mendorong investor swasta
untuk berbisnis yang pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan. Selain
itu, sebagai regulator pemerintah daerah juga berperan dalam memberikan
pelayanan dan proses perizinan yang cepat dan tanggap.

Secara kelembagaan diperlukan penataan kembali terhadap institusi


yang ada dan terlibat dalam proses penciptaan iklim investasi yang baik,
mulai dari lembaga pelayanan dan perizinan satu atap (one stop service)
sampai prsoes akuntansi yang baik dan menguntungkan daerah.

Peran akuntansi sangat signifikan dalam pengeluaran pemerintah


untuk investasi dalam bentuk belanja modal sampai pencatatan transaksi
yang menjadi sumber pendapatan asli daerah terhadap pajak dan retribusi
daerah yang dikutip dari investasi yang telah berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai