PERTEMUAN 17
ORGANISASI NIRLABA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian organisasi nirlaba
2. Mahasiswa dapat menjelaskan standar akuntansi nirlaba.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran :
ORGANISASI NIRLABA
1.1 PENDAHULUAN
Yang membedakan entitas nirlaba dengan perusahaan bisnis komersial adalah
dengan memeriksa karakteristik yang mendasarinya. Suatu entitas nirlaba menerima
kontribusi sumber daya dalam jumlah yang signifikan dari pemberi sumber daya
yang tidak mengharapkan imbalan yang setimpal, dijalankan dengan tujuan selain
untuk menyediakan barang dan jasa untuk memperoleh laba dan tidak memilki
bagian kepemilikan seperti halnya dalam perusahaan bisnis biasa.
Sebagai akibat dari karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi
tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,
misalnya penerimaan sumbangan. Namun demikian dalam praktik organisasi nirlaba
sering tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan dengan
organisasi bisnis pada umumnya. Pada beberapa bentuk organisasi nirlaba, meskipun
tidak ada kepemilikan, organisasi tersebut mendanai kebutuhan modalnya dari utang
dan kebutuhan operasinya dari pendapatan atas jasa yang diberikan kepada publik.
Akibatnya, pengukuran jumlah, saat, dan kepastian aliran pemasukan kas menjadi
ukuran kinerja penting bagi para pengguna laporan keuangan organisasi tersebut,
seperti kreditur dan pemasok dana lainnya. Organisasi semacam ini memiliki
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya.
1.2 DEFINISI
Menurut UU No. 16 Tahun 2001 yang diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004
tentang Yayasan, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota
organisasi nirlaba
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Suatu organisasi yang mempunyai tujuan utama untuk mendukung beberapa
isu publik atau kepedulian terhadap kepentingan umum yang tidak berkaitan dengan
aspek komersial Menyangkut masalah bencana kemanusiaan maupun bencana alam,
pendidikan, seni, politik, agama riset atau hal lain yang relevan agama.
Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas
pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah. Organisasi nirlaba dipandang
amat berbeda dengan organisasi komersial oleh pelanggan, donatur dan
sukarelawan, pemerintah, anggota organisasi dan karyawan organisasi nirlaba.
Bagi pemerintah, organisasi nirlaba nonpemerintah harus mematuhi
ketentuan undang-undang, serta diharapkan memberi sumbangan positif bagi
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya nasional serta memberi citra baik
bagi bangsa. Di sini, laporan keuangan berfungsi sebagai umpan balik kepada
pemerintah. Apabila ada berbagai harapan dan kepentingan yang berbenturan, maka
laporan keuangan secara seimbang memberi informasi bagi berbagai pihak yang
berkepentingan itu.
Sebagai kesimpulan, sasaran utama laporan keuangan entitas nirlaba adalah
menyajikan informasi kepada penyedia sumber daya, yang ada pada masa berjalan
dan pada saat yang akan datang dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk
mengambil keputusan rasional dalam pengalokasian sumber daya kepada entitas
nirlaba.
Organisasi komersial dan nirlaba sering rancu, karena pembagiannya di-
dasarkan atas jenis kegiatan atau bentuk legalnya. Sesungguhnya istilah non-
komersial lebih tepat dari istilah nirlaba. Istilah Not For Profit
Organization (NFPO) telah menggeser istilah nonprofit organization karena
menawarkan resolusi bahwa itikad atau tujuan pendirian organisasi bersangkutan
bukan untuk mencari laba. Seluruh kegiatannya tidak ditujukan untuk mengum-
pulkan laba, namun dalam perjalanannya organisasi nirlaba ternyata secara legal
bernasib keuangan yang baik, yakni dapat mengalami surplus karena aliran kas
masuk melebihi aliran kas keluar. Dengan demikian, walaupun sama-sama
memperoleh sisa laba, surplus yang setara laba neto setelah pajak, baik organisasi
komersial maupun organisasi nirlaba tetap pada jati dirinya.
Surplus diperlukan organisasi nirlaba untuk memperbesar skala kegiatan
pengabdiannya dan memperbaharui sarana yang uzur dan rusak. Sebaliknya, apabila
surplus tersebut dinikmati oleh para pengurus dalam bentuk tantiern, gratifikasi,
gaji, bonus, tunjangan perjalanan dinas, pinjaman bagi pendiri/ pengurus (setara
dividen dalam entitas komersial) atau kenikmatan (mobil mewah, rumah tinggal,
keanggotaan golf dan sebagainya), maka organisasi nirlaba menjadi berhakikat
entitas komersial.
Entitas komersial atau nirlaba sering diidentifikasi melalui bentuk
legal danbentuk kegiatan. Contoh entitas legal adalah:
1. Entitas komersial, terbagi atas entitas komersial yang dikelola pmerintah, seperti
BUMN Persero; entitas komersial swasta, misalnya CV, NV, Firma, usaha
perorangan, UD;
2. Entitas nirlaba, terbagi atas entitas nirlaba pemerintah, entitas nirlaba swasta,
misalnya yayasan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat
Pembagian entitas komersial dan nirlaba berdasarkan bidang bentuk
kegiatan/bidang usaha tidak disarankan. Rumah sakit dan museum pemerintah pada
umumnya nirlaba, namun rumah sakit dan museum swasta mungkin nirlaha atau
komersial
1.2.1 Karakteristik Entitas Nirlaba Di dalam PSAK No. 45 (Revisi 2011) (IAI,
2011: 45.2-45.3)
1. Sumber daya entitas nirlaba berasal dari pemberi sumber daya yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding
dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, dan jika
entitas nirlaba menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan
kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti umumnya pada entitas bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam entitas nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas nirlaba.
1. Indonesia
Di Indonesia, organisasi nirlaba telah berkembang cukup pesat
terutama di bidang keagamaan serta advokasi. Selain itu, dibidang pendidikan
kini juga mulai berkembang, seperti yang dilakukan oleh Internews
Indonesia, dimana mereka melakukan bimbingan bagi para jurnalis.
2. Amerika Serikat
Perkembangan organisasi nirlaba di Amerika Serikat telah sangat jauh
lebih maju dibanding Indonesia, terutama dalam bidang keagamaan.
Amandemen Pertama Amerika Serikat menjamin kebebasan beragama bagi
masyarakatnya. Bagaimanapun, organisasi nirlaba relijius seperti gereja,
tunduk kepada lebih sedikit sistem pelaporan pemerintah pusat dibanding
dengan banyak organisasi lain. Dalam hal perpajakan, organisasi nirlaba
relijius di Amerika Serikat juga dikecualikan dari beberapa pemeriksaan
ataupun peraturan, yang membedakannya dengan organisasi non relijius.
3. Kanada
Di Kanada, organisasi nirlaba yang mengambil format derma biasanya
harus dicatatkan di dalam Agen Pendapatan Kanada (Canada Revenue
Agency).
4. Kerajaan Inggris
Di Inggris dan Wales, organisasi nirlaba yang mengambil format
derma biasanya harus dicatatkan di dalam Komisi Pengawasan Derma.
Di Skotlandia, Kantor Pengatur Derma Skotlandia juga melayani fungsi yang
sama. Berbeda dengan organisasi nirlaba di Amerika Serikat, seperti serikat
buruh, biasanya tunduk kepada peraturan yang terpisah, dan tidak begitu
dihormati sebagaimana halnya derma dalam hal pengertian teknis.
memasukkan semua bidang, rata-rata memiliki lebih dari 20 bidang. Banyak yang masih
mengadaptasi organisasi politik karena dijaman orde baru hampir semua organisasi
nonprofit yang berdiri menjadi underbow partai Golkar.
Masyarakat sekarang ini sudah dengan mudah mengakses informasi dari seluruh
penjuru dunia, mereka juga dengan mudah menjalin komunikasi serta menjadi anggota
organisasi nirlaba asing. Disamping itu, komunitas yang tumbuh dan berkembang di
dunia maya sendiri, telah menarik populasi yang sangat besar. Makin hari, organisasi
konvensional makin ditinggalkan, yang dapat berkompetisi kedepan hanyalah organisasi
yang mampu mengkombinasikan aktivitasnya dengan teknologi
informasi. Kepemimpinan di seluruh organisasi memegang peranan yang vital, demikian
pula dalam organisasi nirlaba. Kriteria pemimpin organisasi nirlaba yang paling utama
adalah memiliki kemauan. Dalam konteks ini, pemimpin harus memiliki niat dan bukan
dipaksa oleh orang lain. Dengan memiliki kemauan, otomatis akan memiliki pandangan
terhadap apa saja yang harus dikerjakan dikemudian hari, serta mengetahui konsekwensi
atas pengorbanan yang harus dijalani sebagai pemimpin organisasi nirlaba. Kriteria
kedua adalah memiliki kapasitas untuk mendengar dan menyelesaikan permasalahan.
Mendengar merupakan kriteria yang penting bagi pemimpin dalam organisasi nirlaba
karena pemimpin akan selalu berinteraksi dengan banyak orang, mulai dari para relawan
sampai dengan orang-orang yang menjadi objek dari organisasi. Kriteria ketiga adalah
memiliki kemampuan mengkader. Dengan mengkader maka keberlangsungan organisasi
akan dapat terjamin. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang bukan menghambat
kemunculan kader-kader yang lebih muda, tetapi justru memberi inspirasi dan motivasi
bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Sesungguhnya pemimpin yang berhasil
mengkader adalah pemimpin yang berhasil membesarkan namanya sendiri secara tidak
langsung. Kriteria keempat adalah memiliki kemampuan dalam hal pengumpulan dana.
Hal ini sangat terkait dengan kemampuan determinasi serta kecerdasan pemimpin dalam
merajut relasi antara donatur, volunteer dan masyarakat. Organisasi nirlaba telah banyak
yang mengaplikasikan kriteria-kriteria tersebut untuk memilih pemimpinnya. Tapi
sayang karena belum memiliki managemen pengumpulan dana yang baik, kriteria
kemampuan finansial dari calon pemimpin sering dikedepankan. Hitler dalam perang
dunia pertama menyatakan bahwa yang paling penting dalam perang adalah uang, yang
kedua adalah uang dan yang ketiga adalah uang. Memang uang penting bagi organisasi
non profit, tapi mengelola organisasi non profit tentunya berbeda dengan mengelola
armada perang. Dalam organisasi non profit, dibutuhkan manajemen pengumpulan dana
yang bersifat jangka panjang. Istilah fund rising di organisasi nirlaba sebenarnya lebih
tepat kalau disebut sebagai fund development. Istilah ini signifikan karena bukan hanya
dana yang menjadi perhatian tetapi juga orang-orang yang terlibat sebagai donatur dan
volunteer juga menjadi perhatian utama untuk membangun dukungan yang bersifat
jangka panjang.
ORGANISASI ZAKAT
Organisasi Zakat adalah salah satu jenis organisasi nirlaba. Cukup banyak
organisasi zakat yang bermunculan di Indonesia. Persoalan yang cukup mendasar
adalah bagaimana agar organisasi zakat dapat diaudit dengan benar, sehingga
akuntabilitas dan transparansinya terjamin. Apalagi sampai saat ini belum ada
standar akuntansi zakat yang sah dan diakui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
sebagai pihak yang mempunyai keabsahan untuk meng audit.
Agar pencatatan dan pelaporan keuangan bisa dilakukan dengan baik dan
memudahkan pengauditan, Forum Zakat (FOZ) merancang draf pedoman akuntansi
bagi organisasi pengelola zakat. Penyusunan ini dilakukan karena semakin besamya
tuntutan masyarakat akan akuntabilitas organisasi pengelola zakat.
Akuntabilitas organisasi pengelola zakat ditunjukkan dengan laporan ke-
uangan serta audit terhadap laporan keuangan tersebut. Namun banyak pemakai
laporan keuangan dan auditor tidak mengetahui dasar acuan yang digunakan untuk
membaca, menganalisis atau melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
tersebut. Pasalnya, setiap organisasi pengelola zakat memiliki acuan yang beragam
dalam membuat laporan keuangannya.
Adanya pedoman akuntansi diharapkan akan memudahkan para pengguna
laporan keuangan bagi pemakai laporan keuangan tersebut. Tak hanya itu, pedoman
akuntansi yang sama akan melahirkan tingginya tingkat komparasi antarorganisasi
pengelola zakat. Dengan demikian bisa dipastikan kinerja antara organisasi
pengelola zakat yang satu dengan yang lainnya dalam penghimpunan, pengelolaan
dan penyaluran dana.
Draft pedoman akuntansi zakat masih dalam rangka sosialiasi untuk men-
dapatkan tanggapan dan masukan. Telah ada berbagai masukan seperti Dewan
Syariah Nasional (DSN) maupun Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), baik dari aspek-
aspek syariah maupun teknis akuntansi baik berupa nama-nama akun maupun
format penyajiannya. Masukan tersebut akan diselaraskan dengan susunan draf yang
telah ada. Selanjutnya, sebelum draf ini menjadi pedoman akuntasi zakat yang
berlaku umum maka akan ada dua review yang ditempuh pihaknya, baik melalui
DSN maupun IAI.
Seyogianya pedoman akuntansi zakat mengacu pada standar yang ditetapkan
oleh IAI yang tertuang daiam Standar Akuntansi Keuangan. Untuk menyiasati
ORGANISASI NIRLABA 2
Tujuan utama dari sebuah kampus atau universitas adalah menyediakan jasa
pendidikan kepada para konstituennya. Seperti entitas pemerintah, kampus dan
Universitas sering kali memberikan jasa atas dasar kemampuan sosial dan
membiayainya, paling tidak sebagian, tanpa mengacu siapa yang menerima manfaat.
Sebagai contoh, mahasiswa yang berprestasi tinggi dapat menerima beasiswa
akademis penuh, atau mahasiswa yang kurang mampu dapat menerima subsidi
pemerintah dan bantuan keuangan untuk menutupi biaya pendidikannya. Tujuan dari
akuntansi kampus dan universitas adalah untuk menunjukkan asal sumber daya yang
telah diterima dan menunjukkan bagaimana sumber daya tersebut digunakan dalam
memenuhi tujuan pendidikan.
swasta sama dengan untuk organisasi kesehatan dan kesejahteraan sosial, kecuali
laporan beban fungsional.
Perguruan tinggi dan universitas membuat akun dan laporan atas dasar akrual;
jadi, pendapatan diakui ketika dihasilkan dan beban diakui ketika bahan baku atau
jasa terkait diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Beams, Floyd A, dkk. 2006. Akuntansi Lanjutan (Advanced Accounting) jilid
2. Jakarta : Aerlangga..
Standar Akuntansi Keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan, IAI
http://mitoyono.blogspot.co.id/2011/01/akuntansi-organisasi-nirlaba.html