Anda di halaman 1dari 14

Makalah Pancasila dan kewarganegaraan

Untuk memenuhi tugas mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan

Disusun oleh

1 . Eka Nur Fitriani

Kelas H genap (semester 1)

UNIVERSITAS ISLAM AN NUR LAMPUNG


KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sendang asih 06 September 2023

Penulis
I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Otonomi Daerah............................................................................3
B. Sejarah Otonomi Daerah.............................................................................5
C. Prinsip Otonomi Daerah..............................................................................7
D. Pembagian kekuasaan Pusat........................................................................7
E. Pembagian kekuasaan Daerah ....................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran...........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
ii

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun


Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai
satu Kesatuan tunggal dimana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan
mempunyai Kekuasaan yang tidak dibatasi, kekuasaan pemerintah pusat bisa
menyerahkan Kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk mengurus
urusan rumah Tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pemerintah Menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan
sebagian urusan Pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil
pemerintah di daerah atau Dapat menugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau
pemerintahan desa.

Hakikat otonomi daerah adalah mengembangkan daerah-daerah Indonesia yang


mandiri, memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi terbaik yang
dimiliki oleh setiap daerah secara optimal.1 Otonomi daerah juga berarti
kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karier politik, administratif yang kompetitif,
serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.

Pada masa sebelum 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat negara Republik


Indonesia sangat Sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi
perpanjangan tangan kekuasaan Jakarta (pemerintah pusat). Dengan kata lain,
rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan sentripetal, yakni Berat sebelah
memihak pusat bukan pinggiran (daerah).Daerah yang kaya akan sumber daya
alam, ditarik keuntungan produksinya dan dibagi-bagi di Antara elite Jakarta,
alih-alih diinvestasikan untuk pembangunan daerah. Akibatnya, pembangunan
Antara di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang.
B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca-Orde Baru
membuat Kebijakan politik baru yang mengubah hubungan kekuasaan pusat dan
daerah dengan menerbitkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Otonomi Daerah atau yang biasa Disebut desentralisasi.
1

Dengan terbitnya undang- undang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya Bergantung
pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat. Bahkan, beberapa daerah,
seperti Aceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan ingin berpisah dari
Republik Indonesia.Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi
memisahkan dari republik, juga Bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang
menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi Atau kabupaten. Dalam upaya
pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tarik-menarik antara Kelompok
yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari
otonomi Daerah meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari
munculnya ancaman dari Masing-masing kelompok yang pro dan kontra terhadap
terbentuknya daerah baru, Mobilisasi massa dengan sentimen kesukuan, bahkan
sampai ancaman pembunuhan.
Berangsur-angsur, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan pengesahannya
Oleh Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang. Sampai dengan
tanggal 25 Oktober 2002, terhitung empat provinsi baru lahir di negara ini, yaitu
Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Kepulauan Riau. Pulau Papua yang
sebelumnya merupakan Sebuah provinsi pun saat ini telah mengalami
pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan indentifikasi


masalah yaitu :
1. Hakikat sejarah otonomi daerah
2. Prinsip otonomi daerah
3. Pembagian kekuasaan pusat
4. Pembagian kekuasaan daerah
2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Otonomi Daerah


Otonomi artinya memiliki peraturan sendiri atau mempunyai hak atau
kewenangan untuk membuat peraturan sendiri. Istilah otonomi mengalami
perkembangan menjadi “pemerintahan sendiri”. Pemerintahan sendiri ini
meliputi pengaturan atau perundangundangan sendiri, pelaksanaan
sendiri,dalam batas-batas tertentu juga peradilan, dan kepolisian sendiri.
Otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan tertentu. urusan-
urusan yang diserahkan oleh pusat ke daerah tersebut disebut urusan rumah
tangga daerah. Daerahdaerah yang diberi wewenang untuk mengatur urusan
rumah tangganya sendiri ini kemudian disebut daerah otonom beberapa alasan
Indonesia membutuhkan penerapan otonomi daerah, yaitu:
• Kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang ekonomi terpusat di
ibu kota negara. Sementara pembanguan di beberapa wilayah lain cenderung
menjadi objek ‘perahan’ pemerintah pusat.
• Pembagian kekayaan negara kurang merata. Daerah dengan sumber daya alam
melimpah seperti Aceh, Riau, Kalimantan tidak memperoleh dana sesuai
kebutuhan daerah dari pemerintah pusat.
•Kesenjangan sosial yang sangat mencolok antara satu daerah dengan daerah lain.

Berdasarkan kenyataan tersebut di masa lalu, yang menjadi dasar pelaksanaan


otonomi daerah adalah:

1. Menciptakan Efisiensi dan Efektivitas Penyelenggaraan


Pemerintahan

Pemerintah memiliki fungsi distributif dalam pengelolaan bidang sosial,


kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, integrasi sosial,
pertahanan, dan keamanan dalam negeri. Pemerintah juga memiliki fungsi
regulatif, baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa maupun yang
berhubungan dengan kompetensi dalam rangka penyediaan tersebut. Selain itu,
pemerintah juga memiliki fungsi ekstraktif untuk memobilisasi sumber daya
keuangan dalam rangka membiayai aktivitas penyelenggaraan negara dalam
menjalankan fungsi tersebut, tidak mungkin dijalankan dengan cara sentralistis
atau terpusat karena akan mengakibatkan pemerintahan yang tidak efisien dan
tidak efektif dalam mencapai tujuan kesejahteraan seluruh rakyat.

3
2. Sarana Pendidikan Politik

Pemerintahan daerah menjadi bagian penting dalam pengembangan demokrasi


suatu Negara. Kota-kota kecil di daerah menjadi kawasan yang tepat untuk
mempelajari penggunaan kebabasan dan bagaimana menikmati kebebasan
tersebut.Pemerintahan daerah menyediakan wadah bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Baik dalam Rangka memilih atau
kemungkinan dipilih dalam suatu jabatan politik. Keikutsertaan masyarakat
dalam kancah politik lokal menjadi pilihan sarana pendidikan yang baik.

3. Pemerintah Daerah sebagai Persiapan untuk Karir Politik


Lanjutan

Pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karir politik


lanjutan dalam kancah nasional. Keberadaan pemerintah daerah menjadi wahana
yang tepat bagi penggodokan calon-calon pemimpin nasional Salah satu
contohnya adalah mulusnya karir Politik Presiden Joko Widodo tidak lepas dari
kesuksesannya memimpin Solo dan DKI Jakarta sebelumnya. Perjalanan karir
politik Joko Widodo membawa dampak positif Terhadap tumbuhnya calon-calon
pemimpin nasional di sejumlah daerah.

4. Stabilitas Politik

Stabilitas politik nasional terbangun dari stabilitas politik lokal. Dilihat dari
sejarah Indonesia, terjadinya pergolakan daerah seperti PERMESTA pada 1957 –
1958 karena Daerah melihat kekuasaan pemerintah di Jakarta yang sangat
dominan. Kasus serupa juga Pernah terjadi di wilayah Aceh dan Papua karena
ketidakadilan ekonomi akibat kebijakan
Pemerintah pusat. Ketidakmerataan kebijakan ini pada akhirnya melahirkan
instabilitas Politik.

5. Kesetaraan Politik
Otonomi daerah menciptakan kesetaraan politik antara daerah dan Pusat.
Kesetaraan politik karena otonomi daerah yang baik akan menarik minat banyak
Orang di daerah untuk berpartisipasi dalam politik.

6. Akuntabilitas Publik
Otonomi daerah pada dasarnya merupakan transfer prinsip-prinsip demokrasi
dalam Pengelolaan pemerintahan maupun budaya politik Melalui prinsip
demokrasi, Penyelenggaraan pemerintah di daerah akan lebih akuntabel dan
profesional karena Melibatkan peran serta masyarakat secara luas, baik dalam
menentukan pemimpin melalui Pilkada maupun pelaksanaan program
pemerintah di daerah

B. Sejarah Otonomi Daerah

Pasang surut jejak sejarah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah
dimulai sejak zaman kolonial, bermula di tahun 1903, pemerintah kolonial
belanda melalui inisiasi menteri koloni i.d.f idenburg mengeluarkan
descentralisatie wet tahun 1903. ini adalah kebijakan otonomi daerah pertama
yang diberlakukan di indonesia meskipun watak kolonial yang memusatkan
seluruh kekuasaan di batavia.pada tanggal 17 agustus 1945 indonesia merdeka
pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 1 tahun 1945 yang
menitikberatkan azas dekosentrasi, mengatur pembentukan komite nasional
daerah, karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi.selanjutnya undang-undang
tersebut diganti undang-undang nomor 22 tahun 1948 menyebutkan bahwa
negara ri terdiri dari tiga tingkat daerah yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar,
desa atau kota kecil.

Berikut beberapa sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Era kolonial
Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani
dkk., pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan
mengenai otonomi daerah,
Yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan
tentang Administrasi Negara Hindia Belanda).Kemudian pada 1903, belanda
mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang Memiliki keuangan sendiri.Kemudian pada 1922 pemerintah
Belanda mengeluarkan Peraturan baru mengenai administrasi. Dari ketentuan S
1922 No 216 munculah sebutan Provincie (provinsi), regentschap (kabupaten),
stadsgemeente (kota) dan Groepmeneenschap (kelompok masyarakat). Sistem
otonomi di era Belanda hanya untuk Kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak
mengganggu koloni dalam meraup kekayaan Di Indonesia

5
Era jepang
Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang
banyak Melakukan perubahan yang cukup fundamental. Di Jawa, Jepang
mengatur Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal
dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken
(kabupaten) dan Si (kota).Jepang tidak Mengenal provinsi dan sistem dewan.
Pemerintah daerah hampir sama sekali tidak Memiliki kewenangan. Penyebutan
otonomi daerah pada masa itu bersifat menyesatkan.

Orde Lama

Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara


pemerintah Mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan
Presiden tahun 1960. Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah.
Di Era Orde Lama, Indonesia Hanya mengenal satu jenis daerah otonomi.Daerah
otonomi tersebut dibagi menjadi tiga Tingkat daerah, yaitu: Kotaraya Kotamadya
Kotapraja

Orde Baru

Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung,
pemerintah pusat Memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai
pengejawantahan dari
Pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam era tersebut dikenal tiga
jenis Pengawasan, yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, dan
pengawasan umum.

Era Reformasi

Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang


otonomi daerah, Yaitu: UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah UU No
25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah Dalam perkembangannya, Kebijakan otonomi melalui undang-undang
tersebut dinilai baik dari segi kebijakan maupun Implementasinya. Otonomi
daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan Otonomi daerah di Era
Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasif,
dan Desentralisasi Ekonomi.

6
C. Prinsip Otonomi Daerah

1. Prinsip Kesatuan
Harus mendukung keinginan rakyat untuk memperkuat negara kesatuan
dan meningkatkan kesejahteraan lokal.
2. Prinsip Riil dan tanggung jawab
Bersifat nyata dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan. Pemda bertanggung jawab atas proses pemerintahan
dan pembangunan lokal.
3. Prinsip Penyebaran
Masyarakat dapat menggunakan prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi
untuk melakukan inovasi dalam pembangunan daerah.
4. Prinsip Keserasian
Keserasian, tujuan, dan demokrasi adalah faktor utama di daerah otonom.
5. Prinsip Pemberdayaan
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah
daerah, terutama dalam hal pelayanan publik dan pembangunan
masyarakat

D. Pembagian kekuasaan pusat

Pembagian Kekuasaan yang Dilaksanakan di Indonesia Secara Vertikal


Yang pertama akan kami bahas adalah soal pembagian kekuasaan secara vertikal,
yaitu peran terstruktur dan bertingkat. Artinya, setiap pemegang peran ini
memiliki kedudukan yang tidak sama. Pembagian tersebut adalah seperti yang
dijelaskan pada UU Pasal 18 Ayat 1 UUD.
Dalam pasal ini dijelaskan secara jelas mekanisme pembagian kekuasaan yang
dilaksanakan di Indonesia secara vertikal ini dimulai dari urutan kabupaten/kota,
provinsi, hingga di pusat. Jadi, Pemerintah pusat memiliki kekuasaan yang lebih
tinggi dari provinsi maupun kota.
Kedudukan ini berjenjang dari atas dan bawah dan pembagian ini bertujuan untuk
tugas yang lebih efektif. Pemerintah pusat akan diletakkan di Ibu Kota dan
menajalankan peran yang sifatnya skala luas, termasuk membantu semua
pemerintah daerah di seluruh wilayah.Sedangkan pemerintah daerah hanya akan
mengurusi wilayah yang ditempatinya. Ini adalah bentuk penerapan otonomi
daerah. Mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di Indonesia
sehingga dapat menyelenggarakan program keamanan dan fiskal sendiri.

Pembagian vertikal berarti pembagian yang sifatnya memiliki urutan dari atas ke
bawah. Ini adalah bentuk pembagian yang umum kita kenali. Tetapi itu bukan
menjadi satu-satunya mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di
Indonesia, masih ada horizontal.

7
Dalam pembagian kekuasaan secara horizontal ini, diperlukan adanya konsistensi
dari semua pemilik peran karena sifatnya masif dan untuk kemajuan bangsa. Dan
untuk pembagian di sektor horizontal, peran-peran yang ada di pemerintahan
negara Indonesia antara lain;
1. KEKUASAAN LEGISLATIF
2. KEKUASAAN KONSTITUTIF
3. KEKUASAAN EKSEKUTIF
4. KEKUASAAN YUDIKATIF
5. KEKUASAAN INSPEKTIF
6. KEKUASAAN MONETER
Menjalankan peranan dalam pemerintahan ini terbagi menjadi pembagian secara
vertikal dan horizontal. Vertikal ini memiliki urutan dan kedudukan tersendiri,
sedangkan mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di Indonesia
memiliki peran secara keseluruhan.

E. Pembagian kekuasaan daerah


Otonomi seluas-luasnya mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraan melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian,
dan evaluasi.

Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom dalam rangka desentralisasi


harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, dan sumber daya manusia.

Salah satu daerah otonom adalah provinsi. Selain sebagai daerah otonom,
provinsi juga menjadi daerah administratif. Kewenangan yang diserahkan kepada
daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi adalah:
• Kewenangan yang Bersifat Lintas Kabupaten dan Kota:
Kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan
perkebunan
• Kewenangan Pemerintahan Lainnya:
Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro,
pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang
mencakup wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian
lingkungan hidup, promosi budaya/ pariwisata, penanganan penyakit menular,
perencanaan tata ruang provinsi.
• Kewenangan Kelautan: Eksplorasim eksploitasi, konservasi, pengelolaan
kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang,
penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan.

8
• Kewenangan Lain:

Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan
kota diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom
kabupaten atau kota tersebut

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai perangkat hukum yang


mengatur Pemerintahan daerah sesuai amanat UUD 1945, yaitu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004)
yang mengatur secara jelas pemberlakuan otonomi daerah, begitu pula dalam hal
pembentukan daerah atau pemekaran wilayah. dalam sistem otonomi daerah
dikenal istilah-istilah yang amat penting dalam pelaksanaannya, yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pemberlakuan sistem
otonomi daerah telah membawa perubahan politik di tingkat lokal, hal ini
memberikan dampak positif maupun dampak negatif. menunjangnya Sebuah
daerah dalam beberapa hal, seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, dan
Sebagainya menjadi penyebab utama sebuah wilayah menginginkan melepaskan
diri rari wilayah induknya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemekaran
wilayah.

B. Saran

Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa


sektor di tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya
kapasitas dan Mekanisme bagi pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang
tertentu dan Penyelesaian perselisihan. Selain itu, pemerintah pusat juga harus
menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran wilayah dengan lebih
mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang bertikai,
demikian pula tentang pertimbangan keamanan

9
DAFTAR PUSTAKA

Dua Provinsi Baru di Aceh Dideklarasikan.”. (2005, Desember 7). Retrieved


from www.liputan6.com/view/ 1,113592,1,0,1133,690100.html

Gunawan, J. E. (n.d.). Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal.

Indonesia. (n.d.). Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. No. 32 Tahun

2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437.

Indonesia. (n.d.). Peraturan Pemerintah Tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


. PP No. 6 tahun 2005, LN No. 22 tahun 2005, TLN No. 4480.

Indonesia. (n.d.). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.

Malley, M. (2001). In D. K. Emmerson, “Daerah, Sentralisasi dan Perlawanan”

Dalam Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi

(pp. 122-181). Jakarta: PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai