Disusun oleh
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Otonomi Daerah............................................................................3
B. Sejarah Otonomi Daerah.............................................................................5
C. Prinsip Otonomi Daerah..............................................................................7
D. Pembagian kekuasaan Pusat........................................................................7
E. Pembagian kekuasaan Daerah ....................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran...........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dengan terbitnya undang- undang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya Bergantung
pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat. Bahkan, beberapa daerah,
seperti Aceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan ingin berpisah dari
Republik Indonesia.Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi
memisahkan dari republik, juga Bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang
menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi Atau kabupaten. Dalam upaya
pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tarik-menarik antara Kelompok
yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari
otonomi Daerah meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari
munculnya ancaman dari Masing-masing kelompok yang pro dan kontra terhadap
terbentuknya daerah baru, Mobilisasi massa dengan sentimen kesukuan, bahkan
sampai ancaman pembunuhan.
Berangsur-angsur, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan pengesahannya
Oleh Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang. Sampai dengan
tanggal 25 Oktober 2002, terhitung empat provinsi baru lahir di negara ini, yaitu
Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Kepulauan Riau. Pulau Papua yang
sebelumnya merupakan Sebuah provinsi pun saat ini telah mengalami
pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku.
B.Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
3
2. Sarana Pendidikan Politik
4. Stabilitas Politik
Stabilitas politik nasional terbangun dari stabilitas politik lokal. Dilihat dari
sejarah Indonesia, terjadinya pergolakan daerah seperti PERMESTA pada 1957 –
1958 karena Daerah melihat kekuasaan pemerintah di Jakarta yang sangat
dominan. Kasus serupa juga Pernah terjadi di wilayah Aceh dan Papua karena
ketidakadilan ekonomi akibat kebijakan
Pemerintah pusat. Ketidakmerataan kebijakan ini pada akhirnya melahirkan
instabilitas Politik.
5. Kesetaraan Politik
Otonomi daerah menciptakan kesetaraan politik antara daerah dan Pusat.
Kesetaraan politik karena otonomi daerah yang baik akan menarik minat banyak
Orang di daerah untuk berpartisipasi dalam politik.
6. Akuntabilitas Publik
Otonomi daerah pada dasarnya merupakan transfer prinsip-prinsip demokrasi
dalam Pengelolaan pemerintahan maupun budaya politik Melalui prinsip
demokrasi, Penyelenggaraan pemerintah di daerah akan lebih akuntabel dan
profesional karena Melibatkan peran serta masyarakat secara luas, baik dalam
menentukan pemimpin melalui Pilkada maupun pelaksanaan program
pemerintah di daerah
Pasang surut jejak sejarah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah
dimulai sejak zaman kolonial, bermula di tahun 1903, pemerintah kolonial
belanda melalui inisiasi menteri koloni i.d.f idenburg mengeluarkan
descentralisatie wet tahun 1903. ini adalah kebijakan otonomi daerah pertama
yang diberlakukan di indonesia meskipun watak kolonial yang memusatkan
seluruh kekuasaan di batavia.pada tanggal 17 agustus 1945 indonesia merdeka
pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 1 tahun 1945 yang
menitikberatkan azas dekosentrasi, mengatur pembentukan komite nasional
daerah, karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi.selanjutnya undang-undang
tersebut diganti undang-undang nomor 22 tahun 1948 menyebutkan bahwa
negara ri terdiri dari tiga tingkat daerah yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar,
desa atau kota kecil.
Era kolonial
Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani
dkk., pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan
mengenai otonomi daerah,
Yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan
tentang Administrasi Negara Hindia Belanda).Kemudian pada 1903, belanda
mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang Memiliki keuangan sendiri.Kemudian pada 1922 pemerintah
Belanda mengeluarkan Peraturan baru mengenai administrasi. Dari ketentuan S
1922 No 216 munculah sebutan Provincie (provinsi), regentschap (kabupaten),
stadsgemeente (kota) dan Groepmeneenschap (kelompok masyarakat). Sistem
otonomi di era Belanda hanya untuk Kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak
mengganggu koloni dalam meraup kekayaan Di Indonesia
5
Era jepang
Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang
banyak Melakukan perubahan yang cukup fundamental. Di Jawa, Jepang
mengatur Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal
dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken
(kabupaten) dan Si (kota).Jepang tidak Mengenal provinsi dan sistem dewan.
Pemerintah daerah hampir sama sekali tidak Memiliki kewenangan. Penyebutan
otonomi daerah pada masa itu bersifat menyesatkan.
Orde Lama
Orde Baru
Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung,
pemerintah pusat Memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai
pengejawantahan dari
Pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam era tersebut dikenal tiga
jenis Pengawasan, yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, dan
pengawasan umum.
Era Reformasi
6
C. Prinsip Otonomi Daerah
1. Prinsip Kesatuan
Harus mendukung keinginan rakyat untuk memperkuat negara kesatuan
dan meningkatkan kesejahteraan lokal.
2. Prinsip Riil dan tanggung jawab
Bersifat nyata dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan. Pemda bertanggung jawab atas proses pemerintahan
dan pembangunan lokal.
3. Prinsip Penyebaran
Masyarakat dapat menggunakan prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi
untuk melakukan inovasi dalam pembangunan daerah.
4. Prinsip Keserasian
Keserasian, tujuan, dan demokrasi adalah faktor utama di daerah otonom.
5. Prinsip Pemberdayaan
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah
daerah, terutama dalam hal pelayanan publik dan pembangunan
masyarakat
Pembagian vertikal berarti pembagian yang sifatnya memiliki urutan dari atas ke
bawah. Ini adalah bentuk pembagian yang umum kita kenali. Tetapi itu bukan
menjadi satu-satunya mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di
Indonesia, masih ada horizontal.
7
Dalam pembagian kekuasaan secara horizontal ini, diperlukan adanya konsistensi
dari semua pemilik peran karena sifatnya masif dan untuk kemajuan bangsa. Dan
untuk pembagian di sektor horizontal, peran-peran yang ada di pemerintahan
negara Indonesia antara lain;
1. KEKUASAAN LEGISLATIF
2. KEKUASAAN KONSTITUTIF
3. KEKUASAAN EKSEKUTIF
4. KEKUASAAN YUDIKATIF
5. KEKUASAAN INSPEKTIF
6. KEKUASAAN MONETER
Menjalankan peranan dalam pemerintahan ini terbagi menjadi pembagian secara
vertikal dan horizontal. Vertikal ini memiliki urutan dan kedudukan tersendiri,
sedangkan mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di Indonesia
memiliki peran secara keseluruhan.
Salah satu daerah otonom adalah provinsi. Selain sebagai daerah otonom,
provinsi juga menjadi daerah administratif. Kewenangan yang diserahkan kepada
daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi adalah:
• Kewenangan yang Bersifat Lintas Kabupaten dan Kota:
Kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan
perkebunan
• Kewenangan Pemerintahan Lainnya:
Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro,
pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang
mencakup wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian
lingkungan hidup, promosi budaya/ pariwisata, penanganan penyakit menular,
perencanaan tata ruang provinsi.
• Kewenangan Kelautan: Eksplorasim eksploitasi, konservasi, pengelolaan
kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang,
penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan.
8
• Kewenangan Lain:
Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan
kota diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom
kabupaten atau kota tersebut
A. Kesimpulan
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA