Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TRANSMISI FILSAFAT DALAM TRADISI ISLAM


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Filsafat Manajemen Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Dr. H. Muhammad In’am Esha, M.Ag

disusun oleh :
1. Asabela Almassaniyyah (200106110018)
2. Rahmat Idhofi (200106110046)
3. Aulia Khoirotun Nisa (200106110047)
4. Agung Muftiansyah (200106110062)
5. Arini Dinayasmin (200106110089)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas “


Filsafat Manajemen Pendidikan Islam”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Muhammad In’am Esha, M.Ag
selaku dosen  pembimbing mata kuliah Filsafat Manajemen Pendidikan Islam
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 07 Februari 2021

Penyusu

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 2
C. Tujuan Makalah……………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Transmisi Filsafat Islam..................................................... 3


B. Proses perkembangan Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam............ 6
C. Tokoh-tokoh dalam penyebaran filsafat islam..................................... 8
D. Contoh filsafat dalam tradisi islam…………………………………… 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 15

DAFTAR RUJUKAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama islam, kita memiliki banyak tradisi dan hampir semua oang
pasti mengetahuinya. Hal itu dapat diambil dari sisi budaya maupun dari sisi
disiplin ilmu. Islampun mengajak kita untuk bercermin bahwa islam juga sangat
fleksibel terhadap segala bentuk disiplin ilmu. Salah satunya ilmu filsafat, untuk
sebagian orang beranggapan bahwa dengan kita mendalami atau mempelajari
ilmu filsafat kita memerlukan tenaga dan pikiran yang penuh untuk
memahaminya.
Dalam sejatinya, ilmu filsafat juga dapat kita temui pada hal-hal yang
sederhana dalam kehidupan sehari-hari contohnya, ketika mahasiswa hadir di
dalam kelas dan berfikir tentang mata kuliah yang kita ikuti dan menemukan titik
jelas dalam mata kuliah tersebut.
Yunani adalah salah satu negara yang memiliki peradaban keilmuan yang
masyhur. Hal ini terbukti karena adanya transmisi filsafat dalam tradisi islam.
Yang artinya bukan berarti islam tidak memiliki filsafat melainkan kebanyakan
“filsafat” adalah sebagai disiplin ilmu yang banyak dikembangkan oleh tradisi
yunani. Secara harfiah transmisi filsafat tentunya ada yang melatarbelakangi.
Yang pertama, adanya momentum internasionalisasi islam. Yang dulunya
masyarakat arab nomaden dan suka berperang memiliki tujuan hanya untuk
merampas harta namun, setelah Rasulullah SAW datang niatan mereka berubah
bukan lagi untuk merampas harta tetapi, niat untuk jihad di jalan Allah SWT.
Yang kedua, banyak masyarakat Arab yang berekspansi ke wilayah lain yang
lebih luas.
Dengan hal itu, perkembangan filsafat dalam tradisi islam berbeda dengan
filsafat yunani. Dalam disiplin filsafat islam, Al Qur'an dan sunnah sebagai dasar
dan bukan sebagai sumber tertinggi saja, tetapi juga hakikat eksistensi dan juga
sumber segala eksistensi. Meskipun Filsafat Islam terpengaruh dari pemikiran

1
Yunani dan Helenisme, bukan berarti Islam "menjiplak" pemikiran filsafat
sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Transmisi Filsafat Islam?


2. Bagaimana proses perkembangan Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam?
3. Siapakah tokoh-tokoh dalam penyebaram filsafat islam?
4. Apa saja contoh filsafat dalam tradisi islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian transmisi filsafat islam

2. Untuk mengetahui proses Transmisi filsafat dalam Tradisi Islam

3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam penyebaran filsafat islam

4. Untuk mengetahui contoh filsafat dalam tradisi islam

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Transmisi dan Filsafat Islam

Menurut Endang Saefuddin sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin dalam


bukunya Studi Islam, kata filsafat dapat diambil dari kata falsafah atau filsafat.
Orang Arab sendiri mengambilnya dari bahasa Yunani philoshophia yang
merupakan kata majemuk dari philos dan shopia. Philos artinya cinta dalam arti
seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang
diinginnya itu. Sedangkan shopia berarti “kebijaksanaan”. Bijaksana berarti
“pandai”, yakni mengetahui dengan mendalam. Dengan demikian dari segi
bahasa dapat diambil pengertian bahwa filsafat berarti ingin mengerti dengan
mendalam, atau cinta kepada kebijaksanaan.1
Dalam tradisi Islam, kata filsafat tidak dijumpai di dalam nomenklatur Islam,
baik Alquran maupun hadis. Terang saja, karena filsafat sendiri bukan berasal
dari bahasa Arab. Sebagai bahasa Alquran dan hadis tetapi bahasa Yunani,
sehingga kata ini tidak ditemukan dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut.2
Kendati kata filsafat tidak dijumpai di dalam Alquran maupun hadis, namun
sinonim dari kata ini bisa ditemukan yaitu hikmah. Alquran menyebut kata
hikmahsebanyak 20 kali. 3

Kata hikmah dapat disinonimkan dengan kata Sophia. Karena kedua kata
tersebut sama-sama memiliki makna kebijaksanaan atau kea’rifan. Dengan
demikian, substansi filsafat memang bisa ditemukan di dalam nomenklatur Islam.
Dan islam mempertahankan para pemeluknya untuk mempelajari filsafat, jika
tidak dikatakan wajib.
1
Muhaimin dkk, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan(Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), h. 303.
2
Ja’’far, Gerbang-Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam(Aceh: Pena, 2011), h. 9.
3
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahrasy li Alfaz al-Qur‟an al-Karim, (t.t.
Maktabah Dahlan, t.t.), h. 271.

3
Dalam tafsir al-Mizan karya Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i,
hikmah diberi makna bi ishalat al-haq bi al ‟ilmwa al-„aql, yaitu mengenal
kebenaran berdasarkan ilmu dan akal. Dalam sejarah filsafat Islam memang 4

dikenal dua istilah untuk filsafat yaitu falsafahdan hikmah. Istilah falsafah
memang lebih populer dibanding istilah hikmah.Pada filosof muslimperiode
awal, khususnya kalangan filosof muslim dari aliran Peripatetik, lebih cenderung
menggunakan istilah falsafahdaripada hikmah.
Dalam bahasa Arab yang dikenal dengan kata hikmah dan hakim ini bisa
diterjemahkan dengan dengan arti filsafat dan filosof. Kata hukkam al-Islam bisa
berarti falasifat al-Islam. Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh
manusia dengan melalui alat-alat tertentu, yaitu akal dan metode-metode
berpikirnya.5 Di dalam surat al-Baqarah ayat 269 dinyatakan:
ِ ‫خَيرًا َكثِ ۡي ًرا‌ ؕ َو َما يَ َّذ َّك ُر اِاَّل ۤ اُولُوا ااۡل َ ۡلبَا‬
‫ب‬ ۡ ‫ي ُۡؤتِى ۡال ِح ۡك َمةَ َم ۡن يَّ َشٓا ُ‌ء ۚ َو َم ۡن ي ُّۡؤتَ ۡال ِح ۡك َمةَ فَقَ ۡد اُ ۡوتِ َى‬
“Allah menganugerahkan al-hikmah (pemahaman yang dalam tentang Alquran
dan as-sunnah) kepada siapa yang dia kehendaki. Dan barang siapa yang
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”(Q.S. al-Baqarah: 269)
Hikmah datang bukan dari penglihatan saja, tetapi juga datang dari
penglihatan dan hati, atau juga datang dari mata hati dan pikiran yang tertuju
kepada alam yang ada di sekitarnya. Karena itu kadang kala ada orang yang
melihat tetapi tidak memperhatikan (melihat dengan mata hati dan berpikir). Dan
Allah telah menyebut orang tersebut di dalam QS. Al-Hajj:
ٌ ‫ا اَ ۡو ٰا َذ‬tۤ tَ‫ونَ بِه‬tۡ tُ‫وبٌ ي َّۡعقِل‬tۡ tُ‫ونَ لَهُمۡ قُل‬tۡ t‫ض فَتَ ُك‬
‫ا اَل ت َۡع َمى‬ttَ‫ا‌ ۚ فَاِنَّه‬tَ‫ َمع ُۡونَ بِه‬t‫ان ي َّۡس‬ ‫اۡل‬
ِ ‫اَفَلَمۡ يَ ِس ۡير ُۡوا فِى ا َ ۡر‬
‫صا ُر َو ٰلـ ِك ۡن ت َۡع َمى ۡالـقُلُ ۡوبُ الَّتِ ۡى فِى الصُّ د ُۡو ِر‬ َ ‫ااۡل َ ۡب‬
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang denganitu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.(QS. Al-Hajj: 46)

4
Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’I, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an,Juz XII (Beirut:
Muassasat al-Alami li al-Mathbu’at, 1991), h. 372.
5
Ahmad Hanafi, Islam Falsafah Agama(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 3.

4
Pada dasarnya filsafat yang dikembangkan oleh filosof muslim adalah
filsafat Yunani, bukan filsafat islam.
Berikut tiga alasan yang mengatakan sebutan filsafat islam (Islamic
philosophy):
1. Filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia islam dengan mengembangkan sistem
teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah yang menjadi pedoman
bagi siapapun. Oleh karena itu, para filosof muslim selalu memerhatikan
kecocokannya dengan pandangan fundamental islam tersebut, sehingga disadari
atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
2. Para filosof muslim adalah pemikir islam dan pemerhati filsafat asing yang
kritis. Ketika dirasa ada kekurangan dari filsafat yunani, mereka tidak ragu-ragu
mengkritiknya secara medasar. Contohnya, Ibn Sina sering dikelompokkan
sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengeritik pandangan
Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan menggantikannya dengan yang lebih
baik.
3. Adalah adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islam, akibat dari
interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof
Muslim telah mengembangkan beberapa isu filsafat yang tidak pernah
dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian,
mikraj dan sebagainya. 6

Pada hakikatnya filsafat islam adalah filsafat yang bercorak islami. Filsafat
Islam bukan filsafat tentang islam, melainkan islam menempati posisi sebagai
sifat,corak, dan karakter dari filsafat yang menyelamatkan dan memberikan
kedamaian hati. Dengan demikian, filsafat Islam berada dengan menyatakan
keberpihakannya dan tidak netral. Keberpihakannya adalah kepada keselamatan
dan kedamaian.
filsafat sendiri merupakan proses berfikir atau produk yang diperoleh dari
berpikir tentang objek yang ada dan yang mungkin ada secara universal, radikal,
sistematis, logis dan bebas untuk menemukan atu mencapai suatu kebenaran yang

6
Hanif Muslim Muis, http://hanifmuslimmuis.blogspot.com/2012/07/makalah-filsafat-islam-filsuf-
dan.htmlm, diakses 15 Januari 2013, 11:29 wib.

5
sebenar benarnya. Sehingga filsafat islam adalah sebuah dari hasil pemikiran
manusia secara radikal, sistematis dan universal mengenai hakikat Tuhan, alam
semesta dan manusia yang berdasarkan ajaran agama islam yang berpedoman
pada al-Quran dan sunah. Sehingga apa yang dimaksud dengan transmisi islam
itu?
Jadi, transmisi sendiri memiliki arti pengiriman atau penerusan pesan  dan
sebagainya dari seseorang kepada orang atau benda lain. Jadi dapat diartikan
bahwa transimisi filsafat ialah pengiriman atu penerusan filsafat yang berasal dari
yunani, tetapi filsafat yang dimaksud adalah filsafat yang sebagai sebuah disiplin
yang banyak di kembangkan oleh tradisi yunani dan islam tidak meniru
seluruhnya dari filsafat bangsa yunani tetapi islam hanya meniru sebuah disiplin
yang dikembangkan  bangsa yunani dan islam masih menjadikan Al-Quran dan
sunah sebagai pedomannya.
B. Proses Perkembangan Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam
Islam diwahyukan pada mulanya ke dalam satu budaya Arab di Hijaz, di
tengah daerah tandus, yang jelas bukan merupakan titik penting dalam peta
peradaban dunia kala itu. Oleh karenanya, hubungan yang terjadi antara orang
Arab dan dunia luar, terutama dalam konteks dagang, bisa dianggap sebagai
hubungan dengan bangsa yang lebih maju peradabannya. Masyarakat Islam awal
yang terbentuk di Madinah memiliki kesadaran berpikir yang terbatas pada
Alquran dan petunjuk-petunjuk dari Muhammad Saw. Di luar kedua sumber ini,
yang relatif berpengaruh adalah keyakinan-keyakinanArab kuno yang diwariskan
secara turun-temurun terutama sekali melalui tradisi oral. Dengan demikian kita
bisa menyimpulkan bahwa pada masa awal, umat Islam tidak mengenal kegiatan
berfilsafat. Itu sebabnya kita tidak mengenal adanya seorang filosof Arab dari era
pra-atau awal Islam, khususya yang berasal dari hijaz tempat kelahiran Islam. 7

Namun demikian,perlu dicatat bahwa umat Islam sejak awal memang


potensial untuk tertarik pada filsafat. Hal ini bisa kita lihat dari dua sisi. Pertama,
sikap dasar Alquran dan sunnah sehubungan dengan kegiatan berpikir dan
penggunaan akal budi manusia. Kedua sumber utama ajaran Islam inis arat

7
Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah(Bandung: Citapustaka, 2006), h. 214-215.

6
dengan pesan-pesan yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, ditekankan
pula perlunya pemanfaatan akal budi, sebagai anugerah tertinggi yang diberikan
Allah Swt. bagi manusia.
Kedua, posisi geografis dan historis semenanjung Arabia. Saat Islam lahir,
Arabia memang terkesan kering, baik dalamartian fisik maupun konteks tradisi
keilmuan. Akan tetapi daerah ini memiliki posisi geografis dan historis yang
menguntungkan, khususnya dalam konteks pewarisan tradisi filsafat. Secara fisik,
Arabia berada berada di antara dua kerajaan besar, Romawi danSasaniah.
Keduanya memiliki kepentingan politik dan keamanan untuk berpengaruh
terhadap Arabia dan bangsa Arab. Kepentingan tersebutlah yang menyebabkan
kedua kekuatan ini terlibat dalam persaingan sengit dan perang berkepanjangan.
Jadi, umat Islam diapit oleh dua kekuatan yang sedang dalam proses
kemunduran, dan masing-masing membawa tradisi filsafat.
Dengan demikian terlihat bahwa persentuhan awal umat Islam dengan filsafat
didukung oleh kondisi internal yang memang sugestif dan kondisi eksternal yang
kondusif. Kombinasi inilah yang melatarbelakangi kegiatan- kegiatan awal di
mana umat Islam secara antusias mengadopsi filsafat dari tradisi Yunani dan
Persia, dengan dilandasi perintah dan bimbingan moral Alquran dan sunnah.
Aktifitas keilmuan di kota-kota tersebut sudah berlangsung sejak lama,
namun pada awal kedatangan Islam daya dukung peradaban Romawi maupun
Persia sudah melemah secara signifikan. Kedatangan Islam sebagai sebuah
perdaban baru seolah memberi darah dan semangat baru bagi kegiatan keilmuan
tersebut. Umat Islam datang dengan sikap positif dan terbuka terhadap kegiatan
keilmuan dan khazanah yang ada di sana.Sikap positif inilah yang kemudian
mendasari perkembangan perhatian dan aktifitas berfilsafat di kalangan umat
Islam masa sesudahnya.
Perkembangan keilmuan dalam masyarakat islam yaitu terjadi pada tiga
periode yang pertama yaitu pada masa dinasti Umayyah yang terjadi pada akhir
(611-750) tafsir Al-Quran, sejarah, ilmu gramatika dan juga ushul fiqh serta
mulai muncul ilmu hadist meskipun belum sempurna. Yang kedua yaitu pada
masa dinasti Abbasiyyah (750-950) pada masa ini perkembngan ilmu mulai pesat

7
dikarenakan pada masa ini pemerintah yang berkuasa mendukung. Sehingga
banyak aktivitas penerjemah karya-karya yunani dalam bidang kedokteran,
filsafat dan sains ke bahasa arab. Juga ilmu agama mulai berkembang seperti:
ilmu hadist, tafsir, ushul fiqh yang mengalami perkembangan. 
Dan berlanjut hingga abad ke 12 dimana islam mulai sampai di daratan
eropa, perkembangan intelektual berkembang di berbagai bidang keilmuan
seperti filsafat, astronomi, geografi, matematika, fisiologi, kedokteran, kimia,
ilmu tanaman, matematika, sejarah, optic dan ilmu agama. Jadi islam memiliki
konstribusi dalam kebangkitan intelektual eropa yaitu terbukti dalam karya sastra
Persia, karya matematika dan karya kedokteran.
Filsafat yang berkembang dalam islam adalah filsafat yang meimliki corak
dan khas tersendiri yang membedakan dari ilmu-ilmu filsafat lainnya. Ahli barat
berpendapat bahwa keberadaan tradisi dalam islam hanya meniru filsafat yunani.
Tetapi islam menjadikan Al-Quran dan sunnah sebagai dasar. Dan bukan hanya
sumber tertinggi keagamaan melainkan menjadikannya sebagai hakikat eksistensi
dan sumber segala eksistensi. 
Jadi, meskipun islam terpengaruh dari pemikiran yang berasal dari yunani
dan helenisme, bukan berarti islam meniru selurunya pemikiran filsafat
sebelumnya karena filsafat islam berasaskan Al-Quran dan sunnah, isu-isu dalam
filsafat islam direspon dalam perspektif islam, terdapat masalah yang khas yang
merupakan karya orsinil para filusif islam.

C. Tokoh-tokoh dalam Penyebaran Filsafat Islam


Masuknya filsafat tersebut juga telah melahirkan filosof-filosof muslim yang
terkenal dalam dunia Barat dan Timur, antara lain: Al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina,
al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ikhwanushafa, Ibnu
Maskawaih dan lain-lainnya. Namun hal itu bukan berarti bahwa semua pemikir
Islam menerima pemikiran Yunani tersebut. Al-Ghazali misalnya, telah menolak
hasil-hasil pemikiran filosof muslim yang didasarkan atas pemikiran Yunani,
yang nyata-nyata bertentangan dengan ajaran Islam, dalam bukunya Tahafuth al-

8
Falasifah. Selanjutnya Ibnu Rusyd membela filosof muslim dan menolak
kesimpukan al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Tahafut.8
Dalam perkembangan filsafat dan keilmuan, tokoh-tokoh dengan pemikiran
penting tidak hanya lahir dari Barat, tetapi pemikiran-pemikiran penting juga
lahir dari filsuf muslim seperti Al-Kindi, Ar-Razi, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu
Miskawaih, Muhammad Iqbal, Al-Ghazali, Mulla Sdra, Ath-Thusi, Ibnu Thufail,
Ibnu Bajjah, dan Al-Farabi. Pemikiran-pemikiran para filsuf musilim tidak hanya
memberikan pengaruh pada perkembangan pemikiran dan keilmuan Islam, tetapi
juga memberikan pengaruh secara universal.
Filsuf Muslim yang pertama muncul adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq
al-Kindi, atau lebih dikenal dengan sebutan al-Kindi. Ia berasal dari keturunan
bangsawan Arab dari suku Kindah, suku bangsa yang pada masa sebelum Islam
bermukim di wilayah Arab Selatan. Al-Kindi dilahirkan di Kufah. Ayahnya
adalah gubernur Basrah pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah, al-Hadi
(169-170 H/785-786 M) dan Harun ar-Rasyid (170-194 H/786-809 M).
Ibnu Abi Usaibi’ah, pengarang Tabaqat al-Atibba’, mencatat bahwa al-Kindi
sebagai salah satu dari empat penerjemah mahir pada masa gerakan
penerjemahan. Ia terutama sekali ikut memperbaiki terjemahan Arab dari
sejumlah buku. Selain itu, aktivitasnya lebih banyak tertuju pada upaya
menyimpulkan pandangan-pandangan filsafat yang sulit dipahami dan kemudian
mengarang sendiri.
Jumlah karya tulis al-Kindi cukup banyak, yakni 241 buah risalah dalam
bidang filsafat, logika, psikologi, astronomi, kedokteran, kimia, matematika,
politik, optik, dan lain-lain. Sayangnya, kebanyakan karya tulisnya itu tidak atau
belum dijumpai. Baru sekitar 25 buah karyanya yang berhasil ditemukan, yang
kemudian diterbitkan dalam dua jilid. Jilid pertama pada tahun 1950 dan jilid
kedua pada 1953 di Kairo, dengan judul Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyyah.

Al-Kindi juga dijuluki sebagai filsuf Arab. Itu karena ia satu-satunya yang murni
berdarah Arab. Dia pernah memperoleh penghargaan tinggi dari Khalifah Al-

8
Muhaimin,Studi, h 319

9
Mu’tasim, tapi juga pernah mengalami perlakuan buruk dari pihak-pihak yang iri
kepadanya atau benci kepada filsafat.
Yang kedua, Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M) Nama lengkapnya Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad at-Tusi al-Ghazali. Ia merupakan ulama
terkemuka yang amat berpengaruh di dunia Islam, terutama di kalangan Suni.
Al-Ghazali lahir di Desa Gazaleh, dekat Tus. Ia belajar di Tus, Jurjan, dan
Nisabur. Ia kemudian bermukim di Mu’askar selama lima tahun dan di Baghdad
selama lima tahun berikutnya. Di sana ia menjadi pemimpin dan guru besar
Madrasah Nizamiyah Baghdad. Di sana pula ia berupaya keras mempelajari
filsafat dan menunjukkan pemahamannya tentang filsafat dengan menulis buku
berjudul Maqasid al-Falasifah (tentang pemahaman-pemahaman para filsuf).
Ia dikenal karena kemampuannya mengkritik argumen-argumen kaum filsuf
dengan menulis buku Tahafut al-Falasifah. Buku tersebut ia tulis dalam rangka
memberikan kesan tentang kelemahan atau kekacauan pemikiran-pemikiran para
filsuf Muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina.
Semasa hidupnya, Al-Ghazali dikenal sebagai fakih, mutakalim, dan sufi. Ia
mahir berbicara dan amat produktif dalam mengarang. Karya tulisnya lebih dari
228 buku dan risalah. Karya tulisnya yang paling populer di dunia Islam adalah
Ihya’ ‘Ulum ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama).
Yang ketiga, Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M) Salah satu filsuf
Muslim yang muncul di belahan barat adalah Abu al-Walid Muhammad Ibnu
Ruysd. Ia berasal dari keluarga hakim. Ia lahir di Cordoba dan wafat di
Marakech. Ia dikuburkan di sana, tapi tiga bulan setelah itu jenazahnya
dipindahkan ke Cordoba.
Ibnu Rusyd menguasai berbagai bidang ilmu, seperti fikih, ilmu kalam, sastra
Arab, matematika, fisika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat. Ia berhasil
menjadi ulama dan filsuf yang sulit ditandingi. Ia juga pernah menjadi hakim di
Cordoba pada 1171 M. Ibnu Rusyd juga pernah menjadi dokter istana.
Kehebatan Ibnu Rusyd dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya. Ia menulis
Bidayah al-Mujtahid, sebuah karya besar berupa fikih perbandingan, yang secara
luas dipakai oleh para fukaha sebagai buku rujukan penting.

10
Ia juga menulis Kulliyyat fi at-Thibb, yang membicarakan garis-garis besar ilmu
kedokteran, dan menjadi pegangan para mahasiswa kedokteran di Eropa selama
berabad-abad di samping karya Ibnu Sina, Al-Qanun. Karya tulisnya yang
merupakan ulasan atas karya Aristoteles dibukukan ke dalam tiga buku ulasan,
yaitu Al-Asghar (Yang Lebih Kecil), Al-Ausath (Yang Lebih Sedang), dan Al-
Akbar.
Sosok Ibnu Rusyd juga dikenal karena pandangan-pandangannya yang
mengkritik pandangan Al-Ghazali. Sebagai tangkisan terhadap karya Al-Ghazali,
Tahafut al-Falasifah (Kacaunya Kaum Filsuf), ia menulis buku Tahafut at-
Tahafut al-Falasifah (Kacaunya Tahafut al-Ghazali). 
Yang keempat, Ar-Razi (250-313 H/864-925 M) Filsuf Muslim terkemuka
yang muncul setelah al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi.
Ia lahir, tumbuh, dan wafat di Rayy, dekat Teheran, Iran. Tetapi, ia juga pernah
hidup berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lain. Ia adalah dokter terbesar
yang dilahirkan dunia Islam zaman klasik. Ia pernah menjadi direktur rumah sakit
Rayy dan pernah pula menjadi direktur rumah sakit Baghdad.
Ketekunan dan kesungguhannya dalam menulis luar biasa. Ia pernah
menulis dalam setahun lebih dari 20 ribu lembar kertas. Karya-karya tulisnya
mencapai 232 buah buku atau risalah, yang kebanyakan dalam bidang
kedokteran.
Di samping itu, ia juga banyak menulis karya-karya yang berhubungan
dengan filsafat. Namun, hampir semua karya tulisnya dalam bidang filsafat
belum dijumpai. Banyak pihak menduga karya-karya filsafatnya telah
dihancurkan oleh lawan-lawannya yang telah menuduhnya sebagai seorang
mulhid (menyimpang dari, atau mengingkari ajaran Islam).

D. Contoh Filsafat dalam Tradisi Islam


Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, disebutkan
bahwa para filsuf Muslim ini mengembangkan pemikiran para filsuf Yunani
sedemikian rupa sehingga tersedia ruang bagi tampilnya kebenaran asasi dalam

11
Islam. Namun, yang kerap kali menjadi pertanyaan adalah bagaimana
mempertalikan serta menyelaraskan pemikiran para filsuf Yunani ini dengan
ajaran pokokislam.
Oliver Leaman dalam bukunya yang bertajuk Pengantar Filsafat Islam,
memberi contoh pemikiran Plato dan Ibnu Rusyd. Dalam bukunya, Republic,
Plato mengemukakan usul penggunaan berbagai metode yang berkepanjangan, tak
kenal lelah, untuk mengajak manusia biasa atau awam agar bertingkah laku
dengan cara tertentu. Dia tidak menentang penggunaan cara, bahkan ketika harus
bertindak dusta sekalipun untuk memberdayakan musuh atau orang gila.
Menurut Plato, cara seperti itu bermanfaat untuk maksud-maksud pengobatan
yang harus dikuasai oleh bukan orang sembarangan, melainkan oleh seorang
dokter. Seorang dokter dalam sebuah negara adalah seorang pemegang
pemerintahan
Analogi Plato ini juga sering kali dipakai oleh Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd
berpendapat dalam bukunya Comentary on Plato's Republic bahwa tindakan dusta
yang digunakan oleh seseorang yang mengatur urusan negara terhadap orang-
orang awam adalah benar dan tepat bagi mereka. Tindakan itu, menurut dia,
seperti merupakan obat bagi suatu penyakit

Dalam pandangan Ibnu Rusyd, perbuatan dusta atau bohong dapat


dipergunakan demi pencapaian kepentingan umum suatu negara oleh orang-orang
pemerintah yang sadar bahwa mereka berbohong. Kadang-kadang, lebih baik
tidak menunjukkan apa yang sesungguhnya kepada seseorang atau kelompok
daripada menunjukkan kebenaran apa adanya.

Inilah yang oleh umat Islam mayoritas bertentangan dengan pandangan


Alquran maupun hadis Nabi SAW yang memerintahkan untuk senantiasa jujur.
Katakan yang benar, walau pahit sekalipun. Andai Fatimah binti Muhammad
berbohong, akan saya potong tangannya. Ini adalah bukti bahwa Rasul SAW
sangat tidak menyukai ketidakjujuran.

12
Barang siapa yang berbohong atas namaku, tunggulah siksa baginya di neraka.
Demikian penegasan Rasul SAW atas orang yang suka berbohong.

Menurut Ibnu Rusyd, tipe dusta yang dimaksud dalam filsafat berbeda dengan
sebuah cerita yang seharusnya dikatakan. Ini demi kebaikan. Ia memberi contoh
tentang cerita orang dalam gua (The Allegory of the Cave). Menurutnya, ini
contoh yang baik seperti halnya cerita tentang beberapa lapisan jiwa manusia yang
ada pada kelompok yang berbeda-beda dalam masyarakat.
Menurut Ibnu Rusyd, setiap cerita hendaknya tak perlu ada dalam karya-
karya filsafat. Karena cerita-cerita tersebut lebih tepat digunakan di dalam
menjelaskan sesuatu kepada orang-orang awam yang tidak dapat menghargai
kekuatan argumen rasional.
Dengan berpijak pada prinsip bahwa para filsuf hendaknya tetap berpegang
teguh pada dasar pemikiran yang bersifat demonstratif, cerita-cerita seperti itu
hendaknya ditangguhkan saja. Argumen seperti ini, tambahnya, dapat
dipergunakan jika memang tidak ada lagi argumen lain yang dapat diberikan dan
agar memberi tempat pada Plato yang merasa tak dapat menciptakan cara yang
lebih meyakinkan dan lebih rasional. Contoh lainnya adalah mengenai hakikat
Tuhan. Bila dalam pemikiran Aristoteles, Tuhan dipahami hanya sebagai
penggerak pertama bagi gerakan alam materi atau sebagai penggerak yang tidak
bergerak, maka dalam filsafat Islam Tuhan dipahami sebagai pencipta alam
semesta.
Bila dalam filsafat Aristoteles, Tuhan dipahami sebagai wujud yang hanya
mengetahui diri-Nya sendiri dan tidak mengetahui selain-Nya; dalam filsafat
Islam, Tuhan dipahami mengetahui diri-Nya, Tuhan juga mengetahui segenap
alam yang diciptakan-Nya.
Bila dalam filsafat Yunani dapat dijumpai paham hancurnya jiwa manusia
bersama hancurnya badan, seperti yang diuraikan dalam filsafat Aristoteles dan
Demokritos, atau paham reinkarnasi jiwa manusia, seperti pada filsafat Pitagoras
dan Plotinus, dalam filsafat Islam, tidak dijumpai kedua paham itu.
Dalam filsafat Islam dikembangkan konsep bahwa jiwa manusia tidaklah

13
hancur bersama hancurnya badan, tidak pula mengalami reinkarnasi, tapi kekal
dalam kebahagiaan bila suatu waktu ia berpisah dari badan dalam keadaan suci
dan harus mengalami penderitaan bila dalam keadaan kotor.
Jadi, filsafat klasik Islam bukanlah sekadar filsafat Yunani yang diberi baju
Islam. Filsafat Yunani mengalami perkembangan atau Islamisasi di tangan para
filsuf Muslim. Para filsuf Muslim itu meyakini bahwa filsafat yang mereka
tampilkan adalah filsafat yang sejalan dengan kebenaran friman Tuhan yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transimisi filsafat ialah pengiriman atu penerusan filsafat yang berasal


dari yunani, tetapi filsafat yang dimaksud adalah filsafat yang sebagai sebuah
disiplin yang banyak di kembangkan oleh tradisi yunani dan islam tidak meniru
seluruhnya dari filsafat bangsa yunani tetapi islam hanya meniru sebuah disiplin
yang dikembangkan  bangsa yunani dan islam masih menjadikan Al-Quran dan
sunah sebagai pedomannya. Filsafat yang berkembang dalam islam adalah
filsafat yang meimliki corak dan khas tersendiri yang membedakan dari ilmu-
ilmu filsafat lainnya. Ahli barat berpendapat bahwa keberadaan tradisi dalam
islam hanya meniru filsafat yunani. Tetapi islam menjadikan Al-Quran dan
sunnah sebagai dasar. Dan bukan hanya sumber tertinggi keagamaan melainkan
menjadikannya sebagai hakikat eksistensi dan sumber segala eksistensi. Dalam
filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar
antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filosof muslim
klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus,
namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua,Islam adalah
agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam
filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan’.

15
Daftar Rujukan

Chamim Thohari Mahfudillah.”Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam”.


Diunduh melalui https://www.kompasiana.com chamimtho// 5bebbb8cab12ae
42fa1c1ae4/transmisi-filsafat-dalam-tradisi-islam,14 November 2018

Muhaimin dkk, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012

Ja’’far, Gerbang-Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam, Aceh: Pena, 2011

Fu’ad Abd al-Baqi,Muhammad,Al-Mu‟jam al-Mufahrasy li Alfaz al-Qur‟an al-


Karim, t.t. Maktabah Dahlan, t.t

Husain Thabathaba’I, Sayyid Muhammad, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an,Juz XII


(Beirut: Muassasat al-Alami li al-Mathbu’at, 1991

Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Muslim Muis,Hanif. Diunduh melalui


http://hanifmuslimmuis.blogspot.com/2012/07/makalah-filsafat-islam-filsuf-
dan.htmlm, 15 Januari 2013

Asari, Hasan. Menguak Sejarah Mencari Ibrah, Bandung: Citapustaka, 2006

Aprilia, Eka, “Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam”. Diunduh melalui


https://www.kompasiana.com/ekaaprilia/5becf6baaeebe175a8094893/transmisi-
filsafat-dalam-tradisi-islam?page=all, 15 November 2018

Sulaiman, Asep.”Mengenal Filsafat Islam” diunduh melalui https://fud.iain-


surakarta.ac.id/akasia/index.php?p=show_detail&id=5640, 7 Februari 2021

16
Sasongko, Agung.”Empat Filsuf Muslim Terkemuka”.Diunduh melalui
https://www.republika.co.id/berita/nxea9u313/empat-filsuf-muslim-terkemuka, 06
November 2015

Zuraya, Nidia.”Membaca Filsafat Islam”. Diunduh melalaui


https://republika.co.id/berita/qbuh6i430/membaca-filsafat-islam, 13 Juni 2020

Rambe, Sapparuddin.2016.Persentuhan Islam dengan Peradaban Yunani dan


Persia Sebagai Latar Belakang Tumbuhnya Kajian Filsafat. Jurnal A-Ikhtibar
(Jurnal Pendidikan Agama Islam) Vol. 3 No. 2

17

Anda mungkin juga menyukai