Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FILSAFAT ILMU DAN RUANG KAJIANNYA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Ilmu (Integrasi al-Qur‟an dan Sains)

Dosen Pengampu:
Dr. H. Mujaid Kumkelo, M.Hi.

Disusun Oleh :
Happy Makrufiati Rosyidah (17770016)

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
OKTOBER, 2017
KATA PENGANTAR

‫اَّلل ْال َر ْح َمن ه‬


‫الر ِح ْي ِم‬ ‫ْ ه‬
ِ ‫ِبس ِم‬
ِ
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, taufiq,
hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Filsafat Ilmu dan Ruang Kajiannya”. Kemudian, shalawat serta salam kami
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni al-Qur‟an dan as Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu (Integrasi al-
Quran dan Sains) Magister Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana di
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Selanjutnya, kami
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. H. Mujaid Kumkelo,
M.Hi selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu (Integrasi al-Qur‟an dan
Sains) dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan
selama penulisan makalah ini.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi


sebagai fasilitas belajar, juga bagi semua pembaca makalah ini. Amin.

Malang, 17 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
..................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 2

BAB II POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Ilmu ............................................................................. 3

1. Pengertian Ilmu ....................................................................................... 3

2. Pengertian Ilmu ....................................................................................... 3

3. Pengertian Filsafat Ilmu .......................................................................... 4

B. Ruang Kajian Filsafat Ilmu ......................................................................... 6

1. Ontologi ................................................................................................... 6

2. Epistemologi .......................................................................................... 10

3. Aksiologi ............................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

DAFTAR RUJUKAN .......................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan untuk
membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang lebih memuaskan.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan
yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai
tujuan.

Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat
abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul
semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita
hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat

Sebagai calon pendidik kita perlu mempelajari apa itu Filsafat Ilmu yang nantinya akan
meneropong metode ilmu-ilmu khususnya dalam ilmu keislaman agar kita memahami
pemikiran yang berbeda dengan pemikiran kita yang pada akhirnya akan melahirkan sikap
teoleransi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Filsafat Ilmu dan Ruang Kajiannya, baik
Ontologi, Epistemologi maupun Aksiologi. Namun sebelum membahas obyek-obyek Filsafat
Ilmu tersebut, alangkah baiknya terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian Filsafat
Ilmu.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu filsafat ilmu ?

2. Apa saja ruang kajian filsafat ilmu?

C. Tujuan

1. Ingin mengatahui apa itu filsafat ilmu

2. Ingin mengetahui ruang kajian filsafat ilmu

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Ilmu

1. Pengertian Filsafat

Secara etimologis, kata filsafat berasal dari kata “philosophia” (bahasa Yunani),
diartikan dengan „mencintai kebijaksanaan‟. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat
disebut dengan istilah “philosophy”, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
“falsafah”, yang biasa diterjemahkan dengan „cinta kearifan‟.Istilah philosophia memiliki
kara kata philien yang berarti mencintai dan sophos yang berarti bijaksana. Jadi, istilah
philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana.

Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau
kecenderungan akan kebijaksanaan, atau cinta yang bijaksana, atau dapat diartikan pula
sebagai cinta secara mendalam akan kebijaksanaan atau cinta sedalam-dalamnya akan
kearifan atau cinta secara sungguh-sungguh terhadap pandangan, kebenaran (love of
wisdom or love of the vision of truth). Sementara itu, secara terminologis filsafat dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran
segala sesuatu. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta
pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.1

2. Pengertian Ilmu

Ilmu diambil dari bahasa Arab; “alima, ya‟lamu, „ilman” yang berarti mengerti atau
memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang
berasal dari bahasa Latin scienta dari bentuk kata scire, yang berarti mempelajari dan
mengetahui.2

1
Win Usuluddin Bernadien, Membuka Gerbang Filsafat, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 ), hlm. 3
2
Susanto, Filsafat Ilmu, ( Jakarta: PT Bumi Akasara, 2011), hlm. 76

3
Kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu, atau dari
pengetahuan. Menurut J.S Badudu ilmu adalah: Pertama, diartikan sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis; contoh: ilmu agama, berarti tentang
jaran agama atau teologi, ilmu bahasa berarti pengetahuan tentang hal ikhwal bahasa atau
tata bahasa, linguistik, dan lain-lain. Kedua, ilmu diartikan sebagai kepandaian atau
kesaktian. Orang yang banyak memiliki ilmu pengetahuan mengenai suatu ilmu disebut
ilmuan atau orang yang ahli dalam bidang tertentu.

Sedangkan menurut Maufur, menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari pengetahuan
yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, artinya ilmu tentu saja merupakan
pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu.3

3. Pengertian Filsafat Ilmu

Definisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan ilmu. Masing-masing
memiliki makna yang berbeda dan hakikat yang berlainan. Beberapa ahli telah
memberikan definisi tentang filsafat ilmu ini, diantaranya ialah:

a. A. Cornelius Benyamin, mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah “that philosophic


wich the systematic study of the nature of science, especially of its metthods, its
concepts and presuppotions, and its place in the general scheme of intellectual
discipliness”. Menurut Benyamin, filsafat ilmu adalah studi sistematis mengenai sifat
dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya,
kedudukannya di dalam skema umum disiplin intelektual. Benyamin lebih melihat
sifat dan hakikat ilmu ditinjau dari aspek metode, konsep, dan kedudukannya dalam
disiplin keilmuan.

b. The Liang Gie merumuskan filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Bagi Gie, filsafat ilmu
bukan hanya dipahami sebagai ilmu untuk mengetahui metode dan analisis terhadap
ilmu-ilmu lain, tetapi filsafat ilmu sebagai usaha seseorang dalam mengkaji persolan-
persoalan yang muncul melalui perenungan yang mendalam agar dapat diketahui

3
Ibid., hlm. 45

4
duduk persoalannya secara mendasar, sehingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
manusia.

c. Jujun S Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan


atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah
tersebut tak lagi merupakan misteri. Secara garis besar, Jujun menggolongkan
pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni: 1) pengetahuan tentang yang baik
dan yang buruk, yang disebut juga dengan etika; 2) pengetahuan tentang indah dan
yang jelek, yang disebut dengan estetika atau seni; 3) pengetahuan tentang yang benar
dan yang salah, yang disebut dengan logika.

d. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai ilmiah
dan cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan
filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat
serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodelogi.

Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat kiranya
dirangkum dalam tiga telaah yang tercakup di dalam filsafat ilmu. Ketiganya itu adalah
sebagai berikut:4

a. Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu
tertentu, terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran tentang
sistem lambang yang digunakan. Telaah kritis ini dapat digunakan untuk mengkaji ilmu
empiris dan yang juga ilmu rasional , juga untuk membahas studi bidang etika dan
estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi, dan sebagainya. Dalam hubungan ini
yang terutama sekali ditelaah adalah ihwal penalaran dan teorinya.

b. Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep,
sangka wacana, dan postulat mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-
dasar keemperisan, kerasionalan, dan kepragmatisan. Aspek filsafat ini erat
hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan epistimologis. Jadi, peran filsafat ilmu di
sisni berganda. Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap

4
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Universitas Mutimedia Nusantara , 2007),
hlm. 46-47

5
anggapan dasar, seperti kuantitas, kualitas, waktu, ruang, dan hukum. Pada sisi yang
lain filsafat ilmu mencakup studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan
mengenai dunia „sana‟, keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta, dan
keyakinan mengenai kenalaran proses-proses alami.

c. Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka
macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.

Filsafat ilmu dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Filsafat ilmu dalam arti luas: menampung permasalahan yang menyangkut hubungan
ke luar dari kegiatan ilmiah, seperti:

a) Implikasi ontologik-metafisisk dari citra dunia yang bersifat ilmiah;

b) Tata susila yang menjadi pegangan penyelanggara ilmu;

c) Konsekuensi pragmatik-etik penyelenggara ilmu dan sebagainya.

b. Filsafat ilmu dalam arti sempit: menampung permasalahan yang bersangku


tan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut
sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai tujuan ilmiah.

B. Ruang Kajian Filsafat Ilmu

1. Ontologi

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “taonta” yang berarti „yang berada‟, dan
logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada.5

Ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Atau bisa juga disebut ontologi sebagai ilmu tentang “yang ada”. Yang
dimaksud “ada” adalah dari dan akan ke mana ada itu. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu

5
Susanto, Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 90

6
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Dua pengertian ini merambah ke dunia
hakikat sebuah ilmu. Ontologi membahas masalah ada dan tiada. Ilmu itu ada, tentu ada
asal-muasalnya. Ilmu itu ada yang nampak dan ada yang tidak nampak. Dengan berfikir
ontologi, manusia akan memahami tentang eksistensi sebuah ilmu.6

Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Gocleinus pada tahun 1636 M.
Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan metafisika khusus. Metafisika umum adalah sebagai istilah dari ontologi.
Dengan demikian metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Sedangkan metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia.
Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang Tuhan.

a. Objek Kajian Ontologi

Objek telaah ontologi adalah yang ada, yaitu individu, ada umum, ada terbatas, ada
tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada
sesudah kematian maupun sumber dari segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa,
pencipta dan pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tataran
filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak
digunakan ketika membahas yang da dalam konteks filsafat ilmu.

a) Metode dalam Ontologi

Lorens Bagus dalam Suparman memeprkenalkan tiga tingkat abstraksi dalam


ontologi, yaitu abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi
fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; abstraksi bentuk

6
Ibid., hlm. 91

7
mendeskripsikan metasifik mengenai prinsip umum yang menjadi dasar dari semua
realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metafisik.

b) Metafisika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang


sangat mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala
sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi dalam Susanto, metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat „keluarbiasaan‟
yang berada di luar pengalaman manusia. Menurut Achmadi, metafisika mengkaji
sesuatu yang berada diluar hal-hal yang biasa berlaku pada umumnya, atau hal-hal
yang tidak alami, serta hal-hal yang berada di luar kebiasaan manusia.

Metafisika berasal dari kata meta dan fisika, yang artinya meta ; sesudah, selain atau
dibalik sedangkan fisika berarti nyata atau alam fisik. Dengan kata lain metafisika
mengandung arti hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata. Dari ilmu
filsafat metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat dibalik alam nyata.
Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi
pada sesuatu yang dapat diserap pancaindra.

Tafsiran pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa
terdapat wujud gaib dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan
alam nyata. Animisme atau roh-roh yang bersifat gaib terdapat pada benda seperti
batu, pohon merupakan contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran
supernaturalisme. Paham naturalisme adalah paham yang menolak pendapat bahwa
terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. Paham materisme merupakan
paham yang berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh
kekuatan gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat, dalam alam itu sendiri.7

c) Asumsi

Pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan
secara rasional. Berkenaan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-

7
Ibid., hlm. 93

8
pengandaian . dengan demikian, filsafat ilmu erta kaitannya dengan pengkajian
analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya, dan juga dengan perluasan serta
penyusunan cara-cara yang lebih dajeg dan lebih tepat untuk memperoleh
pengetahuan.

b. Aliran-aliran dalam Ontologi

a) Aliran Monoisme

Paham monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal,
baik yang asal berupa materi maupun berupa ruhani.

Paham monoisme terbagi dua aliran yaitu: Pertama, Paham Materialisme menganggap
bahwa sumber yang asal adalah materi bukan rohani sering juga naturalisme. Kedua,
Paham Idealisme dinamakan juga spritualisme. Idealisme mengandung arti sesuatu
yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang
beranekaragam ini berasal dari ruh yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati
ruang.

Menurut Rapar dalam Susanto, aliran materialisme menolak hal-hal yang abstrak. Bagi
materialisme ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat
materialisme, realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, sesuatu yang riil
atau nyata. Tokoh-tokoh aliran materialisme adalah Thales, anaximenes dan
anaximandris. Sedangkan aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masa Plato
yang terkenal dengan pandangannya mengenai ide. Ide bagi Plato tidak
sama dualisme ide yang dipahami orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide
dikemukakannya sebagai teori logika kemudian meluas menjadi pandangan hidup dan
menjadi dasar umum ilmu dan politik sosial dan bahkan agama.8

b) Aliran Dualisme

Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan dua paham yang saling
bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Aliran dualisme memandang bahwa

8
Ibid., hlm. 96

9
alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya. Aliran dualisme memandang
paham yang serba dua yaitu antara materi dan bentuk. Pengertian materi dalam
pandangan aliran dualisme, materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah
yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari materi. Oleh
karena itu materi mutlak diperlukan bagi pembentukan segala sesuatu. Materi dan
bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berwujud tanpa bentuk sebaliknya
bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari
bentuk dan materi.9

c) Aliran Pluralisme

Aliran pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.


Pluralisme bertolak dari keselururhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata. Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.10

d) Aliran Nikhilisme

Dalam aliran ini menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas
manusia. Aliran ini tidak mengakui validitas alternatif positif. Dalam pandangan
nikhilisme, Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreativitas.11

e) Aliran Agnotisisme

Aliran ini menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu
dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkin memiliki hakekat batu, air, dan api.
Kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu hakikat sesuatu yang
ada. Paham agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda baik materi maupun hakikat rohani.12

9
Ibid., hlm. 97
10
Ibid., hlm. 97
11
Ibid., hlm. 98
12
Ibid., hlm. 98

10
2. Epistemologi

Secara etimologi, epistimologi berasalah dari bahasa Yunanai yaitu terdiri atas kata
episteme dan logos . episteme berarti pengetahuan atau kebenaran, sedangkan logos berarti
kata atau pikiran atau ilmu. Dengan demikian, epistimologi dapat diartikan sebagai pikiran-
pikiran tentang pengetahuan atau kebenaran.13

Epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah
model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter
pengetahuan, bahkan menentukan ”kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima
dan apa yang patut ditolak.

Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang mengkaji dan
membahas tentang batasan, dasar dan fondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas dan
kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia. Epistemologi akan menunjukkan
asumsi dasar ilmu, agar penelaahan filsafat ilmu tidak terpaku pada ragam objek material
ilmu. Pertanyaan filsafat bukan dipecahkan dengan penyeledikan empiris, tetapi
dipecahkan dengan penalaran.Dengan bantuan epistemologi akan mendapatkan
pemahaman hakiki tentang karakter dan objek ilmu14

a. Metode Kajian Epistemologi.

a) Metode Induktif

Induksi yaitu metode menyampaikan peryataan-pernyataan hasil observasi dan


disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dalam metode induksi,
setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang. Dari contoh
tersebut bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang
disebut sintetik.

b) Metode Deduktif

13
Win Usuluddin Bernadien, Membuka Gerbang Filsafat, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 ), hlm. 56
14
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 46

11
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem yang pernytaannya runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-
kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah
teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-
teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan meneraokan secara empiris
kesimpulan-kesimpulan yang biasa ditarik dari teori tersebut.

b. Persyaratan Epistimologi

Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila pengetahuan itu
dan cara memperolehnya telah memenuhi syarat tertentu. Apabila syarat-syarat itu belum
terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam pengetauan lain yang
bukan ilmu, walaupun bukan termasuk filsafat. Dalam kaitan ini tidaklah tepat untuk
spontan menganggap kadar kebenaran pengetahuan yang bukan pengetahuan ilmiah
sebagai lebih rendah, karena berbagai syarat untuk dapat termasuk pengetahuan ilmiah,
yang akan dipaparkan berikut ini, merupakan syarat-syarat terpenting bagi suatu
pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah; syarat-syarat
itu adalah dasar pembenaran, sifat sistematis, dan sufat intersubjektif.

Ilmu harus memiliki dasar pembenaran, bersifat sistematis dan sistemik serta bersifat
intersubjektif. Ketiga ciri tersebut saling terkait dan merupakan persyaratan bagi
pengetahuan unutk disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan.persyaratan
tersebut menurut Conny R. Semiawan adalah sebagai berikut:

a) Dasar pembenaran menurut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan
derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman
apriori yang juga didasarkan atas hasil kajian empiris.

12
b) Semantik dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang
didasarkan pada penyeledikan imiah yang keterhubungannya merupakan suatu
kebulatan melalui komparasi dan generalisasi secara teratur.

c) Sifat intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intusi dan sifat
subjektif orang seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar
kebenaran dari ilmu itu di dalam seyiap bagian dan di dalam hubungan menyeluruh
ilmu tersebut, sehingga tercapai intersubjektivitas.

Istilah intersubjektivitas lebih eksplisit menunjukkan bahwa pengetahuan yang telah


dieproleh seorang subjek harus melaui verivikasi oleh subjek-subjek lain supaya
pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan dan kebenarannya.

c. Aliran-aliran dalam Epistimologi

Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epitemologi, yaitu:

a) Rasionalisme

Aliran ini merupakan suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal
atau ide sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran.
Rasionalisme timbul pada masa renaissance yang dipelopori oleh Rene Descrates,
menurutnya memperoleh kebenaran harus dimulai dengan meragukan sesuatu,
seseorang yang ragu berarti sedang berpikir, dan orang yang berpikir yang berarti ada.
Statemen Descrates yang popular adalah “cogito ergo sum” (aku berpikir, maka aku
ada). Kebenaran adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah, artinya bahwa ide-ide itu
seharusnya dapat dibedakan dari gagasan-gagasan yang lain.

b) Empirisme

Filsafat ini bersumber dari Aritoteles, yang mengatakan bahwa realitas yang
sebenarnya adalah terletak pada benda-benda konkret, yang dapat diindera, bukan
pada ide sebagaimana kata Plato. Jadi, menurut Aristoteles, bahwa sumber ilmu
pengetahuan ialah pengelaman empiris.

13
3. Aksiologi

Secara etimologi, aksiologi berasal dari bahasa Yunaniyang terdiri dari dua kata yaitu
axios yang berarti layak atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau studi mengenai. Dari
pengertian secara etimologis paling tidak ada pengertian secara terminologis yaitu:
Pertama, aksiologis merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis ini ialah
membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistimologis dari nilai-nilai itu.
Kedua, aksiologi merupakan studi teori umum tentang nilai atau suatu studi yang
menyangkut segala yang bernilai.15

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umunya
ditinjau dari sudut pandang kefisafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa
yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis.16

Aksiologi ini penting karena pada kenyataannya tidak semua orang yang memiliki
penalaran tinggi selalu diikuti dengan perilaku yang baik. Bahkan sebaliknya, semakin
tinggi penalaran orang, kadang semakin tinggi pula kemampuannya untuk membenarkan
yang salah dan menyalahkan yang benar.

Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang
kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan
manusia bia dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah di samping penciptaan berbagai
kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman,
pendidikan dan komunikasi. Namun dalam kenyataannya, ilmu tidak selamanya membawa
berkah. Malah sebaliknya, ilmu justru membawa malapetaka dan kesengsaraan.

Sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya di jalan yang benar. Oleh karena itu, dalam kaca mata aksiologi, ilmu tidak
lagi bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama.

15
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer, ( Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 82
16
Susanto, Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 116

14
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan
manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur
kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah : Pertama, menjaga dan memberi
arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka prilaku
keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan
langsung. Kedua, dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak
mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri
masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan
dan kepentingan politik. Ketiga, pengembangan pengetahuan diarahkan untuk
meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta
keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal. 17

a. Objek aksiologis

Aksiologis memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi dari
Tuhan. Misalnya nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini juga
mengandung pengertian lEbih luas daripada etika. Dilihat dari jenisnya, paling tidak
terdapat dua bagia umum dari aksiologi dalam membangun filsafat ilmu ini, yaitu:

a) Etika

Samiawan dalam Susanto menjelaskan bahwa etika sebagai prinsip atau standar
perilaku manusia yang kadang-kadang disebut dengan “moral”. Kegiatan menilai
dibangun atas toleransi atau ketidakpastian bahsa tidak ada kejadian yang dapat
dijelaskan secara pasti dengan zero tolerance. Makna etika dipakai dalam dua
bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu predikat
yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-
manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
memepelajari tingkah laku manusia baik-buruknya.18

b) Estetika
17
http://hariszubaidillah.blogspot.co.id/2015/10/makalah-ontologi-epistemologi-dan.html, Diakses Pada Tanggal
17/10/2017, Pada Pukul 21.55 WIB.
18
Susanto, Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 118

15
Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk.
Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari
suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas.
Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode-mode yang estetis
dari suatu pengetahuan ilmiah itu.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Filsafat ilmu ialah bagian dari filsafat yang menjawab berbagai pertanyaan mengenai
ilmu. Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari filsafat
dengan berbagai macam cabang ilmunya. Karena, dengan cara kerjanya yang bersifat
sistematis dan menganalisa sesuatu secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan
problematika hidup dan kehidupan manusia. Dengan demikian, menggunakan analisa
filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan
kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu
lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.

2. Ruang kajian filsafat ilmu ada 3 yaitu, Ontologi, Epitemologi, dan Aksiologi

a. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka
ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan, term ontologi
pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf.

b. Menurut etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani,


yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara
terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan
dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.

c. Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan
logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal, teori,
axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik
dari nilai.

17
DAFTAR RUJUKAN

Bernadien, Win Usuluddin. Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Universitas Mutimedia
Nusantara , 2007

Susanto. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Zaprulkhan, Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer, ( Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm.
82

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas UGM. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty, 2007.

. http://hariszubaidillah.blogspot.co.id/2015/10/makalah-ontologi-epistemologi-dan.html,
Diakses Pada Tanggal 17/10/2017, Pada Pukul 21.55 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai