PENGETAHUAN
Makalah
Oleh Kelompok 1 :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan
ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Shalawat besertakan salam kita curahkan kepada junjungan kita pemimpin seluruh
alam, manusia paling sempurna dan yang telah mencapai tujuan yang paling sempurna dari
ubudiyyah kepada tuhan-Nya. Dialah junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
27 Februari 2021
(Kelompok 1)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
S.M.N. Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984), Cet. I, hlm.37
2
C. A Van Peurson., Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta., PT Gramedia., 1980), hlm 19
1
2
Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Pendapat lain menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang
mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan
kesungguhannya. Melalui pendapat tersebut dipahami bahwa ilmu merupakan pengembangan
dari pengetahuan yang memiliki aturan tertentu dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan
dengan penafsiran suatu hal yang pada umumnya berlaku secara umum.
Maka, untuk memahami identitas pengetahuan itu sendiri penulis berupaya merumuskan
masalah yang berkenaan dengan asal-usul dan hakiikat pengetahuan sebagai berikut:
3
Jujun s. suriasumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: pustaka sniar harapan. 1998. Hal 19
3
4
secara mandiri4. Jadi maksudnya adalah filsafat dapat menciptakan sebuah ilmu yang beragam
dan berguna yang menggunakan pola pikir yang kritis dan menciptakan cabang-cabang ilmu
filsafat. Dalam bahasa inggirs filsafat juga dapar di artikan istilah philosophy yang juga berarti
filsafat yang lazim diterjemahkan sebgai cinta kearifan. Akar kata ini adalah philos dan Sophos.
Philos artinya gemar atau cinta, dan Sophos artinya bisaksana atau arif jadi sesuai arti dua kata
ini filsafat dapat diartikan yang semula dalam bahasa yunani adalah cinta kearifan.
Pengertian filsafat secara khusus adalah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
yang mengenai hakikat ilmu, baik dilihat dari sudut pandang ontologis, epsitomologis dan
aksiologis yang melakukan proses dialektika secara mendalam yang sistematis berssifat
spekulatif.5 Menurut Rosenberg mengadakan filsafat ilmu dibagi menjadi dua pertanyaan,
pertama pertanyaan tentang ilmu, kedua menanyankan mengapa ilmu tidak dapat menjawab
pertanyaan pertama, yakni tentang ilmu sendiri. Dari dua pertanyaan ini mucul dua konsep
filsafat ilmu yang senantiasa dipertanyakan yaitu tentang apa dan gimana. Apa itu ilmu,
bagaimana ilmu itu dikembangkan? Pertanyaan sepertini ini yamg akan dijawab secara
mendasar dalam filsafat ilmu sehingga menemukan suatu jawbam yang lahir dari proses
dialektika berfikir.
Pemikiran filsafat termasuk filsafat ilmu terus berkembang sangat cepat. prosesi filsafat
dimulai dari demitologisasi menuju gerakan logesentrisme. Demitolugisasi ini disebabkan oleh
arus yang besar gerakan rasionalisme, empirisme dan potisivisme yang dipelopori oleh para
pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan manusia pada tataran
era madernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah. Setelah adanya demitologisasi oleh para
pemikir ilmu alam yang memosisikan pengetahuan ilmu alam merupakan “a higher level of
knowledge, maka dari sini lahirlan filsafat ilmu sebagai lanjutan dari pengembangan filsafat
umum.
4
Mukhtar Latif. Orientasi kea rah pemahaman filsafat ilmu. Jakarta. prenamedia group. 2014. Hal 17
5
Ibid hal 20
5
penggunaan kerja hipotesis yang dapat diuji menggunakan pengamatan atau percobaan. Dalam
arti kata, laporan ilmiah untuk tunduk dan berasal dari pengalaman kami atau observasi.6
Dalam arti kedua "empiris" dalam ilmu dan statistik mungkin identik dengan
"eksperimental". Dalam hal ini, hasil pengamatan empiris adalah eksperimental. Istilah semi-
empiris yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan metode teoritis yang
menggunakan dasar aksioma , hukum ilmiah didirikan, dan hasil eksperimen sebelumnya dalam
rangka untuk terlibat dalam pembentukan model beralasan dan penyelidikan teoritis.7
2.2.2 Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengatahuan satu-
satunya yang benar adalah rasio (akal budi), Rasionalisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (resen) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan
mengetes pengatahuan. Jika empiresme mengatakan bahwa pengatahuan diperoleh dengan
alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengejarkan bahwa pengatahuan di peroleh
dengan cara berfikir alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.8
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal (rasio) adalah suatu
pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian
buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah.9
2.2.3 Intuisionisme
Intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur
utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung
(intuitif), di samping pengalaman oleh indera.10
Secara epistemologis, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat
sesuatu objek.11
Metode intuisi sebenarnya tidak bisa dibuktikan secara rasional maupun empiris. Akan
tetapi, hasil dari kebenaran intuisi tersebut dapat dibuktikan secara rasional sekaligus empiris.
Artinya, banyak orang yang memperoleh pengetahuan yang mendalam secara intuitif yang
6
Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hal. 96
7
Lorens bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia. 1996). Hal. 1017-1018
8
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (bandung PT. Remaja Rasda Karya 2007), hal 89
9
A. Maksum. Pengantar Filsafat. (Malang: Ar-Ruzzmedia 2008), hal 69
10
Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang,1984), hal 205
11
Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat...hal 216
6
kemudian terbukti benar. Oleh karena itu, Bergson mengatakan bahwa intuisi sebenarnya
bersifat intelektual dan sekaligus supra-intelektual, dimana pengetahuan supra-intelektual
tersebut akan dapat mencapai pengetahuan dan kesadaran diri pada hal-hal yang paling vital,
elan vital. Sementara bagi Nietzsche intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi, dan bagi
Maslow intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience).12
2.2.4 Kritisisme
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
a. Yang analitis a priori
b. Yang sintetis a priori
c. Yang analitis a posteriori
d. Yang sintetis a posteriori.13
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya
pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan pengetahuan aposteriori terjadi
sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan
sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap
unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal
terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak
saling bertumpu.
Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a
posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman. Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar
sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan adalah bersyarat pada:
a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b) memberi pengetahuan yang baru. Kant
bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya
pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke
tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
12
Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu,
Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).hal 36
13
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I;
Jakarta: Prenada Media, 2003), hal 190
7
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada
landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih
pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain
cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C, maka
air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air
malah akan menjadi dingin.
dan contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja,
tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu bersifat relatif,
tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan
teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak
absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti
perkembangan zaman yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal
merevisi teori Gravitasinya kembali) Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi.
Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus dibuktikan
atau dicek dengan azas prinsipal abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara
lain:
1. Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
2. Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
3. Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
4. Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.14
14
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008) hal 57-58
15
Diambil dari www. Kompasiana. Com.
8
pemikir melihat bahwa pancaindra manusia merupakan satu-satunya alat penghubung antara
manusia dengan realitas eksternal. Dalam memahami dan memaknai realitas ekternal ini kadang
kala dan bahkan senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan , dengan demikian
sebagian pemikir tidak menanggapi valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur
pengindraan valid yang rasional.
16
Mukhtar latif hal 173
9
17
Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar, CV Pustaka Grafika, Bandung, 2011, hlm. 13
18
Resmita, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2017, 153
19
Syutaridho. 2016. Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa Dengan Memunculkan Soal Berpikir Kritis.
Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA, (online), Vol. 2, No. 1, (http://jurnal.radenfatah.ac.id, diakses 22
Februari 2021)
10
ِ ت َواْأل َ ْر
ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ َهذَا ِ س َم َاوا ِ علَى ُجنُو ِب ِه ْم َويَتَفَ َّك ُرونَ ِفي خ َْل
َّ ق ال َ الَّذِينَ َي ْذ ُك ُرونَ هللاَ ِق َيا ًما َوقُعُودًا َو
}191{ ار َ َعذ
ِ َّاب الن ُ ًاطال
َ س ْب َحانَكَ فَ ِقنَا ِ َب
Artinya :“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ayat ini menunjukkan bahwa berpikir adalah “ibadah yang merupakan salah satu sifat
diantara sifat-sifat para wali Allah yang berilmu. Apabila mereka memikirkannya, niscaya
mereka akan mengetahui bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan mereka sia-sia”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Keberadaan manusia di dunia sesunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT
yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia
menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir
(memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
b. Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji
tentangmasalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang
sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat
sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat
dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan
memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense.
c. Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh
dari keterbatasannya.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (bandung PT. Remaja Rasda Karya 2007)
Jujun s. suriasumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: pustaka sniar harapan.
1998.
Lorens bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia. 1996).
Mukhtar Latif. Orientasi kea rah pemahaman filsafat ilmu. Jakarta. prenamedia group.
S.M.N. Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984)
Syutaridho. 2016. Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa Dengan Memunculkan Soal
Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA
(http://jurnal.radenfatah.ac.id, diakses 22 Februari 2021)
14