Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU DAN PERKEMBANGAN ILMU

PENGETAHUAN

Makalah

Oleh Kelompok 1 :

1. CHOIRUL IMAM WAHID :20250094


2. IBNU AQIL : 20250098
3. MUHAMMAD FAUZAN : 20250108
4. RIYAN HIDAYATULLOH : 20250116
5. SLAMET SUSANTO : 20250119

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan
ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Shalawat besertakan salam kita curahkan kepada junjungan kita pemimpin seluruh
alam, manusia paling sempurna dan yang telah mencapai tujuan yang paling sempurna dari
ubudiyyah kepada tuhan-Nya. Dialah junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
27 Februari 2021

(Kelompok 1)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan masalah ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT ILMU ............................................................................. 3
2.2 Asal Usul Pengetahuan ................................................................................................ 4
2.2.1 Empirisme ............................................................................................................ 4
2.2.2 Rasionalisme ........................................................................................................ 5
2.2.3 Intuisionisme ........................................................................................................ 5
2.2.4 Kritisisme ............................................................................................................. 6
2.3 Aspek-aspek ilmu pengetahuan ................................................................................... 7
2.3.1 Aspek Epistimologi .............................................................................................. 7
2.3.2 Aspek Ontologis. .................................................................................................. 8
2.3.3 Aspek aksiologis .................................................................................................. 8
2.4 Berfikir Kritis dari Sudut Pandang Ajaran Islam ........................................................ 9
2.4.1 Langit sebagai Atap Bumi .................................................................................. 10
2.4.2 Gunung sebagai Pasak Bumi .............................................................................. 11
2.4.3 Bumi yang Datar ................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 13
3.2 Saran ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk rasional (hayawan natiq).1 sehingga mereka mampu
merumuskan makna-makna yang melibatkan penilaian, pembedaan dan penjelasan yang
tentunya dengan pengetahuan dan akal yang mereka fungsikan.
Pengetahuan merupakan sumber realitas atas asumsi dasar manusia. Tanpa pengetahuan
manusia tidak dapat membedakan hal-hal yang bisa ditangkap dengan panca indera. maka
istilah "pengetahuan" itu cukup luas artinya, Istilah ini menunjukan bahwa manusia sadar akan
barang-barang di sekitarnya; adanya manusia di dunia ini lain dari pada adanya sebuah barang
mati. Dan kata“pengetahuan" tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah, melainkan pula
pengalaman pribadi, melihat dan mendengar, perasaan dan intuisi, dugaan dan suasana jiwa.2
Pengetahuan merupakan pokok kajian dalam ilmu filsafat. Dalam filsafat pengetahuan
termasuk dalam kajian “epistimologi” dengan akar kata episteme (pengetahuan) dan logos
(kata/ pembicaraan/ ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan
jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas
dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana unsur-unsurnya, asal-
usulnya, serta jenis kebenaran suatu pengetahuan itu sendiri.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia merupakan kajian yang
sangat mendalam dan menarik untuk diperbincangkan dikalangan akademisi.
Banyak orang mengartikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu sama, hal tersebut
memang tidak salah seluruhnya namun perlu ditinjau berdasarkan kaidah keilmuan agar dapat
memahami sesungguhnya. Sebagaimana analogi yang telah dipaparkan, bahwa ilmu
pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan. Sehingga dapat dipahami bahwa
pengetahuan berbeda dengan ilmu. Lebih tepatnya ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Kata
ilmu merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologis berasal dari kata latin
“scinre”, artinya “to know”. Namun, pengertian science ini sering salah diartikan, dan direduksi
berkaitan dengan ilmu alam semata padahal tidak demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa

1
S.M.N. Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984), Cet. I, hlm.37
2
C. A Van Peurson., Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta., PT Gramedia., 1980), hlm 19

1
2

Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Pendapat lain menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang
mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan
kesungguhannya. Melalui pendapat tersebut dipahami bahwa ilmu merupakan pengembangan
dari pengetahuan yang memiliki aturan tertentu dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan
dengan penafsiran suatu hal yang pada umumnya berlaku secara umum.
Maka, untuk memahami identitas pengetahuan itu sendiri penulis berupaya merumuskan
masalah yang berkenaan dengan asal-usul dan hakiikat pengetahuan sebagai berikut:

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian filsafat ilmu ?
2. Bagaimana asal-usul pengetahuan ?
3. Apa saja jenis-jenis aspek ilmu pengetahuan?
4. Bagaimana berfikir kritis dalam sudut pandang Islam?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk Mengetahui pengertian filsafat ilmu.
2. Untuk Mengetahui asal-usul pengetahuan.
3. Untuk Mengetahui jenis-jenis aspek ilmu pengetahuan.
4. Untuk menerapkan berfikir kritis dalam sudut pandang Islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN FILSAFAT ILMU


Berdasarkan catatan sejarah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamdani dan fuad
(2007), plato mengumpanakan seorang filsuf ialah laksana seorang kapten kapal yang
menghabiskan banyak waktinya memmandang bintang-bintang di langit. Para kelasi
mengungkapkan sebagao parasite yang tidak berguna, tapi kata plato tanpa seorang kapten
kapal ini tidak akan berjalan dan pekerjaan para kelasi tidak akan berguna dan menjadi sia-sia.
Dari gambaran ini kita bisa melihat dan membayangkan seorang filsafat dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuna. Oleh karena itu banyak ilmuan menyatakan bahwa filsafat
itu adalah induk dari segala ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku
sekolah dasar sampai pendidikan tinggi atau perguruan tinggi.3
Berfilsafat tentang ilmu berarti kita jujur kepada kita sendiri; apakah sebenarnya yang
saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dari
pengetahuan-pengetahuan yang lainnya. Oleh karena itu orang berfilsafat berarti berendah hati
mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah di ketahui: apakah ilmu telah mencakup segenap
pengetahuan yamg seharusnya dikrtahui dalam kehidupan ini?dibatas manakah ilmu mulai dan
dibatas manakah dia berhenti? Kemamakah saya harus berpaling di batas ketidajtahuan ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan di jawab oleh seorang berfilsafat. Filsafat telah
memngantarkan kepada suatu fenomena-fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga
membentuk suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah
tumbuh dan berkembang secara subur sebgai fenomena kemanusian dan menjadi banyak
cabang ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu hakikat filsafat ilmu adalah selain sebagai patokan juga sebagai penentu
sekaligus petunjuk arah kemana ilmu pengetahuan itu akanb berlayar atau berjalan juga filsafat
ilmu menentukan kemana ilmu pengetahuan itu akan diantarkan dan dikembangkan. Oleh
karena arti filsafat ilmu secara umum adalah kreativitas dari seorang filsuf dengan kelilmuannya
yang menggunakan logika berfikir dalam melahirkan ilmu pengetahuan yang beragam pada
sebuah pohon ilmu kemudian mengantarkan dan mengembangkan menjadi cabang yang banyak

3
Jujun s. suriasumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: pustaka sniar harapan. 1998. Hal 19

3
4

secara mandiri4. Jadi maksudnya adalah filsafat dapat menciptakan sebuah ilmu yang beragam
dan berguna yang menggunakan pola pikir yang kritis dan menciptakan cabang-cabang ilmu
filsafat. Dalam bahasa inggirs filsafat juga dapar di artikan istilah philosophy yang juga berarti
filsafat yang lazim diterjemahkan sebgai cinta kearifan. Akar kata ini adalah philos dan Sophos.
Philos artinya gemar atau cinta, dan Sophos artinya bisaksana atau arif jadi sesuai arti dua kata
ini filsafat dapat diartikan yang semula dalam bahasa yunani adalah cinta kearifan.
Pengertian filsafat secara khusus adalah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
yang mengenai hakikat ilmu, baik dilihat dari sudut pandang ontologis, epsitomologis dan
aksiologis yang melakukan proses dialektika secara mendalam yang sistematis berssifat
spekulatif.5 Menurut Rosenberg mengadakan filsafat ilmu dibagi menjadi dua pertanyaan,
pertama pertanyaan tentang ilmu, kedua menanyankan mengapa ilmu tidak dapat menjawab
pertanyaan pertama, yakni tentang ilmu sendiri. Dari dua pertanyaan ini mucul dua konsep
filsafat ilmu yang senantiasa dipertanyakan yaitu tentang apa dan gimana. Apa itu ilmu,
bagaimana ilmu itu dikembangkan? Pertanyaan sepertini ini yamg akan dijawab secara
mendasar dalam filsafat ilmu sehingga menemukan suatu jawbam yang lahir dari proses
dialektika berfikir.
Pemikiran filsafat termasuk filsafat ilmu terus berkembang sangat cepat. prosesi filsafat
dimulai dari demitologisasi menuju gerakan logesentrisme. Demitolugisasi ini disebabkan oleh
arus yang besar gerakan rasionalisme, empirisme dan potisivisme yang dipelopori oleh para
pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan manusia pada tataran
era madernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah. Setelah adanya demitologisasi oleh para
pemikir ilmu alam yang memosisikan pengetahuan ilmu alam merupakan “a higher level of
knowledge, maka dari sini lahirlan filsafat ilmu sebagai lanjutan dari pengembangan filsafat
umum.

2.2 Asal Usul Pengetahuan


2.2.1 Empirisme
Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan
metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasis empiris, yaitu,
bergantung pada bukti-bukti yang diamati oleh indera. Hal ini dibedakan dari penggunaan
filosofis empirisme oleh penggunaan kata sifat "empiris" atau adverbia yang "empiris". Empiris
yang digunakan bersama dengan baik alam dan ilmu-ilmu sosial , dan mengacu pada

4
Mukhtar Latif. Orientasi kea rah pemahaman filsafat ilmu. Jakarta. prenamedia group. 2014. Hal 17
5
Ibid hal 20
5

penggunaan kerja hipotesis yang dapat diuji menggunakan pengamatan atau percobaan. Dalam
arti kata, laporan ilmiah untuk tunduk dan berasal dari pengalaman kami atau observasi.6
Dalam arti kedua "empiris" dalam ilmu dan statistik mungkin identik dengan
"eksperimental". Dalam hal ini, hasil pengamatan empiris adalah eksperimental. Istilah semi-
empiris yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan metode teoritis yang
menggunakan dasar aksioma , hukum ilmiah didirikan, dan hasil eksperimen sebelumnya dalam
rangka untuk terlibat dalam pembentukan model beralasan dan penyelidikan teoritis.7

2.2.2 Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengatahuan satu-
satunya yang benar adalah rasio (akal budi), Rasionalisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (resen) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan
mengetes pengatahuan. Jika empiresme mengatakan bahwa pengatahuan diperoleh dengan
alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengejarkan bahwa pengatahuan di peroleh
dengan cara berfikir alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.8
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal (rasio) adalah suatu
pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian
buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah.9

2.2.3 Intuisionisme
Intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur
utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung
(intuitif), di samping pengalaman oleh indera.10
Secara epistemologis, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat
sesuatu objek.11
Metode intuisi sebenarnya tidak bisa dibuktikan secara rasional maupun empiris. Akan
tetapi, hasil dari kebenaran intuisi tersebut dapat dibuktikan secara rasional sekaligus empiris.
Artinya, banyak orang yang memperoleh pengetahuan yang mendalam secara intuitif yang

6
Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hal. 96
7
Lorens bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia. 1996). Hal. 1017-1018
8
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (bandung PT. Remaja Rasda Karya 2007), hal 89
9
A. Maksum. Pengantar Filsafat. (Malang: Ar-Ruzzmedia 2008), hal 69
10
Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang,1984), hal 205
11
Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat...hal 216
6

kemudian terbukti benar. Oleh karena itu, Bergson mengatakan bahwa intuisi sebenarnya
bersifat intelektual dan sekaligus supra-intelektual, dimana pengetahuan supra-intelektual
tersebut akan dapat mencapai pengetahuan dan kesadaran diri pada hal-hal yang paling vital,
elan vital. Sementara bagi Nietzsche intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi, dan bagi
Maslow intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience).12

2.2.4 Kritisisme
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
a. Yang analitis a priori
b. Yang sintetis a priori
c. Yang analitis a posteriori
d. Yang sintetis a posteriori.13
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya
pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan pengetahuan aposteriori terjadi
sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan
sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap
unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal
terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak
saling bertumpu.
Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a
posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman. Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar
sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan adalah bersyarat pada:
a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b) memberi pengetahuan yang baru. Kant
bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya
pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke
tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).

12
Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu,
Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).hal 36

13
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I;
Jakarta: Prenada Media, 2003), hal 190
7

Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada
landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih
pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain
cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C, maka
air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air
malah akan menjadi dingin.
dan contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja,
tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu bersifat relatif,
tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan
teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak
absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti
perkembangan zaman yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal
merevisi teori Gravitasinya kembali) Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi.
Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus dibuktikan
atau dicek dengan azas prinsipal abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara
lain:
1. Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
2. Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
3. Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
4. Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.14

2.3 Aspek-aspek ilmu pengetahuan


Dalam asepk ilmu pengetahuan terdiri dari aspek epistimologi, aksiologi dan ontologi.
Ketiga asepk ini akan dibahas sebagai berikut.

2.3.1 Aspek Epistimologi


Epistimologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang artinya pengetahuan dan
logos yang aertinya pemikiran. Jadi epistemologo adalah cabang ilmu filsafat yang mnenbahas
tentang ilmu pemgetahuan dari sesuatu yang ada dalam pendidikan, oleh karena iru
epistimologi ini mengarah kepada teoti pengetahuan, dalam asepk inilah yang akan membahas
asal mula ilmu pengetahuan ini di peroleh.15 Lahirnya epistomologi pada dasarnya karena para

14
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008) hal 57-58

15
Diambil dari www. Kompasiana. Com.
8

pemikir melihat bahwa pancaindra manusia merupakan satu-satunya alat penghubung antara
manusia dengan realitas eksternal. Dalam memahami dan memaknai realitas ekternal ini kadang
kala dan bahkan senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan , dengan demikian
sebagian pemikir tidak menanggapi valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur
pengindraan valid yang rasional.

2.3.2 Aspek Ontologis.


Ontologi berasal dari kata onthos yang artinya berada dan logos yang artinya ilmu. Jadi
dari arti dua kata ini dapat disimpulkan bahwa ontologis adalah ilmy yang membahas tentang
hakikat suatu ilmu oengetahuan sehingga ilmu pengetahaun tersebut dapat diakui oleh
masyarakat. Aspek ilmu pengetahuan dalam hal ini da;pat ditentukan oleh metode sistematis
atau saling berkaitan dan berdasarkan fakta atau rasional. Ontologi yaitu cabangfilsafat ilmu
yang membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan16. Secara etimologi ilmu dalam bahasa
inggris adalah “science” pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu “ kwowledge”. Dalam
encycpedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan yaitu kepercayaan yang benar.
Sedangkan ontologi itu ilmu yamg menelusuri tentang hakikat ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adal;ah keberadaan suatu fenomena kehidupan yang dapat di pertanggung
jawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu ontology merupakan salah satu di antara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.

2.3.3 Aspek aksiologis


Aksiologi berasal dari kata yunani yaitu axios yang artinya nilai dan logis artinya teori
tentang nilai. Nilai yang di maksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang akan dinilai. Aksiologi merupakan cabang ilmu filsafat
yang mempertanyaan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi artinya adalah yang
akan dicapai dari aspek aksiologis hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri beserta manfaat yang
terdapat dalam suatu ilmu pengetahuan. Aspek aksiologis dapat juga disebut sebagai the theory
of value atau teori tentang nilai. Aksiologi merupakan teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas dari nilai. Artinya ilmu dan nilai tidak dapat pisahkan dan
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat sehingga nilai
kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama dan bukan menimbulkan bencana atau masalah.

16
Mukhtar latif hal 173
9

2.4 Berfikir Kritis dari Sudut Pandang Ajaran Islam


Menurut Poespoprodjo berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri di dalam batin,
sedangkan kritis adalah mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan
sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari
berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu itu terjadi, serta
membahas suatu realitas. 17
Lebih lanjut Desmita mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah merefleksikan
permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai
pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi
yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), serta berfikir secara reflektif ketimbang
menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan. 18
Sedangkan menurut Syutaridho ia mengatakan bahwa berpikir kritis adalah “berpikir
yang akurat, relevan, wajar dan juga teliti dalam konteks menganalisis masalah, mensintesis,
generalisasi, menerapkan konsep, menafsirkan, mengevaluasi mendukung argumen dan
hipotesis, memecahkan masalah, dan juga dalam membuat keputusan.19
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis
mengarah pada kegiatan menganalisa, mengkaji dan mengevaluasi sebuah gagasan ke arah yang
lebih sempurna untuk mempertimbangkan sebuah kesimpulan yang akan diambil sehingga
diyakini menjadi sebuah kebenaran.
Ajaran Islam terus menerus mendorong umatnya untuk selalu berfikir kritis terhadap
sesuatu yang ada di dalam dirinya dan di alam semesta ciptaan Allah ini. Berkali-kali al-Qur’an
menyebutkan : “Afala Tatafakkarun” (apakah kamu tidak memikirkan), “Afala
Ta’qilun”,(apakah kamu tidak menggunakan akalmu), “Wa fi Anfusikum, Afala Tubshirun”, (di
dalam dirimu apakah kamu tidak melihat?). “Afala Yatadabbarun” (Apakah kamu tidak
memikirkan?).
Berkenaan dengan pernyataan diatas, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ghasyiah
ayat 17-20, adalah:

17
Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar, CV Pustaka Grafika, Bandung, 2011, hlm. 13
18
Resmita, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2017, 153
19
Syutaridho. 2016. Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa Dengan Memunculkan Soal Berpikir Kritis.
Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA, (online), Vol. 2, No. 1, (http://jurnal.radenfatah.ac.id, diakses 22
Februari 2021)
10

ِ ‫اْلِب ِال َكي‬ ِ ‫السم ِاء َكي‬ ِ


‫ف‬ ِ ‫ َوإِ ََل ْاْ َْر‬.‫ت‬
َ ‫ِ َكْي‬ َ ْ َ ْ ‫ َوإِ ََل‬.‫ت‬
ْ َ‫ف نُصب‬ َ ْ َ َّ ‫ َوإِ ََل‬. ‫ت‬
ْ ‫ف ُرف َع‬ َ ‫اْلبِ ِل َكْي‬
ْ ‫ف ُخل َق‬ ِْ ‫أَفَ ََل يَْنظُرو َن إِ ََل‬
ُ
‫ت ُم َذكِر‬ ِ
َ ْ‫ فَ َذك ْر إََِّّنَا أَن‬.‫ت‬
ِ
ْ ‫ُسط َح‬
Artinya “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan
langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan” (Q.s. Al-Ghasyiyah, 17-20).
Terkait unta, hewan ini telah sejak lama diakui sebagai peliharaan yang paling banyak
memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari manusia, khususnya bagi bangsa arab
dahulu. Ia dapat digunakan sebagai tunggangan yang efektif untuk melintasi gurun sahara yang
luas lagi panas, sekaligus sebagai sumber makanan yang dagingnya halal dimakan, susunya
dapat diminum dan bulunya dapat dijadikan bahan pakaian.
Ada banyak keistimewaan unta yang tidak dimiliki binatang-binatang lain. Muhammad
Abduh menyebutkan di antaranya adalah bahwa unta meski memiliki tubuh dan kekuatan yang
besar, ia sangat patuh kepada tuannya sekalipun seorang yang lemah atau anak kecil. Unta juga
dikenal berwatak sabar menghadapi beratnya perjalanan, haus dan lapar.

2.4.1 Langit sebagai Atap Bumi


ِ ‫السم ِاء َكي‬
‫ت‬ َ ْ َ َّ ‫َوإِ ََل‬
ْ ‫ف ُرف َع‬
Artinya :”Dan kepada langit, bagaimana ia ditinggikan?”
Ayat ini mengajak kita merenungi bagaimana langit yang terlihat seakan-akan
ditinggikan tanpa tiang ini terdiri dari banyak benda langit. Bintang-bintang dan benda langit
lainnya dengan kuasa Allah tidak jatuh menimpa bumi sebagaimana benda-benda di bumi yang
jatuh ke bawah tertarik gravitasi bumi. Mereka sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Anbiya:
33, berputar mengitari orbitnya sendiri sehingga tidak saling bertabrakan termasuk dengan bumi
kita ini.
Bintang-bintang di langit bagi kafilah yang sedang melakukan perjalanan melewati
padang pasir berperan penting sebagai petunjuk arah di malam hari. Pada masa sebelum
ditemukannya kompas, mereka memanfaatkan rasi bintang di langit supaya dapat tetap
melanjutkan perjalanan saat gelapnya malam.
11

2.4.2 Gunung sebagai Pasak Bumi


ِ ‫اْلِب ِال َكي‬
‫ت‬ َ ْ َ ْ ‫َوإِ ََل‬
ْ َ‫ف نُصب‬
Dan kepada gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Gunung ditegakkan Allah dengan kokohnya. Menurut para pakar, ada manfaat lain yang lebih
substansial dari gunung selain sekadar digunakan sebagai tempat berteduh para musafir di kaki-
kaki gunung di tengah terik panas dan terpaan angin gurun pasir tengah hari.
Syekh Thanthawi dalam tafsir Al-Wasith meyatakan bahwa gunung yang berdiri tegak di atas
tanah sesungguhnya akarnya menancap erat di perut bumi bagaikan sebuah pasak yang itu
gunanya menjaga bumi dari gempa akibat guncangan kerak bumi itu sendiri.

2.4.3 Bumi yang Datar


‫ت‬ ِ ِ ‫َوإِ ََل ْاْ َْر‬
ْ ‫ف ُسط َح‬
َ ‫ِ َكْي‬
Aritnya :”Dan kepada bumi bagaimana ia dihamparkan?”
Beberapa tahun belakangan dunia sempat dihebohkan oleh kelompok yang
mempropagandakan bahwa bumi itu berbentuk datar (flat earth). Di antara argumentasi teologis
mereka adalah ayat di atas. Ayat tersebut dan beberapa ayat lain ‘ditarik’ paksa pemahamannya
untuk melegitimasi temuan ‘ilmiah’ mereka. Hal itu tentu tidak dapat dibenarkan, sebab ilmu
pengetahuan bersifat relatif, sehingga bila terbukti salah atau tidak disepakati kebenarannya
oleh mayoritas, maka ayat al-Qur’an tersebut ‘terancam’ untuk ikut disalahkan.
Pendapat seperti itu, mengutip Imam ar-Razi (w.656 H), penulis tafsir Mafatihul
Ghaib juga menceritakan di zamannya ada yang meyakini itu. Mereka mau menjelaskan bahwa
sesuatu yang bulat apabila volumenya sangat besar, maka akan terlihat seperti datar. Demikian
pula dengan bumi yang begitu besar bagi ukuran manusia, terlihat rata dan datar dalam
perspektif mereka. Dengan begitu, manusia dapat mudah berjalan di atasnya, bahkan sampai ke
seluruh penjuru dunia. Justru inilah yang menjadi bukti kekuasaan Allah, sesuatu yang bulat
terasa datar dan rata.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik benang merahnya bahwa Kafilah yang bepergian
melewati padang pasir dengan unta, ketika di malam hari menjadikan bintang di langit sebagai
petunjuk arah. Di siang hari sebelum terik panas matahari menyengat, mereka berteduh dan
beristirahat di kaki-kaki gunung. Mereka dapat mudah melakukan perjalanan ke berbagai daerah itu
tentunya karena bumi yang bundar ini telah dihamparkan oleh Allah swt.
Selanjutnya pada ayat 191 dalam Surah Ali-Imran, Allah menjelaskan sifat-sifat orang-
orang yang berfikir kritis, yaitu:
12

ِ ‫ت َواْأل َ ْر‬
‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ َهذَا‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫علَى ُجنُو ِب ِه ْم َويَتَفَ َّك ُرونَ ِفي خ َْل‬
َّ ‫ق ال‬ َ ‫الَّذِينَ َي ْذ ُك ُرونَ هللاَ ِق َيا ًما َوقُعُودًا َو‬
}191{ ‫ار‬ َ َ‫عذ‬
ِ َّ‫اب الن‬ ُ ً‫اطال‬
َ ‫س ْب َحانَكَ فَ ِقنَا‬ ِ ‫َب‬
Artinya :“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ayat ini menunjukkan bahwa berpikir adalah “ibadah yang merupakan salah satu sifat
diantara sifat-sifat para wali Allah yang berilmu. Apabila mereka memikirkannya, niscaya
mereka akan mengetahui bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan mereka sia-sia”.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Keberadaan manusia di dunia sesunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT
yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia
menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir
(memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
b. Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji
tentangmasalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang
sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat
sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat
dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan
memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense.
c. Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh
dari keterbatasannya.

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (bandung PT. Remaja Rasda Karya 2007)

A. Maksum. Pengantar Filsafat. (Malang: Ar-Ruzzmedia 2008)

C. A Van Peurson., Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta., PT Gramedia., 1980),

Diambil dari www. Kompasiana. Com.


Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang,1984)
Ibid

Jujun s. suriasumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta: pustaka sniar harapan.
1998.
Lorens bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia. 1996).

Mukhtar Latif. Orientasi kea rah pemahaman filsafat ilmu. Jakarta. prenamedia group.

Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar, CV Pustaka Grafika, Bandung, 2011


Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul
Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004).

Resmita, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2017, 153

S.M.N. Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984)

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008)

Syutaridho. 2016. Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa Dengan Memunculkan Soal
Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA
(http://jurnal.radenfatah.ac.id, diakses 22 Februari 2021)

14

Anda mungkin juga menyukai