Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU

HUBUNGANNYA DENGAN
FILSAFAT IPA

Oleh Kelompok II:


1. Moammar Qadafi (I2E021007)
2. Priyo Hartanto (I2E020033)
3. Halimatusa’adiah (I2E021006)
4. Bung Ashabul Qahfi (I2E021003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


PASCASARAJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2021 Mammar Qhadafi
[Email address]
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II KAJIAN LITERATUR .................................................................................. 2

A. FILSAFAT ILMU .............................................................................................. 2


B. FILSAFAT IPA ................................................................................................. 7
C. FILSAFAT ILMU HUBUNGANNYA DENGAN FILSAFAT IPA ................ 10

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13

A. KESIMPULAN ................................................................................................. 13
B. SARAN .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14

ii
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha pengasih dan
maha penyayang. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul " FILSAFAT ILMU HUBUNGANNYA DENGAN FILSAFAT IPA" dengan
tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan IPA
Program Studi Pendidikan IPA Pascasarjana Universitas Mataram. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang apa itu filsafat ilmu, apa itu filsafat IPA dan
bagaimana hubungan keduanya, bagi para pembaca dan juga kami sebagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Yayuk Andayani, M.Si. selaku
Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat Pendidikan IPA. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 7 September 2021

Kelompok II

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sedikitnya ada tiga hal yang mendorong atau memberi motivasi kepada manusia
untuk berfilsafat, yaitu keheranan, rasa ingin tahu yang sedalam-dalamnya, dan
kekaguman. Dari rasa heran orang akan terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan
mengapa demikian. Adalah suatu naluri manusia untuk mempunyai rasa ingin tahu.
Sebagian dari rasa ingin itu dapat dijawab melalui pengamatan panca-inderanya.
Namun sebagian besar yang lain tidak terjawab. Untuk menjawab pertanyaan itu semua
manusia harus berpikir sedalam-dalamnya melampaui batas panca-inderanya. Pendorong
munculnya filsafat yang ketiga adalah kagum. Orang yang merasa kagum selalu merasa
dirinya kecil, lemah, sedangkan yang dikaguminya adalah besar dan bagus. Hal-hal
semacam itulah yang mendorong orang berpikir tentang betapa besar dan hebatnya yang
dikagumi itu. Kemudian mereka juga berpikir tentang dirinya yang merupakan bagian
yang sangat kecil dan mungkin tidak berarti terhadap apa yang mereka kagumi itu. Jadi
pada hakikatnya Filsafat itu apapun bentuknya adalah merupakan hasil olah pikir manusia
yang sedalam-dalamnya tentang sesuatu hal. Filsafat itu pada hakikatnya adalah
penafsiran dari apa yang ada di alam semesta ini dengan segala isinya melalui pemikiran
untuk memperoleh kebenaran, makna, tujuan, dan nilai-nilai.

Segala sesuatu yang kita ketahui baik melalui pengamatan panca-indera,


pemikiran, atau dari manapun asal usulnya, semua itu merupakan pengetahuan. Jadi
filsafat pun merupakan pengetahuan. Filsafat ilmu pengetahuan alam adalah pemikiran
yang sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran, makna, tujuan, serta nilai-nilai
ilmu pengetahuan tersebut bagi kehidupan manusia. Dalam Makalah ini membahas
hubungan Filfat Ilmu dan Filsafat ilmu Pengetahuan Alam.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan disampaikan disini yaitu :
1. Apa itu Filsafat Ilmu dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam
2. Apa hubungan antara Filsafat Ilmu dengan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam
C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Filsafat Ilmu dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam
2. Untuk mengetahui hubungan antara Filsafat Ilmu dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam
1
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

A. FILSAFAT ILMU
Secara sederhana filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu filsafat dan ilmu. Filsafat
dapat diartikan sebagai berpikir bebas, radikal, dan berada pada tataran makna. Bebas
artinya tidak ada yang menghalangi kerja pikiran. Radikal, artinya berpikir mendalam
sampai akar masalah, bahkan melewati batas-batas fisik atau disebut metafisis. Adapun
berpikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dari sesuatu yang
terkandung di dalamnya berupa kebenaran, keindahan maupun kebaikan.
Adapun istilah “ilmu” dalam bahasa arab berasal dari kata ‘alima yang artinya
mengetahui. Dalam kamus Webster new World Dictionary, dijumpai kata science berasal
dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science (sains) berarti
“Keadaan atau fakta mengetahui” dan sering dimaknai dalam arti pengetahuan
(knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Jadi, ilmu secara harfiah
tidak terlalu berbeda dengan science, hanya ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda
dengan sains. Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme-positivisme, sedangkan
ilmu melampauinya dengan non-empirisme seperti matematika dan metafisika. Dari
pengertian ini, maka filsafat ilmu adalah filsafat yang menjadikan ilmu-ilmu sebagai objek
kajiannya. Tidak mengherankan apabila filsafat ilmu dianggap sebagai bidang yang unik,
lantaran yang dipelajari adalah dirinya sendiri.
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai
pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji
kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata
latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta
mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan
melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan
perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar
atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata
alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan
science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda
dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–

2
positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan
metafisika (Kartanegara, 2003).
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas
filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan
bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat
yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.
Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya
sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal
ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis
hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan
Adam Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku The Wealth Of Nation
(1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow.
Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science, 1963
membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan
positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu
merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi
tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas
dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat
metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas
yang digunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap
terakhir Inilah karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti
knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan
oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan
ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang
menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti
bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah
ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi
pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga
memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis.

3
Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau
validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong pra- ilmiah. Dalam
hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang
telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau
di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
Tabel 2.1 Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Obyek Paradigma Metode Kriteria
Sains Empiris Sains Metode Ilmiah Rasional empiris

Filsafat Abstrak rasional Rasional Metode rasional Rasional

Mistis Abstark suprarasional Mistis Latihan percaya Rasa, iman, logis,


kadang empiris
Sumber: Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu
Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif,
sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak,
kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya.
Sedangkan pengetahuan yang pra- ilmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara
sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi,
sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah karena
tidak diperoleh secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai
pengetahuan “naluriah”.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap-
mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuan- pengetahuan yang berlaku juga
untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh
kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam
kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya.
Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial
terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan untuk
dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala-galanya. Fenomena tersebut sejalan
dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum mengenal berbagai organisasi
kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang
pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala
pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini

4
berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan
keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya.
Tahap berikutnya adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah terbebas
dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari obyek di
sekitarnya, dan dapat menelaahnya. Orang-orang yang tidak mengakui status ontologis
obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu tersebut.
Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal pengembangan
ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal pemecahan
masalah, semata-mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan
salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi
metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan sintesis.
Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu menarik
kesimpulan khusus dari yang umum. Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal
melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis yang telah
teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai
kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan
oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah
memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih
bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif.
Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional
dengan dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan
umum dari yang khusus. Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir
yaitu tahap fungsional.
Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-
kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris,
melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional
dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya.
Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat
ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah
moral.
Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan
dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang
hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.
Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu,
5
dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang
dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal
yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif
mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural,
metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode
ilmiah, meliputi langkah- langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir
yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.
Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di
atas terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh
Tabel 2.2 Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan
Ontologi ✓ Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
(Hakikat Ilmu) ✓ Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
✓ Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
✓ Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
Epistimologi ✓ Bagaimana prosedurnya?
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
(Cara Mendapatkan berupa ilmu?
Pengetahuan) ✓ Bagaimana prosedurnya?
✓ Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan dengan benar?
✓ Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya?
✓ Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan
Aksiologi ✓ Untuk
pengetahuan yang berupa
apa pengetahuan ilmu? digunakan?
tersebut
(Guna Pengetahuan) ✓ Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
moral?
✓ Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-
pilihan moral?
✓ Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional?

Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”,


kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal-hal yang ada di balik pengaman dan
ide kita. Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban
”YA”.

6
B. FILSAFAT IPA

Sebagaimana telah diuraikan bahwa Filsafat ialah suatu disiplin ilmiah yang
mengusahakan kebenaran yang bersifat mendasar. Filsafat adalah telaah yang
mengandalkan penalaran atau logika dengan mengedepankan berpikir secara radikal dan
spekulatif. Filsafat tidak melakukan pengujian secara empiris seperti halnya ilmu
pengetahuan, tetapi telaah filsafat kebenarannya persis seperti halnya ilmu pengetahuan
karena dia memiliki kriteria dan karakter berpikir tertentu. Filsafat sendiri menurut
Aristoteles, terdiri atas empat cabang ilmu, antara lain: (1). Logika (ilmu yang dianggap
mendahului filsafat), (2). Filsafat Teoritis (cabang yang mencakup ilmu Fisika,
matematika dan ilmu metafisika), (3). Filsafat Praktis (cabang yang mencakup ilmu
Etika dan ilmu Ekonomi), (4). Filsafat Poetika (ilmu Kesenian). Rosenberg (2010)
menulis "Philosophy deals with two sets of questions: First, the questions that science
( physical, biological, social, behavioral). Second, the questions about why the sciences
cannot answer the first lot ofquestions. Dikatakan bahwa filsafat dibagi dalam dua buah
pertanyaan utama, pertanyaan pertama adalah persoalan tentang Sains (Fisika, Biologi,
Sosial dan Budaya). Dan yang kedua adalah persoalan tentang duduk perkara ilmu
yang itu tidak terjawab pada persoalan yang pertama. Dari narasi ini terdapat dua buah
konsep filsafat yang senantiasa dipertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana. Apa itu
sains dan bagaimana sains itu disusun dan dikembangkan. lni adalah hal yang sangat
mendasar dalam kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya, yang
satu terjawab oleh Filsafat dan yang kedua dijawab oleh kajian Filsafat Sains.
Sementara itu, Sains atau Science sendiri berasal dari bahasa Latin
Scientia artinya pengetahuan. Sains sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri
atas physical sciences (ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, meteorology dan
fisika) dan life sciences (biologi, zoology, fisiologi). Secara sederhana sains dapat
berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari
pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu,
atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta,
prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk
semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan di mana berbagai
hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya.
Sesungguhnya sains itu sendiri telah ada sejak awal sejarah, bahkan sejak
manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca,

7
memahami dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi kelambanan
dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia atau individu sendiri.
Adapun pengertian filsafat sains yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
menurut Robert Ackerman, "philosophy of science in one aspect as a critique of
current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy
ofscience is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice.
Menurutnya filsafat sains dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria
yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat sains jelas bukan
suatu kemandirian cabang sains dari praktek ilmiah secara aktual. Sementara menurut
Lewis White Beck (1960), "Philosophy of science questions and evaluates the
methods ofscientific thinking and tries to determine the value and significance of
scientific enterprise as a whole" (filsafat sains membahas dan mengevaluasi metode•
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya
ilmiah sebagai suatu keseluruhan). Filsafat sains adalah penelaahan tentang logika
intelektual dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah. Cornelius Benjamin mengatakan "Thatphilosopic
disipline which is the systematic study ofthe nature ofscience, especially of its methods,
its concepts andpresuppositions, and itsplace in the general scheme ofintellectual
discipines"( Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai
sains, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan,
serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).
Menurut Michael V. Berry "The study of the inner logic if scientific theories,
and the relations between experiment and theory, i.e. ofscientific methods" (Penelaahan
tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan
dan teori, yakni tentang metode ilmiah). Sedangkan menurut May Brodbeck
"Philosophy ofscience is the ethically and philosophically neutral analysis, description,
and clarifications ofscience" (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan
penjelasan mengenai landasan-landasan sains). Peter Caws "Philosophy of science
is a part ofphilosophy, which attempts to do for science what philosophy in general
does for the whole ofhuman experience. Philosophy does two sorts of thing: on the
other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as
grounds for beliefand action; on the other, it examines critically everything that may be
offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the
elimination of inconsistency and error. (Filsafat sains merupakan suatu bagian filsafat,
8
yang mencoba berbuat bagi sains apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa
secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan).
Stephen R. Toulmin mengatakan bahwa "As a discipline, the philosophy of
science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process ofscientific
inquiry observationalprocedures, patens of argument, methods of representation
and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the
grounds of their validity from the points of view offormal logic, practical
methodology and metaphysics". (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat sains mencoba
pertama-tama menjelaskan unsur• unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan
ilmiah prosedur• prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode
penggantian dan perhitungan, praanggapan-praanggapan metafisis, dan
seterusnya dan selanjutnya menilai landasan• landasan bagi kesalahannya dari sudut-
sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Dari paparan pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa pengertian
filsafat sains itu mengandung konsepsi dasar yang mencakup hal-hal sebagai
berikut: (1) sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah, (2) sikap
sitematis berpangkal pada metode ilmiah, (3) sikap analisis obyektif, etis dan falsafi
atas landasan ilmiah, dan (4) sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan
ilmiah.
Selanjutnya John Losee dalam bukunya yang berjudul A Historical
Introduction to the Philosophy of Science, mengungkapkan bahwa the philosopher of
science seeks answers to such questions as: (1) What characteristics distinguish
scientific inquiryfrom other types ofinvestigation? (2) Whatprocedures should scientists
follow in investigating nature? (3) What conditions must be satisfiedfor a scientific
explanation to be correct? dan (4) What is the cognitive status ofscientific laws and
principles? (Losee, 2014). Dari ungkapan tersebut terdapat sebuah konsep bahwa tugas
dari pemikir filsafat sains itu untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
yang menyangkut: pertama, apa yang menjadi perbedaaan ilmiah karakteristik
tipe masing-masing ilmu antara satu ilmu dengan ilmu lainnya melalu penelitian?
Kedua, prosedur apa yang harus dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian
9
atas kenyataan yang terjadi di alam? Ketiga, apa yang mestinya dilakukan dalam
mendapatkan penjelasan ilmiah untuk melakukan penelitian dan eksperimen itu? Dan
keempat, apakah teori itu dapat diambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip
ilmiah?
Oleh karena itu, Losee (2014) membuat sketsa filsafat sains yang dapat di
gambarkan dalam bentuk tabel seperti berikut:
Tabel 2.3 Sketsa Filsafat Sains
Level Disipline Subject-matter
2 Philosophy of Science Analysis of the Procedures and Logic of Scientific
Explanation
1 Science Explanation of Facts
0 Facts
Sumber: Losee, 2014)
Dengan memperhatikan tabel di atas secara jelas ditampilkan bahwa filsafat
sains menempati level ke-2 sedangkan sains pada level pertama dan semuanya pada
satu pangkal pokok yakni fakta (kenyataan) menjadi basis utama bangunan segala
disiplin ilmu. Kalau sains itu menjelaskan fakta sementara filsafat sains itu subjek
materinya adalah menganalisa prosedur-prosedur logis dari sains (analysis ofthe
procedures and logic ofscientific explanation).

C. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DAN FILSAFAT IPA

Pada akhirnya terlihat dengan jelas adanya sebuah hubungan antara filsafat
dengan sains. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu kejujuran dan
mencari kebenaran. Dalam pencarian kebenaran ini, sains menentukan sendiri tugas
khas tertentu yang memerlukan batas-batas tertentu. Tetapi penyelidikan pikiran
manusia yang selalu ingin tahu, melukai batas-batas ini dan menuntut perembesan
terhadap wilayah yang berada di balik bidang sains, dengan demikian hal ini
mengakibatkan munculnya filsafat atau philosophia.
Namun dalam hal ini keduanya memiliki persamaan, yaitu berpikir filosofi
spekulatif dan berpikir empiris ilmiah. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu
suatu pandangan yang tersusun secara sistematis. Hal ini bertujuan untuk memberikan
penjelasan tentang kenyataan akan pengetahuan yang lebih mendasar. Adapun
perbedaan antara keduanya, yaitu filsafat memberikan penjelasan yang mutlak dan
mendasar (primary cause). Sedangkan sains menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam atau sekunder (secondary cause), yang bersifat diskursif.
10
Filsafat sains merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat sains, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain menurut Suriasumantri (2001) filsafat sains merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat sains, seperti:
1. Obyek apa yang ditelaah sains? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
yang membuahkan pengetahuan? (Landasan Ontologis).
2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
sains? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan Epistemologis).
3. Untuk apa pengetahuan yang berupa sains itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral/profesional? (Landasan Aksiologis).
Sedangkan di dalam introduction-nya Psillos dan Curd (2008) menjelaskan
bahwa filsafat sains secara umum menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meliputi:
1. Apa tujuan dari sains dan apa itu metode? Jelasnya apakah sains itu bagaimana
membedakan sains dengan yang bukan sains?
2. Bagaimana teori ilmiah dan hubungannya dengan dunia secara luas? Bagaimana
konsep teoritik itu dapat lebih bermakna dan bermanfaat kemudian dapat
dihubungkan dengan penelitian dan observasi ilmiah?
3. Apa saja yang membangun struktur teori dan konsep• konsep seperti
misalnya causation (sebab-akibat), eksplanasi (penjelasan), konfirmasi, teori,
eksperimen, model, reduksi dan sejumlah probabilitas-probalitasnya?
4. Apa saja aturan-aturan dalam pengembangan sains? Apa fungsi eksperimen?
Apakah ada kegunaan dan memiliki nilai (yang mencakup kegunaan epistemic
atau pragmatis) dalam kebijakan dan bagaimana semua itu dihubungkan dengan
kehidupan sosial, budaya dan faktor-faktor gender?
Dari paparan ini dipertegas bahwa filsafat sains itu memiliki lingkup
pembahasan yang meliputi: cakupan pembahasan landasan ontologis sains, pembahasan

11
mengenai landasan epistemologi sains, dan pembahasan mengenai landasan aksiologis
dari sebuah sains.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan :
1. Filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh
pengetahuan secara ilmiah.
Filsafat sains adalah penelaahan tentang logika intelektual dari teori-teori ilmiah
dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah.
2. Hubungan Filsafat ilmu dan fisafat IPA adalah
Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu kejujuran dan mencari
kebenaran.
Filsafat sains merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik mengakaji hakikat sains.

B. SARAN
Isi makalh ini belum terlalu sempurna tapi setidaknya dapat dijadikan sumber literasi
berkaitan dengaan filsat ilmu dan filsafat ilmu pendidikan alam (sains).

13
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Nunu. (2018). Filsafat Ilmu. Jakarta Timur: Prenadamedia Group.


Asy’ari, Musa. (1999). Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI.
Kartanegara, Mulyadhi. (2003). Menyibak Tirai Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam.
Bandun: Mizan.
Muslih, Mohammad. (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar.
Djajadi, Muhammad. (2019). Filsafat Sains. CV. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Ginting, Paham dkk. (2008). Filsafat Ilmu Dan Metode Riset. Bandung: Usu Press.
Rudy. 2010. Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam. http://rudy-
unesa.blogspot.com/2010/12/filsafat-ilmu-pengetahuan-alam.html (diakses
tanggal 12 September 2021.

14

Anda mungkin juga menyukai