Anda di halaman 1dari 11

Kontribusi Ilmuwan Muslim Terhadap Kemunculan Ilmu

Sosiologi
Siti Zahra Dwi Utami
Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Indonesia
ra.zahra19@mhs.uinjkt.ac.id
Abstrak
Sosiologi merupakan ilmu yang menjelaskan tentang sifat dan perkembangan masyarakat, perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh kehidupan sosial, struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengertian,
sejarah, serta kontribusi ilmuwan muslim dalam kemunculan ilmu sosiologi. Pengumpulan data
dilakukan dengan penelusuran pustaka yang bersumber dari beberapa laman web pendidikan,
sejarah, dan sosial, dengan menggunakan metode studi literatur yang memungkinkan peneliti
untuk mengkaji data berupa buku, jurnal, artikel, dan lainnya, yang mendukung serta relevan
dengan judul penelitian ini. Kemudian peneliti menganalisis data tersebut secara induktif dengan
teori pendekatan ilmu sejarah dan ilmu sosiologi untuk menyimpulkan teorisasi berdasarkan
informasi yang dikaji. Hasil penelitian menyatakan bahwa Ibnu Khaldun merupakan ilmuwan
muslim yang berpengaruh besar dalam kemunculan ilmu sosiologi, pemikirannya tentang ilmu
sosial dan masyarakat sudah hadir sebelum teori sosiologi Comte dikemukakan. Salah satu
karyanya Muqaddimah, merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji
hingga saat ini.
Kata kunci: kontribusi; ilmuwan muslim; ilmu sosiologi

PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang sempurna dan diridhai Allah SWT. Islam diturunkan
sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, seluruh persoalan dunia maupun akhirat telah
dijelaskan di dalam Al-Qur’an, termasuk ilmu pengetahuan. Maka, sejak dulu para
ilmuwan muslim berlomba-lomba untuk mengkaji Al-Qur’an dan hadits yang kemudian
menuntun mereka untuk melakukan penelitian hingga menghasilkan teori-teori atau
pemikiran yang berperan besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban dunia. Dalam bidang ilmu eksakta seperti, ilmu fisika, kimia, astronomi, dll
sudah diperkenalkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim jauh sebelum ilmuwan-ilmuwan barat
mengemukakannya. Begitu pula dalam bidang ilmu non eksakta misal ilmu sosial dasar,
seperti ilmu sosiologi, filsafat, humaniora, dll.

Diantara rumpun ilmu sosial, ilmu sosiologi tentu sudah tidak asing lagi bagi kita.
Pasalnya, manusia merupakan makhluk sosial yang mana setiap individu membutuhkan
individu lain dalam hidupnya oleh karena itu manusia biasa hidup bermasyarakat. Hidup
bermasyarakat tentu bukan perkara yang mudah, sebab berada dalam satu lingkungan
dengan manusia yang setiap kepalanya berbeda gagasan memerlukan adaptasi dan
penyesuaian. Kita seringkali dihadapkan dengan persoalan-persoalan sosial yang terkadang
menimbulkan konflik dan kesenjangan antar masyarakat. Mengingat kehidupan sosial
sangat berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan manusia, adalah tugas sosiologi untuk
menemukan bagaimana masyarakat atau organisasi memengaruhi perilaku manusia,
bagaimana mereka dibentuk, atau bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Ilmu
sosiologi hadir sebagai ilmu yang menjelaskan tentang sifat dan perkembangan
masyarakat, tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya, serta cara-cara untuk
mewujudkan kehidupan sosial yang baik dan benar.

Persoalan sosial yang akan terus berkembang, dan ilmu sosiologi yang akan terus
terpakai bahkan berkembang teorinya hingga akhir zaman, serta kontribusi islam dalam
bidang ilmu ini, melatar belakangi penulis dalam menyusun artikel ini. Adapun topik
permasalahannya dapat dirumuskan menjadi pengertian ilmu sosiologi dan kontribusi
ilmuwan muslim dalam kemunculan ilmu sosiologi.

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam, maka
penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya.
Oleh sebab itu, pembahasan dibatasi dan hanya berkaitan dengan “kontribusi ilmuwan
muslim dalam kemunculan ilmu sosiologi melalui gagasan Ibnu Khaldun”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengertian,
sejarah, serta kontribusi ilmuwan muslim dalam kemunculan ilmu sosiologi. Dengan
harapan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai tambahan edukasi bagi masyarakat
agar lebih memahami ilmu sosiologi dan sejarah kontribusi ilmuwan muslim didalamnya.

METODOLOGI
Informasi yang ditulis oleh peneliti dalam artikel yang berjudul “Kontribusi
Ilmuwan Muslim Terhadap Kemunculan Ilmu Sosiologi” ini diperoleh dari hasil
penelusuran pustaka yang bersumber dari berbagai laman web pendidikan, sosial, dan
sejarah, dengan menggunakan metode studi literatur yang memungkinkan peneliti untuk
mengkaji data berupa buku, jurnal, artikel, dan lainnya, yang mendukung serta relevan
dengan judul penelitian ini. Teori pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu
sejarah dan ilmu sosiologi, dengan jenis data kualitatif karena proses pengumpulan datanya
memungkinkan peneliti untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, atau
fenomena sosial dalam bentuk naratif dari hasil penelusuran pustaka yang dikaji. Teknik
olah data dimulai dengan mengumpulkan data terkait judul penelitian dari laman web
pendidikan, sosial, dan sejarah berupa buku, jurnal, artikel, dll. Kemudian peneliti
membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian dengan mengkaji kembali dan
mengutip sejumlah informasi dari referensi terkait yang benar-benar sesuai dengan topik
pembahasan. Selanjutnya peneliti menganalisis data tersebut secara induktif dengan teori
pendekatan ilmu sejarah dan ilmu sosiologi untuk menyimpulkan teorisasi berdasarkan
fakta dan informasi yang dikaji.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pengertian Ilmu Sosiologi
Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial. Istilah sosiologi berasal dari bahasa
latin yaitu Socius yang berarti kawan, dan Logos yang berarti ilmu pengetahuan.[1] Secara
terminologi, terdapat banyak pengertian mengenai definisi sosiologi, diantaranya menurut para ahli
adalah sebagai berikut:

- August Comte: “Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena sosial
dengan hukum-hukum tetap, yang menjadi objek investigasinya.”[1]
- Karl Marx , meskipun tidak begitu eksplisit dalam menulis definisi sosiologi. Tetapi dalam
“The Communist Manifesto”, menurutnya masyarakat (ploretar) harus dibebaskan dari
penyakit sistem kapitalis yang akan menghancurkannya. Sosiologi bisa digunakan sebagai
alat untuk mengangkat kaum tertindas dan mewujudkan cita-cita masyarakat tanpa
kelas.[1]
- Emile Durkheim: “Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta
sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan mampu melakukan pemaksaan dari luar
terhadap individu.”[2]
- Max Weber: “Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan
sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan
dan berorientasi pada perilaku orang lain.”[3]
- Allan Johnson: “Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku
terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem
tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya
mempengaruhi sistem tersebut.” [3]

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik secara garis besar, bahwa sosiologi
merupakan ilmu yang menjelaskan tentang sifat dan perkembangan masyarakat, perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh kehidupan sosial, tentang struktur sosial, proses sosial, dan
perubahannya.[4]
Terdapat empat macam objek kajian dalam ilmu Sosiologi. Pertama, objek material
yaitu objek yang mencakup tentang gejala-gejala sosial, kehidupan sosial, hingga proses
interaksi yang terjadi antar sesama manusia. Kedua, objek formal yaitu menjadikan
manusia sebagai pokok bahasan atau sasaran utama. Ketiga, objek budaya, mengingat
faktor budaya akan memengaruhi perilaku dan interaksi yang dijalankan oleh masyarakat.
Terakhir adalah objek agama yang mana merupakan faktor penting dan selalu dibutuhkan
oleh masyarakat. Agama menjadi salah satu hal yang memberikan pengaruh besar terhadap
pola perilaku serta kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh mereka.[5]

Dalam kajiannya, sosiologi memiliki empat ciri-ciri atau sering disebut juga dengan
sifat sosiologi, yaitu;[1]

- Empiris: Didasarkan pada realitas di lapangan, tidak spekulatif.


- Teoritis: Disusun secara sistematis dengan abstraksi.
- Kumulatif: Memperhitungkan, mengevaluasi, memperbaiki studi sosiologis.
- Non-etis: Tidak menilai benar atau salah, mengkaji apa yang senyatanya.

Adapun fungsi ilmu Sosiologi sebagai berikut:[5]

- Perencanaan Sosial

Dalam perencanaan sosial, sosiologi menjadi alat atau sarana yang bisa digunakan
untuk mengetahui dan mempelajari perkembangan dari masyarakat melalui interaksi
sehari-harinya. Dengan perencanaan sosial terlebih dahulu maka akan lebih meminimalisir
konflik yang terjadi pada kehidupan masyarakat.

- Penelitian

Dalam bidang penelitian masyarakat, sosiologi berperan untuk mempertimbangkan


berbagai gejala sosial yang timbul dalam kehidupan masyarakat, untuk memahami pola
tingkah laku manusia di masyarakat.dapat memahami simbol kata-kata, kode, serta berbagai
istilah yang digunakan oleh masyarakat sebagai objek penelitian empiris, dll.

- Pembangunan Sosial
Fungsi sosiologi dalam pembangunan sosial yaitu untuk meningkatkan kualitas
masyarakat dari sisi sosial dan budaya, termasuk di dalamnya aspek struktur sosial
(institusi, aturan,), budaya (nilai, norma, ideologi), dan proses sosial (interaksi, negosiasi,).
- Pemecahan Masalah Sosial
Masalah sosial yang terjadi di masyarakat sebagian besar disebabkan oleh adanya
kesenjangan social atau perbedaan pandangan yang tidak dapat dielakkan. Karenanya,
sosiologi hadir dengan fungsi untuk memecahkan masalah yang terjadi.

2. Sejarah Perkembangan Ilmu Sosiologi


Dalam sejarahnya, istilah Sosiologi kali pertama dikemukakan oleh August Comte
pada akhir abad ke-18 menuju abad ke-19, yang kemudian membuatnya dikenal dengan
julukan bapak Sosiologi dunia. August Comte menyatakan jika Sosiologi merupakan ilmu
yang menggunakan masyarakat sebagai objeknya. Sebenarnya, sebelum August Comte
menggagas tentang Sosiologi, sejarahwan dan tokoh pemikir Islam, Ibnu Khaldun telah
memperkenalkan kajian tentang sosial dan masyarakat sekitar abad ke-14. Namun kajian
tentang Sosiologi secara umum dan istilahnya sendiri dikemukakan oleh August Comte.[4]

Sejak zaman keemasan Yunani, Plato sudah menyinggung tentang ilmu sosial
bermasyarakat dan menjadi terkenal karena berhasil merumuskan teori organis mengenai
masyarakat yang mencakup kehidupan sosial dan masyarakat, menganggap bahwa instansi
dalam maysrakat sangat bergantung satu dengan yang lain secara fungsional sehingga
mereka harus bekerjasama. Disusul oleh Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat
bahwa masyarakat adalah organis hidup yang berdasar pada moral sehingga kerukunan,
toleransi harus dimasukkan kedalam nilai-nilai hidup bermasyarakat. Memasuki zaman
Renaissance tahun 1200-1600, seorang tokoh bernama Machiavelli berpendapat bahwa
politik dan moral dipisahkan sehingga terjadi pendekatan mekanis terhadap masyarakat,
dan berkembanglah teori politik sosial dimana pemerintah menjadi pusat
mekanismenya.[7]

Masuk ke abad 14, Ibnu Khaldun telah mengemukakan gagasannya terkait ilmu
sosial dan masyarakat. Pemikirannya itu ia tulis dalam karya-karyanya diantaranya yang
terkenal ialah Muqaddimah. Namun, gagasan Ibnu Khaldun baru mencuat secara global
pada abad ke-17, karena semasa hidup Ibnu Khaldun, peradaban Islam sedang meredup,
baik di Timur maupun Barat. Sementara, orang-orang Eropa baru mengetahui karya-
karyanya sejak abad ke-19. Meskipun begitu peran Ibnu Khaldun tidak dapat terlepas dari
kemunculan ilmu sosiologi.[6] (Selengkapnya akan dibahas di sub tiga).
Pada abad pencerahan, sekitar tahun 1600-1700, tokoh pada masa ini adalah
Thomas Hobbes dengan bukunya “The Leviathan”. Saat itu muncul kontrak sosial karena
adanya pandangan yang bersifat hukum sebagai akibat mulai ditinggalkannya pengaruh
keagamaan oleh pengaruh kemasyarakatan atau keduniawian. Di abad ke 18, terdapat John
Locke (1632-1704) yang dianggap sebagai Bapak Hak Asasi Manusia (HAM). Ia
menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak dasar sangat pribadi yang tidak dapat
dirampas oleh siapapun termasuk oleh negara, seperti hak hidup, hak berpikir, hak
berbicara, berserikat, dll. Adapula tokoh lain yaitu, J.J Rousseu (1712–1778) yang masih
berpegang pada kontrak sosial Hobbes, bahwa kontrak antara pemerintah dan rakyat
menyebabkan munculnya kolektivitas yang mempunyai keinginan masing-masing dan
berkembang menjadi keinginan umum. Keinginan umum inilah yang menjadi dasar
kontrak sosial negara dengan rakyatnya.[7]

Masuk ke abad 19 dimana ilmu sosiologi mulai diperkenalkan oleh August Comte
(1798–1853) yang didasarkan pada perkembangan interaksi antara sosial dan industrialis.
Pada masa ini sosilogi mulai dapat mandiri disebabkan sosiologi bisa munjukkan obyeknya
yaitu interaksi manusia, namun dalam pengembangannya masih menggunakan ilmu lain
contoh ilmu ekonomi. Pada abad ke 20, sosiologi bisa dikatakan mandiri karena mulai
mempunyai objek khusus yaitu interaksi antar manusia dan berkembang metode khusus
untuk pengembangan sosiologi. Pada masa ini, sosiologi dianggap sangat relevan dengan
perkembangan karena banyak pembangunan yang gagal dikarenakan tidak memperhatikan
masukan dari sosilog.[3]

Beranjak ke sosiologi modern, tokoh yang berpengaruh dalam proses perubahan ini
adalah sosiolog dari perancis bernama Emile Durkheim (1858-1917) dengan buku Rule Of
Sociological Method. Ia sangat ahli dalam mengkaji ilmu-ilmu secara empiris dalam
membentuk teori sosiologis, dan dikenal sebagai Bapak Pelopor Sosiolog Modern. Lalu
muncul tokoh W.I. Thomas (1863-1947), yang berperan dalam perkembangan ilmu
sosilogi di Amerika dengan laporannya yang terkenal yaitu mengenai keberhasilan petani
Polandia yang berimigrasi di Amerika. Juga Ilmuwan Herbert Spencer 1176,
menggabungkan teori evolusi sosial dengan mengaplikasikan teori Charles Darwin, bahwa
terjadinya evolusi secara gradasi dari suatu masyarakat primitive kearah masyarakat
industry. Seorang Sosiolog Amerika Listerward (1883) dengan karyanya Dynamic
Sosiology menjelaskan tentang pergerakan aktivitas sosial yang hubungannya dilakukan
oleh para sosiolog. Max Webber (1884-1920) menjelaskan studi ilmu sosial berdasarkan
gejala dalam dalam dunia kehidupan bersama, maka seharusnya dipahami dengan
subjektifitas yang derajatnya diukur oleh peneliti sosiolog yang dilaksanakan oleh manusia
juga.[3]

Di Indonesia sendiri, sosiologi dimulai sejak sebelum perang dunia II. Tokoh yang
memperkenalkannya antara lain ialah, Sri Paduka Mangkunegara IV dari Surakarta,
mengajarkan tata hubungan antar masyarakat jawa dari berbagai macam golongan di Jawa.
Kemudian Ki Hajar Dewantara, dengan konsep kepemimpinan dan kekeluargaan yang
diterapkan di Organisasi Taman Siswa. Setelah Perang dunia II, muncul berbagai
akademisi antara lain Akademi Politik di Fakultas Sosial Politik Gajah Mada. Kemudian
terbitnya buku karangan M.R Djody Gondokusuman dengan judul Sosiologi Indonesia
dll.[5]

3. Kontribusi Ilmuwan Muslim Terhadap Kemunculan Ilmu Sosiologi


Islam banyak menghadirkan ilmuwan dan cendekiawan yang cerdas. Berbagai ilmu
pengetahuan dan sosial dilahirkan dari pemikiran-pemikiran mereka. Kontribusi ilmuwan
muslim dalam kemunculan ilmu sosiologi ditandai dengan gagasan yang dikemukakan
oleh Ibnu Khaldun terkait ilmu sosial dan masyarakat. Pemilik nama lengkap Waliyuddin
Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Bakar Muhammad Khaldun, lahir di Tunisia pada
27 Mei 1332. Karena dilahirkan di wilayah Maghribi, Ibnu Khaldun mendapat julukan lain,
yaitu Ibnu Khaldun al Maghribi. Adapun nenek moyang Ibnu Khaldun sendiri berasal dari
Hadramaut yang kemudian melakukan migrasi ke wilayah Andalusia. Ibnu Khaldun
menyaksikan pertumbuhan dan kemunduran kekuasaan Islam di Spanyol.[8]

Ibnu Khaldun merupakan tokoh penting dalam peradaban Islam dari abad ke-14.
Dalam dunia modern, dia bergelar macam-macam. Mulai dari Bapak Sosiologi, peletak
dasar Filsafat Sejarah, perintis Ilmu Ekonomi, hingga penggagas teori politik. Dalam
lintasan sejarah, Ibnu Khaldun tercatat sebagai ilmuwan Muslim pertama yang serius
menggunakan pendekatan historis dalam wacana keilmuwan Islam. Berbeda dengan pakar
sosiologi lainnya seperti Comte, Thomas Mann, dan Spencer yang mana para pakar
sosiologi dan filosof melihat manusia lebih menekankan pada segi kepribadiannya, Ibnu
Khaldun lebih banyak melihat manusia dalam hubungan, interaksi manusia itu sendiri
dengan kelompok-kelompok yang ada disekitarnya. Oleh karena itu Ibnu Khaldun sering
disebut bapak Soiologi dan Antropologi.[9]

Meskipun teorinya sudah lebih dulu muncul dari Comte, nama Ibnu Khaldun baru
mencuat secara global pada abad ke-17. Hal ini dianggap wajar, karena semasa hidup Ibnu
Khaldun, peradaban Islam sedang meredup, baik di Timur maupun Barat. Sementara,
orang-orang Eropa baru mengetahui karya-karyanya pada abad ke-19. Karya-karya Ibnu
Khaldun sangat diapresiasi karena memiliki nilai yang sangat tinggi diantaranya, at-Ta'arif
bi Ibn Khaldun, sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya). Kemudian
Muqaddimah, pendahuluan atas kitabu al-'Ibar yang bercorak sosiologis historis dan
filosofis. Meski terlambat diketahui, para ilmuwan sosial Eropa begitu terkesan dengan
pemikiran Ibnu Khaldun dalam kitab ini, mengenai sosiologi yang mendahului zamannya.
Muqaddimah merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga
saat ini. Adapun Lubab al Muhassal fi Ushul ad-Diin, sebuah kitab tentang permasalahan
dan pendapat-pendapat teologi, dll.[9]

Diantara pemikiran Ibnu Khaldun terkait Sosiologi yang terkenal ialah:[10]

 Al-Umran; Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari segala
ilmu pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu sosiologi. Al-Umran memiliki makna luas,
mencakup seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame geografi peradaban,
perekonomian, sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Maksud dari al-umrn dalam kerangka
pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu metodologi umum yang membahas tentang dasar-
dasar peradaban, dan dengannya, tercapai puncak peradaban. Secara natural, menurut Ibnu
Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan peradaban, karena
menurutnya manusia secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia harus
berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya. Hal seperti ini
mengandung makna esensial dari sebuah peradaban.[11]

Pertemuan sangat urgen bagi kehidupan manusia. Tanpa pertemuan, keberadaannya


tidak sempurna. Tuhan berkeinginan memakmurkan bumi ini oleh mereka semua dan
memberikan khilafahnya hanyalah kepada mereka. Ibnu Khaldun terkenal dengan teorinya,
"tingkat keberadaan kekayaan" bisa menentukan kelas sosial. Dalam hal ini, ia berkata;
kemudian kekayaan itu terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan
sosialnya. Kelas paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa
memberikan sesuatu kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah dari orang
yang tidak mempunyai apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di antara kalangan yang
berbeda- beda kelasnya.

Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya bahwa


kita banyak menemukan dari orang- orang yang selalu berbuat senang-senang
dengan kemewahan dan kemuliaan, tetapi tidak mencapai pada tingkat kebahagiaan,
melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada pekerjaannya, sehingga mereka pun
menjadi fakir dan miskin.

 Peletak Dasar Sosiologi

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sosiologi menurutnya merupakan sarana untuk


memahami sejarah dan kondisi sosial masyarakat pada suatu generasi, proses perubahan
dalam suatu masyarakat, faktor dan pengaruhnya dalam peta peradaban suatu bangsa.
Dalam konteks sosiologi, ia membagi masyarakat menjadi tiga, yaitu:[12]

- Masyarakat primitif dimana mereka belum mengenal peradaban, hidup berpindah-


pindah dan hidup secara liar.
- Masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana. Mata
pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi mereka
dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta
penggembala unta.
- Masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat berperadaban, di
mana mata pencahariannya dari perdagangan dan perindustrian. Tingkat ekonomi
dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi kebutuhannya bukan hanya
kebutuhan pokok, melainkan juga kebutuhan sekunder dan mewah.
KESIMPULAN
Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial. Istilah sosiologi berasal dari bahasa
latin yaitu Socius yang berarti kawan, dan Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi
merupakan ilmu yang menjelaskan tentang sifat dan perkembangan masyarakat, perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh kehidupan sosial, tentang struktur sosial, proses sosial, dan
perubahannya. Istilah sosiologi pertama kali digagas oleh August Comte pada abad ke-19,
karenanya ia disebut sebagai bapak Sosiologi Dunia. Namun, sebelum Comte, terdapat
ilmuwan muslim yang lebih dulu mengemukakan teori terkait ilmu sosial dan
bermasyarakat sejak abad ke-14, yaitu Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun merupakan tokoh
penting dalam kemunculan ilmu sosiologi dan peradaban dunia. Ia diberi gelar Bapak
Sosiologi, peletak dasar Filsafat Sejarah, perintis Ilmu Ekonomi, hingga penggagas teori
politik. Teori sosiologinya dalam kitab Muqaddimah dianggap sangat bernilai oleh pakar
ilmu pengetahuan merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji
hingga saat ini. Diantara pemikirannya yang terkenal tentang ilmu sosiologi, ialah teori Al-
Umran, yaitu tentang membangun paradigma masyarakat, dan mengenai peletak dasar
sosiologi, dimana Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat terbagi menjadi tiga;
masyarakat primitif, masyarakat pedesaan, dan masyarakat kota.

PENGAKUAN

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, karena berkat


rahmat dan karunia-Nya lah penulis bisa menyelesaikan artikel ini. Penulis juga
menghaturkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan, Dr. Zubair, M.Ag. yang telah berupaya membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyusun artikel penelitian ini, serta semua pihak yang membantu dalam
proses ini.

REFERENSI
[1] F. Nasdian, Sosiologi Umum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015.
[2] “Pendekatan Sosiologi.” Diakses: Des 12, 2020. [Daring]. Tersedia pada:
http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/SOSI4401-M1.pdf.
[3] P. D. K. Sunarto, Pengantar Sosiologi. Universitas Indonesia Publishing, 2005.
[4] A. K. A. Karim dan N. Suhaini, “Kepentingan Teori dan Ilmu Sosiologi dalam
Konteks Pendidikan Menurut Perspektif Ibnu Khaldun,” J. Tuah, vol. 1, no. 1, Art.
no. 1, Okt 2020, Diakses: Des 12, 2020. [Daring]. Tersedia pada:
http://journal.kuim.edu.my/index.php/JTuah/article/view/687.
[5] “Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan.pdf.” Diakses: Okt 25, 2020. [Daring]. Tersedia
pada:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9294/Sosiologi%20dan%20
Sosiologi%20Pendidikan.pdf.
[6] S. Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern : Teori, Fakta, dan Aksi Sosial, 1
ed. Jakarta: Kencana, 2010.
[7] M. W. N. Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik Dan Modern,” Al-Hikmah, vol. 3,
no. 1, Art. no. 1, Feb 2017.
[8] M. A. Enan, Biografi Ibnu Khaldun. Serambi Ilmu Semesta, 2013.
[9] A. Enan, Ibnu Khaldun Kehidupan dan Karyanya, Elektronik. Bandung: PT. Dunia
Pustaka Jaya, 2019.
[10] “Pemikiran Politik Ibnu Khaldun danPembentukan Teori Sosiologi Politik.” Diakses:
Des12,2020.[Daring].Tersedia:http://repository.radenfatah.ac.id/6302/1/KAMARUD
DIN.pdf.
[11] A. Matlail Fajar, M. Fajar, K. Kunci, P. Sosial, dan I. Khaldun, “Perspektif Ibnu
Khaldun Tentang Perubahan Sosial,” SALAM J. Sos. Dan Budaya Syar-I, vol.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/issue/view/739, hlm. 1–12, Jan 2019, doi:
10.15408/sjsbs.v6i1.10460.
[12] M. Ali, “Kontribusi Sosiologi dalam Pengembangan Pendidikan Islam,” Suhuf, vol.
28, no. 1, Art. no. 1, Feb 2017.

Anda mungkin juga menyukai