Oleh Rudi, SH
I. PENDAHULUAN
Disamping keharusan bertindak berdasarkan prinsip etika, tampak kitapun tidak bisa
mudah terlepas dari variable lainnya, yaitu perkembangan teknologi informasi yang terjadi.
Dan apakah majunya tingkat peradaban, dalam hal ini kemajuan pesat teknologi informasi itu
berpengaruh baik terhadap kemajuan aspek moralitas manusia?. Pesatnya arus informasi yang
kita alami di zaman modern untuk sebagiannya berpengaruh terhadap situasi moral kita hari
ini.
II. ANALISIS MASALAH DAN AKAR MASALAH
Dari aspek susunannya manusia dapat dibedakan menjadi dua komponen jiwa dan raga.
Merujuk pada pemikiran Aristoteles, jiwa manusia terdiri dari cipta, rasa dan karsa, sedangkan
raga manusia terdiri dari zat mati, zat tumbuhan dan zat hewani. Dilihat dari kedudukannya,
manusia dapat berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri juga dapat berdiri sebagai makhluk
Tuhan. Dilihat dari aspek sifatnya, kita dapat membedakan sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Sebagai makhluk individu; manusia memiliki sifat terutama bila dilihat dari
kenyataan bahwa ia memiliki karakter kepribadian serta memiliki pendirian.
Sigmund Freud pernah mengatakan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat ego
yang akan mewarnai karakter dan perilaku manusia sebagai makhluk individu. Sementara
manusia sebagai makhluk sosial; sifat sosial terutama terlihat dari adanya keinginan manusia
untuk hidup bersama dengan manusia lain, berkomunikasi, berbagi rasa dengan orang lain.
Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk yang senantiasa
ingin hidup berkelompok.
Aristoteles juga menyampaikan pendapat bahwa manusia adalah homo politicus yang
berarti bahwa manusia adalah makhluk politik. Perbedaan di atas, antara manusia sebagai
makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial melahirkan dua kutub paham mengenai
manusia, yaitu paham individualisme dan kolektivisme. Disamping itu muncul pula
pemilahan dari egoisme dan altruisme. Egoisme merujuk pada kecenderungan manusia untuk
mementingkan diri sendiri tanpa peduli atas hukum dan kewajibannya. Sebaliknya altruisme
berkenaan dengan ciri manusia untuk berbuat demi kepentingan orang lain.
Moralitas tidak akan banyak dibicarakan jika seseorang hidup di tengah rimba belantara
tanpa pernah berhubungan dengan manusia lain. Dia dapat saja membunuh dengan keji atau
membantai binatang-binatang liar tanpa mempedulikan kaidah-kaidah moral. Akan tetapi
tindakan yang dilakukannya itu akan menyangkut etika sosial apabila ia melibatkan orang
lain. Seandainya yang ia bunuh itu misalnya satwa langka, maka etika sosial berperan karena
tindakannya membunuh tadi menyangkut perlindungan satwa langka ataupun konservasi
alam. Terkait dengan beberapa hal di atas, maka lingkungan sosial merupakan etalase yang
memperlihatkan perilaku seseorang dalam masyarakat. Baik buruk perilaku seseorang akan
menjadi penilaian bagi orang lain.
Rumusan tentang etika Kehidupan Berbangsa disusun dengan tujuan untuk memberikan
penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.Etika
kehidupan berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan
kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkeperibadian
Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian,
sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai
warga bangsa.
Terkait dengan etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang
demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi
rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat
yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik
untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan,
rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan
dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan
kebohongan publik, tidak manifulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
Kepemimpinan pancasila merupakan pedoman bagi pejabat dan elite politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah
hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan
secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika
ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran,
tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan
publik, tidak manifulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
Dari paparan di atas dapat dirumuskan kesepakatan, bahwa tujuan etika adalah
memberitahukan bagaimana kita menolong manusia dalam kebutuhannya yang nyata yang
secara susila dapat dipertanggungjawabkan kepada khalayak.
Tentu saja kepemimpinan pancasila sebagai model kepemimpinan tidak hanya baik
dalam konsep tetapi buruk dalam implementasi. Pancasila tidak boleh diibaratkan seperti
sebuah baju yang mahal, lantas karena mahalnya kita sayang untuk memakainya. Pancasila
tidak boleh hanya baik dalam konsep saja akan tetapi harus terwujud dan berimplikasi sebagai
nilai praksis dalam kehidupan nyata.