Anda di halaman 1dari 17

TOPIK 7 :

Pengertian Politik & Dimensi Politik


Manusia

Oleh
Mukti Ali, S.Sos., M.PSDM.
Pengertian Politik

Pengertian “Politik“ berasal dari kosa kata “Politics“ yang memiliki makna :
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara“, yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan
pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau decision making
mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut
seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-
tujuan yang telah dipilih.
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan 2 umum
atau Public Policies, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau
distributions dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan
kebijaksanaan itu diperlukan kekuasaan (power), dan kewenangan (authority)
untuk pembinaan maupun penyelesaian konflik. Cara-cara yang dipakai bisa
bersifat persuasi dan jika perlu dilakukan suatu paksaan (coercion). Tanpa
danya suatu paksaan kebijaksanaan itu hanya merupakan perumusan keinginan
belaka (statement of intent) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu
menyangkut public goals dan bukan privat goals. Kegiatannya menyangkut
kegiatan kelompok (partai politik), lembaga masyarakat maupun perseorangan.
Pengertian Politik Secara Umum, Politik adalah pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan
keputusan, terkhusus pada negara. Pengertian Politik jika ditinjau dari
kepentingan penggunanya dimana pengertian politik terbagi atas dua yaitu
pengertian politik dalam arti kepentingan umum dan pengertian politik
dalam arti kebijaksanaan. Pengertian politik dalam arti kepentingan umum
adalah segala usaha demi kepentingan umum baik itu yang ada dibawah
kekuasaan negara maupun pada daerah. Pengertian politik Secara
Singkat atau sederhana adalah teori, metode atau teknik dalam
memengaruhi orang sipil atau individu. Politik merupakan tingkatan suatu
kelompok atau individu yang membicarakan mengenai hal-hal yang terjadi
didalam masyarakat atau negara. Seseorang yang menjalankan atau
melakukan kegiatan politik disebut sebagai "Politikus"
Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang
politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (State), kekuasaan
(power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian
(distributions), serta alokasi (allocation).
 
Jika dipahami secara sempit maka pengertian politik lebih banyak berkaitan dengan para
pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik,
pejabat serta para birokrat dalam penyelenggaraan negara. Pemahaman secara sempit ini
kemungkinan akan menimbulkan ketimpangan dalam aktualisasi politik, karena tidak
melibatkan aspek rakyat baik sebagai individu maupun sebagai lembaga yang terdapat dalam
masyarakat. Oleh karena itu dalam etika politik pengertian politik tersebut harus dipahami
dalam pengertian yang lebih luas yang menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
 
Dimensi Politis Manusia
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia dari kacamata
yang berbeda-beda.
a. Manusia sebagai mahluk individu – Sosial
Paham Individualisme, yang merupakan cikal bakal Paham liberalisme, memandang
manusia sebagai mahluk individu yang bebas, shg kebebasaan individu merupakan dasar
moral politik negara.
Paham Kolektivisme yang merupakan cikal bakal paham sosialisme & komunisme
memandang manusia sebagai mahluk sosial saja, shg individu hanya merupakan sekedar
sarana bagi masyarakat. Kodrat manusia sebagai mahluk sosial merupakan dasar moral politik
negara.
Sifat kodrat manusia sbg mahluk Tuhan YME.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam cara manusia
memandang dunia, menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan YME, dan
menyadari apa yang menjadi kewajibannya ia senantiasa dalam hubungannya
dengan orang lain. Segala hal yang berkaitan dengan sikap moralnya, baik hak
maupun kewajiban moralnya, tidak bisa ditentukan hanya berdasarkan norma-
norma secara individual, melainkan senantiasa dalam hubungannya dengan
masyarakat. Oleh karena itu tanggung jawab moral pribadi manusia hanya
dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain. Sehingga
kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
 
 Pancasila senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah sifat
”monodualis”, yaitu sebagai mahluk individu dan sekaligus sebagai mahluk
sosial. Secara moralitas negara bukan hanya demi tujuan kepentingan
individu semata, dan juga bukan demi tujuan kolektivitas saja melainkan
tujuan bersama baik meliputi kepentingan dan kesejahteraan individu
maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas
bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya
segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara harus dapat
dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
b. Dimensi politis kehidupan manusia
Dalam kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan baik sebagai individu
maupun mahluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya benturan
kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkhisme
dalam masyarakat. Untuk itu manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu
menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yg disebut negara. Jadi berdasarkan sifat
kodrat manusia sebagai mahluk individu – sosial, dimensi politis manusia mencakup
lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem-sistem nilai dan ideologi yg
memberikan legitimasi kepadanya.
 
Dimensi politis manusia memiliki 2 segi fundamental : yaitu pengertian dan kehendak
untuk bertindak. Pengertiannya bisa diamati dalam setiap aspek hehidupan manusia, dan
dua aspek ini senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia.
Hukum dan kekuasaaan negara merupakan aspek yang berkaitan langsung dengan etika
politik. Hukum sebagai penataan masyarakat secara normatif, sedang kekuasaan negara
sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif. Hukum tanpa kekuasaan negara mrpk
aturan normatif yg kosong, sedang negara tanpa hukum akan merosot menjadi
kehidupan yang berada dibawah sifat manusiawi krn akan berkembang menjadi ambisi
kebinatangan, krn tanpa tatanan normatif (barbar).Kekuasaan negara berbuat tanpa
tatanan hukum akan sama halnya dengan kekuasaan tanpa pembatasan, sehingga akan
terjadi penindasan manusia, yang lazimnya disebut dengan negara otoriterianisme. .
 
Etika Politik berkaitan dengan onject forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan prnsip-
prinsip dasar etika, terhadap object materia politik yang meliputi : legitimasi negara,
hukum, kekuasaan, serta penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimsi tersebut.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam
hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila ke 1 dan Sila ke 2 merupakan sumber nilai-
nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
 
Negara Indonesia yg berdasarkan sila I, bukanlah negara ”Theokrasi” yg mendasarkan
kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala
negara tidak bersifat mutlak mendasarkan legitinasi religius, melainkan berdasarkan
legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh krn itu asas sila I lebih berkaitan dengan
legitimasi moral, hal inilah yg membedakan negara yg Berketuhanan YME dengan negara
teokrasi.
Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun
secara moraalitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yg berasal dari Tuhan
terutama Hukum dan Moral dalam kehidupan negara.
Sila ke-2 mrpk sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Negara pada
prinsipnya mrpk persekutuan hidup manusia sebagai mahluk Tuhan YME. Bangsa
Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam
wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan
bersama (Sila ke III).
Manusia pada hakekatnya mrpkn asas yg bersifat fundamental dalam penyelenggaraan
negara. Manusia mrpk dasar kehidupan serta pelaksanaan dalam penyelenggaraan
negara, oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan
negara dan hukum, dan harus mendapat jaminan hukum, maka hal inilah yang
diistilahkan dengan jaminan hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas
kemanusiaanjuga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara etika politik nemuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan :
1.Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang
berlaku.
2.Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis), dan
3.Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya
(legitimasi moral)
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ketiga dasar tersebut.
Negara Indonesia adalah Negara hokum, oleh karena itu “keadilan” dalam kehidupan
bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila V, adalah mrpk tujuan
dalam kehidupan Negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas
hokum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan
kenegaraan akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam kehidupan Negara.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan
kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (Sila IV), oleh karena
itu rakyat mrpk asal mula kekuasaan Negara, sehingga dalam
penyelenggaraan Negara segala kebijakan, kekuasaan, dan kewenangan
harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok Negara.
Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut
kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif, konsep pengambilan
keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari
rakyat atau dengan lain perkataan harus memiliki “legitimasi demokrasi”.
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praktis dalam
kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara
ketiganya. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam
pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut pilitik dalam negeri maupun
politik luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global yang
menyangkut rakyat dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku
(legitimasi hukum), harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi
demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas
(legitimasi moral).
Misal :
Kebijakan harga BBM. Tarif Dasar Listrik, Tarif Telepon, Kebijakan Ekonomi Mikro
maupun Makro, reformasi infra struktur politik, kebijakan politik dalam dan luar negeri.
 
Etika politik juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
konkret dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, anggota
legislatif maupun anggota yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR,
aparat pelaksana dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum
dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu
kebijaksanaan itu sesuai dengan hukum tapi belum tentu sesuai dengan moral. Misalnya
gaji para pejabat dan anggota DPR, MPR itu sudah sesuai dengan hukum, namun
mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral
(legitimasi moral).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai