BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sekarang ini memang sudah tidak rahasia lagi kalau semakin
memudar saja bentuk pemahaman etika sehinggasangat sulit untuk ditemukan watak
kesusilaan yang sesuai dengan sebagaimana mestinya. Tidak terkecuali dikalangan intelektual
dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Kehidupan berpolitik, ekonomi, dan
hukum serta hankam(Pertahanan Keamanan) merupakan beberapa ranah kerja etika. Masih
banyak penyimpangan yang dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan
keputusan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai Etika dan keadilan bagi seluruh
warga negara. Sebagai contoh Indonesia, Keadilan yang seharusnya mengacu pada Pancasila
dan UUD 1945 yang mencita-citakan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana mana
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dan 2 hilanglah sudah ditelan kepentingan
politik pribadi.
Etikayang termasuk dalam kelompok filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan suatu sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma
moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam Filsafat terkandung didalamnya suatu
(menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu
pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman
dalam tindakan atau suatu aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, etika merupakan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal
4. Mampu menjelaskan manfaat etika poitik dalam pelaksanaan system politik di Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 ETIKA
Bertens dan Keban, menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti salah satu
diantaranya dan biasa dikatakan orang adalah kebiasaan, adat, atau akhlak dan watak.
Burhanudin, etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku manusia baik
Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku
manusia. Etika hendak mencari, tindakan manusia manakah yang tidak baik atau tidak buruk.
Magnis Suseno, mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah
ajaran, yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas.
disebut (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral, (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai
Baratawijaya mengatakan bahwa etika adalah ilmu tentang asas asas akhlak dan
4.1 POLITIK
Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti Negara kota. Secara
etimologi kata politik masih berhubungan erat dengan kata politis yang bearti hal-hal yang
berhubungan dengan politik. Kata politisi berarti orang-orang yang menekuni hal-hal yang
berkaitan dengan politik. Para tokoh memiliki sudut pandang yang beragam mengenai
pengertian dari politik. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai politik menurut para
ahli
Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.
dan lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan tersebut serta hubungan antara
Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat
untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu.
F. Isjwara, politik adalah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau
Ossip K.Flechteim, politik adalah ilmu social yang khusus mempelajari sifat dan
tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan
gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi yang dapat mempengaruhi negara.
Rod Hague, politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-
kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha
bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu
negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam suatu
masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik secara moral
kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat negara.
Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada
ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia (Suseno, 1987: 15).
BAB III
PEMBAHASAN
Secara substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan
negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini
lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didsarkan kepada hakekat
manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa
masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam
arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang
hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seorang
yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta
masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu
masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika harus senantiasa mendasarkan kepada
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi,
tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan
argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum
sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebagai lembaga penata
masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk
individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan.
Etika politik juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang terlibat
anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat Negara, aparat pelaksana, dan
penegak hukum harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi
demokrasi juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu kebijakan itu
sesuai dengan hukum belum tentu seuai dengan moral, contohnya gaji para pejabat
Negara sesuai dengan hukum tetapi bila dilihat dari keadaan Negara maka hal
yang dapat di rumuskan dalam pertanyaan: atas hak moral apa seseorang atau
sekelompok orang memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka
Karena itu, etika politik menuntut agar kekuasaan dilaksanakan sesuai dengan
Moral). Ketiga tuntutan itu dapat disebut Legitimasi normatif atau etis (Magnis-
Kalau lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka
itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila
memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Dengan pluralism dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup
dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
adalah intoleransi, segenap paksaan dalam hal agama, kepicikan ideologis yang mau
Prinsip pluralism terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di
Indonesia tidak ada orang yang boleh didisriminasikan karena keyakinan religiusnya. Sikap
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa?
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam
Kemanusiaan yang adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka
di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu
dilanggar dengan kasar oleh korupsi. Korupsi bak kanker yang mengerogoti kejujuran,
tanggung-jawab, sikap objektif, dan kompetensi orang/kelompok orang yang korup. Korupsi
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau
memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh
hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah
“kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memrlukan sebuah system
Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hokum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hokum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik
apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan
terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua
bagian-bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari
mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat
3. Korupsi.
Pada jaman sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang di
harapkan, karena banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang
hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Pemerintah
Indonesia tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan
oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh
negara. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan
pemerintah Indonesia yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan
baik, bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
5. Etika keilmuan
6. Etika lingkungan
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada berbagaibidang etika khusus,
seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan. Dalam
hal ini termasuk setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan
manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab
dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap
Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat
legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan
apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung
mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah
idiologis dapat dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan
pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif,
kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur
ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas
INDONESIA.
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik, termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya
tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga
negara terhadap negara, hukum yang berlaku dan lainsebagainya. Fungsi etika politik dalam
menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi,
prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik
tidak langsung mencampuripolitik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan
merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat
yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai
dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik
Indonesia.Pertama, etika diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan
normatif/etika normatif (bukan metaetika) sangat diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah
keharusan ontologis. Dengan memahami etika politik, para pejabat tidak akan
menyalahgunakan kekuasaannya.
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika.
Masyarakat sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus
negara. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para pejabat, namun
dalam tataran tertentu keduanya berbeda.Dalam negara dengan alam demokrasi peranan
masyarakat sangat besar yang nyata dalam sikap mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah.
Para pejabat sebagai representan rakyat tentu akan mendengar kritikan tersebut sebelum
sebuah kebijakan diambil. Warga negara yang demokratis mesti berusaha untuk
tersebut dianggap benar oleh para pejabat. Mekanisme kontrol tersebut sangat penting agar
terancam akanteralienasi dari berbagai aspek kehidupannya memprotes dan menolak rencana
tersebut. Tindakan masyarakat tersebut dilihat sebagai cara masyarakat mengontrol kebijakan
yang diambil pemerintah. Ketiga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai
keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah
meninggalkan jabatannya. Para pejabat bekerja dalam lingkup organisasional, oleh karena itu
segala kebijakan yang diambil mesti berdasarkan kesepakatan bersama. Namun,mereka tidak
dapat melarikan diri dari tanggung jawabnya sebagai seorang pribadi atas sebuah keputusan.
Tanggung jawab pribadi tidak hanya berlaku saat iamemegang jabatan publik tertentu, tetapi
juga terus berlanjut ketika ia berada padafree position.Tanggung jawab pribadi juga dapat
mendukung akuntabilitas bagi keputusan yang kurang dapat dianggap berasal dari pejabat-
pejabat yang baru. Karena tanggung jawab pribadi melekat pada pribadi dan bukan pada
kolektivitas, maka tanggung jawab tersebut selalu melekat dan mengikuti pejabat ke mana
pun ia pergi. Kita dapat menelusurinya setiap waktu juga pada saat ia tidak sedang
Etika politik menolak segala kecenderungan yang terus berkembang terutama yang
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan materi diatas dapat disimpulkan bahwa etika politik tidak dapat
dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Fungsi etika politik dalam
menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Prinsip dasar etika politik
kontemporer terdiri atas pluralisme, ham, solidaritas bangsa, demokrasi, keadilan social.
Manfaat etika politik bagi pelaksanaan system politik di Indonesia antara lain, Pertama, etika
diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan. Karena
(bukan metaetika) sangat diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah keharusan ontologis.
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika.
Masyarakat sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus
negara. Ketiga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang
dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah
meninggalkan jabatannya.
Bisa dikatakan, tujuan utama etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik
yang lebih baik, baik bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-
institusi politik yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan
individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya
korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar
4.2 SARAN
sebagai salah satu acuan dalam memahami makna yang terletak pada nilai-nilai dari masing-
masing sila sebagai satu kesatuan yang tak untuk memahami dan mendalami nilai nilai
Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila. Dan juga
DAFTAR PUSTAKA
Syafie Kencana Inu, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Reneka Cipta
MAKALAH
Partisipasi Politik
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Politik
Dosen Pengampu:Dr. Suharno.
Disusun Oleh:
Untuk melihat hal itu, tampaknya perlu dipahami bagaimana format partisipasi
politik di beberapa negara berkembang yang menganut model pembangunan
yang berbeda.Maka hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian
lebih mendalam mengenai partisipasi politik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang diatas, maka penulis memperoleh
permasalahan yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan pembahasan
sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah yang ada diatas, maka penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui:
Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Partisipasi Politik
Secara etimologi Partisipasi berasal dari bahasa latin, yaitu pars yang berari
bagian dan capere yang berarti mengambil. Bila digabungkan maka dapat kita
artikan “ mengambil “. Dalam bahasa
inggris,participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil
peranan. Jadi partisipasi politik dapat kita artikan dengan mengambil bagian
atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara (
Soeharno: 2004; 102).
Partisipasi merupakan aspek penting dalam demokrasi.Partisipasi politik
adalah usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memlih pemimpin-
pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan jalannya kebijakan umum.
Usaha ini dilakukan akan tanggung jawab dan kesadaran mereka terhadap
kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu Negara. Sementara
itu, Syarbaini mendefinisikan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, seperti
memilih pemimpin Negara, atau upaya untuk memengaruhi kebiijakan
pemerintah.
Apabila dilihat dari sudut pandang partisipasi politik sebagai suatu kegiatan
maka menurut Sastroatmojo (dalam Soeharno: 2004; 104) dapat dibagi
menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup
kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum,
mengajukan alternative kebijakan yang berbeda dengan kebijakan
pemerintah, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan
pemerintah.Sedangkan artisipasi pasif mencakup kegiatan mentaati
peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap
keputusan pemerintah.
Ditinjau dari sudut pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart
dan Goel (dalam Soeharno: 2004; 104) membagi partisipasi politik dalam
beberapa kategori yaitu;
1. Apatis ( masa bodoh) yaitunorang yang menarik diri dari aktivitas politik.
2. Spektator yaitu orang-orang yang paling tidak, pernah itkut dalam
pemilihan umum.
3. Gladiator yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik,
yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak
tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.
4. Pengeritik yaitu orang-orang yang berpartisipsi dalam bentuk yang tidak
konvensional
Partisipasi politik apabila dipandang dari segi stratifikasi sosial maka menurut
Goel dan Oslan (dalam Suharno: 2004;105-106) terbagi atas beberapa hal
yakni;
1. Pemimpin politik
2. Aktivitas politik
3. Komunikator, yaitu orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide,
sikap dan informasi politik kepada orang lain
4. Warga negara marginal yaitu orang yang sedikit melakukan kontak dengan
sistem politik
5. Orang-orang yang terisolasi, yaitu orang-orang yang jarang melakukan
kontak dengan system politik
Partisipasi politik juga dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni
individu dan kolektif.Individu adalah perorangan, sedangkan kolektif adalah
kegiatan warga negara secara serentak untuk memengaruhi penguasa.
Partisipasi politik kolektif dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif
yang konvensional seperti kegiatan dalam proses pemilihan umum dan
partisipasi kolektif yang tidak konvensional (agresif), seperti pemogokan yang
tak sah, menguasai bangunan umum, dan huru-hara. Selanjutnya, ppartisipasi
politik kolektif secara agresif dibedakan menjadi dua, yaitu aksi yang kuat dan
aksi yang lemah.Aksi yang kuat dan lemah tidak menunjukkan sifat yang baik
dan yang buruk. Dalam hal ini, kegiatan politik dapat dikategorikan kuat
apabila memenuhi tiga kondisi berikut: bersifat antirezim, dalam arti
melanggar peraturan mengenai partisipasi politik yang normal (melanggar
hukum), mampu mengganggu fungsi pemmmerintahan, dan harus merupakan
kegiatan kelompok yang dilakukan oleh nonelit(dalam Basrowi, Sudikin dan
Suko Susilo, 2012: 72).
Aksi protes yang dibenarkan oleh hukum tidak termasuk ke dalam kategori
partisipasi politik agresif, seperti pemboikotan dan pemogokan buruh biasa
tanpa tujuan-tujuan politik.Apabila partisipasi politik yang agresif tidak
mengandung kekerasan, kegiatan ini di sebut pembangkangan warga Negara
(civil disobedience), seperti penolakan wajib militer.Sebaliknya, apabila
kegiatan itu mengandung kekerasan disebut kekerasan politik (politik
violence), seperti pembunuhan politik. Partisipasi politik di negara-negara
yang menerapkkan sistem politik demokrasi merupakan hak warga Negara,
akan tetapi dalam kenyataan, presentase warga negara yang berpartisipasi
berbeda dari satu Negara kenegara yang lain. Dengan kata lain, tidak semua
warga Negara ikut serta dalam proses politik(dalam Basrowi, Sudikin dan
Suko Susilo, 2012: 72).
Dilihat dari latar belakang yang memotivasi timbulnya partisipasi politik maka
menurut halington dan nelson( dalam suharno: 2004; 107) terbagi menjadi
dua yaitu;
Sebagai sebuah kegiatan tentu partisipasi politik memiliki banyak factor yang
dapat mempengaruhinya, menurut Surbakti( dalam Suharno,2004: 108)
terdapat dua variabel yang dapat memberikan pengaruh terhadap tinggi
rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang, dua variable tersebut yaitu;
Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam
mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki
status ekonomi tinggi dipandang lebi cenderung untuk berpartisipasi politik
secara aktif, dibandingkan dengan yang status ekonominya lebih rendah.
Sistem multi partai yang ada di satu sisi menampilkan dinamika politik
masyarakat, di sisi lain karena relatif belum dewasanya kesadaran politik
rakyat dan sistem politik menyebabkan instabilitas politik. Selain itu di sadari
pula bahwa masa itu distribusi kekuasaan dan sumber-sumber daya politik
secara relatif ada di kalangan rakyat denagn pemusatan kekuasan yang relatif
kecil dan kekuasaan ekonimi yang tidak terpusat pada satu atau dua orang
saja. Dengan kondisi itu selain tidak terpusat pada perimbangan kekuatan
politik, juga tidak adanya satu sektor kekuatan politik yang disebabkan oleh
sekelompok orang yang memiliki akses-akses ekonomi sehingga sangat
menentukan keputusan-keputusan politik.
Artinya partisipasi politik tetap diberi batasan, kerangka, dan arah untuk tetap
menjamin keapanan kekuasaan dan stabilitas nasional. Pembahasn dilakukan
misal dengan melakuakan pengawasan-pengawasan administrasi yyyang
ketat dan tindakan-tindakan otokratif. Pengawasan terhadap media massa
dan komunikasi untuk senantisa bergerak secara vertkal melaui jalan-jalan
yang telah ditentukan. Disisi lain komunikasi horisontal dibatasi agar tidak
berkembang menjadi pendapat umum dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Partisipasi politik dapat kita artikan dengan mengambil bagian atau
mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu
negara,partisipasi merupakan aspek penting dalam demokrasi.Partisipasi
politik adalah usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memlih
pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan jalannya kebijakan
umum. Usaha ini dilakukan akan tanggung jawab dan kesadaran mereka
terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu Negara.
Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam
mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki
status ekonomi tinggi dipandang lebi cenderung untuk berpartisipasi politik
secara aktif, dibandingkan dengan yang status ekonominya lebih rendah.
Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna.Kesalahan
ejaan, metodologi penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang
masih kurang adalah diantara kekurangan dalam makalah ini.Karena itu saran
dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA