Anda di halaman 1dari 3

Pengertian

Politik aliran berasal dari dua kata yaitu politik dan aliran. Politik artinya segala urusan dan tindakan
(kebijakan dan siasat) mengenai pemerintahan negara atau cara bertindak atau kebijakan dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah. Adapun aliran, artinya haluan, pendapat, paham
politik, dan pandangan hidup (kamus besar bahassa Indonesia, 2001). Politik aliran adalah politik
dalam suatu masyarakat yang memilih pilihan politiknya masih berdasarkan kepada aliran, agama,
atau ideologi yang dianut seseorang. Biasanya politik aliran ini adalah berupa partai politik yang
memiliki afiliasi dengan ormas atau lembaga tertentu.

Konsep

Konsep politik aliran pertama kali diperkenalkan oleh seorang antropolog dari Australia
bernama Clifford Geertz. Istilah aliran diperkenalkan kepada dunia ilmiah pada 1959
dalam tulisan yang berjudul The Javanese Village (Desa Jawa), yang diterbitkan dalam
sebuah buku Local, Ethnic, and National Loyalties in Village Indonesia (keterikatan local,
etnik, dan nasional di Indonesia pedesaan). Clifford Geertz membuat sebuah tesis
tentang The Religion of Java (1960) yang meyatakan bahwa masyarakat jawa terbagi
menjadi 3 golongan yaitu : santri, abangan dan priyayi

Penjelasan

Santri merupakan sekelompok orang yang memiliki nilai-nili kuat akan ke-islaman yang
biasanya dibentuk dari lingkungan pesantren.. Santri biasanya adalah orang2 yang
mengerti tentang agama (islam) dan taat dalam menjalankan perintah agama.
Kelompok ini bisa disebutkan memiliki hubungan dengan ormas Nahdlatul Ulama
dengan afiliasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kaum Abangan yaitu kelompok muslim
yang cenderung tidak taat dan menganggap bahwa agama adalah sekedar sesuatu
yang sakral. Biasanya golongan ini disebut juga sebagai “Islam KTP” dan medukung
aspirasi politiknya kepada partai seperti PNI (Partai Nasional Indonesia) dan PKI (Partai
Komunis Indonesia) pada zaman dulu. Priyayi yaitu biasanya identik dengan kerabat-
kerabat yang zaman dulu ada di dalam kerajaan atau saat ini adalah golongan gologan
pejabat.Biasanya menyalurkan aspirasi politiknya kepada PNI atau di zaman sekarang
kepada partai penguasa.Selanjutnya Feith menyatakan bahwa berawal dari dua sumber
utama pemikiran politik di Indonesia (pemikiran tradisi dan barat) inilah kemudian
muncul lima aliran politik yaitu: Komunisme yang mengambil konsep-konsep langsung
maupun tidak langsung dari Barat, walaupun merka sering kali menggunakan istilah
politik dan mendapat dukungan kuat dari kalangan abangan tradisional. Komunisme
mengambil bentuk utama sebagai kekuatan politik dalam Partai Komunis Indonesia
(PKI). Sosialisme Demokrat yang juga mengambil inspirasi dari pemikiran Barat. Aliran
ini muncul dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI). Islam, yang terbagi menjadi dua varian;
kelompok Islam Reformis (dalam istilah Feith) atau Modernis dalam istilah yang
digunakan secara umum yang berpusat pada Partai Masyumi; serta kelompok Islam
konservatif atau sering disebut tradisionalis yang berpusat pada Nahdatul Ulama.
Nasionalisme Radikal, aliran yang muncul sebagai respon terhadap kolonialisme dan
berpusat pada Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Dan tradisionalisme Jawa, penganut
tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran ini agak kontroversial karena aliran ini tidak
muncul sebagai kekuatan politik formal yang kongret, melainkan sangat memengaruhi
cara pandang aktor-aktor politik dalam Partai Indonesia Raya (PRI), kelompok-kelompok
Teosufis (kebatinan) dan sangat berpengaruh dalam birokrasi pemerintahan (Pamong
Praja).

Pengaruh

Adanya politik aliran untuk menarik massa dari konstituen yang fanatik terhadap
pilihan partai politiknya berdasarkan paham atau ideologinya sehingga dapat
menghambat hubungan antara bangsa, menghambat proses asimilasi dan integrasi
serta menghilangkan objektifitas ilmu pengetahuan, kurangnya toleransi dan sulit
meyakini kerjasama dengan kelompok lain, bahkan sering terjadi persaingan yang tidak
sehat, saling curiga, dan konflik tersembunyi. Politik aliran ini menujukkan jati diri suatu
partai bahwa partai tersebut mempunyai ideologi yang berbeda-beda. Akan tetapi,
perkembangan zaman seiring berjalan dan masyarakat Indonesia saat ini lebih
cenderung objektif dan rasional dalam menetukan pilihan politiknya. Politik rasional
harus segera diikuti oleh partai yang masih berpegang teguh pada prinsip politik aliran
jika tak mau kalah dengan partai-partai modern lainnya.

Perkembangan

Perlembangan politik aliran sendiri di Indionesia pada tahun 1955 memang rill dan kuat
sekali melalui partai-partai yang ada. Empat partai pemenang pemilu jelas
merepresentasikan aliran ini. Belakangan ini, ketika pemilu 1999, politik aliran ini
kembali. PKB yang merepresentasikan NU, PDIP, pewaris PNI, ada PBB mewakili
Masyumi, yang tidak adakan PKI. Pada pemilu 1999, partai nasional yang sukses
mengubah paradigma partai menjadi lebih asppiratif dangan umat. Oleh sebab itu,
untuk meningkatkan suara perlu ada perubahan dengan tidak hanya mencitrakan
sebagai partai Islam, tetapi mangangkat isu tentang realitas masyarakat. Isu “Islamisme”
yang pernah dilakukan PKS pada pemilu 1999. Gejala memudarnya politik aliran
tersebut dijadikan referensi bagi partai politik bebasis Islam untuk melakukan
pembenahan dengan menjual isu non-agama agar terjadi peningkatan suara pada
pelimu mendatang. Sedangkan faktor yang mempengaruhi ini gejala memudarnya
politik aliran ini adalah; pertama partai-partai Islam dianggap tidak lagi
merepresntasikan kepentingan pemilihannya. Kedua, melorotnya ideologi dalam
kepartaian yang ada. Dengan demikian antara partai satu dengan lainnya tidak ada
bedanya lagi antara partai Islam dan non-Islam memiliki program yang sama.
Kenyataan ini membuat keterikatan dengan partai melemah.

Opini Publik

Menurut saya sendiri jejak politik aliran yang beriorientasi pada agama islam tidak
sepenuhnya hilang di Indonesia. Kecenderungan politik umat islam pada parpol
kontestan pemilu memang surut karena pergeseran ideologi menjadi pragmatisme
politik. Namun kecenderungan umat islam pada islam politik tidaklah lenyap.

Anda mungkin juga menyukai