Anda di halaman 1dari 9

NAMA: ANINDA AYU PUTRI FUSPITA SARI

NIM: 2010102058
EVALUASI TUTOR
1. Bagaimana organisasi profesi, aturan, dan secara agama mengatur tentang isu

kekerasan pada perempuan dan sebutkan contoh2 bentuk kekerasan perempuan dl

belum kasus2 nyata yg terjadi th 2020 di media massa ?

JAWAB

a. Kekerasan pada perempuan dalam organisasi profesi

Permasalahan budaya yang mengakar sejak zaman kolonial tersebut sejatinya

mulai tercerahkan pada masa pasca kemerdekaan. Kehadiran organisasi

perempuan seperti halnya ‘Aisyiyah bentukan dari Muhammadiyah, kemudian

terbentuknya Kongres Wanita Indonesia (Kowani) hingga jaya nya Gerakan

Wanita Indonesia (Gerwani) sebagai organisasi underbow PKI yang kerap

memberikan pelatihan mandiri bagi perempuan, nyatanya sedikit banyak telah

memberikan perubahan besar dalam peningkatan status perempuan di aspek

social (Adiwilaga & Aryanti, 2019)

Peran bidan dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan adalah

memberikan pendidikan tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan

kepada masyarakat, memberikan arahan pada kader. Sebagai penggerak, bidan

memberikan motivasi kepada masyarakat dan kader untuk berpartisipasi dalam

kegiatan yang bertujuan untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan.

Sebagai fasilitator, bidan berupaya untuk memfasilitasi kegiatan di masyarakat.

Sebagai advokat, bidan membantu masyarakat menentukan pilihan dalam

melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Sebagai perantara, bidan

menjembatani masyarakat untuk melaksanakan pencegahan kekerasan terhadap

istri (sriyanti., 2012)


b. Kekerasan perempuan dalam aturan hukum

UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juga menggunakan

KUHP dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tercatat sejumlah

sanksi pidana penjara antara 6 bulan hingga 2 tahun 6 bulan. yang telah

diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan menggunakan pasal-pasal UU No. 23

tahun 2004 diantaranya pasal 49 jo pasal 9 dan pasal 279 KUHP untuk tindak

penelantaran dan suami menikah lagi tanpa ijin istri; pasal 44 untuk tindak

kekerasan fisik; pasal 45 untuk tindak kekerasan psikis berupa pengancaman.

Sedangkan putusan Pengadilan dengan sanksi pidana penjara yang lebih tinggi

hingga 6 tahun diputuskan terhadap sejumlah kasus dalam relasi KDRT, yang

didakwa dan dituntut dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (pasal 351, 352,

285, 286 jo 287, 289 & 335 untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak);

pasal 81 & 82 UU No. 23 tahun 2002 dan pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus

perkosaan anak. Belum ditemukan tuntutan yang menggunakan ancaman pidana

penjara atau denda maksimal sebagaimana yang diatur dalam UU Penghapusan

KDRT ini (Kemenhum RI)

Komnas Perempuan didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998

yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65/2005. Berdasar

Perpres tersebut mandat utama kerja-kerja Komnas Perempuan adalah:1)

Melaksanakan pengkajian dan penelitian; 2) Pemantauan dan pencarian fakta

serta pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 3)

Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan

yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan

dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya

pencegahan dan penanggulangan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan;


4) Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan

upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap

perempuan Indonesia, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi

perempuan (Komnas perempuan 2013).

c. Tinjauan islam kekerasan pada perempuan

Salah satu faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan (kekerasan

gender) adalah begitu mengakarnya budaya patriarki di kalangan umat Islam.

Patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih

tinggi kedudukannya dibandingkan perempuan dan perempuan harus dikuasai

bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki.10 Budaya ini banyak memberikan

pengaruh dalam teks keagamaan, apalagi para penulis teks-teks tersebut hampir

semuanya lakilaki. Hingga saat ini mekanisme kontrol dengan kekerasan masih

umum dilakukan untuk melegitimasikan kekuasaan (sriyanti., 2012)

Sebagaiana firmannya dalam surat al-hujurat (49): 13 berikut; Artinya: Hai

manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadi kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku,

supaya kamu saling kenal-mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantar kamu.

Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal(Hasbi, 2015)

d. Bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan

Adapun bentuk-bentuk KDRT seperti yang tertuang dalam Undang-Undang

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) disebutkan

bahwa kekerasan yang dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya

dalam bentuk: 1). Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau

luka berat; 2). Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll.;

3). Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar,

baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan

tertentu; dan 4). Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah

tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu

penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan

ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di

dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut

(sriyanti., 2012)

e. Kasus kekerasan pada perempuan

Kasus:

Kekerasan terhadap perempuan dan anak di jambi meningkat, didominasi faktor

ekonomi.

Pada hari kamis, 7 Januari 2021.

Sepanjang tahun 2020, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota

Jambi mencapai 130. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2019

silam, hanya 68 kasus. Jika dipersentase mengalami kenaikan 52,31 persen.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Kota

Jambi, Rosa Rosilawati, mengatakan ke-130 kasus kekerasan terhadap perempuan

dan anak tersebut terdiri dari 77 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),

26 kasus seksual dan pencabulan terhadap anak serta 27 kasus penelantaran dan

kekerasan terhadap anak. Dari 130 kasus tersebut, 99 kasus sudah diselesaikan

oleh UPTD PPA Kota Jambi bekerjasama dengan pihak-pihak terkait pada tahun

2020 lalu. Sementara 31 kasus lainnya masih dalam proses dan dilanjutkan

penyelesaian kasusnya di tahun 2021. Kekerasan terhadap perempuan dan anak di


Kota Jambi tersebut didominasi faktor ekonomi. Di mana di masa pandemi

Covid-19, banyak warga yang perekonomiannya menurun dan sebagian berujung

terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain faktor ekonomi, kasus

kekerasan seksual terhadap anak juga disebabkan penggunaan telepon pintar atau

smart phone. Banyak anak-anak yang menggunakan telepon pintar tetapi kurang

pengawasan orang tua. Sehingga dengan mudahnya anak-anak membuka konten

pornografi.

Kasus:

Aceh, 01 Desember 2020 , sekumpulan pelajar dijebak oleh jaringan pelaku untuk

mengirimkan gambar telanjang mereka melalui media sosial. Kemudian

dieksploitasi secara seksual lewat internet dan dipaksa melacur di dunia nyata.

2. Bagaimana menggunakan media masa dalam organisasi, aturan UU tentang

penggunaan media massa dan bagaimana secara agama mengatur tentang komunikasi

di media massa khususnya tenaga kesehatan.

JAWAB

Pencegahan agar tidak melanggar kode etik kebidanan dalam bermedia sosial

yaitu dengan bersikap perofesional sebagai bidan dalam menangani pasien maupun

dalam penggunaan media sosial dengan tepat agar tidak terjadi konflik antar tenaga

kesehatan dan saling menjaga nama baik. Maka bidan dapat menggunakan media

sosial lebih bijaksana lagi dengan memepertimbangkan aspek-aspek etika yang

terdapat dalam kode etik bidan(Kepmenkes, 2020). Karena tenaga kesehatan yang

melakukan pelanggaran dalam media sosial yang salah akan mendapatkan

sanksi/hukuman yang sama dengan masyarakat biasa. Yang telah diataur oleh undang-

undang no 19 tahun 2016 ITE. Dalam undang-undang tersebut menjelaskan siapa pun

yang menggunakan media sosial untuk merugikan orang lain dapat terkena sanksi,
jadi tidak ada perbedaan apabila yang melakukan tenaga kesehatan sekalipun. Etika

dalam penggunaan media sosial(Prawiroharjo & Libritany, 2017)

a. Etika Dalam Berkomunikasi.

Dalam melakukan komunikasi antar sesama pada situs jejaring sosial, biasanya

melupakan etika dalam berkomunikasi. Sangat banyak ditemukan kata-kata kasar

yang muncul dalam percakapan antar sesama di jejaring sosial, baik itu secara sengaja

ataupun tidak sengaja. Sebaiknya dalam melakukan komunikasi kita menggunakan

kata-kata yang layak dan sopan pada akun-akun jejaring sosial yang kita miliki.

Pergunakan bahasa yang tepat dengan siapa kita berinteraksi.

1) Hindari Penyebaran SARA, Pornografi dan Aksi Kekerasan.

Ada baiknya tidak menyebarkan informasi yang berhubungan dengan SARA

(Suku, Agama dan Ras) dan pornografi di jejaring sosial. Sebarkan hal-hal yang

berguna yang tidak menyebabkan konflik antar sesama pada situs jejaring

tersebut. Hindari mengupload foto – foto kekerasan seperti Fhoto korban

kekerasan, korban kecelakaan lalu lintas maupun fhoto kekerasan lainnya. Jangan

menambah kesedihan para keluarga korban dengan meng-upload foto – foto

kekerasan. Hal ini mencegah generasi muda tentang hal – hal kekerasan melalui

foto – foto kekerasan yang diupload pada jejaring media sosial.

2) Kroscek Kebenaran Berita

Berita yang menjelekkan orang lain sangat sering dijumpai di jejaring sosial. Hal

tersebut kadang bertujuan untuk menjatuhkan nama pesaing dengan berita-berita

yang direkayasa. Oleh karena itu pengguna jejaring sosial dituntut untuk cerdas

dalam menangkap sebuah informasi, bila ingin ikut menyebarkan informasi

tersebut, ada baiknya melakukan kroscek akan kebenaran informasi terlebih

dahulu.
3) Menghargai Hasil Karya Orang Lain

Saat menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto atau video milik orang

lain, ada baiknya mencantumkan sumber informasi sebagai bentuk penghargaan

untuk hasil karya seseorang. tidak serta merta mengcopy paste tanpa memberikan

sumber informasi tersebut.Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi

4) Dalam menggunakan jejaring sosial ada baiknya sebagai pengguna harus bijak

dalam menginformasikan privasi / kehidupan pribadi.

Jangan terlalu mengumbar hal-hal pribadi di jejaring sosial, apalagi sesuatu yang

sensitif dan sangat pribadi. Semisal mengenenai keuangan, hubungan percintaan,

tentang kehidupan keluarga, tentang kejengkelan dengan seseorang, nomor

telepon alamat rumah atau tempat tinggal (Marselia, 2017).

b. UU tentang penggunaan media massa

1) UU ITE pencemaran nama baik Pasal 45 ayat 3: Setiap Orang yang dengan

sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah).

2) UU ITE Pelanggaran kesusilaan diatur dalam Pasal 45 ayat 1: Setiap Orang yang

dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

3) UU ITE Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan

kerugian konsumen Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak meyebarkan

berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan erugian konsumen dalam

Transaksi Elektrolit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) sipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ denda paling banyak

RP.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

4) UU ITE Menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau

kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan

antargolongan (SARA) "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak

menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau

permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas

suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal

28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

c. Pandangan islam tentang media massa

Menurut (Aksin, 2016) Praktik etiket dalam bahasa Arab disebut adab atau

tata krama yang bersumber dari Al-Quran dan As Sunnah. Dalam ranah praktis

berteknologi, penyampai informasi juga dituntut memiliki pengetahuan dan

kemampuan etis sebagaimana dituntunkan dalam Al-qur’an ini tercermin dalam

berbagai bentuk ahlakul karimah yang kontekstual dalam menggunakan dan media

sosial, antara lain:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah

darigolongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu burukbagi
kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari merekamendapat

balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara merekayang mengambil

bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”

(QS. An Nur:[24-11 ] )

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orangmukminin

dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri,dan (mengapa tidak)

berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata".(QS. An Nur: [24-12 ] )

DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, R., & Aryanti, R. (2019). Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Perempuan Oleh Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2Tp2a) Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik, 3(1), 28–38.
Aksin, N. (2016). Pandangan Islam Terhadap Pemanfaatan Media Sosial. Jurnal Informatika
Upgris, 2(2), 119–126. https://doi.org/10.26877/jiu.v2i2.1262
Busriyanti. (2012). Islam dan kekerasan terhadap perempuan. Religió: Jurnal Studi Agama-
Agama, 2(2), 118–139. Retrieved from
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=520710&val=10655&title=
Islam dan Kekerasan terhadap Perempuan
Hasbi, M. (2015). Kekerasan Terhadap Perempuan: Perspektif Pemikiran Agama Dan
Sosiologi. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 15(2), 389. https://doi.org/10.21154/al-
tahrir.v15i2.270
Kepmenkes. (2020). Standar Profesi Bidan.
Marselia, M. (2017). Etika Dalam Penggunaan Sosia Media. Arteikel Informatika, Teknologi
Informasi.

Anda mungkin juga menyukai