Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERAN ILMU KRIMINOLOGI DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM


KASUS KOPI SIANIDA

DIAJUKAN SEBAGAI
TUGAS MATA KULIAH VIKTIMOLOGI& KRIMINOLOGI

Disusun oleh:

Ruth Adventia Kasianta Bangun 19150053

Jessica Lusiana Sitinjak 211151137

Theresia Rut M.K 19150136

Reinhard Marpaung 19150177

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat, karunia, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
yang berjudul “Peran Ilmu Kriminologi Dalam Penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus Kopi
Sianida”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi
Ilmu Hukum guna memperoleh nilai tugas dari mata kuliah Viktimologi dan Kriminologi pada
Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak terutama
untuk menambah pengetahuan bagi pembaca. Dan penulis berharap jika ada kekurangan didalam
makalah ini, pembaca dapat koreksi serta memberikan masukan kepada penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembaca. Akhir kata,


semoga makalah ini memberikan sebesar-besarnya manfaat untuk kita semua.

Batam, 3 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 5
C. TUJUAN MAKALAH 5

BAB 2 PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KRIMINOLOGI 6
B. KRONOLOGI KASUS 6
C. ANALISIS KASUS 8
D. PERAN ILMU KRIMINOLOGI DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS
KOPI
SIANIDA……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………14

BAB 3 PENUTUP
A.
KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………
…………………………………………16
B.
SARAN………………………………………………………………………………………………………
………………………………………..17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan seseorang memanglah tidak dapat diprediksi. Kematian bisa saja datang
kepada kita kapan pun dan dimana pun. Penyebab kematian seseorang juga beragam, ada yang
sakit, kecelakaan, tiba-tiba meninggal, tindak kejahatan atau kekerasan, dan lainnya. Kejahatan
merupakan fenomena kehidupan masyarakat, karena kejahatan juga masalah manusia yang
berupa kenyataan sosial. Penyebabnya kurang kita pahami, karena dapat terjadi dimana dan
kapan saja dalam pergaualan hidup. Sedangkan naik turunnya angka kejahatan tersebut
tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik ekonomi, budaya dan sebagainya. Kasus
meninggalnya seseorang akibat kejahatan yang menjadi perhatian publik pada tahun 2016 lalu
tertuju pada kasus Pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Kasus ini dikaitkan dengan Motif,
Kesengajaan dan Perencanaan yang mana penuntut umum mendakwakan dengan Pasal 340
KUHP. Dalam Pasal 340 KUHP menyebutkan bahwa, “Barang siapa sengaja dan dengan
rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana,
dengan Pidana mati atau Pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun”. Dari uraikan Pasal tersebut adapun unsur-unsur deliknya yaitu, pertama unsur
barang siapa, kedua unsur sengaja, ketiga unsur rencana dan keempat unsur merampas nyawa
orang lain.

Masalah pembunuhan berencana inipun setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan


yang diakibatkan oleh tingkat pendidikan, moral, akhlak dan agama yang tidak berfungsi lagi
terhadap sesama manusia. Menjadi suatu permasalahan yang luar biasa mengenai adanya
kekerasan dalam lingkup masyarakat apalagi sampai mengakibatkan kematian. Hal ini yang
harus perlu kita hindari dalam menuju masyarakat yang aman, tentram dan damai. Tidak bisa
kita pungkiri dalam kehidupan sekarang bahwa tindak Pidana pembunuhan merupakan suatu hal
yang mudah untuk dilakukan setiap orang, dimana dapat kita ketahui lewat media massa. Hal
yang terpenting dalam menanggulangi tindak Pidana pembunuhan bahwa adanya rasa sadar atau

4
menyadari bahwa tindak Pidana itu merupakan suatu bentuk tindakan yang sangat tidak terpuji di
mata Hukum dan terutama di mata Tuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kriminologi


2. Bagaimana kronologi kasus Pembunuhan Wayan Mirna Salihin?
3. Bagaimana analisa penulis terkait kasus tersebut?
4. Apa peran ilmu kriminologi dalam penegakan hukum pidana dalam kasus kopi sianida?

C. Tujuan Makalah

Dalam membuat makalah ini, penulis mempunyai dua tujuan yaitu untuk memenuhi nilai
salah satu tugas mata kuliah Viktimologi & Kriminologi dan untuk menambah wawasan atau
lebih memahami ilmu kriminologi dan perannya dalam menangani kasus pidana di Indonesia
untuk membangun Indonesia yang lebih maju dan mengurangi tindak pidana yang ada.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriminologi
Kriminologi (criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau non-
normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. Kriminologi disebut sebagai
ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu,
sehingga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi berusaha untuk
memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi
di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain mengapa sampai terdakwa melakukan
perbuatan jahatnya itu.
Kriminologi menurut Enrico Ferri berusaha untuk memecahkan masalah kriminalitas
dengan telaah positif dan fakta sosial, kejahatan termasuk setiap perbuatan yang mengancam
kolektif dan dari kelompok yang menimbulkan reaksi pembelaan masyarakat berdasarkan
pertimbangannya sendiri. Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga
sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi sosial, artinya kejahatan menarik
perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar menusia.
Andaikan seseorang yang oleh masyarakatnya dinyatakan telah berbuat jahat, maka perbuatan
seperti itu bila dilakukan terhadap dirinya sendiri (misalnya mengambil barang miliknya untuk
dinikmati) atau perbuatan tersebut dilakukan terhadap hewan-hewan di hutan bebas (misalnya
menganiaya babi hutan yang ditangkapnya) maka perbuatan itu tidak dianggap jahat dan perilaku
itu tidak menarik perhatian.

B. Kronologi Kasus
Pada rabu, tanggal 6 Januari 2016 telah terjadi sebuah kasus yang diduga merupakan
kasus pembunuhan berencana yaitu meninggalnya Wayan Mirna Salihin yang berumur 27 tahun
setelah meminum es kopi vietnam. Peristiwa ini terjadi saat Mirna, Hani dan Jessica bertemu
pada pukul 17.00 WIB di cafe Olivier yang berada di daerah Grand Indonesia. Mirna bersama
temannya yaitu Hani datang untuk menemui Jessica Kumala Wongso di cafe Olivier yang berada
di daerah Grand Indonesia sekitar pukul 16.40 WIB. Mirna dan Hani datang dengan Jessica

6
yang sudah duduk siap di meja nomor 54 dengan minuman yang sudah siap juga yaitu kopi es
vietnam pesanan Mirna, fashioned sazerac pesanan Hani dan cocktail pesanan Jessica. Dengan
posisi duduk Mirna yang berada ditengah, Jessica berada disebelah kiri, dan Hani berada
disebelah kanan.

Setelah datang Mirna langsung meminum es kopi vietnam, namun mirna merasa ada
sesuatu yang aneh pada minumanya kemudian meminta Hani dan Jessica untuk mencium bau
pada minumannya. Setelah mencium minuman tersebut Jessica berkata bahwa baunya aneh, es
kopi vietnam yang biasanya berwarna coklat namun itu berwarna seperti kunyit. Mirna meminta
untuk dipesankan air putih tetapi Jessica malah hanya pergi untuk memanggil pelayan untuk
datang ke meja mereka. Belum sempat pelayan datang untuk membawakan air putih tersebut
tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya mengeluarkan busa, kejang-kejang, dengan mata setengah
tertutup.Melihat hal tersebut Hani menjadi panik kemudian mengoyangkan tubuh Mirna karena
semakin menjadi kaku kemudian berteriak memanggil pelayan cafe Olivier.

Mirna dibawa ke Dokter klinik Damayanti Grand Indonesia, Mirna dibawa menggunakan
kursi roda ke klinik, Dokter Joshua mengatakan, saat dibawa ke klinik oleh petugas restoran,
tidak ada tanda-tanda yang aneh dari tubuh Mirna. Wanita itu hanya pingsan dan belum
meninggal. "Sadar si enggak, pingsan kayak biasanya, kondisi fisik juga masih ada (hidup),
badan masih hangat, pandangan mata kosong, dan pasien masih bisa interaksi," ucap Joshua di
Klinik Damayanti. "Dan kami pun memberikan penanganan pada umumnya, memberikan
oksigen, mengecek denyut nadi dan pernapasan, penanganan dasar saja. Denyut nadi 80 kali per
menit dan itu normal, pernapasannya juga 16 kali per menit normal," imbuh dia. Kemudian atas
kemauan suaminya Mirna dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo sekitar pukul 18.00 WIB tiba
disana, dua dokter yang menangani Mirna saat itu bernama Prima Yudo dan Ardianto, "Pupil
tidak ada tanda cahaya, tidak ada respon. Bibirsudah pucat. Dia meninggal dalam perjalanan.
Saat diperiksa denyut jantung dan nafas sudah tidak ada," ujar Prima.

Pada awalnya perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian sempat menemui jalan
buntu karena pihak keluarga Mirna yang tidak mengizinkan untuk dilakukannya otopsi terhadap
jenazah Mirna. Namun, setelah dilakukan musyawarah dan dijelaskan oleh pihak kepolisian,
akhirnya pihak keluarga mengizinkan polisi untuk melakukan otopsi. Dari hasil otopsi tersebut
diketahui bahwa terdapat pendarahan di lambung Mirna yang disebabkan oleh zat korosif.

7
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa kematian Mirna tidak wajar. Polisi
kemudian melakukan prarekonstruksi di cafe Olivier pada tanggal 11 Januari 2016 dengan
menghadirkan dua orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Polisi juga meminta keterangan
dari pegawai cafe Olivier . Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil
beberapa saksi termasuk pihak keluarga Mirna yang diwakili oleh ayahnya, juga dua orang
teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Jessica sendiri diperiksa oleh pihak kepolisian sebanyak 5
kali. Jessica tidak hanya dimintai keterangan, namun polisi juga menggeledah rumahnya pada
tanggal 10 Januari 2016.

Polisi diketahui mencari celana yang dipakai oleh Jessica pada saat kejadian. Namun
hingga kini, celana tersebut belum ditemukan. Tidak hanya memeriksa para saksi, polisi pun
meminta keterangan dari para ahli diantaranya ahli IT, hipnoterapi, psikolog, dan psikiater untuk
menguatkan bukti dugaan terhadap pelaku. Kepolisian RI juga meminta bantuan kepada
Kepolisian Federal Australia untuk mendalami latar belakang Jessica selama berada di Australia.

Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi akhirnya
mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala Wongso ditetapkan sebagai
tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 23:00 WIB. Jessica yang diketahui sebagai teman
Mirna yang juga memesankan minuman, ditangkap keesokan harinya di Hotel Neo Mangga Dua
Square, Jakarta Utara, pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 07:45 WIB. Setelah menjalani
pemeriksaan selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica pun ditahan oleh pihak kepolisian. Setelah
melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso pada akhirnya dituntut 20 tahun
penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Dalam tuntutannya,
jaksa menyebutkan bahwas Jessica diyakini terbukti bersalah meracuni Mirna dengan menaruh
racun sianida dengan kadar 5 gram. Jessica disebut menutupi aksinya dengan cara meletakkan 3
kantong kertas di meja nomor 54. Pada 27 Oktober 2016, Jessica Kumala Wongso dijatuhi vonis
pidana penjara selama 20 tahun.

C. Analisis Kasus

Dilihat dari sisi hukum, kasus matinya Mirna termasuk kasus yang multifaset, karena banyak
aspek hukum yang bisa dijadikan bahan analisis. Setidaknya ada tiga dimensi yang dapat

8
digunakan. Dimensi pertama dilihat dari sisi hukum pembuktian, dalam hal ini yang dianalisis
adalah apakah bukti-bukti sudah cukup untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Dimensi kedua
adalah jenis delik yang dilakukan oleh pelaku, apakah delik penganiayaan yang menyebabkan
kematian, pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana, jenis delik ini sangat ditentukan oleh
kadar kesalahan pelaku. Dimensi ketiga adalah dimensi kausalitas. Dalam hal ini analisis hanya
dibatasi pada aspek pembuktian.

Dalam beberapa kali persidangan kasus tersebut telah dihadirkan beberapa saksi ahli untuk
memberikan keterangan terkait dengan keahliannya guna pemeriksaan perkara dan untuk
menemukan bukti tentang penyebab kematian Mirna dan untuk mengetahui bersalah tidaknya
terdakwa Jessica yang dituduh telah melakukan tindak pidana pembunuhan.

Kasus pembunuhan Mirna menjadi sulit dibuktikan mengingat jenazah tidak dilakukan
autopsi. Autopsi merupakan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal.
Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan bagaimana orang tersebut meninggal. Ada
beberapa alasan mengapa jenazah Mirna tidak diautopsi. Alasan pertama, atas permintaan dari
penyidik polisi. Penyidik hanya meminta dilakukan pengambilan dari sampel lambung, empedu,
hati dan urine. Kedua, saat itu jenazah Mirna sudah dalam kondisi diawetkan dan dirias.
Pada kasus tersebut perlu adanya pembuktian apakah Jessica benarbenar bersalah melakukan
pembunuhan. Dalam hukum acara pidana, pembuktian memegang peranan yang sangat penting.
Pada hakekatnya, pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa hukum. Namun tidak
semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana. Apabila ada unsur tindak pidana (bukti
awal telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut dimulai dengan mengadakan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan dan seterusnya. Hukum acara pidana sendiri
menganggap bahwa pembuktian merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan nasib
seorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan
ditentukan dalam proses pembuktian.

Pembuktian merupakan hal yang paling penting pada proses beracara dalam persidangan,
karena pembuktian memuat ketentuan yang berisi pedoman tatacara yang dibenarkan undang-
undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga
merupakan ketentuan yang mengatur yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh
dipergunakan oleh hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Sehubungan dengan hal

9
tersebut, maka para hakim harus selalu berhati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan
mempertimbangkan masalah pembuktian. Hakim harus menilai sampai dimana batas minimum
kekuatan pembuktian atau bewij krachts dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184
KUHAP. Demikian halnya dalam kasus pembunuhan.
Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah dalam proses pembuktian, sebab jawaban
yang akan ditemukan dalam proses pembuktian merupakan salah satu hal yang utama untuk
Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan
bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan tersebut demi tegaknya
kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Selanjutnya pada Pasal 184 ayat (1)
KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa.

Pasal 1 butir 27 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan
dari pengetahuannya tersebut.

Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia mempunyai keahlian khusus
tentangnya. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan ahli.

Pada kasus dengan terdakwa Jessica, ada beberapa saksi ahli yang diajukan oleh penuntut
umum maupun dari pihak Jessica yang memberikan keterangan di depan sidang. Masing-masing
saksi ahli memberikan keterangan seesuai dengan keilmuannya masing-masing. Dari keterangan-
keterangan para saksi ahli tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi hakim untuk
memberikan putusan.

10
Keterangan ahli menjadi sorotan dalam kasus kematian Wayan Mirna Salimin. Polisi telah
menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka pada yang lalu. Mirna dan Jessica
bersahabat dekat, motif asmara diduga ada di balik kasus tragis tersebut. Pengungkapan kasus
kematian Mirna melibatkan banyak saksi. Namun, sejauh yang diketahui, ada enam orang saksi
ahli yang terlibat untuk mengungkap kasus ini, salah satunya adalah Guru Besar Psikologi
Universitas Indonesia Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono. Ahli lain yang dilibatkan ialah
hipnoterapi. Yayat Supriatna dari tim pengacara tersangka Jessica, menyatakan keberatan
terhadap langkah penyidik mengerahkan ahli hipnoterapi untuk memeriksa Jessica dalam kasus
kematian Mirna.

Keterlibatan ahli dalam kasus pidana terkait kematian yang disebabkan racun sangat
diperlukan. Pasal 133 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Terang benderang
ketentuannya bahwa keterangan ahli diperlukan dalam persidangan.

Menurut penjelasan Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang dimaksud dengan keterangan saksi ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Keahlian khusus yang dimiliki oleh seorang saksi ahli tidak dapat dimiliki oleh sembarangan
orang, karena merupakan suatu pengetahuan yang pada dasarnya dimiliki oleh orang tertentu.

Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan
dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau di bidang keahliannya yang ada
hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat
dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi. Apa
yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan dan fakta. Sedang keterangan ahli adalah
suatu penghargaan dan kenyataan dan/atau kesimpulan atas penghargaan itu berdasarkan
keahliannya. Apabila keterangan ahli diberikan pada tingkat penyidikan, maka sebelum
memberikan keterangan, ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu.

Melihat ketentuan sebagaimana diatur KUHAP, terutama pada tahap penyidikan pemeriksaan
ahli tidaklah semutlak pemeriksaan saksi-saksi. Saksi ahli dipanggil dan diperiksa apabila

11
penyidik menganggap perlu untuk memeriksanya (Pasal 120 ayat (1) KUHAP). Maksud dan
tujuan pemeriksaan ahli, agar peristiwa pidana yang terjadi bisa terungkap lebih terang.
Pemeriksaan ahli akan menjadi mutlak manakala jaksa memberikan petunjuk kepada penyidik
untuk dilakukan pemeriksaan ahli.

KUHAP tidak menyebut kriteria yang jelas tentang siapa itu ahli. Dengan perkembangan
teknologi yang semakin pesat maka tidak terbatas banyaknya keahlian yang dapat memberikan
keterangan sehingga pengungkapan perkara akan semakin terang, terutama menyangkut tindak
pidana penyalahgunaan narkotika.

Seorang ahli umumnya mempunyai keahlian khusus di bidangnya baik formal maupun
informal karena itu tidak perlu ditentukan adanya pendidikan formal, sepanjang sudah diakui
tentang keahliannya. Orang yang menjadi ahli setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan
untuk memberikan keterangan sesuai keahliannya tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat
dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undangundang yang berlaku.

Ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua
tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Keterangan ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak
dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat
menguatkan keyakinan hakim. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di
muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-
baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Jika pengadilan menganggap perlu, seorang ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah ahli
itu selesai memberi keterangan. Dalam hal ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah
atau berjanji, maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan
hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat
belas hari.

Keterangan ahli juga dapat dijadikan barang bukti jika berbentuk surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dan padanya. Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
12
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika
hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada
pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan, dicatat dalam berita acara
pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan hakim.

Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum,
tidak perlu dibuktikan lagi. Pada prinsipnya, penggunaan alat bukti saksi dan surat dalam hukum
acara pidana tidak berbeda dengan hukum acara perdata. Baik dalam bentuk maupun
kekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu diketahui dalam perkara pidana yaitu
keterangan ahli, alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa/pelaku.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Menurut Pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk
menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat
hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda, serta instansi lain yang memiliki
kewenangan. Kekuatan keterangan ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk
menggunakannya apabila bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih
membutuhkan alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.

Pasal 183 KUHAP menyatakan, bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang benar-benar
melakukannya.

Hakim mempunyai kebebasan tersendiri dalam memberikan hukuman terhadap setiap


perbuatan yang dilakukan oleh setiap pelaku tindak pidana, meskipun tindak pidananya sama
bukan berarti hukuman yang akan diterima sama, karena hakim mempunyai keyakinan dan
pendapat yang berbeda-beda. Apabila dalam suatu kasus yang diajukan di persidangan dan
hakim tidak menemukan hukumnya dalam peraturan perundang-undangan, maka hakim wajib

13
mencari hukumnya sendiri. Hakim tidak boleh mencari-cari kasus agar diselesaikan di
persidangan karena hakim harus bersikap pasif dalam hal ini.

D. Peran Ilmu Kriminologi Dalam Penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus Kopi Sianida

Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab,
dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran hukum.
Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun
pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian
ini membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan kebijakan dalam
sistem peradilan pidana.

Edwin Sutherland, dalam Principles of Criminology (terbit pertama kali tahun 1934)
menjelaskan kriminologi mempelajari tiga hal, meliputi sebab kejahatan (etiologi kejahatan),
pembentukan hukum (sosiologi hukum), serta pengendalian, pencegahan dan perlakuan terhadap
pelanggar hukum (penologi). Meskipun sangat dipengaruhi oleh sosiologi, kriminologi juga
berakar pada sejumlah disiplin ilmu lain, seperti antropologi, biologi, ekonomi, geografi, sejarah,
filsafat, ilmu politik, psikiatri, dan psikologi. Masing-masing disiplin mengembangkan
pemikiran, sudut pandang, serta metode yang berbeda untuk mempelajari dan menganalisis
penyebab kejahatan dengan berbagai implikasi kebijakan.

Kriminologi adalah disiplin ilmu yang sangat elastis, bukan karena corak
multidisiplinnya saja, tetapi juga karena kejahatan dapat terwujud dalam konteks sosial dan
hukum yang berbeda, di masing-masing tempat dan waktu yang berlainan. Kriminologi
memberikan pemahaman yang holistik mengenai kejahatan. Dengan mendasari pada metode
ilmiah, pengetahuan tentang kejahatan tidak didasari pada akal sehat belaka (common sense).
Sehingga, mempelajari kriminologi berarti melihat fenomena kejahatan dengan pemahaman yang
sebenar-benarnya. Hal ini beralasan karena sering kali pemahaman mengenai kejahatan masih
mengandung sejumlah asumsi yang tidak benar dan tidak berdasar.

14
Perlu waktu yang panjang sampai Jessica bisa ditetapkan sebagai tersangka. Proses yang
dilalui bukanlah proses yang mudah. Namun penyidik bisa menemukan bukti-bukti yang
menunjuk pada tersangka karena penyidik sudah lebih paham tentang ilmu kriminologi. Seberat
apapun sebuah kasus, ilmu kriminologi berperan aktif dalam setiap proses untuk menemukan
tersangka. Namun peran penting kriminologi bukan hanya terletak pada hal tersebut, namun ilmu
kriminologi diharapkan mampu digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan publik (kebijakan
kriminal) atau pengambilan keputusan yang tepat untuk merespons fenomena kejahatan. Bahkan
perkembangan kriminologi kontemporer ditandai dengan kemunculan public criminology, yang
bertujuan untuk menghilangkan sekat antara para akademisi dengan publik secara luas.
Rekomendasi ilmiah dari kriminolog digunakan sebagai dasar pembentukan kebijakan yang
mengedepankan keadilan sosial (social justice) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
(human rights).

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kriminologi (criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau non-
normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. Kriminologi disebut sebagai
ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu,
sehingga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi berusaha untuk
memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi
di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain mengapa sampai terdakwa melakukan
perbuatan jahatnya itu. Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga
sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi sosial, artinya kejahatan menarik
perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar menusia.
Andaikan seseorang yang oleh masyarakatnya dinyatakan telah berbuat jahat, maka perbuatan
seperti itu bila dilakukan terhadap dirinya sendiri (misalnya mengambil barang miliknya untuk
dinikmati) atau perbuatan tersebut dilakukan terhadap hewan-hewan di hutan bebas (misalnya
menganiaya babi hutan yang ditangkapnya) maka perbuatan itu tidak dianggap jahat dan perilaku
itu tidak menarik perhatian.

Ilmu kriminologi diharapkan mampu digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan


publik (kebijakan kriminal) atau pengambilan keputusan yang tepat untuk merespons fenomena
kejahatan. Bahkan perkembangan kriminologi kontemporer ditandai dengan kemunculan public
criminology, yang bertujuan untuk menghilangkan sekat antara para akademisi dengan publik

16
secara luas. Rekomendasi ilmiah dari kriminolog digunakan sebagai dasar pembentukan
kebijakan yang mengedepankan keadilan sosial (social justice) dan penghormatan terhadap hak
asasi manusia (human rights).

B. Saran

1. Terhadap Motif Perencanaan dan Kesengajaan perlu adanya pengaturan lebih lanjut terhadap
hal tersebut, mengingat pengaturan Hukum , tidaklah secara eksplisit disebutkan di dalam
KUHP, melainkan hanya berupa pelebaran makna dari beberapa Pasal yang terdapat di
KUHP
2. Kedepannya seharusnya persfektif Hukum terhadap kesengajaan dan perencanaan
menghilangkan nyawa orang lain lebih harus dapat lebih di edukasi ke masyarakat sehingga
di masa akan datang mampu mencegah terjadinya tindak Pidana penghilangan nyawa orang
lain dengan unsur kesengajaan dan dengan perencanaan yang matang. Dimana harapan
penulis dengan di edukasinya masyarakat mampu untuk lebih berpikir ulang sebelum
melakukan tindak Pidana tersebut.

17

Anda mungkin juga menyukai