Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi adalah ilmu yang memperlajari jiwa/psikis manusia, sehingga
dalam setiap kehidupan manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan
masalah yang dihadapi. Tak terkecuali dalam permasalahan hukum. Di Indonesia,
psikologi kemudian membagi bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis,
perkembangan, psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi
pendidikan, psikologi industri dan organisasi. Pada kenyataannya, di Amerika,
pembagian ini sudah menjadi lebih dari 50 bagian, mengikuti semakin
komplekasnya permasalahan yang dihadapi manusia. Salah satunya adalah
permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya
sering disebut dengan psikologi forensik. The committee on etical Guidelines for
forensic psychology mendefinisikan psikologi hukum sebagai semua bentuk
pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum.1
Begitu luasnya bidang kajian psikologi hukum, maka Blackburn membagi
bidang tersebut menjadi tiga bidang yakni psychology in law, psychology of law,
dan psychology and law. Psychology in law merupakan aplikasi praktis psikologi
dalam bidang hukum seperti psikolog yang diundang menjadi saksi ahli dalam
proses peradilan. Psychology of law, hubungan hukum dan psikologi lebih
abstrak, hukum sebagai penentu perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana
masyarakat mempengaruhi hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi
masyarakat. Psychologi and law, meliputi bidang psycho-legal research yaitu
penelitian tentang individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa,
pengacara, terdakwa.2 Dalam psikologi berusaha menjelaskan proses pencarian
kebenaran dalam perkara pidana.
1
Yusti Probowati, Peran dalam Investigasi Kasus Tindak Pidana, hlm. 1,
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs/article/download/3242/2321. Diakses pada tanggal 20 mei
2017.
2
Ibid, hlm. 2.

1
Hukum pidana merupakan hukum yang masuk ke dalam kategori hukum
publik, yaitu : hukum yang mengatur kepentingan umum. Karena mengatur
tentang kepentingan umum maka negara hadir untuk menjaga ketertiban dan
keseimbangan hukum dalam masyarakat. Hukum pidana sendiri memiliki
pengertian yaitu : Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang beserta ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan
terhadap pelanggarnya. Dalam perkembangannya kebijakan hukum publik negara
juga hadir dalam sengketa yang terjadi pada daerah privat (pribadi) antara orang
perorangan ada persinggungan dengan hukum perdata, maka sebagai pembatas
campur tangan negara munculah delik aduan dalam hukum pidana yang
mewajibkan adanya pengaduan dari yang berhak mengadu. Hukum pidana
merupakan bagian dari hukum publik, dengan konsep ini kepentingan yang
hendak dilindungi oleh hukum pidana adalah kepentingan umum, sehingga
kedudukan negara dengan alat penegak hukumnya menjadi pedoman. Moeljatno
mengatakan dalam bukunya bahwa hukum pidana digolongkan dalam golongan
hukum publik, yang mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau
kepentingan umum.3
Salah satu yang diatur dalam hukum pidana yaitu tindak pidana. Tindak
pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana
disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.4 Pembentuk Undang-Undang kita telah
menggunakan perkataan “Strafbar Feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal
sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa
memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan
perkataan “Strafbar Feit” tersebut.5 Menurut Pompe pengertian strafbaar feit
dibedakan:6
1. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si
3
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Renika Cipta, Jakarta, 2008, hlm.2.
4
Ibid, hlm. 59.
5
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hlm. 181.
6
Ibid, hlm. 91.

2
pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum
dan menyelamatkan kesejahteraan umum;
2. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit”
adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan
dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Salah satu tindak pidana yang dalam prakteknya untuk menyelesaikan
kasus tersebut dibutuhkan ilmu psikologi hukum yaitu tindak pidana pembunuhan.
Tindak pidana pembunuhan di atur dalam pasal 338 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (yang selanjutnya akan disebut KUHP), adapun tindak pidana
pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Untuk kasus
pembunuhan berencana pada tahun 2016 silam terdapat kasus yang berhasil
menyita perhatian masyarakat Indonesia. Yaitu kasus pembunuhan Mirna Wayan
Solihin yang terbukti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilakukan oleh Jessica
Kumala Wongso. Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, kronologi
pembunuhan Mirna sebagai berikut:7
“Kematian Wayan Mirna Salihin menjadi perhatian publik sejak 6
Januari lalu. Wanita berusia 27 tahun itu dinyatakan keracunan senyawa
sianida yang terkadung dalam segelas es kopi Vietnam yang ia minum
saat bertemu dua rekannya, Jessica Kumala Wongso dan Hani di
Restoran Olivier, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta. Otoritas
Polda Metro Jaya yang mengambil alih kasus kematian Mirna dari Polres
Jakarta Pusat menyatakan, sianida yang masuk ke tubuh Mirna memang
dapat mengikis jaringan organ secara kimia.‘Penyebab utama kematian
Mirna bukanlah kerusakan lambung yang tanpa sebab, namun diduga ada
zat korosif,’ ujar Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro
Jaya Komisaris Besar Musyafa. Tim forensik yang mengautopsi jenazah
Mirna di Rumah Sakit Polri, Jakarta, memastikan lambung Mirna rusak.
Zat korosif tersebut mereka ketahui, antara lain dari reaksi Mirna setelah
mencecap kopi, yaitu mulut yang mengeluarkan buih dan tubuh yang
menegang.”

Jessica diduga melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan hal tersebut
terbukti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pada saat menjalani proses
perkara beberapa sikap Jessica yang terlihat tenang mengundang banyak tanya,
karena itulah Jessica di periksa kondisi kejiwaannya oleh ahli psikologis dan ahli
7
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160201085309-12-107972/kronologi-kasus-
mirna-hingga-penahanan-jessica/ diakses pada tanggal 20 Mei 2017.

3
psikologis tersebut di undang pada saat di persidangan untuk memberikan
keterangan.
Kasus Jessica merupakan salah satu kasus yang membutuhkan ilmu
psikologi hukum dalam menyelesaikannya. Dan dalam hal ini penulis tertarik
membahas lebih lanjut mengenai kasus Jessica yang di tinjau dari segi psikologi
hukum. Karena itulah penulis membuat makalah ini dengan judul “ANALASIS
KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH
JESSICA KUMALA WONGSO DITINJAU DARI PSIKOLOGI HUKUM”

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah keterangan saksi ahli mengenai kondisi kejiwaan Jessica?
2. Bagaimanakah penyelesaian kasus pembunuhan berencana yang dilakukan
oleh Jessica jika ditinjau dari psikologi hukum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keterangan ahli mengenai kondisi kejiwaan Jessica.
3. Untuk mengetahui penyelesaian kasus pembunuhan berencana yang
dilakukan oleh Jessica ditinjau dari psikologi hukum.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keterangan saksi ahli mengenai kondisi kejiwaan Jessica


Pada saat di persidangan yakni pada tanggal 15 Agustus 2016
diagendakan pemeriksaan dua saksi. Mereka adalah Ahli Psikologis Klinis
Universitas Indonesia (UI) Antonia Ratih Andjayani dan Asisten Rumah
Tangga Jessica. Namun yang hadir di persidangan hanya Ratih ahli psikolog
yang memeriksa kondisi kejiwaan Jessica pasca Jessica ditetapkan sebagai
tersangka oleh Polda Metro Jaya. Ratih mengungkapkan enam fakta baru
tentang Jessica yaitu :8
1. Bukan Psikopat atau Kepribadian Ganda
Ayahanda Mirna, Darmawan Salihin pernah mencurigai Jessica
menderita kelainan jiwa seperti psikopat dan berkepribadian ganda.
Namun dari hasil penelitian Ratih terhadap Jessica, kondisi kejiwaan
terdakwa pembunuh Mirna itu sehat dan normal. Tak ada indikasi
seperti yang disebutkan Darmawan. Yang bersangkutan tidak
menampilkan adanya indikasi berkepribadian ganda dan tidak
ditemukan adanya kemungkinan yang bersangkutan bisa dirujukan
menjadi psikopat. Ratih menjelaskan, pengertian psikopat adalah
seseorang yang daya empatinya tidak berkembang secara sehat atau
jika diukur dengan angka hasilnya nol. Dalam hubungan dengan
orang-orang sekitar, seorang psikopat tidak dapat merasakan emosi
orang lain. Bisa juga bersikap dingin atau nuraninya tidak
berkembang.
2. Tidak Memiliki Kelainan Seksual
Pada awal kasus kematian Mirna mencuat di media massa,
terselenting isu motif Jessica membunuh Mirna karena cemburu
mengetahui Mirna sudah menikah dengan Arief Soemarko. Disebut

8
http://news.liputan6.com/read/2578599/6-fakta-baru-kepribadian-jessica-wongso
diakses pada tanggal 23 mei 2017.

5
-sebut kedekatan Mirna dan Jessica lebih dari sekedar relasi
pertemanan. Namun Jessica sedari awal membantah penyuka sesama
jenis. Alibi terkuatnya adalah dia memiliki pacar laki-laki selama
tinggal di Sydney Australia. Ratih berpendapat, secara kasat mata tak
nampak indikasi Jessica seorang lesbian. Hemat Ratih, orientasi
seksual Jessica masih kepada laki-laki. Namun Ratih menyarankan
hakim untukenanyakan hal tersebut kepada ahli psikologi seksual, jika
ingin mengetahui keakuratan analisa orientasi seksual Jessica. Secara
kasat mata tidak terlihat adanya kelainan seksual. Tapi harus digali
lebih dalam lagi dengan melibatkan psikolog seksual.
3. Berkepribadian Amorous Narcissistic
Jessica Kumala Wongso memiliki tipe kepribadian yang dalam dunia
psikologi disebut Amorous Narcissistic. Ahli Psikologi dari
Universitas Indonesia (UI) Antonia Ratih Andjayani menjelaskan
orang dengan tipe kepribadian tersebut memiliki karakteristik haus
perhatian dan pujian dari orang-orang di sekitarnya. Menyukai adanya
admirasi, pemujaan, penerimaan, kekaguman menjadi kebutuhan
orang dengan kepribadian narsisistik. Narsisistik di sini berkaitan
dengan bagaimana dia butuh keberadaannya diakui dengan
achievement dia, prestasi, pencapaian-pencapaian yang dimiliki.
Kebohongan yang rumit untuk berdalih, mengalihkan topik dari satu
hubungan ke hubungan yang lain. Dan hal tersebut, kata Ratih, terjadi
saat ia memeriksa Jessica selama 6 jam di Markas Polda Metro Jaya
pasca Jessica menjadi tersangka. Ada hal-hal yang ditemukan tidak
sinkron. Ketika dibilang dia orangnya pemaaf, dalam pertanyaan yang
berikutnya itu bisa berbeda. Ketika masuk dalam pola relasi, jawaban-
jawaban Jessica itu sifatnya yang sangat common (umum). Jadi tidak
bisa masuk sampai detail ke dalam.
4. Minum Cocktail Hanie
Fakta baru, Jessica mencicipi cocktail yang ia beli untuk Hanie lalu
menyisakan. Ratih mempersilakan masyarakat menilai seperti apa

6
sifat Jessica dengan perilakunya yang seperti itu. Setelah cocktailnya
habis, Jessica minum cocktail Hanie. Sebenarnya cocktail orang
diminum, itu tidak sopan. Semestinya dia bisa memesankan ulang
untuk teman-temannya. Karena dia minum jatahnya Hanie, lalu dia
tidak menghabiskannya, lalu dia menggeser minumannya untuk
Hannie. Ratih berpendapat semestinya Jessica tidak berbuat seperti itu
jika tulus beritikad baik kepada teman-temannya. Seharusnya Jessica
memberikan yang terbaik jika ingin menteraktir teman-teman
lamanya. Mestinya dia tidak mencemari dengan cara dicicipi.
Kalaupun iya, bisa pesan ulang. Pesan (minuman) sejam sebelumnya
pun sebenarnya akan membuat rasa minuman berkurang kualitasnya.
5. Tak Suka Asmara Masa Lalu Diungkit
Ratih mengaku pernah mendapat perilaku ketus dari Jessica Kumala
Wongso, saat dirinya menyinggung masa lalu dan hubungan asmara
Jessica. Semula, kata Ratih, Jessica aktif dan responsif menjawab
pertanyaan-pertanyaan seputar dirinya sendiri. Ekspresi Jessica
berubah 180 derajat, yang tadinya ramah, tadinya cukup kooperatif,
langsung tampak berubah dingin dan ketus, dan bahasa tubuh yang
kakinya ke arah Ratih masih terbuka lalu kemudian tertutup dan hal
tersebut merupakan gestur yang mengisyaratkan menolak. Sebagai
psikolog, naluri Ratih untuk mengetahui lebih jauh alasan Jessica
menolak menceritakan hubungan asmara dan masa lalunya muncul.
Namun hasilnya nihil, karena Jessica tetap pada pendiriannya untuk
bersikap antipati. Akhirnya Ratih menyudahi observasi dan
menjadikan sikap antipati Jessica sebagai catatan untuk timnya, agar
memperdalam masalah masa lalu dan cerita hubungan pribadi Jessica
lebih jauh. Ada hal-hal yang tidak bisa digali oleh ratih sebagai saksi
ahli, terutama tentang permasalahan hubungan, masa lalu, emosi lebih
dalam, itu tidak mampu tergali. Dan hal tersebut menjadi pertanyaan
besar. Ratih menyerahkan ke tim psikolog selanjutnya untuk meneliti
lebih lanjut.

7
6. Di Balik Senyum dan Ketenangan Jessica
Jessica yang kini terancam hukuman penjara seumur hidup bahkan
bisa dikenakan hukuman eksekusi mati karena didakwa membunuh
temannya sendiri, Wayan Mirna Salihin, nampak santai menjalani
persidangan atas dirinya. Ekspresi Jessica yang tidak seperti biasa itu
diamati oleh Hakim Anggota Binsar Gultom. Ratih kemudian
menyampaikan analisanya bahwa Jessica memiliki kepribadian
narsistik. Dimana ia sangat suka menjadi pusat perhatian. Terkait latar
belakang Jessica mampu bersikap santai saat persidangan, Ratih
beranggapan Jessica menikmati perhatian masyarakat atas dirinya.
Merujuk pada hasil analisa yang telah dilakukan oleh tim psikolog,
kita berbicara tentang personality profile. Menjadi center of attention
memberikan enerji kepada Jessica. Ratih mengatakan lebih lanjut,
kesenangan Jessica saat berhasil mencuri perhatian publik adalah ciri
khas dari karakter pribadi narsistik.

B. Analisis penyelesaian kasus pembunuhan berencana yang dilakukan


Jessica ditinjau dari psikologi hukum
Pada Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dinyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila


dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah
yang bersalah melakukannya”

Dalam hal ini kasus Jessica termasuk kasus yang sulit karena kepolisian dan
kejaksaan sulit menemukan bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa
Jessica merupakan pelaku pembunuhan berencana. Namun pada saat di
persidangan, dihadirkan saksi ahli psikologis untuk nantinya keterangan dari
saksi ahli menjadi salah satu alat bukti bagi hakim agar dijadikan dasar

8
pertimbangan. Selain itu juga akan membantu meyakinkan hakim apakah
terdakwa bersalah atau tidak.
Dalam kasus Jessica, saksi ahli yang dihadirkan adalah ahli psikolog
klinis, dan saksi ahli tersebut menjelaskan mengenai kondisi kejiwaan Jessica
(yang telah di jelaskan sebelumnya). Hal ini sangat penting untuk membantu
hakim dalam memutus perkara, terutama berkaitan dengan pertanggung
jawaban pidana. Untuk seseorang yang melakukan pembunuhan berencana,
Jessica termasuk tersangka yang menanggapi semua hal dengan tenang. Karena
hal itulah diperlukan ahli psikologis untuk membantu menganalisa apakah
Jessica memiliki kelainan kejiwaan atau tidak. Karena ada beberapa kelainan
jiwa yang menyebabkan orang yang melakukan tindak pidana tidak bisa
dipertanggung jawabkan kepadanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 44 KUHP
yang menyatakan:
“(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau
terganggu karena penyakit, maka Hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu
tahun sebagai waktu percobaan
(3) Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri”

Setelah dianalisa oleh ahli psikologi, kondisi kejiwaan Jessica tidak


berpengaruh terhadap pertanggung jawaban pidana. Karena beberapa fakta
mengenai kondisi kejiwaan Jessica (yang telah dibahas sebelumnya) tidak
termasuk ke dalam pasal 44 KUHP sebab seperti yang telah dibahas
sebelumnya bahwa sifat tenang yang dimiliki Jessica setelah dianalisa
merupakan salah satu sifat narsistik. Dan hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap pertanggung jawaban pidana yang diterima oleh Jessica sebab Jessica
termasuk ke dalam orang yang cakap untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya.
Dan pada akhir putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jessica di putus
bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan di kenakan

9
hukuman 20 tahun penjara. Dalam putusan tersebut juga tidak luput dari
pertimbangan hakim mengenai alat bukti petunjuk yakni keterangan saksi ahli
di persidangan yang mana ahli tersebut merupakan ahli psikologi. Hal ini
membuktikan bahwa psikologi hukum membantu dalam menyelesaikan kasus
pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Jessica. Dan hal tersebut termasuk
ke dalam Psychology in law yaitu aplikasi praktis psikologi dalam bidang
hukum seperti psikolog yang diundang menjadi saksi ahli dalam proses
peradilan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Ratih yang merupakan saksi ahli di persidangan Jessica
menyatakan bahwa terdapat 6 fakta mengenai kondisi kejiwaan Jessica yaitu
yang pertama, Jessica bukan psikopat atau kepribadian ganda karena yang
bersangkutan tidak menampilkan adanya indikasi berkepribadian ganda dan
tidak ditemukan adanya kemungkinan yang bersangkutan bisa dirujukan
menjadi psikopat. Yang kedua yaitu Jessica bukan penyuka sesama jenis, dan
alibi terkuatnya adalah dia memiliki pacar laki-laki selama tinggal di Sydney
Australia. Yang ketiga yaitu Jessica berkepribadian Amorous Narcissistic, hal
itu terbukti saat Jessica diperiksa selama 6 jam oleh Ratih. Yang ke empat yaitu
Jessica meminum Cocktail Hanie, dan hal tersbeut menurut Ratih merupakan
hal yang tidak sopan. Yang ke lima Jessica tidak menyukai hubungan asmara
masa lalunya diungkit. Dan yang ke enam adalah dibalik senyum dan
ketenangan Jessica dalam menghadapi persidangan merupakan salah satu sifat
Jessica yang mempunyai sifat narsistik.
Setelah dianalisa oleh ahli psikologi, kondisi kejiwaan Jessica tidak
berpengaruh terhadap pertanggung jawaban pidana. Karena beberapa fakta
mengenai kondisi kejiwaan Jessica (yang telah dibahas sebelumnya) tidak
termasuk ke dalam pasal 44 KUHP sebab seperti yang telah dibahas
sebelumnya bahwa sifat tenang yang dimiliki Jessica setelah dianalisa
merupakan salah satu sifat narsistik. Dan hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap pertanggung jawaban pidana yang diterima oleh Jessica sebab Jessica
termasuk ke dalam orang yang cakap untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya.

11

Anda mungkin juga menyukai