Anda di halaman 1dari 20

KARYA TULIS ILMIAH BAHASA INDONESIA

KRISIS TOLERANSI DALAM PEMILIHAN UMUM 2019

Disusun oleh:
Nadia Madarina Said 042011333097
Rahayu Diva Davina 042011333248
Rika Nurdiana 042011333101
Naura Aisy Mardiana 042011333106
Stephanie Alda Gunawan 042011333115
Benedikta Tiara Noveliane 042011333122
Ruth Stephanie Tambun 042011333125
Sherita Adventy Mustika 042011333247
Ayu Vaya Romadhon 042011333249

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI S-1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahabaik karena atas karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah “Krisis Toleransi dalam Pemilu 2019”
dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tugas makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia.
Selain itu, makalah ini disusun untuk menambah dan memperluas wawasan mengenai masalah
krisis toleransi dalam pemilu serta mengembangkan apresiasi siswa mengenai proses
penyelesaian masalah intoleransi.

Karya ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, kami telah berupaya untuk membuat
karya ilmiah ini dengan baik. Namun, kami menyadari masih ada kekurangan dalam karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka, kami mengundang pembaca agar dapat
memberikan saran dan kritik yang dapat membangun untuk selanjutnya._______________

Akhir kata, kami berharap agar karya tulis ilmiah mengenai intoleransi pada saat pemilu
2019 dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Surabaya, 16 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI......………………………………………………………………………………. iii
DAFTAR DIAGRAM..……………………………………………………………………….. iv
ABSTRAK……………………………………………………………………………………... v
ABSTRACT…………………………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………… 2
1.4 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………… 2
1.4.1 Toleransi……………………………………………………………………... 2
1.4.2 Intoleransi dalam Pemilu…………………………………………………….. 3
BAB II MANFAAT DAN METODE PENELITIAN
2.1 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………. 6
2.2 Metode Penelitian………………………………………………………………….. 6
2.2.1 Jenis Penelitian………………………………………………………………. 6
2.2.2 Sumber Data…………………………………………………………………. 6
2.2.3 Tahapan Penelitian…………………………………………………………... 7
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Studi Pustaka………………………………………………………………… 8
3.2 Pembahasan………………………………………………………………………... 9
3.2.1 Penyebab Sulitnya Penerapan Toleransi dalam Pemilu……………………… 10
3.2.2 Alasan Masyarakat Intoleran Terhadap Beberapa Paslon……………………. 10
3.3.3 Solusi Intoleransi dalam Pemilu di Indonesia………………………………... 11
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….. 12
4.2 Saran………………………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………. 13

iii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 3.1.1.1 Responden Muslim Terhadap Paslon…………………………………… 9
Diagram 3.1.1.2 Responden Non-Muslim Terhadap Paslon……………………………… 9

iv
ABSTRAK
Salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah intoleransi. Salah satu intoleransi
yang ada di Indonesia adalah intoleransi politik. Intoleransi politik dapat memecah belah
bangsa. Atas dasar inilah karya tulis ilmiah “Krisis Intoleransi dalam Pemilihan Umum 2019”
dibuat. Ada pun tujuan yang dibuat dalam makalah ini adalah untuk mengetahui alasan sulitnya
intoleransi, kondisi intoleransi, dan penyelesaiannya. Diharapkan pula melalui karya tulis
ilmiah ini, mahasiswa dapat memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dan masyarakat
dapat sadar akan intoleransi dalam politik di Indonesia. Dengan demikian, penelitian dilakukan
dengan metode kualitatif studi pustaka dengan menggunakan data Lembaga Survei Indonesia.
Oleh karena itu, perlu untuk mendalami data atau literatur yang termuat dalam data yang terkait
dengan fenomera intoleransi politik atau pemilu di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah
intoleransi politik atau pemilu di Indonesia disebabkan oleh lemahnya penegak hukum,
pendidikan kewarganegaraan, dan kesadaran masyarakat akan hal ini. Maka, solusi yang dapat
dilakukan adalah dengan memberlakukan asas luber judil, menyadarkan masyarakat akan
bahaya intoleransi, dan menegakkan hukum.

Kata Kunci : intoleransi, pemilihan umum

v
ABSTRACT
One of the intolerances in Indonesia is political intolerance. Political intolerance can
divide a nation. It is on this basis that the scientific paper "The Crisis of Intolerance in the 2019
General Election" was made. The purpose of this paper is to find out the reasons for the
difficulty of intolerance, the condition of intolerance, and its resolution. Thus, the benefit is
that students can fulfill assignments in Indonesian courses and the public can be aware of
intolerance in Indonesian politics. The research was conducted using a qualitative literature
study method using data from the LSI. Therefore, it is necessary to study the data or literature
contained in the data related to the phenomenon of political intolerance or elections in
Indonesia. The result of this research is that political or election intolerance in Indonesia is
caused by weak law enforcement, civic education, and public awareness of this matter. The
solution that can be done is to apply the principle of overflow judil, make the public aware of
the dangers of intolerance, and enforce the law.

Key word: Intolerances, general election

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah yang sering dijumpai oleh masyarakat Indonesia adalah intoleransi.
Menurut KBBI, intoleransi berasal dari awalan in yang berarti tidak dan kata dasar toleran
yang berarti sikap menghargai pandangan yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri.
Sikap intoleransi secara tidak langsung dapat memecah belah bangsa Indonesia.
Padahal, negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yaitu negara yang berkedaulatan
rakyat. Prinsip demokrasi ini seharusnya ditanamkan kepada warga negara Indonesia
dalam melaksanakan kegiatan politik agar mencapai mufakat. Intoleransi merupakan
bentuk nyata penyimpangan sila Pancasila, khususnya sila ke-3 yang berisi persatuan
Indonesia. Padahal, Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Jika dasar negara sudah tidak
berlaku lagi bagi bangsa Indonesia, hal tersebut akan mengakibatkan kegagalan bahkan
kehancuran suatu negara.
Intoleransi sering muncul dalam kegiatan politik, seperti pemilihan umum pada
tahun 2019. Terdapat faktor-faktor pendorong intoleransi dalam pemilihan umum.
Pertama, timbul rasa ketidakpercayaan antar golongan. Kedua, adanya fanatisme
perbedaan keyakinan. Ketiga, pengaruh penggunaan media sosial. Hal ini mengakibatkan
hilangnya rasa persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, dan rasa menghormati hak setiap
orang bagi bangsa Indonesia. Hal ini juga menjadi ancaman internal bagi bangsa
Indonesia.
Intoleransi memang sudah menjadi sebuah masalah yang sering terjadi pada
kehidupan masyarakat sehari-hari. Dunia politik, khususnya dalam pemilu, tidak lepas dari
masalah intoleransi yang mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, dalam makalah
ini kami ingin membahas lebih dalam mengenai masalah intoleransi yang sering terjadi
dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang membuat masyarakat Indonesia sulit untuk menerapkan konsep toleransi
dalam pemilu?
2. Mengapa masyarakat tidak dapat mentoleransi berbagai paslon dalam pemilu
padahal sudah ada regulasi yang mengatur hal tersebut?

1
3. Bagaimana jika masyarakat tidak dapat menerima perbedaan pendapat dalam
pemilihan suara?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui alasan sulitnya masyarakat menerapkan sikap toleransi dalam kegiatan
pemilu.
2. Mengetahui kondisi intoleransi di Indonesia sebagai negara demokrasi dalam
kegiatan pemilu.
3. Mengetahui cara-cara penyelesaian masalah intoleransi dalam pemilu.
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Toleransi
Menurut KBBI, toleran merupakan bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri. Menurut Halim (Hanifah, 2010:5), dalam Ramdhani
(2013:10), toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerantia, berarti kelonggaran,
kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran.
Cambridge International Dictionary of English (2001: 1533) dalam
Maulana (2017:21) mengartikan toleransi sebagai kemauan seseorang untuk
menerima tingkah laku dan kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki meskipun
ia mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya.
Winarni (2012:79) dalam Ramdhani (2013:11) berpendapat bahwa
toleransi dalam arti luas dapat dipahami sebagai menerima perbedaan. Sejalan
pendapat Winarni, Knauth dalam Winarni (2012:79) menjelaskan bahwa toleransi
secara luas dianggap sebagai nilai umum bersama yang sangat diperlukan untuk
menjamin kohesivitas masyarakat majemuk.
Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai kemauan atau kelembutan hati
seseorang untuk menerima perbedaan yang dimiliki oleh orang lain meskipun ia
mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya untuk menjamin kohesivitas
masyarakat majemuk.
Winarti (2012:79) dalam Ramdhani (2013:11) berpendapat bahwa
toleransi dapat terjadi dengan didasari oleh dua kondisi, yaitu :
1. harus ada situasi perbedaan atau pluralitas
2. harus ada beberapa alasan untuk pasif atau aktif menerima (bahkan menghargai)
situasi perbedaan.
2
Hanifah (2010:15) dalam Ramdhani (2013:12) menyebutkan bahwa ada
dua model toleransi, pertama, toleransi pasif, yaitu sikap menerima perbedaan
sebagai sesuatu yang bersifat faktual, kedua, toleransi aktif, yaitu sikap toleransi
yang melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan dan keragaman.
Shiftung (Winarni, 2012:82) dalam Ramdhani (2013:12) menjelaskan
bahwa terdapat tiga prinsip toleransi. Pertama, terdapat prinsip prekondisi, prinsip
ini menjelaskan bahwa masalah toleransi hanya dibesarkan dalam situasi konflik di
mana nilai-nilai atau norma dipertanyakan, dilanggar, atau dikonfrontasikan. Kedua,
prinsip prosedur, prinsip ini menjelaskan bahwa toleransi ditandai dengan tidak
adanya kekerasan dalam mengasosiasikan konflik. Ketiga, prinsip motivasi,
menjelaskan bahwa hak yang sama atas kebebasan sangat penting untuk toleransi.
1.4.2 Intoleransi dalam Pemilu
Saddam (2019:1) menjelaskan bahwa Kata intoleransi berasal dari
prefik in- yang memiliki arti tidak dan kata dasar toleransi yang memiliki arti sifat
atau sikap toleran, kemauan seseorang untuk menerima tingkah laku dan
kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki. Sehingga intoleransi dapat diartikan
sebagai ketidak inginan seseorang untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan
orang lain yang berbeda dari yang ia miliki.
Sullivan, dkk. (1979) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25)
mengartikan intoleransi politik sebagai ketidakmauan individu untuk mengizinkan
ide dan gagasan dari kelompok yang tidak disukainya dapat berpartisipasi dalam
aktivitas politik. Dalam hal ini, aktivitas politik yang dimaksudkan adalah dimulai
dari hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan


Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilihan umum merupakan sarana untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih

3
berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Zuhro (2019:70) berpendapat bahwa pelaksanaan pemilihan umum pada


dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang
meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya
dalam hak politik.
Robbi (2016:3) berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat dalam
pemilihan umum memungkinkan terfasilitasinya kepentingan atau kebutuhan yang
diinginkan dalam rangka perbaikan kehidupan melalui pemerintahan yang dipilih
sendiri oleh masyarakat. Ketidakterlibatan dalam proses ini berarti menghilangkan
satu kesempatan bagi terbentuknya suatu pemerintahan yang bersumber dari apa dan
bagaimana kehendak masyarakat. Namun, masalah penting yang sering dihadapi
dalam pemilihan umum adalah adanya intoleransi politik. Lusiana (2004) dalam
Robbi (2016:3) mengungkapkan bahwa dalam proses transisi demokrasi maka yang
muncul adalah radikalisme dan anarkisme politik yang merupakan gejala intoleransi.
Intoleransi politik merupakan ancaman paling serius bagi terciptanya sistem
demokrasi.
Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI)
(2019) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25) menyatakan bahwa terdapat
empat faktor yang memperkuat terjadi intoleransi politik di Indonesia, yaitu
religiusitas, media sosial, fanatisme, dan sekularisme. Penelitian LIPI ini juga
mengungkapkan bahwa religiusitas akan menimbulkan fanatisme keagamaan yang
tinggi sehingga menyebabkan tingkat ketidakpercayaan yang tinggi terhadap
pemeluk agama lain. Hal tersebut menjadi pendorong munculnya intoleransi politik
dalam masyarakat.
Sullivan (1981) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25)
mengemukakan aspek-aspek yang dapat memicu terjadinya intoleransi politik
adalah,
1. determinan sosial yang meliputi usia, status sosial, tingkat pendidikan, dan
keberagamaan.
2. determinan psikologis yang meliputi variabel-variabel kepribadian seperti harga
diri, aktualisasi nilai, dogmatisme agama, serta kepercayaan pada orang lain.

4
3. determinan politik yang mencakup konservatisme, norma-norma umum, dan
persepsi terhadap ancaman.
Newton (2001) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25)
berpendapat bahwa kepercayaan politik atau kepercayaan terhadap pemerintah
maupun institusi politik dapat memengaruhi toleransi politik dari seorang individu.
Kepercayaan politik dianggap penting sebab dapat digunakan sebagai indikator
dalam memastikan bahwa elemen-elemen politik yang ada memiliki kapabilitas
yang baik.

5
BAB II
MANFAAT DAN METODE PENELITIAN
2.1 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dari “Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019” diharapkan
dapat memberi manfaat ke semua pihak, terutama :
1. bagi penulis
a. memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
b. mempelajari lebih dalam mengenai intoleransi, khususnya dalam bidang
politik di Indonesia
c. memperdalam pengetahuan dalam penulisan karya ilmiah
d. mengamalkan ilmu yang sudah didapat pada saat mata kuliah Bahasa
Indonesia
2. Bagi masyarakat umum
a. dapat menyadarkan masyarakat akan ketidaktoleran Indonesia dan hal
tersebut harus dihilangkan
b. menambah wawasan mengenai kondisi intoleransi pada Pemilu 2019.

2.2 Metode Penelitian


2.2.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan pada “Krisis Toleransi dalam
Pemilihan Umum 2019” adalah kualitatif studi pustaka. Studi pustaka adalah metode
penelitian dengan mendalami data atau keterangan dari literatur yang termuat dalam
buku dan website. Peneliti menganggap metode ini tepat untuk menjelaskan kasus
intoleransi pemilu Indonesia pada tahun 2019.

2.2.2 Sumber Data


Data yang diperlukan dalam penulisan ini adalah hal-hal yang berkaitan
dengan fenomena intoleransi pemilu yang ada di Indonesia, kemudian penulis akan
melakukan riset perpustakaan sebagai metode pengumpulan data dengan membaca
dan menelaah berita-berita dan artikel- artikel yang berkaitan dengan masalah
intoleransi pemilu 2019. Adapun artikel yang digunakan untuk diteliti adalah
Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja pada Periode Kedua
Pemerintahan Joko Widodo oleh LSI.

6
2.2.3 Tahapan Penelitian
Penelitian memerlukan tahapan-tahapan yang dapat membantu proses
pelaksanaan penelitian berjalan dengan baik. Tahapan-tahapan penelitian karya
ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1) Pembuatan rancangan penelitian
Pada tahap ini, penulis melakukan penelaahan latar belakang terjadinya
intoleransi pada saat pemilu di Indonesia pada tahun 2019. Lalu, melalui
latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan masalah.
2) Pelaksanaan penelitian
Pada tahap ini, penulis melakukan pencarian sumber-sumber informasi.
Sumber informasi yang digunakan adalah buku, artikel dan berita melalui
website, dan sumber lainnya yang dapat membantu proses penelitian ini.

7
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan tentang hasil studi pustaka “Krisis Toleransi dalam
Pemilihan Umum 2019” berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diteliti menggunakan
metode kualitatif studi pustaka.

3.1 Hasil Studi Pustaka


3.1.1 Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019
Data penelitian kami peroleh dari hasil survei oleh Lembaga Survei Indonesia
(LSI) yang bekerja sama dengan Wahid Institute pada 8 – 17 September 2019. Survei
melibatkan seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam
pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah
menikah ketika survei dilakukan. populasi tersebut dipilih secara random (multistage
random sampling) dengan 1.550 responden sebagai sampel basis. Batas kesalahan dari
ukuran sampel tersebut sebesar ± 2.5% pada tingkat kepercayaan 95% (dengan asumsi
simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh
pewawancara yang telah dilatih. Kualitas kontrol terhadap hasil wawancara dilakukan
secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali
mendatangi responden terpilih (spot check).
Secara umum, belum ada perbaikan dalam indikator intoleransi berpolitik. Hal
ini juga berkaitan dengan intoleransi beragama. Dibanding 2018, intoleransi cenderung
stagnan. Jika dibandingkan 2017 dan 2016, tampak situasi yang lebih buruk, khususnya
dalam intoleransi politik.
Adapun hasil dari survey terhadap responden muslim dan nonmuslim sebagai
berikut.

8
Diagram 3.1.1.1 responden muslim terhadap calon pemimpin

Diagram 3.1.1.2 responden nonmuslim terhadap calon pemimpin


Sebagian besar non-Muslim tidak keberatan jika warga Muslim menjadi
walikota/bupati, gubernur, wakil presiden maupun presiden. Persentase non-Muslim
yang menyatakan tidak keberatan memang tinggi, tetapi jika dibandingkan tahun lalu
tampak terjadi penurunan.

3.2 Pembahasan
Pada bagian pembahasan, kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
termuat dalam rumusan masalah di Bab I berdasarkan hasil yang sudah dikumpulkan.

9
3.2.1 Penyebab Sulitnya Penerapan Toleransi dalam Pemilu
Berdasarkan tulisan Profesor dari Universitas Washington James L. Gibson
yang berjudul Political Intolerance in the Context of Democratic Theory, dasar dari
intoleransi politik adalah pemikiran tertutup dan adanya perasaan terancam. Selain
itu, intoleransi politik terjadi juga akibat adanya majority privilege atau keinginan
kelompok mayoritas untuk diistimewakan.
Munculnya kecenderungan untuk menganggap pemimpin dari latar belakang
yang sama lebih cakap menyebabkan masyarakat semakin sulit menerapkan
toleransi saat pemilu. Manusia secara alami lebih senang memilih orang yang terlihat
sama dengan dirinya karena muncul rasa familiar yang juga melahirkan rasa aman.
Oleh karena itu, calon pemimpin dengan latar belakang yang sama dengan mayoritas
masyarakat lebih mendapat banyak dukungan daripada calon pemimpin yang berasal
dari latar belakang berbeda.
Toleransi politik menjadi lebih sulit diterapkan daripada toleransi dalam
kehidupan sehari-hari. Toleransi dalam kehidupan sehari-hari mengharuskan kita
menghargai dan hidup berdampingan dengan orang yang berbeda. Namun, toleransi
politik mengharuskan kita untuk mau dipimpin oleh seseorang dari latar belakang
yang berbeda. Hal itu menyebabkan masyarakat sulit dalam menerapkan konsep
toleransi dalam pemilu.

3.2.2 Alasan Masyarakat Intoleran Terhadap Beberapa Paslon


Penyebab utama sulitnya mewujudkan toleransi adalah rendahnya
kesadaran hukum masyarakat Indonesia dan penegakan hukum yang masih lemah
dan masih memihak kelompok tertentu. Kesadaran hukum yang lemah, terutama
ketidaktahuan akan nilai-nilai dan implementasi terhadap Pancasila, menyebabkan
masyarakat tidak mengerti pentingnya mewujudkan toleransi. Penegakan hukum
yang lemah dengan berpihak pada masyarakat mayoritas juga menjadi salah satu
penyebab semakin maraknya intoleransi dalam masyarakat. Masyarakat minoritas
yang merasa tertindas akhirnya kehilangan rasa cinta tanah air dan masyarakat
mayoritas menjadi tidak dapat menghargai orang lain. Hal tersebut secara nyata
juga terjadi pada pemilu 2019.
Selain itu, fanatisme suku bangsa atau dikenal juga dengan etnosentrisme
membuat seseorang memandang rendah kebudayaan orang lain. Hal ini
menimbulkan ketidakpercayaan ketika dipimpin oleh seseorang dengan latar
10
belakang berbeda. Akhirnya, timbul kecenderungan dalam masyarakat untuk
memilih pemimpin dari latar belakang yang sama dan menganggap pemimpin
dengan latar belakang yang sama lebih cakap daripada pemimpin dengan latar
belakang berbeda.

3.3.3 Solusi Intoleransi dalam Pemilu di Indonesia


Perlawanan sikap intoleran membutuhkan hukum. Pemerintah sebagai
pembuat kebijakan diharapkan mampu menciptakan hukum yang melarang perilaku
intoleran dan mewadahi serta mendukung perilaku toleransi. Lebih spesifiknya,
pemerintah bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan HAM serta melarang
dan menolak perilaku yang mengandung unsur kebencian dan diskriminasi terhadap
kaum minoritas, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi masyarakat,
maupun individual. Pemerintah harus memberikan keadilan serta bersikap tegas
dalam proses pengadilan atas perilaku intoleran, sehingga masyarakat tidak akan
bermain hakim sendiri dan melakukan kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan.
Selain mempertegas hukum dan peraturan yang berlaku, Pendidikan
Kewarganegaraan juga perlu ditanamkan sejak dini agar masyarakat memahami
nilai-nilai persatuan yang ada dalam Pancasila dan mengerti bagaimana bertoleransi
dengan orang lain. Hal tersebut memerlukan keterlibatan aktif seluruh masyarakat
dan seluruh jajaran pemerintahan agar dapat terwujud sesuai dengan apa yang telah
diharapkan.

11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Intoleransi dalam politik masih sering terjadi di Indonesia. Saat pemilu
berlangsung, banyak masyarakat yang memihak suatu kelompok tertentu dan merasa ingin
diistimewakan. Sikap etnosentrisme juga masih melekat pada masyarakat Indonesia.
Mayoritas masyarakat tidak mau dipimpin oleh pemimpin yang memiliki latar belakang
berbeda dengan mereka. Hal inilah pemicu utama mengapa toleransi dalam politik masih
sulit untuk diwujudkan.

4.2 Saran
Agar intoleransi politik semakin berkurang, kita perlu untuk menegakkan kembali
asas luber jurdil agar jalannya pemilu lebih kondusif dan tidak ada oknum yang dapat
memecah belah masyarakat. Hukum yang ada di Indonesia juga dapat dipertegas. Selain
itu, sebagai warga negara Indonesia, harus bisa menerima pemimpin dari latar belakang
yang berbeda. Hal yang perlu dinilai dari paslon bukanlah latar belakangnya, melainkan
visi dan misinya. Apabila hal ini dapat diwujudkan, hal-hal diskriminatif dan kampanye
hitam bisa hilang dalam pemilu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alkintanov, M. S. (2018a). Mata air keteladanan Muhammad Saddam A.

__________. (2018b). UTS Muhammad Saddam A.

Anonym. (2018, Oktober 18). Pilpres 2019 Dihantam Intoleransi?. Pinterpolitik. Diakses pada
17 November 2020 melalui
https://pinterpolitik.com/pilpres-2019-dihantam-intoleransi

KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Diakses pada 17 November
2020 melalui
https://kbbi.web.id/toleran

Lembaga Survei Indonesia. (2019, November). Tantangan Intoleransi Dan Kebebasan Sipil
Serta Modal Kerja Pada Periode Kedua Pemerintahan Joko Widodo. lsi. Diakses pada 17
November 2020 melalui
file:///C:/Users/Ruth%20Stephanie/Downloads/Rilis%20LSI_Tantangan%20dan%20M
odal%20Kerja%20pada%20Periode%20Kedua%20Jokowi_Okt_2019%20(2).pdf

Maulana, M.A.. 2017. Pelaksanaan Toleransi Keberagaman dalam Proses Pendidikan Agama
di Geeta School Cirebon. OASIS : Jurnal Ilmiah Kajian Islam. 1(2): 21

Prasetya, Eka. (2017, Maret 2). Melawan Intoleran: Semua Berawal dari Diri Sendiri. Diakses
pada 17 November 2020 melalui
https://ksm.ui.ac.id/melawan-intoleran-semua-berawal-dari-diri-sendiri/

Ramdhani, A.M.. 2013. Pengaruh etnosentrisme organisasi mahasiswa ekstra kampus, moral
religius, latar belakang pendidikan terhadap toleransi mahasiswa Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang [skripsi]. Malang (ID) : Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

13
Robbi, F.A.T.. 2016. Komunikasi dan Intoleransi Politik: Sebuah Tinjauan Psikologi
Komunikasi. DIALEKTIKA. 3(1):3

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum


Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah

Wahyu, A.M., dan Said, M.. 2020. Semakin Religius, Semakin Intoleran? Peran Kepercayaan
Politik sebagai Variabel Moderator.Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. 9(1):25

14

Anda mungkin juga menyukai