Anda di halaman 1dari 31

Kasus Kecil

OS Ulkus Kornea Et Causa Fungi

Pembimbing:
dr. Rosalia Septiana W, SpM

Disusun oleh:
Jason
11.2016.276

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 23 JULI 2018 – 25 AGUSTUS 2018

1
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU, KUDUS, JAWA TENGAH

OS ULKUS KORNEA

Nama : Jason
NIM : 11.2016.276
Dr. Pembimbing : dr. Rosalia Septiana W, Sp.M

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. A
Umur : 65 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Anyar, Gajah, Demak
Status : Menikah
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SD
No. RM : 5019XX

II. ANAMNESIS

Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 25 Juli 2018 di ruang Immanuel

Keluhan Utama : Mata kiri nyeri sejak 1 minggu lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 10 hari SMRS, mata kiri pasien terasa nyeri dan terasa ada yang mengganjal
setelah terkena rumput pada saat bekerja di sawah, namun pasien tidak terlalu
memperdulikannya karena hanya nyeri ringan saja. Tidak ada keluhan pandangan kabur atau
mata kemerehan setelah terkena rumput tersebut.

2
Sejak 6 hari SMRS, pasien mulai mengeluhkan mata kiri yang terlihat merah dan nyeri
bertambah berat. Selain mata merah dan nyeri yang bertambah berat, penglihatan pada mata kiri
menjadi kabur dan sulit untuk membaca tulisan, dirasa menganggu aktivitas sehari-hari baik
untuk melihat jauh maupun dekat. Pasien juga mengatakan matanya bertambah nyeri saat
bertambah melihat cahaya yang terang seperti cahaya matahari saat bekerja di sawah. Pasien juga
mengeluhkan matanya sering berair terutama setelah bangun tidur. Tidak ada kelopak mata yang
merah, bengkak dan sulit dibuka. Mata kanan tidak dikeluhkan pasien.

Pasien lalu pergi berobat ke poliklinik mata 2 hari SMRS dengan keluhan mata kiri nyeri,
penglihatan kabur, dan mata berair terutama setelah bangun tidur. Pasien lalu diberikan obat tetes
dan disarakan untuk rawat inap. Pasien datang ke IGD RS Mardi Rahayu pada tanggal 23 Juli
2018 untuk rawat inap. Pada saat ini keluhan pasien sudah berkurang, hanya mengeluhkan
penglihatannya yang buram. Nyeri pada mata kiri sudah mulai berkurang. Pasien memiliki
riwayat trauma terkena rumput pada tanggal 15 Juli 2018. Pasien tidak menggunakan obat tetes
mata sebelumnya dan tidak alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan. Tidak ada riwayat
operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes, vertigo, dan gagal ginjal kronik.
Pasien tidak memiliki riwaya asma, maupun riwayat operasi pada mata. Pasien memiliki riwayat
trauma tertusuk dengan rumput pada mata kiri.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit mata. Tidak ada riwayat
tekanan darah tinggi ataupun kencing manis pada keluarga pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pengobatan ditanggung BPJS

3
III. PEMERIKSAAN FISIK

A. VITAL SIGN

Tekanan dara h : 130/80 mmHg


Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36.9 ᵒC
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 52 Kg
Tinggi Badan : 162 cm

B. STATUS OFTALMOLOGI

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

20/40 Visus 2/60

Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,


Kedudukan bola mata di tengah Kedudukan bola mata di tengah
Bulbus okuli
Enopthalmus (-) Enopthalmus (-)
Exopthalmus (-) Exopthalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)

Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)


Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Blefarospasme (-) Blefarospasme (-)

4
Lagopthalmus (-) Palpebra Lagopthalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)

Edema (-) Edema (-)


Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (-) Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Anemis (-) Anemis (-)

Putih Sklera Putih

Bulat, jernih Bulat, Keruh


Edema (-) Edema (-)
Kornea
Keratik presipitat (-) Keratik presipitat (-)

Infiltrat (-) Infiltrat (-)


Sikatrik (-) Sikatrik (-)

Jernih, dalam Camera Oculi Jernih, dalam


Anterior
Hipopion (-) Hipopion (+)
(COA)
Hifema (-) Hifema (-)

Warna coklat Warna coklat


Edema (-) Edema (-)
Iris
Sinekia (-) Sinekia (-)
Atrofi (-) Atrofi (-)

Reguler, bentuk bulat Reguler, bentuk bulat

Letak sentral Pupil Letak sentral

5
Diameter 3 mm Diameter 3 mm

Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)

Tidak keruh, shadow test (-) Lensa Tidak Keruh, shadow test (-)

Jernih Vitreus Jernih

(+) Fundus Refleks (+)

Papil bentuk bulat, batas tegas, Papil bentuk bulat, batas tegas,
CD ratio 0,3, Macula Lutea (+), CD ratio 0,3, Macula Lutea (+),
Retina
Pelebaran vena (-), Warna Pelebaran vena (-), Warna
orange-kemerahan, A:V = 2:3, orange-kemerahan, A:V = 2:3,
Eksudat (-) Eksudat (-)

Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium 23 Juli 2018

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


Hematologi rutin
Hemoglobin L 11.6.6 g/dL 13.2-17.3 g/dL
Trombosit H 543x103/ul 150-400 x103/ul
LED 1 Jam H 39 0-15 mm/Jam
LED 2 Jam 82
Kimia
Gula darah sewaktu 94 mg/dL 75-110 mg/dL
Imunoserologi
HbSAg Stik Negatif Negatif
Anti HIV Negatif Negatif

6
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan KOH 10 % sediaan hapus pada kornea

V. RESUME

Subjektif:

Sejak 10 hari SMRS pasien mengeluh mata kiri nyeri dan terasa mengganjal setelah
terkena rumput pada saat bekerja di sawah. 6 hari SMRS, mata kiri pasien bertambah nyeri
dan merah. Penglihatan pada mata kiri menjadi buram dan mengganggu aktivitas sehari-hari
baik untuk melihat jarak dekat dan jauh. Mata kiri juga sering berair terutama pada pai hari
setelah bangun tidur. Mata kanan tidak dikeluhkan pasien. Pasien datang ke IGD RS Mardi
Rahayu pada tanggal 23 Juli 2018 untuk Rawat Inap. Pasien memiliki riwayat trauma tertusuk
rumput pada mata kiri pada tanggal 15 Juli 2018. Pasien tidak menggunakan obat tetes mata
sebelumnya dan tidak alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan. Tidak ada riwayat
operasi sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes, vertigo, dan gagal
ginjal kronik.

Objektif:

PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

Visus 2/60

Injeksi siliar (+)


Konjungtiva Infiltrat (+)
Hiperemis (+)

Kornea Bulat, Keruh

Camera Oculi Jernih, dalam


Anterior
Hipopion (+)
(COA)

7
Pemeriksaan penunjang menunjukan anemia.

VI. DIAGNOSIS KERJA


OS Ulkus Kornea ec Fungi

Dasar diagnosis

Keluhan Nyeri pada mata kiri disertai dengan mata merah ringan, fotofobia, mata berair
dan penurunan penglihatan. Pada anamnesis juga didapatkan adanya riwayat trauma dengan
rumput pada mata kiri. Hasil pemeriksaan menunjukkan gejala mata merah dengan
penglihatan turun mendadak dengan ditemukan adanya injeksi siliar, infiltrate dan hiperemis
pada konjungtiva, kekeruhan kornea OS, visus kanan 20/40 dan kiri 2/60, COA dalam dan
ditemukan Hipopion (+) OS.

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. OS Ulkus Kornea ec Bakteri
2. OS Keratitis
3. OS Endoftalmitis

VIII. PENATALAKSANAAN

Promotif

- Memberikan edukasi kepada pasien tentang faktor resiko, pengenalan tanda penyakit,
komplikasi yang dapat terjadi ulkus kornea

Preventif

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna,
gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

8
Kuratif

- Non Medika mentosa :


 Tidak boleh dibebat karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
incubator
 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari

- Medika mentosa:
 Asam Mefenamat 3 x 500 mg/hari
 Amfoterisin B topikal 0,25 mg/ml
 Itrakonazol 1 x 100 mg/hari

Rehabilitatif

- Teratur dan tepat dalam menggunakan obat


- Menggunakan kacamata untuk mengurangi rasa silau

IX. PROGNOSIS

OKULI SINISTRA (OS)


Ad Vitam : Ad bonam

Ad Fungsionam : Ad bonam

Ad Sanationam : Ad bonam

Ad kosmetikan : Ad bonam

X. EDUKASI

- Kontrol pada dokter spesialis mata.


- Gunakan kacamata untuk melindungi mata dari trauma benda asing pada mata.
- Minum dan teteskan obat secara teratur sesuai anjuran dokter.

9
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1,2

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya
ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879
tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari
112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari
komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-
laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

ETIOLOGI

a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeroginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella,
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P. aeruginosa.

10
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Chepalosporium, dan
spesies mikosis fungoides.
 Infeksi Virus : disebabkan oleh virus herpes simplex, varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
 Acanthamoeba
b. Non infeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
 Radiasi atau Suhu
 Sindrom Sjorgen
 Defisiensi Vitamin A
 Obat-obatan
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Lagoftalmus akibat parase N VII
 Trauma yang merusak epitel kornea
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis.2,4-6

PATOFISIOLOGI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak
ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.5

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai

11
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.6

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.2

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.5,7

Gambar 1. Patofisiologi Ulkus Kornea

12
PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit ulkus kornea dibagi menjadi 4 fase :

1. Fase Infiltrasi Progresif


Karakteristik dari tingkat ini aialah infiltrasi sel – sel PMN dan atau limfosit ke dalam
epitel dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi nekrosis dari jaringan yang terlibat
bergantung virulensi agen dan pertahanan tubuh host.

2. Fase Ulserasi Aktif


Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel, membran Bowman,
dan stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif terjadi hiperemia yang mengakibatkan
akumulasi eksudat purulen di kornea. Jika organisme penyebab virulensinya tinggi atau
pertahanan tubuh host lemah akan terjadi penetrasi yang lebih dalam selama fase ulserasi
aktif.

Gambar 2. Ulkus Kornea ulserasi aktif dengan injeksi perikorneal

3. Fase Regresi
Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral dan pertahanan
seluler) dan terapi yang memperbesar respon host normal. Garis batas yang merupakan
kumpulan leukosit mulai timbul di sekitar ulkus, lekosit ini menetralisir bahkan
memfagosit organisme debris seluler. Proses ini disertai vaskularisasi superfisial yang
yang meningkatkan respon imun humoral dan seluler. Ulkus mulai menyembuh dan
epitel mulai tumbuh dari tepi ulkus.8

13
4. Fase Sikatrisasi
Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengn epitelisasi progresif yang membentuk sebuah
penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk jaringan fibrosa yang sebagain berasal
dari fibroblas kornea dan sebagian lagi berasal dari sel endotel pembuluh darah baru.
Stroma menebal dan mendorong permukaan epitel ke anterior. Derajat sikatrik bervariasi,
jika ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel maka akan menyembuh
sempurna tanpa bekas. Jika ulkus melibatkan memran Bowman dan sedikit lamela stroma
superficial maka akan terbentuk sikatrik yang disebut “nebula”. Apabila ulkus melibatkan
hingga lebih dari sepertiga stroma akan membentuk “makula”dan “leukoma”.8

Ulkus kornea dengan perforasi terjadi jika proses ulserasi berlanjut lebih dalam dan
mencapai membran Descemet, membran ini akan mengeras dan membengkak ke luar menjadi
desmatokel. Pada fase ini semua pengerahan tenaga pada pasien seperti saat batuk, bersin, dll.
akan membuat perforasi. Segera setelah terjadi perforasi cairan aqueous akan keluar, tekanan
intra okuler akan turun dan diafragma iris-lensa akan lepas.8

Efek perforasi bergantung pada posisi dan ukuran perforasi. Jika perforasi kecil dan
berlawanan dengan jaringan iris, biasanya akan disumbat oleh jaringan sikatrik dengan cepat dan
menyembuh. Hasil paling umum dari proses ini adalah leukoma adherent.8

KLASIFIKASI ULKUS KORNEA

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:


1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis


b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal

14
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

ULKUS KORNEA SENTRAL


Ulkus kornea sentral biasanya bakteri ( pseudomonas, pneumokok, moraxela liquifaciens,
streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e,coli, proteous), virus (herpes simpleks, herpes
zoster), jamur (candida albikan, fusarium solani, spesies nokardia, sefalosporium, dan
aspergilus).

Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang sehat.
Terdapat factor predisposisi untuk terjadinya tukak kornea seperti erosi pada kornea, keratitis
neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat anestetika, pemakai I.D.U,
pasien diabetes mellitus dan ketuaan.

Pembagian Ulkus kornea akibat penyebabnya :

I. ULKUS KORNEA BAKTERIALIS


- Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.

- Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi
sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal.

- Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan
ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran

15
berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna
kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata
depan dapat terlihat hipopion yang banyak.4

Gambar 3. Ulkus Kornea Bakterialis dan Ulkus Kornea Pseudomonas

- Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi
sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat
dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak
kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding
dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.

II. ULKUS KORNEA FUNGI


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak
yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar
disertai hipopion.4

16
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi dengan Infiltrasi dalam Stroma dan Lesi Satelit

III. ULKUS KORNEA VIRUS


- Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada
mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea
keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk
dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes
zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi
tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan
infeksi sekunder.

- Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan
tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat
hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai
dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.4,6

17
Gambar 5. Ulkus Kornea Dendritik dan Ulkus Kornea Herpetik

IV. ULKUS KORNEA ACANTHAMOEBA


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

ULKUS KORNEA PERIFER

A. Ulkus Marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat
daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelianannya. Dasar kelainannya : suatu
reaksi Hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokus (blefarokonjungtivitis
stafilokokus).

18
Gambar 7. Ulkus Marginal

 PENYEBAB ULKUS MARGINAL


 alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular.
 Pada infeksi local dapat mengakibatkan keratitis kataral marginal, yang biasanya
terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
 Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan
Moraxella (disebut konjungtivitis angular), basil Koch weeks atau proteus
vulgaris.4

 GEJALA KLINIS ULKUS MARGINAL


Biasanya rekuren dengan kemungkinan terdapatnya streptococcus pneumonia,
haemophillus aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia.

19
 Terapi
Antibiotik dengan steroid local dapat diberikan sesudah kemungkinan infeksi
virus herpes simpleks disingkirkan. Pemberian steroid sebaiknya dalam waktu
yang singkat disertai dengan pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.6

B. ULKUS MOOREN
Suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea, dengan bagian tepinya
bergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan
mengenai seluruh kornea.

Merupakan tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia lanjut, sering
disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat pada wanita usia pertengahan.
Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami billateral.4,6

Gambar 8. Ulkus Mooren

20
 MANIFESTASI KLINIS

 TERAPI
Pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotika, anti virus, anti jamur,
kolagenase inhibitor, heparin dan pembedahan keratektomi, lameler keratoplasti
dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum memberi hasil
yang memuaskan.

C. ULKUS CINCIN
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring
ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.4,6

MANIFESTASI KLINIS ULKUS KORNEA

Gejala Subjektif

 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva


 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata

21
 Pandangan Kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.4,8

Gejala Objektif

 Injeksi Siliar
 Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.
 Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel
radang pada kornea.
 Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia
posterior.4,8

22
Bila proses pada tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia,
berkurang infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil.6

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes
simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh
pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.7,8
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Pemeriksaan visus
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi (Tes Floresens)
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.
Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.5

PENATALAKSANAAN
Pengobatan umum untuk tukak kornea adalah :

23
1. Siklopegik
2. Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva
3. Pasien dirawat bila mengancam perforasi,
4. Pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
5. Tidak terdapat reaksi obat
6. Perlu obat sistemik.
7. Penanganannya:
o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebgai
inkubator.
o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
o Debridement sangat membantu penyembuhan.
o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.

Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2 munggu.8,9

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.

a) Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri

24
b) Penatalaksanaan medis
1. PENGOBATAN KONSTITUSI
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari
normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara
yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A,
vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang
virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc
atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat
kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi
lekas sembuh.8,9

2. TERAPI MEDIKAMENTOSA
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil
apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis
harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat
lain harus segera dihilangkan.

 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan
dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Antibiotik topical
Terapi inisial (sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas)
hendaknya diberikan antibiotik spektrum luas. Dianjurkan tetes mata
gentamycin (14 mg/ml) atau tobramycin (14mg/ml) bersama dengan
cephazoline (50mg/ml), setiap setengah hingga satu jam untuk beberapa
hari pertama kemudian dikurangi menjadi per dua jam .

25
Setelah respon yang diinginkan tercapai, tetes mata dapat diganti dengan
Ciprofloxacin (0.3%), Ofloxacin (0.3%), atau Gatifloxacin (0.3%).

 Antibiotik sistemik
Biasanya tidak diperlukan. Akan tetapi, cephalosporine dan
aminoglycoside atau oral ciprofloxacin (750 mg dua kali sehari) dapat
diberikan pada kasus berat dengan perforasi atau jika sklera ikut terkena.8

 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
 Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin
B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
 Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
 Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
 Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotik.8

 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder
analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon
inducer. 8,9

26
 Obat sikloplegik
Dianjurkan salep mata atau tetes mata atropin 1% untuk mengurangi nyeri karena
spasme siliar dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior karena
iridosiklitis sekunder. Atropin juga meningkatkan suplai darah ke uvea anterior
dengan mengembalikan tekanan di arteri siliaris anterior sehingga membawa lebih
banyak antibodi di aqueous humour, juga mengurangi eksudat dengan
menurunkan permeabilitas vaskular dan hiperemi. Siklopegik lain yang dapat
digunakan ialah tetes mata homatropin 2%. Kebanyakan dipakai sulfas atropine
karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :
1) Sedatif, menghilangkan rasa sakit

2) Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

3) Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalan
keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia
posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang
baru.2,8

3. TERAPI BEDAH
Diindikasikan jika dengan terapi medikasi tidak memberi perbaikan atau adanya resiko
terjadinya perforasi kornea8,9
1) Kauterisasi
 Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
 Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.

27
2) Debridement mekanik
Debridement mekanik dilakukan untuk menghilangkan material nekrosis dengan
mengerok dasar ulkus dengan spatula dengan bantuan anestesi lokal. Debridement
ini dapat mempercepat penyembuhan.

3) Flap Konjungtiva
Kornea ditutup dengan flap konjungtiva sebagian atau seluruhnya unyuk
menyokong jaringan yang lemah.Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva,
dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat
dilepaskan kembali.3
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan
gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja,
maka dapat dilakukan :
 Iridektomi dari iris yang prolapse
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh
menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.8,9

4) Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
 Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
 Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

28
 Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.8,9

Gambar 9. Keratoplasti

PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna,
gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa
tersebut.7

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder7

29
PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang
timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan
kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan
yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada
ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.7

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian
terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel
yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada
ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.3,10

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat
Pelayanan Mata Tertier.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.Edisi ke 2. Jakarta : Sagung Seto.
3. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta: FKUI.2014.h.167.
4. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.2007.h.30-2.
5. Wijaya N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4.1989.h.76-8.
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association. 2005-2006
7. James, Bruce, Chew, Chris, Bron Anthony. Lecture Notes Oftamolog i.
Jakarta:Penerbit Erlangga.2006. h.5
8. Dahl, Andrew A. 2007. Corneal Ulcer. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/corneal_ulcer/article_em.htm (diakses 28 Juli 2018)
9. Lopez, Fernando H Murillo. 2010. Corneal ulcer. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview (diakses 28 Juli 2018)
10. Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Delhi : New Age
International Ltd.

31

Anda mungkin juga menyukai