Anda di halaman 1dari 38

Mati Batang Otak

Johan Arifin

Departemen Anestesi dan Terapi Intensif


RSUP dr Kariadi Semarang
April 2015

Definisi

Kematian adalah keadaan insani

yang diyakini oleh ahli-ahli


kedokteran yang berwenang
bahwa fungsi otak, pernapasan
dan denyut jantung seseorang
telah berhenti (PP RI no 18 tahun
1981)
Peraturan Pemerintah RI no 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis dan bedah
mayat anatomis serta transplantasi alat atau organ tubuh manusia

Definisi
Pernyataan IDI tentang Kematian adalah :
a.Bila pernafasan spontan dan jantung telah

pastiberhenti,setelah dilakukanCPR optimal.


b.Bila telah dipastikan terjadi MBO, tetapi pada
CPRdarurat dimana tidakmungkin menentukan
MBO maka seorang dapat dinyatakan mati bila :
1.
2.

Ditemukan tanda-tanda mati jantung.


Setelah dimulai CPR pasien tetap tidak sadar,
tidakmuncul nafasspontan, reflex muntah negatif
serta pupil tetap dilatasi,selama lebih30 menit
kecuali pasienhipotermik atau dibawah pengaruh
barbituratatauanestesi umum.

Lampiran SK PB IDI no. 336/PB/A.4/88

Definisi
Mati secara klinis = Mati somatis , terdiri dari :
Mati suri : terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu

susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap
(ireversibel)
Mati suri : (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent death)
adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat
kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
Mati seluler : kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis.
Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak
dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati otak (batang otak) : terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya mati otak
(mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak
dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Mati Batang Otak


Seseorang dinyatakan mati otak apabila

mengalami
terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara

ireversibel, dan
terhentinya semua fungsi otak secara
keseluruhan, termasuk batang otak, secara
ireversibel.

(Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws, Presidents Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical
and Behavioral Research)

Penentuan Kematian
Pasal 4 Permenkes 37 tahun 2014 tentang Penentuan
Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor
1) Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan atau di luar fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Penentuan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menjunjung tinggi nilai dan norma agama, moral,
etika, dan hukum.
Pasal 5 Permenkes 37 tahun 2014 tentang Penentuan
Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor
3) Penentuan kematian di fasilitas pelayanan kesehatan harus
dilakukan oleh tenaga medis.
4) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diutamakan dokter.
5) Dalam hal tidak ada tenaga medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) penentuan kematian dapat dilakukan oleh
perawat atau bidan.

Penentuan Mati Batang


Otak
Pasal 9 Permenkes 37 tahun 2014 tentang Penentuan

Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor


Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan

oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang
kompeten
Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf
Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif
(Intensive Care Unit)

Tiga temuan utama dalam kematian otak adalah koma atau

tidak adanya respon, absennya refleks batang otak, dan


apnea. Pemeriksaan klinis dari batang otak meliputi tes
refleks batang otak, penentuan kemampuan pasien untuk
bernapas secara spontan, dan evaluasi respon motor
terhadap nyeri.

Diagnosis Klinis Mati Batang Otak


1. Tidak adanya confounding factors :
A.
Tekanan darah sistolik > 90 mmHg tanpa vasopressor dan
perfusiperiferadekuat.
B.
Suhu tubuh > 32 derajat C
C.
Tanpa obat mendepressi CNS (anestetik,narkotik,sedatif,alkohol).
D.
Tidak ada uremia,meningo ensefalopati,hepato ensefalopati
ataumetaboilikensefalopati bila ada harusdiambil EEG untuk
menentukanbrain death.
2. Absen fungsi serebral dan batang otak
A. Tak ada reflex batang otak termasuk test apnoe (tes henti nafas)
Tes Apnoe :
1.Pre oksigenasi dengan 02 100% selama 10 menit
2.Beri 5% CO2 dalam 95% oksigen selama 5 menit berikutnya.
3.Lepaskan pasien dari ventilator insuflasikan trachea dengan 100 %
oksigen 6 liter / menit melalui kateter intra trachea lewat karina.
4.Lepas dari ventilator selama 10 menit.

Medical Center of Pittsburgh University

Diagnosis Klinis Mati Batang Otak


2. Absen fungsi serebral dan batang otak
B. Tak ada responsivity dan reseptivity dari serebral.
Tak respons terhadap stimulus nyeri (penekanan supraorbital).
Tak ada gerakan otot spontan, deserebrate rigidity,

decorticasiataukejang
Tak ada reflex cahaya pupil
Tak ada reflex kornea
Tidak ada reflek batuk dan menelan
Tak ada reflex okulosefalik dengan memutar kepala
arahkesisikontralateral tidak ada gerakan bola mata, takboleh
dilakukan pada fracturcervical.
Tak ada reflex okulo vestibular
Tidak ada peningkatan denyut jantung kalaupun ada tak lebih darilima
kalipermenit sesudah 5 menit diberikan0,04 mg/kg atropin iv.

Apnoe pada saat PaCO2 > 60 mmHg

Medical Center of Pittsburgh University

Diagnosis Klinis Mati Batang Otak


III .Test untuk mengkonfirmasi diagnose brain death
(confirmatory test)evaluasi fungsi neuron atau sirkulasi
darah intra kranial.
EEG adanya elektro serebral silence, lebih dari 30

menit.
Test ini dilakukan bila ada encefalopati, penyebab
komatidak tahuatau global iskemia sudah
berlangsung 24 jamatau paling sedikitsatu
pemeriksaan tidak dilakukan atautest apnoe tidak bisa
dilakukan takut terjadi hentijantung.
Cerebral arteriografi (4 pembuluh darah serebral)
tidakdijumpaisirkulasidarah intrakranial
Test ini dilakukankalau pasien
hipotermiaberat,mendapat CNS depressant,alkohol
atau pelemas otot.
Medical Center of Pittsburgh University

Cerebral Cortex
Cognition
Voluntary Movement
Sensation

Brain Stem

Brain Stem
Midbrain
Cranial Nerve III

pupillary function

eye movement

Brain Stem
Pons
Cranial Nerves IV, V, VI
conjugate eye
movement
corneal reflex

Brain Stem
Medulla
Cranial Nerves IX, X
Pharyngeal (Gag)
Reflex
Tracheal (Cough)
Reflex
Respiration

Causes of Brain Death

Normal

Cerebral Anoxia

Causes of Brain Death

Normal

Cerebral Hemorrhage

Causes of Brain Death

Normal

Trauma

Brainstem death:
Coma, tergantung ventilator, tidak

ada refleks batang otak.


Berhentinya fungsi otak dapat
kerena: berhentinya aliran darah dan
oksigen ke otak; penyebab : udem,
perdarahan luas,

Mechanism of Cerebral Death


Neuronal Injury

Neuronal Swelling

ICP>MAP is
incompatible with life

Decreased Intracranial
Blood Flow

Increased Intracranial
Pressure

Diagnosis MBO

The diagnosis of brain death is

primarily clinical. No other tests are


required if the full clinical
examination, including each of two
assessments of brain stem reflexes
and a single apnea test, is
conclusively performed.
These guidelines apply to patients

one year of age or older

Brain Death, clinical Examination


Clinical Prerequisites:
Known Irreversible Cause
Exclusion of Potentially Reversible

Conditions
Drug Intoxication or
Poisoning(sedative)
Electrolyte or Acid-Base Imbalance
Endocrine Disturbances

Brain Death Neurological


Examination
Coma
Absent Brain Stem Reflexes
Apnea

Coma
No Response to Noxious Stimuli
Nail

Bed Pressure

Sternal

Rub

Supra-Orbital

Ridge Pressure

AAN practice parameter, 2010

Absence of Brain Stem


Reflexes
1. Pupillary light reflex- pupil not

constrict to light.

Pupillary Reflex
Pupils dilated with no constriction to bright
light

2.Corneal Reflex
Use moistened cotton bud

Facial Sensation and


Motor Response
Corneal Reflex

Jaw Reflex
Grimace to Supraorbital or

Temporo-Mandibular Pressure

Eye Movements

Oculo-Vestibular Response
Cold Caloric Testing

4.Pain Stimulus

5.Absent Gag and


Cough
Stimulate posterior

pharynx with
wooden spatula or
swab stick

6.Caloric Test
Head of bed
elevated at 30o
Hold eyelids

open
Inject 50 ml ice cold water
slowly into ear
Observe for tonic deviation of
pupil to ipsilateralside for
1min

7.Apnea Testing
Prerequisites
Core

Body Temperature > 36,5 C


Systolic Blood Pressure 90 mm
Hg
Normal Electrolytes
Normal PCO2, 40 mmHg
Euvolemia , + balance in 6 hours

PROSES menuju MBO


1. Evaluasi klinis (Prerequisite)
Tentukan kausa KOMA yg ireversibel
Pertahankan suhu tubuh normal
Pertahankan tekanan darah SISTOLIK
100 mmHg.
2. Evaluasi Neurologis (neurologic
assesment)
Koma
Tidk ada refleks batang otak
Apnoe

3. Tes tambahan
(EEG, TCD, MRI, dll) dilakukan jika
pemeriksaan neurologik meragukan.
Atau tes tambahan hanya untuk
memperpendek waktu observasi
4. Dokumentasi

Pelaksanaan W-W di ICU


Penentuan menghentikan terapi (tim dokter,

dokter senior, komite etik)


Persetujuan keluarga (keinginan keluarga)
Mengatur tempat pasien. (ruang tenang,
tanpa monitor)
Lepas peralatan yg tidak perlu
Tidak ambil sampel lab/x-ray.
G.D. Rubenfeld, Crit Care Clin 20 (2004)

KESIMPULAN
Saat MBO ditegakkan, sebenarnya secara legal semua

bentuk life support bisa dihentikan.


Sebagian berpendapat, dokter mempunyai tanggung jawab
dan kekuasaan penuh untuk menghentikan terapi
supportive dan tidak memberikan alternatif untuk keluarga
Sebagian berpendapat harus dengan persetujuan pasien
dan atau keluarga untuk meneruskan atau menghentikan
kehidupan
Bila dilihat dari peraturan yang ada, maka akan ada konflik
antara hak pasien untuk menentukan nasibnya (the right of
self determination), nilai nilai budaya/agama, dan
kemandirian profesi medis.

Anda mungkin juga menyukai