DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
A.Latar Belakang1
B.Rumusan Masalah2
C.Tujuan Penulisan2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA3
A.Definisi3
B.Etiologi4
C.Patofisiologi5
D.Kriteria Mati Batang Otak8
E.Pemeriksaan Diagnostik9
F.Penatalaksanaan10
G.Prognosis10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MATI
BATANG OTAK12
A.Pengkajian12
B.Diagnosa Keperawatan17
C.Rencana Asuhan Keperawatan17
D.Evaluasi24
BAB IV PENUTUP25
A.Kesimpulan25
B.Saran25
DAFTAR PUSTAKAiii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi
otak, termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama
manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian batang otak
berarti secara klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini seperti
dituangkan dalam pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam Surat Keputusan
PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan
Surat Keputusan PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut
dinyatakan bahwa seorang dikatakan mati,bila fungsi pernafasan dan jantung
telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadi
kematian batang otak.
Dengan adanya kriteria kematian otak, seseorang dapat ditetapkan
meninggal secara sah atau legal, bahkan jika jantung masih terus berdenyut
oleh bantuan alat pendukung kehidupan.adapun negara pertama di dunia yang
mengadopsi istilah mati otak sebagai defenisi mati yang sah adalah finlandia
pada tahun 1971. Di amerika serikat, kansas kemudian membuat hukum yang
serupa.
Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting
akhir-akhir ini karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan
kerusakan otak apakah kerusakan tersebut memungkinkan untuk dapat
bertahan hidup secara layak dengan bantuan alat pernapasan dan dengan
peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena sulitnya menjawab
pertanyaan untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi serebral
tersebut ireversibel sehingga kematian dapat dipastikan segera dan berbagai
persiapan dapat dilakukan untuk memindahkan organ-organ yang masih
bermanfaat, khususnya ginjal untuk transplantasi pada pasien yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi mati batang otak?
2. Bagaimana etiologi mati batang otak?
3. Bagaimana patofisiologi mati batang otak?
4. Bagaimana kriteria mati batang otak?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik mati batang otak?
6. Bagaimana penatalaksanaan mati batang otak?
7. Bagaimana prognosis mati batang otak?
8. Bagaimana asuhan keperawatan tentang mati batang otak?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan menjelaskan serta menyusun “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Mati Batang Otak”
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menjelaskan tentang definisi mati batang otak
b. Menjelaskan tentang etiologi mati batang otak
c. Menjelaskan tentang patofisiologi mati batang otak
d. Menjelaskan tentang kriteria mati batang otak
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik mati batang otak
f. Menjelaskan tentang penatalaksanaan mati batang otak
g. Menjelaskan tentang prognosis mati batang otak
h. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan mati batang otak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,
termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi
kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang
otak, dan apnea.
Pada panduan Australian and New Zealand Intensive Care
Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak
didefinisikan sebagai berikut: Istilah kematian otak harus digunakan untuk
merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel. Kematian otak
saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya respon refleks
batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya
aliran darah intrakranial secara ireversibel”. (Hing-yu, 1994).
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak
didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak
berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi
dan respon terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya
refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler
pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural
(misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea,
refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar.
Yang kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut
dilakukan ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu
kurang dari 32,2o c) atau depresan sistem saraf pusat seperti
barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter. (Mernoff,
2009).
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan
oleh National Conference ofCommissionerson Uniform State Laws, President’
sCommission For The Study of Ethical Problems InMedicineand Biomedicala
nd Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak apabila mengalami (1)
terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, dan (2), terhentinya
semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang otak, secara ireversibel.
(Mernoff, 2009).
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut
jantung dan usaha napas, serta pemeriksaan ekg dan uji apnea.terhentinya fungsi
otak dinilai dari adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak
berupa absennya refleks-refleks. Menurut panduan yang digunakan di amerika,
kematian otak didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara
ireversibel, termasuk batang otak.tiga temuan penting dalam kematian otak
adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea (New York State
Department of Health, 2005)
B. Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks
batang otak. Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan
intrakranial, hipoksia, infeksi, ensefalopati metabolic, ensefalopati metabolic,
hipoksemua, iskemia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis,
pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka
panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.
Faktor yang mempengaruhi
Kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang
otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti
hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan
konfirmatif direkomendasikan :
1) Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
2) Kelainan pupil sebelumnya
3) Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik,
antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi,atau agen blokade
neuromuskular
4) Sleep apneu atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2.
Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil
laboratorium. Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua
keadaan berikut ditemukan:
1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).
2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).
3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan
mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).
4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan
hilangnya aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).
5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:
a. Bola mata terfiksasi dalam orbita.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.
d. Tidak ada refleks muntah atau batuk.
C. Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat
tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika
TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi
serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian
otak terjadi (Lazar, 2001).
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata
sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak,
yang kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit.
Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada
pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung menghentikan
sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga menit
dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel (Guyton
1996).
Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat
terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah
konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan
meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen
akan meningkatkan aliran (wilson, 1994).
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran
oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu
secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran
darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit
(Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak
ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki.
Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran
darah otak di antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara
parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan
oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1)
tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun.
Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk
menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi
maksimal (Gunther et al., 2011).
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan
vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan
dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh
mekanisme autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses
degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah
iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.
Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh
darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel
saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri) merupakan
reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan
leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran
yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark
(Guyton 1996).
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.
Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai
mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan
glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen
reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan
transisi permeabilitas mitokondria (Cryer, 2007).
Sistem Pencernaan
KOMA
Sistem Pernafasan
Peningkatan TIK
Adanya peningkatan massa pada kranium
Ggn. Metabolik & lesi difus
WOC KOMA & MATI BATANG OTAK
MK: Duka Cita
D. Kriteria Mati Batang Otak
1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini tidak disebabkan oleh obat-obat depresan sistem saraf pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak adekuat: efek
obat-obat penghambat neuromuskular harus disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah merupakan penyebab utama
kondisi pasien saat ini.
2. Tes
a. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada reflek muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap rangsang nyeri,
misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernafasan ketika ventilator dilepaskan.
Tes harus dilaksanakan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki
keahlian yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan. Tes
harus dilakukan dengan interval, kematian dipastikan pada waktu tes kedua
dilakukan, dengan asumsi tidak adanya bukti fungsi batak otak yang
terdeteksi.
Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang
otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti
berdenyut.
Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan
yang bersifat terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-
ordinary), meliputi:
1) Rawat di intensive care unit
2) Resusitasi jantung paru
3) Pengendalian disritmia
4) Intubasi trakeal
5) Ventilasi mekanis
6) Obat vasoaktif
7) Nutrisi parenteral
8) Organ artifisial
9) Transplantasi
10) Transfusi darah
11) Monitoring invasif
12) Antibiotika
13) Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.
Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi
oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak
diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan
refleks batang otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa
pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas
kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan
klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes
konfirmatif. Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung
pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian
yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara
lain:
1. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan
radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian
intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi.
2. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit.
3. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature, bergantung
teknik isotop (hollow skull phenomenon).
4. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus.
Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan
oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik
tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow,
mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular
resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak
(Jacobalis, 1997). Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah
mati, Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak, sekalipun
elektrokardiografi masih menunjukkan ritme normal (Indries, 1997).
Jika semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat
pendukung hidup lainnya dapat dilepas. Dengan begitu, dokter dan rumah sakit
tidak dituntut melakukan pembunuhan. Untuk negara dengan tindakan
transpalntasi yang telah berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan
secepat mungkin agar organ yang ada pada pasien tersebut dapat digunakan
untuk keperluan transplantasi calon resepien (Jacobalis, 1997).
G. Prognosis
Dengan memperhatikan penyebab koma, dan kecepatan onset nya,
pengujian untuk tujuan mendiagnosa kematian pada batang otak alasan
kematian mungkin tertunda melampaui tahap di mana refleks batang otak
mungkin tidak ada hanya sementara - karena aliran darah otak tidak memadai
untuk mendukung fungsi sinaptik meskipun masih ada aliran darah yang cukup
untuk menjaga sel-sel otak hidup dan mampu pemulihan. Ada baru-baru ini
diperbarui minat kemungkinan perlindungan neuronal selama fase ini dengan
menggunakan hipotermia moderat dan oleh koreksi kelainan neuroendokrin
sering terlihat di tahap awal ini.
Penelitian yang diterbitkan pasien yang memenuhi kriteria untuk kematian
batang otak atau kematian seluruh otak (standar Amerika yang meliputi
kematian batang otak didiagnosis dengan cara yang sama) catatan bahwa
bahkan jika ventilasi dilanjutkan setelah diagnosis, jantung berhenti berdenyut
hanya dalam beberapa jam atau hari. Namun, ada beberapa yang selamat dalam
jangka panjang dan perlu dicatat bahwa manajemen ahli dapat menjaga fungsi
tubuh otak wanita mati hamil cukup lama untuk membawa mereka ke suatu
waktu.
Pengelolaan pasien dinyatakan meninggal pada pemenuhan kriteria
kematian batang otak tergantung pada alasan untuk mendiagnosis kematian atas
dasar itu. Jika tujuannya adalah untuk mengambil organ dari tubuh untuk
transplantasi, ventilator dihubungkan kembali dan langkah-langkah pendukung
kehidupan yang terus, mungkin intensif, dengan penambahan prosedur yang
dirancang untuk melindungi organ-organ yang diinginkan sampai mereka dapat
dihapus. Jika tidak, ventilator yang tersisa terputus pada konfirmasi kurangnya
respon pusat pernapasan.
BAB III
Respons Motorik
Sesuai perintah 6
Mengetahui lokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi refleksi-dekortikasi 3
Reaksi ekstensi-deserebrasi 2
Tidak berespons 1
Respons Verbal
Dapat berbicara dan memiliki orientasi
5
Baik
4
Dapat berbicara, namun disorientasi
3
Berkata-kata tidak tepat dan tidak jelas (inappropriate words)
2
Mengeluarkan suara tidak jelas (incomprehensive sounds)
1
Tidak bersuara
2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.
3) Observasi umum.
a) Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila (+),
prognosis cukup baik.
b) Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan
oleh gangguan metabolik.
c) Lengan dan tungkai.
(1) Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di hemisfer, batang otak
masih baik.
(2) Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity)kerusakan di batang otak.
d) Pola pernafasan
(1) Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).:Terjadi keadaanapnea, kemudia
timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah
mencapai suatu puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak
bagian atas.
(2) Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) :Pernfasan cepat dandalam disebabkan
gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih
kaudal dari pernafasan Cheyne-stokes. Prognosisnya juga lebih buruk
(3) Pernafasan apneustik :Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikutioleh
poenghentian ekspirasi selama beberapa saat.Gangguan di pons. Prognosis lebih
jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.
(4) Pernafasan ataksik: Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat,dan tidak teratur.
Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial dan medulla oblongata.
Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang
ajal.
e) Kelainan pupil dan bola mata
Penampang pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk dan
reflek.
(1) Deviasi conjugate
Kedua bola mata kesamping kearah hemicerebral yang terganggu.
Besar, penampang pupil dan reaksi reflek cahaya normal,
menunjukkan kerusakan di pontamen
(2) Kelainan thalamus
Kedua bola mata melihat ke hidung, dan tak dapat melihat ke atas,
pupil kecil, reflek cahaya lambat.
(3) Kelainan pons
Kedua bola mata di tengah, bila dilakukan gerakan, doll eye m,
pupil sebesar titik (pin point pupil), reflek cahaya positif(+)
(4) Kelainan di cerebellum
Kedua bola mata ditengah, pupil lebar, bentuk normal, reflek
cahaya positif(+)
(5) Kelainan di nervus III
Pupil di daerah terganggu melebar, reflek cahaya positif (+), pupil
pada sisi sehat normal. Sering terlihat pada herniasi tentorium,
nervus iii tertekan.
(6) Refleks sefalik
(7) Refleks pupil
Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi).
Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan kesadaran
menurun. Oleh karena itu pada penderita koma hanya dapat
diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks cahaya
terganggu, gangguan di mesensefalon.
(a) Doll’s eye phenomenon
Gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative).
(b) Refleks okulo-vestibular
Menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di
pons.
(c) Refleks kornea
Merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di
pons.
(8) Refleks muntah
Sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
(9) Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum.
Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks, sebagai berikut:
1. Abduksi : fungsi hemister masih baik (high level function).
2. Menghindar (Flexi dan aduksi) : hanya ada low level function.
3. Flexi : ada gangguan di hemister.
4. Extensi kedua lengan dan tungkai : gangguan di batang otak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan jaringan
otak, volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal. (00201)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler dan
hipoventilasi. (00032)
3. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis disfungsi
neuromuskuler. (00031)
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, faktor resiko: tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor
biologis penurunan kesadaran/ koma. (00002)
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume cairan
serebrospinal.(00201)
Domain 4 : Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses
Tujuan: Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
NOC NIC
Tissue Perfusion: Cerebral Intracranial Pressure Monitoring
(0406)
Cerebral Edema Management
Domain-Physiologic Health
(II) Posisikan pasien dengan kepala dan leher dalam posisi yang netral
Class- Cardiopulmonary (E) Menyesuaikan bagian kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral
Berikan cairan dengan jumlah terbatas (1400cc/24jam) untuk mencegah edema serebral
Indikator (1-5): Observasi tingkat klien, tingkah laku, fungsi motorik/sensorik, pupil setiap 1-2 jam sekali
040602Tekanan Intrakranial (0- dan sebagaimana kebutuhan.
15 mmHg) (5) Observasi tingkat kenyamanan klien (sakit kepala, mual, muntah) dimana merupakan
indikasi adanya peningkatan tekanan intrakranial
040613Tekanan darah sistolik Intruksi untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat meningkatan intratoraks dan intra
normal (5) abdomen (misalnyamengedan, latihan isometric, fleksi panggul, batuk).
Perhatikan
040614Tekanan darah diastolik kestrerilan sistem monitoring
normal (5) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik secara optimal pada setiap mengganti selang atau
balutan.
040619Peningkatan status
Berikan obat pelunak feses
kesadaran (5) 10) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai dengan 1 jam
11) Monitor status respirasi: ritme, frekuensi, kedalaman pernafasan, PaO , Pco , Ph bikarbonat
040620Perbaikan status 2 2
D. Evaluasi
1. Klien memperlihatkan perfusi jaringan serebral yang adekuat.
2. Klien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial.
3. Klien menunjukkan pola nafas yang abnormal.
4. Klien menunjukkan jalan nafas paten dan bebas dari penumpukan sekret .
5. Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,
termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi
kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang
otak, dan apnea.
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak
didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak
berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi
dan respon terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya
refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler
pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural
(misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea,
refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar.
Yang kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut
dilakukan ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu
kurang dari 32,2o c) atau depresan sistem saraf pusat seperti
barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter. (Mernoff,
2009)
B. Saran
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi klinis
diharapkan dapat memahami keadaan mati batang otak dan dapat menegakkan
diagnosis mati batang otak secara tepat sehingga diharapkan nantinya bila kita
menemukan kasus ini kita dapat memberikan penanganan yang tepat kepada
penderita.
1
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M.,et al. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi Bahasa Indonesia Edisi 8 Buku 2. St. Louis
: Elsevier
Kathryn L. McCance, et al. 2010. Pathophysiology: Biologic Basis for Disease in
Adults and Children. Missouri: Mosby Elsevier.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta Dian
Rakyat.2011. Hal.280
Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 2. Jakarta. EGC.2009. Hal.902.