Anda di halaman 1dari 9

SUBARACHNOID HEMORRHAGE

A. Definisi
Subarachnoid hemorrhage (SAH) adalah ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid.

B. Epidemiologi
1. Menduduki 7-15% 15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO).
2. Insiden wanita > pria = 3 : 2.
3. Insiden berdasarkan usia:
a. Sekitar 80% pada usia 40 – 65 tahun
b. Sekitar 15% pada usia 20 – 40 tahun
c. Sekitar 5% pada usia < 20 tahun

C. Etiologi
1. Trauma
2. Non traumatik

D. Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab dari SAH meliputi:
E. Klasifikasi
1. Klasifikasi SAH dengan aneurisma:
a. Aneurisma sakuler (berry)
Merupakan struktur patologis yang terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial.
Lokasi tersering aneurisma ini yaitu :
 Arteri Communicans Anterior (40%)
 Bifukarsio Arteri Serebri Media di Fissura Sylvii (20%)
 Dinding lateral arteri karotis interna (30%)
 Basilar tip (10%)

b. Aneurisma fusiformis
Merupakan pembesaran pembuluh darah yang umumnya terjadi pada Segmen
Intrakranial arteri karotis interna, Trunkus utama arteri serebri media, dan arteri
basilaris (dapat menekan batang otak). Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani
secara pembedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal
yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (aneurisma sakular) yang tidak
memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
c. Aneurisma mikotik
Merupakan aneurisma yang umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Tetapi,
aneurisma ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.
2. Klasifikasi World Federation of Neurological Surgeons (WFNS)
World Federation of Neurological Surgeons (WFNS) menyusun klasifikasi PSA yang
dapat digunakan untuk memprediksi prognosis pasien. Derajat 1 memiliki prognosis
paling baik hingga derajat 5 yang memiliki prognosis paling buruk.
a. Derajat 1  GCS 15, tanpa defisit motorik
b. Derajat 2  GCS 13 - 14, tanpa defisit motorik
c. Derajat 3  GCS 13 - 14, dengan defisit motorik
d. Derajat 4  GCS 7 - 12, dengan atau tanpa defisit motorik
e. Derajat 5  GCS ≤ 7, dengan atau tanpa defisit motorik
3. Klasifikasi Fisher
Merupakan pembagian kelas SAH dengan memasukkan gambaran CT scan kepala
dibagi dalam tingkatan yang juga berkorelasi dengan prognosis pasien SAH.
a. Grade 1  Tidak ada darah yang terdeteksi
b. Grade 2  Deposisi darah subarachnoid yang menyebar, tidak ada gumpalan dan
tidak ada lapisan darah > 1 mm
c. Grade 3  Gumpalan terlokalisasi dan/atau lapisan darah vertikal dengan ketebalan
1
mm/lebih
d. Grade 4  darah subarachnoid difus atau tidak ada, tetapi terdapat gumpalan
intraserebral atau intraventrikular
4. Klasifikasi Hunt and Hess
a. Grade 0  Aneurisma tidak pecah
b. Grade I  Sakit kepala asimptomatik atau ringan dan sedikit kaku kuduk
c. Grade Ia  Defisit neurologis tanpa reaksi meningeal/otak akut
d. Grade II  Kelumpuhan saraf kranial, sakit kepala sedang – berat dan kaku kuduk
e. Grade III  Defisit fokal ringan, kelesuan atau kebingungan
f. Grade IV  Stupor, Hemiparesis sedang – berat, Kekakuan Deserebrasi awal
g. Grade V  Koma dalam, kekauan deserebrasi, penampilan hampir mati

F. Gejala klinis
1. Gejala klasik
a. Ciri utama dari SAH klasik adalah timbulnya sakit kepala parah secara tiba-tiba
(sakit kepala seperti petir), yang sering digambarkan sebagai "sakit kepala terburuk
dalam hidup saya."
b. Sakit kepala dapat disertai mual dengan atau tanpa muntah dan terdapat beberapa
gejala iritasi meningeal seperti kaku dan nyeri nuchal, nyeri punggung dan nyeri kaki
bilateral.
c. Gejala lainnya yang dapat timbul yaitu fotofobia, perubahan visual, defisit neurologis
fokal juga dapat terjadi, Kehilangan kesadaran yang terjadi secara mendadak dan
kejang (Selama fase akut).
2. Gejala prodromal
Merupakan tanda dan gejala yang dapat muncul beberapa jam, hari, minggu atau lebih
lama lagi sebelum terjadinya aneurisma (Perdarahan yang hebat) dan terjadi pada 10 –
50% kasus.
a. Gejala yang paling umum muncul meliputi:
 Sakit Kepala (48%)
 Pusing (10%)
 Nyeri Orbital (7%)
 Diplopia (4%)
 Kehilangan Visual (4%)
b. Tanda yang ada sebelum SAH:
 Gangguan sensorik atau motorik (6%)
 Kejang (4%)
 Ptosis (3%)
 Bruits (3%)
 Disfasia (2%)

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Aturan keputusan yang diusulkan untuk diagnosis SAH berfokus pada 7 karakteristik
berikut, yang sangat terkait dengan SAH :
a. Berusia 40 tahun atau lebih
b. Menyaksikan kehilangan kesadaran
c. Keluhan nyeri leher atau kaku
d. Awitan manifestasi dengan pengerahan tenaga
e. Tiba dengan ambulans
f. Muntah
g. Tekanan darah diastolik > 100 mmHg atau tekanan darah sistolik > 160 mmHg.
Atau dapat ditinjau dari hal berikut:
a. Gejala mendadak pada saat awal, lamanya onset, dan aktivitas saat serangan
b. Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya : progresif memberat, perbaikan,
atau menetap
c. Gejala penyerta : penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang,
d. Gangguan pengelihatan, atau gangguan fungsi kognitif
e. Ada tidaknya faktor risiko stroke.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan GCS
b. Pemeriksaan tanda vital
 Sekitar setengah dari pasien mengalami peningkatan tekanan darah (TD) ringan
– sedang (BP bisa menjadi labil saat ICP meningkat).
 Peningkatan suhu, akibat meningitis kimiawi dari produk darah subaraknoid,
sering terjadi setelah hari keempat perdarahan.
 Takikardia dapat muncul selama beberapa hari setelah terjadinya perdarahan.
c. Pemeriksaan head to toe
 Kepala: mencari cedera kepala akibat jatuh (membedakan dengan stroke
hemorrhagik)
 Mulut: wajah turun satu sisi, mulut mencong, dahi normal
 Mata: pada funduskopi dapat menunjukkan papiledema, perdarahan retinal
subhyaloid (bulat kecil di dekat kepala saraf optik)
 Leher: bruit karotis, peningkatan tekanan vena jugularis, kaku kuduk (biasanya +
pada perdarahan subarachnoid)
 Thorax (jantung): mencari ada/tidaknya kardiomegali akibat hipertensi, kelainan
irama jantung, dan kelainan bunyi jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Uji laboratorium
Studi laboratorium untuk SAH harus mencakup yang berikut:
 Serum Panel Kimiawi  Untuk menetapkan dasar untuk mendeteksi komplikasi
di masa mendatang
 Hitung Darah Lengkap  Untuk evaluasi kemungkinan infeksi atau kelainan
hematologi
 Waktu Protrombin (PT) dan Waktu Tromboplastin Parsial Teraktivasi (aPTT) 
Untuk evaluasi kemungkinan koagulopati
 Jenis / Skrining Darah  Untuk mempersiapkan kemungkinan transfusi
intraoperatif
 Enzim Jantung  Untuk evaluasi kemungkinan iskemia miokard
 Gas Darah Arteri (ABG)  Diperlukan pada pasien dengan gangguan paru
b. CT-Scan
CT tanpa kontras adalah studi pencitraan yang paling sensitif pada SAH. Ketika
dilakukan dalam 6 jam setelah onset sakit kepala, CT memiliki sensitivitas dan
spesifisitas 100%. Sensitivitasnya 93% dalam 24 jam setelah onset, 80% pada 3 hari,
dan 50% pada 1 minggu.
Pada stroke hemoragik akan terlihat gambaran hiperdens dan radiografi ini dapat
membedakan lokasi lesi, ukuran lesi serta membedakannya dengan
lesi non-vaskuler. CT scan dapat menunjukkan manifestasi stroke: akut (<24 jam),
subakut (24 jam sampai 5 hari), dan kronik (beberapa minggu).

c. MRI
MRI adalah alat yang berguna untuk mendiagnosis AVM yang tidak terdeteksi
oleh angiografi serebral atau AVM tulang belakang yang menyebabkan SAH. Ini
juga dapat
berguna untuk mendiagnosis dan memantau aneurisma otak yang tidak rusak.
MRI dapat mendeteksi aneurisma 5 mm atau lebih besar dengan sensitivitas tinggi
dan berguna untuk memantau status aneurisma kecil yang tidak pecah. MRI
dilakukan jika tidak ada lesi yang ditemukan pada angiografi. Sensitivitasnya dalam
mendeteksi darah dianggap sama atau lebih rendah dari CT scan. Biaya yang lebih
tinggi, ketersediaan yang lebih rendah, dan waktu studi yang lebih lama membuatnya
kurang
optimal untuk mendeteksi SAH. Selain itu, MRI tidak sensitif untuk SAH dalam 48
jam pertama. MRI dengan teknik FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery)
menunjukkan SAH pada fase akut seandal CT-Scan, tetapi MRI tidak dapat
dipraktikkan karena fasilitasnya kurang tersedia daripada pemindai CT, dan
pasien yang gelisah tidak dapat lakukan pemeriksaan, kecuali diberikan anestesi.

d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal masih merupakan langkah yang sangat diperlukan untuk
menyingkirkan SAH pada pasien dengan riwayat meyakinkan tetapi pada CT-Scan
otak negatif. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia (Pigmen kuning pada CSF setelah Sentrifugasi).
e. Angiografi serebral
Angiografi serebral telah menjadi standar kriteria untuk mendeteksi aneurisma
serebral. Hal ini sangat berguna dalam kasus ketidakpastian diagnostik (setelah CT
scan dan LP) dan pada pasien dengan endokarditis septik dan SAH untuk mencari
keberadaan aneurisma mikotik. Angiografi serebral dapat memberikan informasi
bedah penting berikut dalam pengaturan SAH :
 Anatomi serebrovaskular
 Lokasi aneurisma dan sumber perdarahan
 Ukuran dan bentuk aneurisma, serta orientasi kubah dan leher aneurisma
 Hubungan aneurisma dengan arteri induk dan arteri perforasi
 Adanya aneurisma multipel atau cermin (aneurisma yang ditempatkan secara
identik di sirkulasi kiri dan kanan).
f. Elektrokardiografi (EKG)
Semua pasien dengan SAH harus memiliki radiografi dada dasar untuk dijadikan
sebagai titik referensi untuk evaluasi kemungkinan komplikasi paru. Semua pasien
dengan SAH harus menjalani elektrokardiogram (EKG) saat masuk. Pasien dengan
SAH dapat mengalami iskemia miokard karena peningkatan kadar katekolamin yang
bersirkulasi atau karena stimulasi otonom dari otak. Infark miokard merupakan
komplikasi yang jarang terjadi.
Kelainan EKG yang sering dideteksi pada pasien SAH meliputi :
 Perubahan gelombang ST dan T tidak spesifik
 Interval PR menurun
 Peningkatan interval QRS
 Peningkatan interval QT
 Kehadiran gelombang U
 Disritmia, termasuk kontraksi ventrikel prematur (PVC), takikardia
supraventrikular (SVT), dan bradiaritmia

H. Tatalaksana

I. Prognosis

Anda mungkin juga menyukai