Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

VENOUS THROMBOEMBOLISM

Oleh :
Feby Sondang Junita Siburian

11.2018.130

Pembimbing :

dr.Meliana,Hj, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD CENGKARENG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA
PERIODE 22 APRIL - 29 JUNI 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta
penduduk setiap tahun akibat trombosis arteri, vena atau komplikasinya di Amerika Serikat.
Trombus merupakan terbentuknya bekuan darah di pembuluh darah atau ruang jantung.
Tromboemboli vena (venous thromboembolism/VTE) adalah suatu kondisi di mana bekuan
darah (trombus) terbentuk di vena, paling sering di pembuluh darah vena dalam kaki atau
panggul. Hal ini dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT). Trombus dapat lepas dan
beredar dalam darah, terutama ke arteri pulmonalis. Hal ini dikenal sebagai emboli paru
(pulmonary embolism/PE). Istilah VTE meliputi DVT dan PE.1

Venous thromboembolism (VTE) yang meliputi deep vein thrombosis (DVT) dan
pulmonary embolism (PE) berkaitan dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah
tertentu VTE mempengaruhi sekitar 300.000 – 600.000 orang per tahun di Amerika Serikat
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang perlu diperhitungkan. VTE sendiri dapat terjadi
pada semua ras, etnis, usia, dan jenis jelamin. Dengan banyaknya faktor risiko yang semakin
meningkat di masyarakat, VTE menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk
dicegah.2
Jumlah orang yang terkena VTE tidak dapat diketahui secara pasti, namun Center for
Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 1-2 orang per 1.000 orang
terkena VTE di Amerika Serikat. Diantara orang-orang yang terkena DVT, satu pertiga akan
mengalami komplikasi jangka panjang seperti bengkak, nyeri, perubahan warna, dan timbul
kulit bersisik pada anggota tubuh yang terkena. Satu pertiga orang dengan DVT/PE akan
mengalami rekuren dalam waktu 10 tahun.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Pembuluh Darah pada Ekstremitas Inferior dan Paru

 Pembuluh Nadi Extremitas Inferior


Ekstremitas inferior diperdarahi oleh A.femoralis yang merupakan lanjutan dari
A.iliaca externa. Setelah melewati canalis adductorius, A.femoralis selanjutnya disebut
sebagai A.poplitea.4

Cabang-cabang A.femoralis :4

- Cabang superficial:

o A.epigastrica superficialis yang berjalan ke arah kranialis ke dinding perut

o A.circumflexa ilium superficialis menuju ke arah lateralis sejajar dengan


ligamentum inguinale

o Aa.pudendae externae, mengurus genitalia externa

- Cabang profunda:

o A.profunda femoris, cabang-cabangnya terbesar yang memberi darah pada


sebagian besar tungkai atas:

 A.circumflexa femoris medialis

 A.circumflexa femoris lateralis

 Aa.perforantes

o A.genus suprema: dipercabangkan dalam canalis adductorius, kemudian


menembus membrana vasto-adductoria bagian distal, bersama n.saphenus,
dan akhirnya ikut membentuk rete articulare genu.

A.poplitea yakni lanjutan A. femoralis, mempercabangkan:4

- A.genus superior medialis

- A.genus superior lateralis

- A.genus superior media

- Aa.surales
- A.genus inferior medialis

- A.genus inferior lateralis

Kemudian pembuluh tersebut bercabang dua menjadi: 4

 A.tibialis anterior, memalui lubang di dalam membrana interossea dan mencapai


bagian anterior tungkai bawah di mana dipercabangkan A.recurrens tibialis anterior
dan posterior.

 A.tibialis posterior, mempercabangkan ramus fibularis untuk rete articularis genus


dan A.peronaea.

A.obturatoria cabang A.iliaca interna (atau A.glutea superior) melalui foramen


obturatorium akan mencapai otot-otot adduktor dan bercabang menjadi ramus superficialis
dan ramus profundus. A.glutea superior mengambil jalan melalui foramen suprapriforme.
Cabang-cabangnya mengadakan anastomosis dengan A.circumflexa ilium profunda ramus
ascendens a.circumflexa femoris lateralis dan ramus profundus a.circumflexa femoris
medialis.4

 Pembuluh Balik Extremitas Inferior


Di jaringan subkutan di bagian anterior dapat ditemukan V.saphena magna, yang pada
fossa ovalis menembus fascia cribosa dan bermuara ke dalam V.femoralis.1Selain
pembuluh ini terdapat pula beberapa pembuluh balik lain, yang membelok ke dalam pada
fossa ovalis (gambar 3) , yakni V.epigastrica superficialis, V.circumflexa ilium
superficialis, vv.pudendae externae. Masing-masing pembuluh balik ini mengikuti
perjalanan pembuluh nadi yang sesuai namanya. Biasanya tiap pembuluh nadi diikuti oelh
2 pembuluh balik, kecuali:4

- A.profunda femoris, yang hanya mempunyai satu V.profunda femoris

- A.femoralis

 Kaki secara topografik, pada kaki dapat dibedakan dorsum pedis dan plantar pedis.4
 Pembuluh Nadi
Peredaran darah arterialis di kaki biasanya diurus oleh A.tibialis anterior dan A.tibialis
posterior.A.tibialis anterior di dorsum pedis disebut A.dorsalis pedis. Di sisi medial kaki
dipercabangkan Aa.tarseae mediales dan untuk sisi lateral kaki dipercabangkan A.tarsea
lateralis. Di bagian distal dipercabangkan A.arcuata, yang berjalan di bawah otot-otot kaki
ke arah lateral dan berhubungan dengan A.tarsea lateralis untuk membentuk rete dorsalis
pedis.Dari rete dorsalis pedis berasal cabang-cabang yang terkenal sebagai Aa.metatarseae
dorsales. Tiap A.metatarsea dorsalis memberi satu ramus perforans dan bercabang dua
menjadi Aa.digitales dorsales. A.dorsalis pedis sendiri menembus spatium interoseum 1
sebagai ramus plantaris profundus.1A.tibialis posterior bercabang menjadi A.plantaris
medialis dan A.plantaris lateralis. A.plantaris medialis adalah lebih kecil dan berjalan ke
arah distal di sisi medialis kaki. A.plantaris medialis mengikuti otot-otot jari 1 ke arah
distal, lalu bercabang menjadi ramus superficialis dan ramus profundus. Ramus profundus
A.plantaris medialis mengadakan anastomosis dengan ramus plantaris profundus.
A.dorsalis pedis dan ramus profundus A.plantaris lateralis. Dan dengan demikian
membentuk arcus plantaris. Dari arcus plantaris dipercabangkan Aa.metatarseae plantares.
Tiap A.metatarsea plantaris mempercabangkan ramus perforans posterior yang
berhubungan dengan A,metatarsea dorsalis, ramus perforans anterior yang berhubungan
dengan pembuluh nadi di permukaan dorsalis jari, lalu bercabang dua membentuk
aa.digitales plantares.4

 Pembuluh Balik
Tiap pasang V.digitalis dorsalis pedis pada setiap jari akan bersatu menjadi satu
V.metatarsea dorsalis, yang menyalurkan darahnya ke dalam arcus venosus dorsalis pedis.
Arcus venosus dorsalis pedis berhubungan dengan rete venosum dorsale pedis, yang
terletak subkutan dan menyalurkan darahnya melalui V.saphena magna dan V.saphena
parva.Di plantar pedis tiap-tiap vv.digitales plantares pedis bersatu menjadi V.metatarsea
plantaris yang bermuara ke dalam arcus venosus plantaris. Lengkung ini terletak
berdekatan pada arcus plantaris arteriosum.Systema venosum di dorsum pedis dan di planta
pedis dihubungkan satu dengan yang lain oleh Vv.intercapitulariae. Dalam jaringan
subkutan pedis terletak satu rete venosum plantare.4

 Paru
Ada dua buah paru, yaitu pau kanan dan kiri. Paru kanan mempunyai tiga lobus dan
paru kirir mempunyai dua lobus. Lobus paru terbagi lagi menjadi beberapa segmen. Paru
kanan mempunyai 10 segmen sedangkan paru kiri mempunyai 8 segmen.5,6

Paru kanan batas anterior paru kanan menuju ke bawah dimulai di belakang sendi
sternoklavikular dan mencapai linea mediana pada ketinggiian angulus sterni. Batas paru
ini terus ke bawah melalui belakang sternum pada ketinggian sternokondralis keenam,
disini batas bawah melengkung ke lateral dan sedikit ke inferior, memotong iga keeenam
di linea medioklavikularis dan memotong iga ke delapan pada linea medioaksilaris. Batas
ini kemudian menuju ke bagian posterior spinosus vertebra torasik kesepuluh. Pada
keadaan inspirasi, batas inferior kira-kira turun dua iga. Bagian inferior fiisura oblikus paru
kanan berakhir di batas bawah paru pada linea medioklavikularis. Lokasi fisura horizontalis
pada ketinggian kartilago ke empat.
Paru kiri batas anterior paru kiri hamper sama dengan batas anterior paru kanan,
tetapi pada ketinggian kartilago iga keempat paru kiri berdeviasi ke lateral karena terdapat
jantung.batas bawah paru kiri lebih inferior dibandingkan paru kanan karena paru kanan
terbatas oleh hepar. Fisura oblikua paru kiri letaknya dengan pareu kanan. Tidak seperti
pleura, paru jarang meluas ke inferior. Pleura parietalis kostalis sering bertemu
berdempetan dengan pleura parietaliis diafragmatika membentuk sulkus kostofrenikus.5,6

 Vaskularisasi paru mendapat darah dari dua system arteri, yaitu arteri pulmonalis
dan arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama kanan dan
kiri untuk kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok darah ke
intersisial paru. Tekanan darah pada arteri pulmonalis sangat rendah sehingga
memungkinkan pertukaran gas dengan baik. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal
dari arteri bronkialis lebih tinggi dibandingkan tekananpada arteri pulmonalis. Darah yang
dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke saluran pernapasan, serta interlobular, dan pleura.
Sepertiga darah yang meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena kava sedangkan
yang dua per tiga lagi melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.5,6

Definisi
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau
bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.pembekuan darah di dalam lumen
pembuluh darah atau penyumbatan pembuluh darah. Trombus dapat terbentuk baik di arteri
maupun vena, tetapi keduanya memiliki patofisiologi yang berbeda dan menyebabkan
keluaran yang berbeda pula.Embolus adalah material intravaskular yang berpindah dari
lokasi asalnya dan menyumbat pembuluh darah distal. Embolus dapat berupa gumpalan
darah (trombus), lemak, udara, cairan amnion, atau tumor. PE biasanya disebabkan oleh
thrombus yang berasal dari DVT pada kaki.1
Venous Thromboembolism (VTE) atau Tromboemboli Vena sendiri adalah suatu
patologi yang bermanifestasi dalam bentuk deep vein thrombosis (DVT) dan pulmonary
embolism (PE).VTE ini dapat menyebabkan disabilitas ataupun kematian akibat masalah
kardiovaskular.7 Deep vein thrombosis atau trombosis vena dalam adalah bekuan darah
yang terletak pada vena dalam,biasanya pada kaki namun dapat pula terbentuk baik pada
lengan maupun vena bagian tubuh lainnya. Pulmonary embolism atau emboli paru terjadi
ketika bekuan pada DVT pecah dan berpindah dari lokasi asalnya menuju paru dan
menyumbat sebagian atau seluruh suplai darah pada paru. Bekuan darah pada paha lebih
sering pecah dan berpindah menuju paru dibandingkan bekuan darah pada betis maupun
bagian tubuh yang lain .8,9
Tabel 1. Perbedaan antara trombosis arteri dan trombosis vena.8

Trombosis Arteri Trombosis Vena


Mekanisme Ruptur plak aterosklerosis Kombinasi faktor
Virchow’s Triad
Lokasi Arteri, ventrikel kiri Sinusoid vena otot dan
jantung katup vena
Penyakit Acute Coronary Deep Venous Thrombosis,
Syndrome, Ischemic Pulmonary Embolism
Stroke, Limb
Claudication/Ischemia
Komposisi Dominan platelet Dominan fibrin
Tatalaksana Antiplatelet (clopidogrel) Antikoagulan (heparin,
warfarin)

Epidemiologi
Trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta
penduduk setiap tahun akibat trombosis arteri, vena atau komplikasinya di Amerika Serikat.
Insidensi tahunan dari VTE pada orang Eropa berkisar antara 104 sampai 183 per 100.000
orang per tahun .Sedangkan, insidensi untuk PE (dengan maupun tanpa DVT) dan DVT saja
adalah 29 sampai 78 dan 45 sampai 117 per 100.000 orang per tahun .10
VTE adalah penyakit yang lebih banyak menyerang orang pada usia tua dan jarang
terjadi sebelum usia remaja akhir. Insidensi dari VTE meningkat seiring dengan
bertambahnya usia baik pada laki-laki maupun pada perempuan dan baik pada PE maupun
pada DVT. Kejadian VTE lebih tinggi pada laki-laki (130 per 100.000) disbanding pada
perempuan (110 per 100.000) dengan rasio 1.2:1. Insidensi VTE lebih tinggi pada perempuan
pada usia produktif hamil dan lebih tinggi pada laki-laki setelah usia 45 tahun. Di Indonesia
sendiri, kejadian VTE tidak termasuk 12 penyakit tidak menular dengan insidensi tertinggi.11
Etiologi

Penyebab dari venous thromboembolism berhubungan dengan Virchow’s Triad.


Virchow’s Triad terdiri dari tiga kondisi yang menjadi predisposisi terbentuknya trombus,
yaitu hiperkoagulabilitas, stasis, dan kerusakan endotel. Hiperkoagulabilitas adalah
perubahan pada jalur koagulabilitas darah, perubahan darah ke arah koagulasi. Stasis adalah
melambatnya atau berhentinya laju darah. Kerusakan endotelial dapat menyebabkan
hilangnya antitrombotik, karena endotel normal akan mengeluarkan antitrombotik .Masing-
masing bagian dari Virchow’s Triad tersebut memliki faktor risiko yang berhubungan, seperti
berikut :8

a) Hiperkoagulabilitas
Faktor herediter :
 Faktor Leiden V : activated factor V (FVa) merupakan kofaktor untuk
faktor X aktif, kedua faktor tersebut akan membentuk thrombin dari
prothrombin. Thrombin adalah protease serine yang merubah fibrinogen
menjadi fibrin dan mengaktifkan faktor lain pada kaskade koagulasi.
Untuk meregulasi koagulasi dan menghentikan pembentukan bekuan,
activated protein C (aPC) membelah dan menginaktivasi FVa. Faktor
Leiden V adalah mutasi pada aPC dan membuat FVa resisten pada
inaktivasi dan menjadi predisposisi untuk pembentukan pembekuan dan
VTE.
 Prothrombin G20210A : terjadi mutasi yang menyebabkan peningkatan
produksi dari prothrombin (faktor II).
 Defisiensi antithrombin (AT), protein C (PC), protein S (PS), dan
plasminogen (Pg): AT, PS, dan PC adalah protein antikoagulan
mayor, defek genetik pada hal-hal ini dapat menjadi predisposisi
terbentuknya VTE.
Faktor dapatan :

 Kanker : sel kanker menginduksi fase prothrombin. Beberapa sel


kanker memproduksi protein prokoagulan dan menyebabkan
terlepasnya mikropartikel yang menyebabkan kondisi
hiperkoagulasi sistemik. Prokoagulan yang biasa muncul adalah tissue
factor yang secara tidak langsung mengaktivasi faktor X dan
prokoagulan kanker yang secara langsung mengaktivasi faktor X.
 Kemoterapi : kemoterapi menginduksi TF pada sel tumor,
menurunkan PC dan PS, membuat kerusakan langsung pada dinding
endotel pembuluh darah dan mengaktivasi trombosit.
 Kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon: hiperestrogenemia
menyebabkan peningkatan sintesis protein prokoagulan pada hepar
dan menurunkan sintesis protein antikoagulan dan fibrinolitik.
 Kehamilan dan masa postpartum: kadar estrogen yang tinggi dan
terjadi stasis karena obstruksi vena cava inferior oleh fetus.
 Obesitas sentral: efek prokoagulan pada adipocytokines (leptin dan
adiponectin) meningkatkan aktivitas dari kaskade koagulasi,
peningkatan inflamasi, stress oksidatif, dan disfungsi endotel.
 Heparin-induced thrombocytopenia (HIT)
b) Statis
 Penurunan mobilitas : peningkatan kontak antara faktor koagulasi dengan
endotelium. Contohnya yaitu perjalanan panjang dan hospitalisasi.
 Polisitemia : hiperviskositas akibat produksi berlebih dari sel darah merah
yang dapat menyebabkan stasis darah pada vena.
 Kerusakan endotel : stasis secara langsung merusak endotelium dan
mengurangi fibrinolisis alami.

 Congestive heart failure: kegagalan pompa jantung menyebabkan


stasis vena dan peningkatan tekanan vena sentral.
c) Kerusakan Endotel
 Disfungsi endotel: perubahan keseimbangan antara pembentukan dan
pemecahan trombosis akibat penurunan sintesis nitric oxide dan
prostacyclin serta peningkatan endothelin-1.
Contoh: hipertensi dan merokok.
 Kerusakan endotel: paparan pada subendothelial tissue factor dan kolagen
yang menyebabkan aktivasi dan agregasi platelet sehingga terjadi
pembekuan. Contoh: penggunaan kateter vena sentral, bedah mayor, dan

trauma.

Gambar 1. Virchow’s Triad .8


Patogenesis

Dalam keadaan normal darah berada dalam sistim pembuluh darah dan berbentuk
cair,keadaan ini dimungkinkan oleh faktor hemostatis. Kelainan hemostatis menyebabkan
perdarahan atau trombosis dimana proses pembentukan trombus atau adanya trombus
dalam pembuluh darah atau ruang jantung.trombosis dapat terjadi pada vena dan arteri.
Pada vena disebut trombus merah karena komposisinya selain fibrin di dominansi oleh
sel darah merah.12
Trombosis vena bisanya dimulai di vena betis yang kemudian meluas sampai vena
proksimal. Trombus biasanya dibentuk pada daerah aliran darah yang lambat atau yang
terganggu.sering dimulai sebagai deposit kecil pada sinus vena besar di betis pada puncak
kantong vena baik di vena dalam betis maupun di paha atau pada vena yang lansung
terkena trauma.pembentukan,perluasan dan pelarutan trombus vena dan emboli paru
mencerminkan suatu keseimbangan antara yang menstimulasi trombosis dan yang
mencegah trombosis. Faktor yang berperan pada trombosis vena yang terkenal dengan
Triad Virchow yaitu koagulasi darah,stagnasi dan kerusakan pembuluh darah.12
Dalam keadaan normal darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,tetapi
akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.virchow
mengungkapkan suatu triad terbentuknya trombus yaitu triad virchow terdiri dari 1)
gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan statis, 2)gangguan pada keseimbangan
antara antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor
pembekuan, dan 3) gangguan pada dinding pembuluh darah endotel yang menyebabkan
prokoagulan.12
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi gangguan sel endotelterpaparnya
subendotel akibat hilangnya sel endotel,aktivasi trombosit atau interaksinya dengan
kolagen subendotelatau faktor von willebrand,aktivasi koagulasi,terganggunya
fibrinolisis dan statis. Mekanisme protektif terdiri dari faktor antitrombotik yang
dilepaskan oleh sel endotel yang utuh, netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh
inhibitor,pemecahan faktor pembekuan oleh protease,pengenceran faktor pembekuan
yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh aliran darah dan lisisnya trombus oleh
sistem fibrinolisis . trombus pada vena terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit
dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit.12
Hemostatis terjadi dengan adanya tumpang tindih seperti inisiasi, amplifikasi dan
propagasi. proses hemostatis normal didasari oleh cedera vascular, yang memungkinkan
trombosit dan faktor 8 kompleks von Willebrand bersentuhan dengan kolagen dan
jaringan sel-sel faktor; bantalan di ruang ekstravaskular. Sel-sel ini menghasilkan
sejumlah kecil thrombin melalui tradisional yang disebut jalur koagulasi ekstrinsik
(melalui faktor VIIa/faktor jaringan yang kompleks dan faktor Xa/Va
kompleks).Thrombin menguatkan proses hemostatik dengan merangsang trombosit yang
sebagian diaktifkan selama kepatuhan terhadap kolagen untuk tingkat yang lebih tinggi
aktivitas prokoagulan.Thrombin juga mengaktifkan kofaktor V, VIII dan XI pada
permukaan trombosit dalam persiapan untuk skala besar produksi thrombin. Fase
propagasi ini secara tradsional telah disebut jalur ‘intrinsik’ (faktor Xia/faktor IXa/VIIIa
kompleks dan faktor Xa/Va kompleks) terjadi pada permukaan trombosit
diaktifkan.Langkah terakhir dalam hemostatis adalah thrombin-dimediasi konversi
fibrinogen untuk monomer fibrin, yang memicu dan polymeris ke bentuk helai fibrin.
Faktor XIIIa berikatan kovalen dengan obligasi ini satu sama lain. Pengendapan fibrin
local bentuk meshwork yang menyelubungi agregat trombosit mementuk gumpalan darah
stabil yang terbebas cedera pembuluh darah dan mencegah kehilangan.Proses koagulasi
dikendalikan oleh beberapa zat antitrombolitik yang dikeluarkan oleh endothelium utuh
berdekatan dengan jaringan kulit yang rusak. Trombomobulin memodulasi aktivitas
thrombin dengan mengubah protein C ke bentuk aktif (aPC), yang bergabung dengan
protein S untuk menonaktifkan faktor Va dan VIIIa. Reaksi koagulasi ini hadir dari
menyebar ke dinding pembuluh darah sehat. Selain itu, sikulasi antitrombin menghambat
thrombin dengan faktor Xa. Heparin sulfat disekresikan oleh sel-sel endotel dan
mempercepat aktivitas antitrombin. Heparin kofaktor II juga menghambat thrombin.

Sistem fibrinolitik melarutkan bekuan darah terbentuk plasminogen diubah menjadi


plasmid dengan aktivator jaringan plasminogen urokinase dan aktivator palsminogen.
plasmin menurunkan jala fibrin menjadi produk akhir larut dikenal sebagai produk fibrin
atau produk degradasi fibrin.Pergantian dalam salah satu dari tiga komponen utama dapat
menyebabkan pembuluh patologis bekuan formasi darah, beredar unsur dalam darah, dan
kecepatan aliran darah (Virchow triad).Cedera vaskular terjadi pada pasien yang
menderita trauma (terutama fraktur panggul, pinggul, atau kaki), menjalani operasi
ortopedi besar (misalnya, lutut dan penggantian pinggul), atau telah kateter vena.Bagian
hiperkoagulasi mencakup keganasan, protein C aktif resistensi, defisiensi protein C,
protein S, atau antitrombin; concetrations axcessively tinggi faktor VIII, IX, dan XI atau
atau fibrinogen, antibodi antifosfolipid, penggunaan estrogen, dan situasi lain.Stasis vena
mendukung thrombogenesis sebagian melalui pengurangan clearance aktif faktor
pembekuan dari situs pembentukan trombus. stasis dapat disebabkan oleh kerusakan
katup vena, penyumbatan pembuluh, imobilitas berkepanjangan, atau peningkatan
kekentalan darah. kondisi yang berhubungan dengan statis vena termasuk penyakit medis
besar (misalnya, gagal jantung dan infark miokard), operasi besar, kelumpuhan (sebagai
akibat dari, misalnya, cedera tulang stroke atau tulang belakang), polisitemia vera,
obesitas, atau varises.Meskipun thrombus dapat dari dalam setiap bagian dari sirkulasi
vena, mayoritas trombus dimulai pada ekstremitas bawah. sekali terbentuk, thrombus
vena (1) tetap asimtomatik, (2) melisiskan spontan, (3) menghalangi sirkulasi vena, (4)
merambat ke pembuluh darah yang lebih proksimal, (5) emboli, atau (6) bertindak dalam
kombinasi cara ini. bahkan pasien tanpa gejala mungkin mengalami konsekuensi log-
panjang, seperti sindrom postthrombotic dan VTE berulang.12

Faktor Resiko

Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah status aliran
darah dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah.Faktor kerusakan dinding pembuluh
darah adalah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan
trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan
meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena.13,14

Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :13,14

1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada
operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan
pada operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-
14%.Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan
operatif, adalah sebagai berikut:

a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada


waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis
vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX. Pada
permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya
plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan
koagulasi darah.

4. Infark miokard dan payah jantung


Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan
yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan
adanya statis aliran darah karena istirahat total.Trombosis vena yang mudah terjadi
pada payah jantung adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena
adanya bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan payah jantung.

5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.


Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena.

6. Obat-obatan konstraseptis oral


Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

7. Obesitas dan varices


Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like
activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat.
Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke
dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi
terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari deep vein thrombosis timbul akibat adanya obstruksi
vena dan inflamasi pada vena. Pulmonary embolism sering tidak menimbulkan gejala
(asimtomatik). Pada pasien yang simtomatik, sering muncul dyspnea. Pasien yang
sudah mengalami PE jarang ditemukan bukti adanya DVT dikarenakan trombus pada
DVT sudah menjadi embolus dan menyumbat paru-paru.8
Tabel 2. Tanda dan gejala deep vein thrombosis.8
Gejala Tanda Mekanisme
Bengkak Pitting Bengkak dan pitting edema disebabkan
asimetris edema pada karena adanya obstruksi vena. Lingkar
pada kaki sisi yang betis dihitung pada 10 cm di bawah
terkena tuberkel tibia. Perbedaan <1 cm antara
betis kiri dan kanan dianggap normal, jika
perbedaan >3 cm maka disebut signifikan.
Nyeri dan Lebam Nyeri, eritema, dan lebam disebabkan
eritema terlokalisir karena adanya inflamasi vaskular.
Munculnya sel inflamasi pada trombus
dan stasis vena menyebabkan phlebitis.
Homans sign Pertama kali ditemukan oleh dokter bedah
Dr. John Homans, ditandai dengan
dorsofleksi pasif dari pergelangan kaki.
Dikatakan positif jika terjadi peningkatan
resistensi terhadap dorsofleksi atau fleksi
dari lutut, sebagai bentuk respon dari
iritasi pada otot betis posterior.
Dilatasi vena Terabanya Dilatasi vena superfisial disebabkan oleh
superfisial vena obstruksi vena dalam. Vena superfisial
superfisial teraba menunjukkan tanda phlebitis
superfisial.
Tabel 3. Tanda dan gejala pulmonary embolism.8
Gejala Tanda Mekanisme
Dyspnea Takipnea, Hiperventilasi terjadi sebagai
penurunan kompensasi dari peningkatan dead space
udara masuk, dan sebagai respon dari mediator kimia
rales yang dilepaskan platelet. Dyspnea adalah
terlokalisir, gejala sentral yang disebabkan karena
wheezing sumbatan pada vena yang besar. Dyspnea
adalah gejala dan tanda yang paling
umum.
Parasternal Peningkatan tekanan paru (akibat
terangkat, vasokonstriksi) menyebabkan overload
suara P2 pada ventrikel kanan (suara P2 keras) dan
keras, dilatasi ventrikel kanan (parasternal
peningkatan terangkat). Gagal jantung kanan
JVP menyebabkan meningkatnya jugular
vein pressure (JVP) dan gagal jantung
kiri menyebabkan takikardi.
Palpitasi Tanda Takikardi adalah respon simpatetik dari
hemodinamik: menurunnya cardiac output.
takikardi
Pleuritic Pleural PE yang terjadi dekat dengan pleura
chest pain friction rub, (peripheral PE) menyebabkan iskemik
tanda efusi pada area sekitarnya, menyebabkan
pleura inflamasi. Karena pleura memiliki
(perkusi inervasi, inflamasi yang terjadi akan
pekak, menyebabkan pleuritic chest pain.
penurunan Inflamasi juga akan meningkatkan
fremitus) permeabilitas permukaan pleura,
menyebabkan akumulasi caira eksudatif
pelura (efusi pleura).
Hemoptisis PE menyebabkan rusaknya vaskularisasi
dan batuk paru sehingga muncul perdarahan pada
jalan napas. Batuk biasanya tidak
produktif dan disebabkan karena iritasi
pleura atau jalan napas.
Syncope Hipotensi, Penurunan preload ventrikel kiri
sianosis menyebabkan gagal jantung kiri.
Diagnosis
Diagnosis dari VTE ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
pemeriksaan penunjang. Temuan klinis dari DVT adalah bengkak, nyeri,
lebam, kemerahan, hangat dan temuan klinis dari PE adalah napas yang
pendek, pleuritic chest pain, takikardi, dan batuk. The Wells Prediction
Score adalah skoring yang dapat digunakan untuk menilai probabilitas
adanya DVT dan PE.15
Pasien dengan kemungkinan DVT dapat dites lebih lanjut dengan
compression ultrasonography, dimana vena proksimal (popliteal dan
femoral) ditekan dengan menggunakan ultrasound probe. Vena normal
dapat dengan mudah disumbat dengan kompresi eksternal sedang, tetapi
pada DVT akan sulit untuk menyumbat lumen vena. Tes nilai D-Dimer
darah bisa dilakukan pada pasien dengan kemungkinan rendah. Contrast
venography adalah gold standart untuk diagnosis DVT tetapi pemeriksaan
ini invasive, mahal, dan tidak selalu ada di setiap fasilitas kesehatan .8
Tabel 4. The Wells Prediction Score untuk DVT .15
Kriteria Risiko Point
Pengobatan kanker dalam 6 bulan terakhir atau pengobatan 1
Paliatif
Betis bengkak (≥3 cm dibanding kaki yang tidak terkena) 1
Bengkak vena superfisial pada kaki yang terkena 1
Pitting edema pada kaki yang terkena 1
Riwayat DVT sebelumnya 1
Bengkak seluruh kaki 1
Nyeri terlokalisir 1
Riwayat operasi dalam 12 minggu terakhir atau tirah baring 1
selama ≥3 hari
Paralisis, paresis, atau pemasangan gips pada ekstremitas bawah 1
Diagnosis lain yang lebih mungkin daripada DVT: -2
Baker’s cyst, cellulitis, superficial venous thrombosis, post
phlebitis syndrome, atau lymphadenopathy.
Score <1: kemungkinan rendah dan bukan DVT
Score 1-2: kemungkinan DVT sedang
Score >2: kemungkinan DVT tinggi
Tabel 5. The Wells Prediction Score untuk PE 15
Kriteria Risiko Point
Tanda dan gejala klinis dari DVT 3
Diagnosis kemungkinan PE 3
Denyut jantung >100x/menit 1.5
Riwayat bedah dalam 4 minggu terakhir atau imobilisasi selama 1.5
≥3 hari
Riwayat VTE sebelumnya 1.5
Hemoptisis 1
Pengobatan kanker dalam 6 bulan terakhir atau pengobatan 1
Paliatif
Score <2: kemungkinan PE rendah
Score 2-6: kemungkinan PE sedang
Score >6: kemungkinan PE tinggi

Penatalaksanaan

Tujuan dari tatalaksana VTE adalah pemberian antikoagulan utnuk mencegah


pembentukan bekuan dan pemberian trombolitik untuk memecah trombus
.Antikoagulasi : mengurangi pembentukan bekuan
Antikoagulan parenteral (intravena atau subkutan) maupun oral adalah terapi
utama dari VTE. Terapi dapat dimulai dengan menggunakan agen parenteral (heparin,
low molecular weight heparin, atau fondaparinux) atau antikoagulan oral (rivaroxaban),
setelah itu terapi dirubah menjadi antikoagulan kronik (warfarin). Unfractionated
heparin (UFH) menghambat fungsi dari trombin dan faktor Xa dengan cara menginduksi
perubahan pada antitrombin sehingga dapat bekerja dengan lebih baik. Low molecular
weight heparin (LMWH) bekerja sama seperti UFH tetapi hanya mempercepat ikatan
antara antithrombin dengan faktor Xa saja. Fondaparinux adalah sekuens pentasakarida
yang secara langsung mengikat antithrombin dan menginduksinya agar bekerja dan
menghambat faktor Xa saja. Rivaroxaban adalah obat antikoagulan baru yang
menginhibisi faktor Xa.8
agen parenteral (heparin, low molecular weight heparin, atau fondaparinux) atau
antikoagulan oral (rivaroxaban), setelah itu terapi dirubah menjadi antikoagulan kronik
(warfarin). Unfractionated heparin (UFH) menghambat fungsi dari trombin dan faktor Xa
dengan cara menginduksi perubahan pada antitrombin sehingga dapat bekerja dengan
lebih baik. Low molecular weight heparin (LMWH) bekerja sama seperti UFH tetapi
hanya mempercepat ikatan antara antithrombin dengan faktor Xa saja. Fondaparinux
adalah sekuens pentasakarida yang secara langsung mengikat antithrombin dan
menginduksinya agar bekerja dan menghambat faktor Xa saja. Rivaroxaban adalah obat
antikoagulan baru yang menginhibisi faktor Xa.8
a) Antikoagulasi kronik : profilaksis VTE
Obat-obatan ini digunakan sebagai antikoagulasi pasien rawat jalan. Antagonis
vitamin K (contoh: warfarin) dapat digunakan tetapi agen yang lebih baru seperti
dabigatran dan rivaroxaban lebih sering digunakan. Aspirin juga dapat digunakan untuk
profilaksis VTE.
Antagonis vitamin K (warfarin) menginhibisi sintesis dari calcium dependent
clotting factors seperti faktor II, VII, IX, dan X. Warfarin juga menginhibisi PS dan PC.
Efek samping dari warfarin adalah terjadi peningkatan perdarahan, bersifat teratogen pada
kehamilan, berinteraksi dengan berbagai makanan dan minuman, membutuhkan
monitoring ketat karena efek sampingnya yang tidak dapat diprediksi.
Inhibitor trombin langsung (dabigatran) secara langsung memblokir fungsi
trombin dengan memblokir situs aktifnya. Bekerja sama seperti warfarin hanya saja tidak
membutuhkan monitoring ketat karena efek sampingnya yang dapat diprediksi.
Inhibitor Xa langsung (rivaroxaban) secara langsung menginhibisi fungsi dari
faktor Xa dengan memblokir situs aktifnya. Rivaroxaban dapat digunakan sebagai
pencegahan PE pada pasien simtomatik dan memiliki risiko perdarahan yang lebih rendah
disbanding warfarin.
Aspirin adalah agen antiplatelet klasik yang digunakan untuk mencegah trombosis
arteri. Bukti baru menunjukkan bahwa aspirin dapat digunakan untuk mencegah rekurensi
VTE. Penggunaan aspirin dapat dipertimbangkan terutama untuk pasien yang intoleran
terhadap antikoagulan.8
b) Trombolitik : memecah trombus
Tissue plasminogen activator (tPA) akan mengaktivasi plasminogen (Pg)
menjadi plasmin (Pn) yang kemudian akan memecah trombin dan membentuk produk
D-Dimer.8

c) Kontraindikasi terhadap antikoagulan :


Thromboectomy dapat dilakukan pada pasien dengan trombus yang besar
sehingga mengalami gangguan hemodinamik dan memiliki kontraindikasi terhadap
trombolitik. Trombus tersebut dapat diambil dengan bedah atau dengan radiologi
intervensi. Inferior vena cava (IVC)
filter dapat digunakan untuk menghentikan gerak dari emboli sehingga tidak memasuki
vaskularisasi paru .8
Pencegahan
Pencegahan dari DVT dan PE adalah hal yang penting dilakukan karena VTE
adalah hal yang sulit dideteksi dan menyebabkan beban medis dan ekonomi yang cukup
berat karena sebagian besar tromboemboli vena bersifat asimtomatik atau tidak disertai
gejala klinis yang khas . Penggunakan UFH dan LMWH dosis rendah adalah profilaksis
yang paling sering digunakan di rumah sakit.8,12
Komplikasi

 Prognosis kebanyakan kasus deep vein thrombosis (DVT) atau thrombosis vena dalam,
umumnya tidak diketahui dan hilang dengan sendirinya tanpa komplikasi. Komplikasi deep
vein thrombosis (DVT) dapat berupa emboli paru dan post thrombotic
syndrome (PTS).Emboli paru adalah komplikasi akut dari DVT. Emboli paru adalah
penyumbatan arteri pulmonalis atau percabangannya akibat emboli, dalam hal ini berasal
dari DVT. Tanda dan gejala yang muncul misalnya dyspnea, nyeri dada pleuritik, batuk,
hemaptoe, palpitasi, desaturasi oksigen, penurunan kesadaran, hipotensi, bahkan kematian.
Post thrombotic syndrome (PTS) dapat muncul 1 sampai 2 tahun setelah episode DVT. PTS
adalah komplikasi yang terjadi karena insufisiensi katup vena saat rekanalisasi lumen, karena
thrombus yang tersisa di dalam lumen vena. Tanda dan gejala yang timbul adalah bengkak
dan nyeri berulang progresif dan ulkus venosum yang umumnya ditemukan di area
perimaleolar. PTS dapat terjadi pada 25-50% pasien DVT.16,17
 Komplikasi yang dapat timbul akibat emboli paru adalah gagal napas, emboli
rekuren, hipertensi pulmonal sekunder, hingga cardiac arrest. Tindakan thrombolisis
juga memiliki risiko komplikasi berupa perdarahan mayor (intrakranial, peritoneal,
ataupun gastrointestinal).18,19
Prognosis

 Mortalitas DVT terutama berkaitan dengan kejadian emboli paru, di mana tercatat
sebanyak 300.000 kematian per tahun di Amerika Serikat.Menurut statistik dari Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 10-30% pasien meninggal dalam 1
bulan pertama sejak terdiagnosis tromboemboli vena, dan kematian mendadak adalah
gejala pertama pada seperempat kasus emboli paru.Morbiditas jangka panjang utama dari
DVT adalah post-thrombotic syndrome (PTS). Sebuah publikasi di Amerika Serikat
tahun 2004 mencakup 21.680 subjek berusia ≥45 tahun yang dipantau selama 7.6 tahun
mencatat terdapat 7.7% rekurensi dalam 2 tahun setelah episode pertama tromboemboli
vena.Menurut data CDC, separuh dari penderita DVT akan mengalami komplikasi PTS
seperti pembengkakan, nyeri, ataupun perubahan warna kulit. Selain itu, sepertiga dari
penderita DVT tercatat mengalami rekurensi dalam 10 tahun.17,20
 Prognosis pada pasien emboli paru sangat beragam dan tergantung dari tingkat keparahan
penyakit dan terapi yang diberikan.18,19
BAB III
KESIMPULAN

Venous thromboembolism (VTE) adalah kondisi patologi yang terdiri dari


deep vein thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE). Angka kejadian dari
VTE sendiri juga cukup tinggi di Amerika Serikat. Kejadian DVT dan PE ini
diawali dengan terganggunya Virchow’s Triad yang terdiri dari hiperkoagulabilitas,
stasis vena, dan kerusakan jaringan endotel. Ketidakseimbangan tersebut
menyebabkan terjadinya penumpakan fibrin melalui kaskade koagulasi dan
terbentuklah bekuan darah atau trombus pada vena dalam tubuh. Trombus ini paling
sering terbentuk pada vena dalam betis ataupun paha. Suatu saat, trombus ini dapat
terlepas dan menjadi emboli pada paru-paru sehingga menyebabkan terjadinya PE.
Gejala dari DVT adalah terjadinya pembengkakan kaki, nyeri, dan muncul
kemerahan pada kaki yang terkena. Gejala dari PE adalah munculnya dyspnea,
takikardi, palpitasi, pleuritic chest pain, hemoptisis, dan batuk. Tatalaksana dari
VTE adalah pemberian antikoagulan dan trombolitik. Agen heparin, warfarin,
LMWH, maupun aspirin dapat digunakan untuk tatalaksana dari VTE. Penggunaan
UFH dan LMWH dosis rendah juga dapat digunakan sebagai profilaksis dari VTE.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukrisman, L., 2014. Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing, pp. 2818.
2. Beckman, M., 2010. Venous thromboembolism: a public health concern. Am J Prev
Med, pp. 495-501.
3. Center for Disease and Control Prevention,2017.Venoush Tromboemolism (Blood
Clots).(online) Available at : https://www.cdc.gov/ncbddd/dvt/data.html
4. Winami W, Kindangen K, Listiawati E. Buku ajar anatomi: sistem kardiovaskular 1. Jakarta:
FK UKRIDA; 2010.h.50-7.
5. Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2009
6. Djojodibroto D. respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.h.57-9
7. Goldhaber, S. Z., 2015. Deep Venous Thrombosis and Pulmonary Thromboembolism.
In: 19th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill
Education, h. 1631-1637.
8. Wong, E. & Chaudhry, S., 2016. McMaster Pathophysiology Review. [Online]
Availableat:http://www.pathophys.org/vte/ [Accessed 28 mei 2019].
9. American Heart Association, 2017 (online) Avaliable at :
https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@hcm/documents/downloadable/ucm_480270.pdf
10. Heit, J. A., 2015. Epidemiology of venous thromboembolism. Nat Rev cardiol.h.464-
474.
11. Kementrian Kesehatan RI, 2013. Riskesdas 2013, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
12. Sudoyo AW, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 6. Jakarta: Interna Publishing,
2014. h.2820-2823.
13. Jackson D, Fatemeh M. 2011. Venous Thromboembolism Classification,Risk
Factors,Diagnosis,and Management : Jurnal ISRN Hematology 2011. h. 2-5.
14. Bakta I M. 2007. Thrombosis dan Usia Lanjut : Jurnal Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Undayana/Rs Sanglah Denpasar . Vol 8, no 2 . h. 150-58
15. Rose, A., 2016. Venous Thromboembolism Diagnosis and Treatment Clinical Practice
Guideline, Madison, Wisconsin: UW Hospital and Clinics
16. Jayanegara A. Diagnosis dan Tatalaksana Deep Vein Thrombosis. 2016. 43(9): (652-
7).http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_244CME-Diagnosis dan Tatalaksana Deep
Vein Thrombosis.pdf.
17. Prevention CfDCa. Venous Thromboembolism (Blood Clots) United States: Centers
for Disease Control and Prevention; 2018 [updated 2018, Feb 5th. Available from:
https://www.cdc.gov/ncbddd/dvt/data.html.
18. Tapson VF. Acute pulmonary embolism. NEJM, 2008. 358:1037-52. 10.1056/NEJMra072753
19. Aujesky D, Obrosky DS, Stone RA, et al. Derivation and validation of a prognostic model for
pulmonary embolism. Am J Respir Crit Care Med, 2005. 172: 1041-46. 10.1164/rccm.200506-
862OC
20. Naddour M,Kalani M. Prognosis and monitoring of VTE .Wolters Kluwer Health. Vol 40 ,no
3. h. 288-300

Anda mungkin juga menyukai