Anda di halaman 1dari 18

Maternal and Fetal

Phyisiology in
Anasthesia
Perubahan Fisiologis Kehamilan

 Sistem Saraf Pusat


 Kardiovaskular
 Pernapasan
 Gastrointestinal
 Hematologi
 Metabolisme
 Hepar
 Ginjal
Sistem Saraf Pusat

 Minimum alveolar concentration (MAC) pada saat kehamilan menurun secara


progresif, pada saat aterm, sekitar 40% untuk semua agen anestesi general.
MAC kembali normal pada 3 hari setelah kelahiran. Hal ini dipengaruhi oleh
kadar hormonal maternal dan level opioid endogen. Progesteron, merupakan
sedatif ketika diberikan dalam dosis famakologikal, meningkat secara normal 20
kali pada aterm. Peningkatan kadar β-endorfin selama persalinan dan kelahiran.
 Sensitivitas terhadap anestesi lokal pada ibu hamil ketika anestesi regional dan
analgesia meningkat dan blok neural terjadi pada konsentrasi rendah dari
anestesi lokal. Kebutuhan dosis anestesi lokal menurun sebanyak 30%
dikarenakan oleh hormon tapi juga dikarenakan oleh pembengkakan pleksus
vena epidural.
 Obstruksi pada inferior vena cava oleh pembesaran uterus melebarkan plexus
vena epidural dan meningkatkan volume darah epidural.
Kardiovaskular

 Volume darah meningkat pada saat kehamilan untuk memenuhi peningkatan


kebutuhan metabolisme maternal dan janin
 Peningkatan curah jantung selama kehamilan (40% pada aterm) karena
adanya peningkatan denyut jantung (20%) dan stroke volume (30%).
 Estrogen meningkatkan kadar nitric oxide (NO) sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah
 Kompresi aorta dapat menyebabkan turunnya aliran darah ke ekstremitas
bawah dan aliran darah uterus sehingga menurunkan sirkulasi uteroplasenta.
Ketika digabung dengan efek hipotensi dari anestesia regional atau general,
kompresi aortokaval dapat dengan mudah menyebabkan asfiksia janin.
Pernapasan

 Kebutuhan oksigen meningkat hingga 60% pada aterm. Hal ini dipenuhi dengan
meningkatnya curah jantung dan ventilasi semenit. Ventilasi semenit meningkat
oleh karena meningkatnya laju pernafasan dan volume tidal.
 Kapasitas residu fungsional (FRC), yang merupakan cadangan oksigen utama pada
pasien yang apnea, turun hingga 20% pada aterm.FRC kembali normal dalam 48
jam setelah kelahiran.
 Ventilasi bag-mask lebih susah karena peningkatan jaringan lunak disekitar leher.
Laringoskopi dihalangi oleh kenaikan berat badan dan pembesaran payudara.
Vaskularisasi saluran nafas bagian atas meningkat oleh karena estrogen. Sehingga
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, edema, dan hiperemis muncul pada
hidung, faring, laring, trakea, dan bronkus.
 Ambilan dan eliminasi zat anestetik inhalasi dipercepat karena peningkatan
volume semenit dan penurunan FRC.
Gastrointestinal

 Pada kehamilan, motilitas usus menjadi lebih lambat dan tonus lower
esophageal sphincter (LES) turun akibat pengaruh progesteron.
 Asam lambung juga menjadi lebih asam sehingga meningkatkan risiko dan
keparahan aspirasi pneumonia saat anestesi general.
 Opioid dan antikolinergik menurunkan tekanan LES sehingga memfasilitasi
gastroesophageal reflux dan perlambatan pengosongan lambung.
Metabolisme

 Sekresi human placental lactogen (HPL) oleh plasenta bertanggung jawab


untuk resistansi insulin relatif berhubungan dengan kehamilan.
 Sekresi human chorionic gonadotropin (HCG) dan peningkatan kadar estrogen
menyebabkan hipertrofi kelenjar tiroid dan naiknya thyroid-binding-globulin;
meskipun kadar T4 dan T3 meningkat, free T4, free T3 dan tirotropin
(thyroid-stimulating hormon) tetap normal
Hepar

 Penurunan konsentrasi albumin serum karena volume plasma yang bertambah


selain mengurangi tekanan onkotik darah juga dapat berpengaruh terhadap
anestesia. Hipoalbuminemia menambah fraksi obat bebas yang berakibat
memperlambat eliminasi obat.
Ginjal

 Vasodilatasi pembuluh darah ginjal menyebabkan aliran darah ginjal dan


glomerular filtration rate (GFR) meningkat selama kehamilan, sehingga
sebagai hasilnya terjadi penurunan serum kreatinin (0,5-0,6mg/dL) dan blood
urea nitrogen (BUN) (8-9mg/dL).
 Pada kehamilan normal, terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAAS)
Sirkulasi Uteroplasenta
Sirkulasi ibu dan janin dihubungkan oleh
plasenta yang berfungsi menghasilkan
hormon dan menyediakan nutrisi, serta
berfungsi sebagai membran semipermeabel
yang membatasi sirkulasi darah ibu dan janin.
Sekitar 80% aliran darah uterus mencapai
rongga intervilus. Jumlah ini ekuivalen
dengan sekitar 10% aliran darah ibu, yang
dialirkan melalui arteri spiralis dimana
terjadi transfer O2, nutrisi, dan obat dari ibu
ke janin.
Transfer Plasenta Agen Anestesia
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
transfer obat transplasental, yaitu

 Sifat fisikokimia obat


 Konsentrasi obat dalam darah ibu. Berat Molekul
 Sifat plasenta
Kelarutan dalam
Lemak
Obat-obatan melewati plasenta melalui
3 proses utama
 Difusi
Gas pernafasan dan ion kecil ditranspor dengan difusi. Sebagian besar obat yang
digunakan untuk anestesi memiliki berat molekul dibawah 1000 dan dengan
mudah difusi melalui plasenta.
 Transport aktif
Asam amino, vitamin B12, asam lemak dan beberapa ion (kalsium dan fosfat)
menggunakan mekanisme ini.
 Pinositosis
Molekul besar, seperti immunoglobulin, ditranspor dengan pinositosis. Zat besi
memasuki sirkulasi janin dengan feritin dan transferin
Efek Agen Anestesi pada Aliran
Darah Uteroplasenta
 Agen anestesi intravena memiliki efek yang bermacam-macam terhadap aliran
darah uteroplasenta. Propofol dan barbiturate berhubungan dengan
penurunan sedikit aliran darah uterus karena mengurangi tekanan darah
maternal sesuai dengan dosis yang dipakai. Dosis induksi yang kecil dapat
menyebabkan penurunan yang besar pada aliran darah akibat dari aktivasi
simpatoadrenal oleh karena anestesia dangkal.
 Anestesia inhalasi menurunkan tekanan darah dan juga aliran darah
uteroplasenta. Pada konsentrasi <1MAC efeknya masih minor yaitu relaksasi
uterus yang bergantung pada dosis dan pengurangan sedikit aliran darah
uterus. Nitrous oxide (N2O) dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri uterina,
namun ketika diberikan dengan agen volatil lainnya memiliki efek minimal
terhadap aliran darah uterus.
 Kadar anestesia lokal yang tinggi di dalam darah, contohnya lidocaine,
menyebabkan vasokonstriksi arteri uterina. Anestesia spinal atau epidural
biasanya tidak mengurangi aliran darah uterus kecuali ketika hipotensi pada
arteri terjadi. Penurunan katekolamin endogen mengurangi vasokonstriksi
uterus. Penambahan epinefrin yang diencerkan ke cairan anestesi lokal tidak
mempengaruhi aliran darah uterus. Pengambilan epinefrin intravaskular dari
ruang epidural menyebabkan sedikit efek sistemik β-adrenergik.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai