LAPORAN KASUS
Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan Open Fraktur Cruris + Osteomyelitis
Tibia Dekstra on Exfix di Ruang Gedung Prof. Soelarto lt. 1 RS Fatmawati
Edianto 1606859361
Chairul Huda Al Husna 1606947276
Sinta Wijayanti 1606947692
PENDAHULUAN
Level adaptasi dalam teori ini adalah sebagai input yang kemudian akan
dihubungkan dengan mekanisme koping individu untuk diberikan penguatan.
Koping yang efektif akan memberikan dampak pada fungsi kehidupan
seseorang yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdependensi yang diharapkan akan menimbulkan luaran adaptasi yang
adaptif maupun inadaptif. Konsep ini dapat digunakan pada semua klien
dengan berbagai jenis penyakit.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Kajian ini untuk memahami penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem Muskuloskeletal (Fraktur) menggunakan
pendekatan model adaptasi Sister Callista Roy
1.2.2 Tujuan Khusus :
1. Menerapkan proses keperawatan pada klien gangguan sistem
Muskuloskeletal dengan menggunakan konsep model adaptasi
Sister Calista Roy
2.1.1 PENGERTIAN
Fraktur merupakan rusak atau terputusnya kontinuitas tulang dan
mengakibatkan terganggunya kebutuhan manusia untuk mobilisasi
dan sensasi (Ignatavicius & Workman, 2010). Maher, Salmond &
Pellino (2002) menyebutkan bahwa fraktur adalah keadaan dimana
terputusnya, kontinuitas tulang baik komplit maupun inkomplit.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntur mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim.
(Smeltzer & Bare, 2002).
3 Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup (simple fraktur)
Tidak menyebabkan robeknya kulit.
b. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrane mukosa sampai ke patahan tulan. Fraktur
terbuka digradasi menjadi grade I-III.
1) Grade I : dengan luka bersih, kurang dari 1
cm panjangnya
2) Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, atau
laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi
tidak terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi (terobeknya
secara paksa) kulit. Terdapat
kerusakan yang sedang jaringan.
3) Grade III : Luka dengan luas 6-8cm dengan
4) Grade III A : Jaringan lunak cukup menutup
tulang yang patah
5) Grade III B : Disertai kerusakan dan kehilangan
jaringan lunak, tulang tidak dapat
ditutup dengan jaringan lunak.
6) Grade III C : Disertai cedera arteri yang
memerlukan repair segera.
2.1.3 MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur
Bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan ;uar biasa)
bukannya tetap rigid (kaku) seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2.5 – 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang dinamakan Krepitus yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dan lainnya. (uji krepitus
dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit
terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tahap I
Tahap II
Tahap IV
Tahap V
d. Sindrom Kompartmen
Kompartmen adalah ruang yang tertutup oleh membrane
fibrosa atau fascia. Kompartmen di dalam tungkai dan
lengan akan tertutup dan menyokong tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sindrom kompartemen merupakan
masalah yang terjadi pada saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Sindrom kompartemen terjadi ketika tekanan yang
berlebihan pada area yang terbatas menekan stgruktur di
dalam kompartemen dan menurunkan sirkulasi ke otot dan
saraf. Sindrom kompartemen akut dapat terjadi dari
perdarahan dan edema di dalam kompartemen yang
menyertai fraktur akibat kecelakaan atau dari kompresi
eksternal pada anggota gerak yang terpasang gips yang
terlalu kencang. Peningkatan tekanan di dalam ruang
kompartemen yang terjepit akan mengakibatkan
terjeratnya saraf, pembuluh darah dan otot (Lemone &
Burke, 2004).
e. Trombosis Vena Dalam
Thrombosis vena dalam (DVT) adalah bekuan darah yang
terjadi di sepanjang intimal lining vena besar. Precursor
yang berhubungan dengan pembentukan DVT adalah (1)
statis vena, atau penurunan aliran darah, (2) cedera pada
dinding pembuluh darah dan (3) gangguan koagulasi
darah. 5 persen dari DVT akan masuk ke sirkulasi paru
dan mengakibatkan emboli paru.
f. Infeksi
Keterlambatan dalam penanganan trauma skeletal selama
penanganan terhadap cedera yang lain atau saat
pemindahan ke fasilitas pengobatan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi luka. Pada fraktur femur
terutama pada fraktur terbuka (compound), kontaminasi
karena infeksi pada tulang merupakan komplikasi
potensial yang penting. Pada fraktur ‘compund from
within’ dimana kulit ditusuk dari dalam oleh fragmen
tulang yang tajam, kontaminasi tidak dapat diabaikan dan
risiko osteomielitis sangat sedikit. Jika fraktur terjadi
akibat luka tembakan atau luka ledakan dimana terdapat
kontaminasi berat dan kerusakan jaringan yang luas, risiko
infeksi juga akan meningkat.
2. Delayed Complication
a. Kekakuan sendi (Joint Stiffness)
Kekakuan sendi dapat terjadi karena edema, kontraktur
sendi yang disebabkan oleh bursa atau adhesi capsular atau
dari imobilisasi lama yang diharuskan untuk pengobatan
fraktur. Kekakuan sendi yang menyertai fraktur biasanya
terjadi pada ekstremitas atas seperti di bahu, siku, dan jari-
jari. Pada ekstremitas bawah, bagian lutut adalah yang
paling sering terkena dampak. Penyebab paling umum
kekakuan sendi adalah aktivitas otot dan alat gerak yang
tidak adekuat, edema berkepanjangan, infeksi, dan
imobilisasi berkepanjangan pada fraktur intra-artikular.
Pada fraktur femur, sendi yang paling sering mengalami
kekakuan adalah sendi lutut.
b. Post-Traumatic Arthritis
Permukaan artikular yang menopang berat badan
membutuhkan reduksi anatomis pada permukaan artikular
dan fraktur tulang panjang untuk mencegah atau menunda
terjadinya arthritis pasca trauma. Untuk mencegah
peningkatan kejadian arthritis pasca trauma, hal penting
yang harus dilakukan adalah mengeliminasi stress dan
strain pada sendi atau area fraktur, mengatur tingkat
maksimal efisiensi otot pengontrol tulang dan sendi, dan
menghindari kelebihan kapasitas fungsional sendi atau
tulang.
c. CRPS (reflex sympathetic dystrophy)
Disfungsi yang mennimbulkan nyeri dan sindrom disuse
ditandai dengan nyeri abnormal dan pembengkakan
ekstremitas dan biasanya dipicu oleh trauma minor.
d. Myositis ossificans
Pada kondisi ini terjadi pembentukan tulang heterotropic
(abnormal dan tidak pada tempatnya) pada tulang terdekat
biasanya merupakan respon trauma. Penyebab osifikasi
heterotropik masih belum diketahui tetapi biasanya terjadi
karena factor sistemik local yang belum teridentifikasi.
e. Delayed Union
Empat bulan merupakan waktu rata-rata untuk fraktur
shaft femur menyatu. Tidak ada batasan waktu yang pasti
untuk menyatakan suatu penyatuan tertunda (delayed
union), tetapi jika union tidak cukup untuk memungkinkan
menyanggah berat badan tanpa perlindungan bantalan
setelah 5 bulan dukungan dalam splint, metode pengobatan
tambahan mungkin dibutuhkan.
Saat kalus terbentuk dengan baik tetapi terjadinya sangat
lambat lebih disarankan untuk menggunakan cast-brace
dan memperbolehkan pasien untuk mulai berjalan. Metode
ini mengurangi kemungkinan untuk dilakukan operasi,
namun metode ini lebih efektif pada pasien yang muda dan
aktif dibandingkan dengan pasien lansia. Pada kasus
tertentu, operasi bone grafting mungkin menjadi solusi
terbaik untuk mengatasi masalah. Jika locking screw
digunakan pada kedua ujung IM nail, melepaskan screw
pada satu ujung akan memungkinkan terjadinya proses
penyatuan.
f. Non-Union
Jika union gagal terjadi dan permukaan fraktur menjadi
rounded dan sclerotic, operasi harus dilakukan. Ujung
tulang diperbaharui dan dilakukan bone graft.
g. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang telah patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk
sudut atau miring, tidak sesuai dengan posisi awal yang
normal. Contohnya adalah pada kasus fraktur femur yang
dilakukan traksi, kemudian dilakukan gips untuk
imobilisasi dimana kemungkinan gerak rotasi pada
fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan sehingga
setelah terapi selesai anggota tubuh bagian distal akan
memuntir ke dalam dan penderita tidak dapat
mempertahankan tubuhnya dalam posisi netral.
Komplikasi dapat dicegah dengan melakukan pengamatan
yang cermat saat mempertahankan reduksi sebaik mungkin
terutam pada periode awal penyembuhan.
2. Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang kadang terlihat sebagai repon
terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi
( kehilangan darah ).
Tachikardi ( respon stres, hipovolemia )
Penurunanan atau tidak ada nadi pada bagian distal
yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau massa haemetom pada
sisi cedera
3. Neurosensori
Gejala :
Tanda :
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
3 Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan warna. Pembengkakan lokal ( dapat meningkat
secara bertahap atau tiba-tiba ).
4 Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada
fraktur adalah:
2.2.1 DEFINISI
2.2.2 ETIOLOGI
2.2.3 KLASIFIKASI
2.2.6 Pengkajian
- Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri
lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan
dan demam sedang.
- kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau
bedah ortopedi sebelumnya.
- Pasien selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut
dan melakukan gerakan perlindungan.
- Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami
kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
- Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah
inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan.
Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami
kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
- Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
- Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin
minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari.
2.2.7 PENATALAKSANAAN
Debridemen
Antibiotik lokal.
Antibiotik sistemik
Bone Graft
Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Suku : Batak
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Ruang Rawat : Gedung Prof. Soelarto (GPS) lt. 1
No. Rekam Medik : 015425xx
Tanggal Pengkajian : 23 Oktober 2017 jam 09.00
Diagnosa Medis : Open Fraktur Cruris + Osteomyelitis Tibia
Dekstra on Exfix
Informan : Klien dan Ibunya
Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri di kaki kanan bawah,
nyeri muncul sejak setelah kecelakaan dan operasi. Skala nyeri 3 (diam) dan
7 (terberat/saat rawat luka). Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan
semakin meningkat saat rawat luka & saat kedinginan.
3. Eliminasi Tidak ada keluhan saat BAK dan BAB Adaptif Adaptif Adaptif
BAK dan BAB spontan
Frekuensi BAB : 1 x/hr
Frekuensi BAK : 3-4 x/hr
Hasil lab (16/10/17)
Ureum darah : 47 mg/dl ↑
Kreatinin serum : 0.7 mg/dl
5. Proteksi Tampak kaki kanan bawah anterior dibalut verband dengan Cidera pada Adaptif Adaptif
warna kecoklatan dan terpasang eksternal fiksasi pada tulang jaringan lunak
tibia kanan dan tulang
Ketika kassa dibuka tampak luka dengan panjang ± 25 cm,
diameter ± 6 cm, warna merah, tampak fraktur komplit tulang Prosedur bedah
tibia yang menonjol.
Klien tidak terpasang kateter, hanya terpasang IV line
Suhu tubuh : 36 o C
6. C S A
Se K i u d
ns li d h a
as en e u p
i m r d ti
en a n f
ge g
lu p n
h a
7. A A A
C K d d d
air li a a a
an en p p p
da be i i ti
n rk f
El e
ek m
tr ih
oli de
8. A A A
N K d d d
eu es a a a
ro ad p p p
lo ar i i ti
gi an f
C
9. M
A A A
E K d d d
nd li a a a
ok en p p p
ri m i i ti
n en f
Pe
St k
S S
i t t
K R
K Keti oK eA
l dak d
i past a
e ian p
n pe ti
f
P
Stim S eS
ulus t t
Kl FokalA iA iA
ie d d d
n a a a
be pt p p
lu if i ti
P
S S eS
t t t
Se iA i A iA
la d d d
Te
ra
pi
:
•
C
e
f
r
a
x
Rencana Keperawatan
N
O
1 N Se Pa
ye tel in
ri ah M
ak dil an
ut ak aj
b uk e
e an m
tin en
r da :
h ka 1.
u n La
b ke ku
pe ka
u
ra n
n w pe
g at ng
a an
kaj
2 K S Pe
er et ra
u el w
s a at
a h an
k d lu
a il ka
n a 1
in k
te u 2
g k
ri a 3
ta n
3 H Se Te
a tel ra
m ah pi
b dil lat
a ak ih
t uk an
a an :
n tin M
da ob
H J Eva
a a
N Se 09 1. S:
ye ni .3 M Kl
ri n/ 0 en ie
ak 23 ga n
ut O ka m
be kt ji en
rh ob ka ga
ub er ra ta
un 20 kt ka
ga 17 eri n
n sti m
d k as
e ny ih
n eri n
g (P y
a Q e
n R r
S i
a T) s
k s
e a
a te
k on
ta ol
n (3)
dSe 9. 1. S:
a la 00 M Kl
nsa e ie
k/ n n
i 24 g m
nO a en
m k ga
kt
e aj ta
mob i ka
e er k n
g20 ar ny
a 17 a eri
n kt b
g er e
k is
a r
ti k
ki k
y u
n r
a y
n a
er
g n
i
s (P g
k Q
t R k
te S a
rd T r
aR 16 1. S: e
ab .0 M Kl
u/ 0 en ie
2. n
M y
en e
gk r
aji i
fa s
kt e
or p
ya e
ng r
da t
pa i
t d
m i
en t
ye u
ba s
bk u
an k
ny -
eri t
K Se 1. S
er ni M :
us n/ e Kl
ak 23 n ie
an O g n
int kt g m
eg ob a en
rit er nt ga
as 20 i ta
ja 17 b ka
ri al n
n ut m
g a as
a n ih
lu b
A
:
M
as
Se 1. al
S
la M :
sa e Kl
/ n ie
24 g n
O g m
kt a en
ob nt ga
er i ta
20 p ka
17 os n
is m
i as
p ih
as b
ie i
R n
1. S s
ab M :
u/ e
25 m
O an b
kt ta a
ob u g
er ko i
20 nd
a
17 isi
ba n
lut
b
an
lu a
p
e
r
b
a
i
k
H Se 1. S
a ni M :
m n/ e Kl
b 23 n ie
a O e n
t kt nt m
a ob k en
n er a ga
20 n ta
m 17 b ka
o at n
b as m
i p as
l er ih
i g b
t er i
a Se a1. S s
s la M :
f sa e Kl
i / n ie
s 24 e n
i O nt m
k kt u en
ob k ga
b er a ta
e 20 n ka
r 17 b n
d
a
r
i
t
i
R 1. S d
ab M :
u/ e Kl
25 n ie
O e n
kt nt m
ob u en
er k ga
20 a ta
17 n ka
b n
at se
as tel
p ah
er o
g p
er e
a r
DAFTAR PUSTAKA
Elstrom, J.A., Virkus, W.W., Pankovich, A.M. (2006). Handbook of fractures, 3rd
ed. McGraw-Hill Medical Publishing Division.
Hamblen, D.L., Simpson, A.H.R.W. (2007). Adams’s outline of fractures
including joint injuries, 12th ed. Chruchill Livingstone Elsevier.
Hieber, Katheriene. (1998). Mobility health assessment. Orthopaedic Nursing; 17.
4. Academic Research Library.
Ignatavicius, D.D., & Workman, M. L. (2010). Medical Surgical nursing: patient
centered collaborative care vol:3 (6ed). USA: Saunders Elsivier.
LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing: critical thinking in
client care, vol:1. (4ed). USA: Pearson International Edition
Roy, S.C. (2009). The roy adaptation model, 3rd ed. New Jersey: Pearson
Kecelakaan Motor
(Motor menimpa kaki kiriklien)
Osteomielitis
Cedera pada jaringan lunak / Dx : Kerusakan
tulang Integritas
jaringan Reaksi Inflamasi
General PENATALAKSANAAN:
Mengaktivasi respon inflamasi, Mediator Kimia anestesi/muscle relaxan OREF (open reduction with external fixa-
merangsang pengeluaran media-
tor kimia (serotonin, bradikinin, tion): metode reduksi terbuka dengan fiksa
histamitamin &prostaglandin) Meningkatkan si internal di mana prinsipnya tulangditrans-
Perubahan kapiler pembuluh Sitokinin Bradikinin Histamin vaskularisasi fiksasikan di atas dan di bawah fraktur ,
darah, aliran darah meningkat, Blockade neromuskular/ sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
pening- katan permeabilitas kapiler blokadepersambungan proksimaldan distal kemudian dihubungkan
sehingga protein plasma Neutrophil segmen Merangsang Meningkatkan otot lurik satu sama lain dengan suatu batang
dan leukosit keluar dari Menyentuh ujung saraf aferen melawan Bakteri s. nyeri suhu tubuh, Edema
lainFiksasi eksternal digunakan untuk men-
sirkulasi
gobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringanlunak .
Menghasilkan pus Nyeri Hipertemi Tidak terjadi influk ion
Merangsang nosiseptor kalsium yang memicu
Cairan intrasel keluar ke intersisial (reseptor nyeri) asetil kolin
Peningkatan tekanan Nyeri saat digerakkan
intramedular Luka bekas operasi
Edema keterbatasan Lorong ion tertutup,
Mekanisme nyeri ( transduksi, Mengaktivasi respon inflamasi,
Transmisi, modulasi, Gang. Vaskularisasi tidak terjadi petukaran merangsang pengeluaran media-
persepsi) tulang ion Na dan K Terputusnya tor kimia (serotonin, bradikinin,
Penurunan
Kemampuan kontinuitas histamitamin &prostaglandin)