Anda di halaman 1dari 22

Portofolio Kasus

No. ID dan Nama Peserta : Juwita Dewi Pratiwi


No. ID dan Nama Wahana : RSI Hasanah Mojokerto
Topik : Kasus Kegawatan Open Fraktur Digiti III Pedis Dextra
Tanggal (kasus) : 25 November 2016
Nama Pasien: Sdr. M/ 16 th No RM:0912xxx
Tanggal Presentasi: Pendamping:
Dr. Elies
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki 16 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri pada jari tengah kaki
sebelah kanan.

Tujuan:Mengoptimalkan penatalaksanaan kasus Hernia inguinalis lateralis reponible


Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasidan diskusi E-mail Pos

Data pasien Nama: Sdr.M No RM: 0912xxx


Nama Klinik:RSI Hasanah Telp: (-) Terdaftar sejak 25 November
Mojokerto 2016
Data utama untuk bahan diskusi

Latar belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.

Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Ekstrinsik
meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma, sedangkan
intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas
tulang.

Tinjauan pustaka
Fraktur
DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang

1
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.

Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka
terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau
mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.

KLASIFIKASI

Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi
menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang
yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka.
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan
berta ringannya patah tulang.

Derajat Luka Fraktur


I Laserasi <2 cm Sederhana, dislokasi fragmen minimal
II Laserasi >2 cm, kontusi otot Dislokasi fragmen jelas
disekitarnya
III Luka lebar, rusak hebat, atau Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang
hilangnya jaringan di sekitarnya

Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 )

Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma
amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang
perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza
dan Williams (1984):

Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang
luas

2
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi
bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan
jaringan lunak.

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi
menjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari
metafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis

Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari
sebagian cakram tersebut.

Menurut Penyebab terjadinya

Faktur Traumatik : direct atau indirect


Fraktur Fatik atau Stress
Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan
Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
3
Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya

Fraktur Simple : fraktur tertutup


Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur
diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan garis patah tulang

a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang

2. Berdasarkan bentuk patah tulang

a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang
biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang
patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.

4
ETIOLOGI

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan
trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan
densitas tulang.

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan
kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang
akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih
luas.

Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan
sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula
terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang
berulang.

Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget
dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal
tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.

5
PATOFISIOLOGI FRAKTUR

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan
gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup
ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya
sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen,
dan pembuluh darah.

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan
akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari
luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan
karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang
berada pada posisi yang kaku.

MANIFESTASI KLINIS

Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :

1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa
digerakkan.
2. Gangguan fungsi

Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan
pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.

3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika
dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan

Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan
oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.

5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warna

Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6
DIAGNOSIS

Riwayat

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya,
riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan
riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi / Look

Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak

Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo

b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah
ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan
kapler (Capillary refill test) sensasi

c. Gerakan / Moving

Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis

Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS.
Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra
dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.
Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :

I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral


7
II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :

1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut


2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)
3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan
penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu mengembalikan
aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status
neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi
dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur
tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur
adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan pengobatan fraktur :

a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari
reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi
kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien yang telah
mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur
patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai
Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta
kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

Jenis Fiksasi :

8
Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips ( plester cast)


Traksi

Jenis traksi :

Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus


Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi
semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia
atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi
yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma
kompartemen, infeksi tempat masuknya pin

Indikasi OREF :

Fraktur terbuka derajat III


Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multiple

9
Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi
anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi ORIF :

a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan
fraktur collum femur.

b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.

c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya :
fraktur femur.

PENYEMBUHAN FRAKTUR

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk
hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum
akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga

10
dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang
mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada
periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak
terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu,
kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast
diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam
kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada
pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan
kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-
lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus

11
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.

KOMPLIKASI FRAKTUR

12
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik
a. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi
pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma
dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan
katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT),
tetanus atau gas gangrene

b. Komplikasi Lokal

Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan
apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.


2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur
terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan
berakhir dengan degenerasi

Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu
diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini
terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang.
Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma
crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).

13
Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan
terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi
sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti
bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini
disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga
dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-
lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu
Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis

Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). Setiap
trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).

Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat
deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

Non union

14
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara
fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial
sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai
walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya
vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips
yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)

Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau
osteotomi koreksi .

Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup
sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi
anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot

Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi
perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan
kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).
Kasus
Primary survey
A : Adekuat
B : RR : 18 x /menit
C : TD : 110/70 mmHg, N : 91x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, akral hangat, capilary
refill < 2
D : GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor 3mm/3mm

15
E : Suhu : 36,70C, Didapatkan jejas pada kaki sebelah kanan.
Secondary survey

Data Subyektif

Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan 2
hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus- menerus. Nyeri dirasakan bertambah bila kaki
digerakkan. Pasien mengatakan saat kejadian pasien sedang mengendarai sepeda motor
dengan kecepatan >80 km/jam, lalu pasien menabrak tembok. Pasien tidak mengeluh
mual, muntah, pusing.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya diakui
Riwayat alergi disangkal
Data Obyektif

Status Generalis

Keadaan umum : baik, kooperatif


Kesadaran : composmentis
Tanda Vital : Tek. Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 91x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,7 C

Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (-/-)
raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese

16
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Pulmo I : simetris statis dan dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor I : ictus cordis tak tampak
Pa : ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial Linea Midclavikularis
Sinistra
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen I : datar
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), defans muskuler
(-)
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
Motorik:
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Status lokalis :
Regio Pedis Dextra
Look : deformitas digiti III (+), vulnus laceratum pada dorsum pedis, vulnus
laseratum yang sudah dijahit pada plantar pedis.
Feel : nyeri tekan digiti III (+), krepitasi (+), pulsasi arteri radialis (+), akral
hangat (+), sensasi (-), capp refill (< 2),
Move : Keterbatasan pergerakan fleksi dan extensi pada digiti III

17
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab. Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 5,38 103/ul 4,5-13
Eritrosit 4,35 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin 12,36 g/dl 12,8-16,8
Hematokrit 41,20 % 35-47
MCV L 70,3 Fl 80-100
MCH L 24,7 Pg 26-34
MCHC 35,4 g/dl 32-36
Trombosit 267 103/ul 154-442
Diff count :
Eosinofil absolute 0,042 103/ul 0,045-0,44
Basofil absolute 0,05 103/ul 0-0,2
Netrofil absolute 6,53 103/ul 1,8-8
Limfosit absolute 2,11 103/ul 0,9-5,2
Monosit absolute 0,97 103/ul 0,16-1
Eosinofil L 1,9 % 2-4
Basofil 0,10 % 0-1
Netrofil 63,60 % 50-70
Limfosit 29,30 % 25-50
Monosit 5,50 % 1-6
Kimia klinik:
Glukosa sewaktu 105 Mg/dl < 125
Ureum 11,8 mg/dl 10-50
Creatinin H 1,1 mg/dl 0,70-1,10
Kalium 4,6 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 136 mmol/L 135-145
Chlorida 105 mmol/L 95-105
Total protein 7,2 g/dl 0,1-8,3

18
X foto pedis dextra et sinistra

Tampak diskontinuitas phalanx proximal digiti III


Aposisi dan alignment tak baik
Struktur tulang baik
Kesan : fraktur phalanx proksimal digiti III pedis dextra
1. DIAGNOSIS KERJA
Open fraktur digiti III pedis dextra
2. PENATALAKSANAAN
Terapi :
- Terapi cairan: infus RL 20 tpm
- ATS 1500 u
- Antibiotik (Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr IV)
- Analgetik (Injeksi Ketorolac 2x1 amp IV
- Konsul ke dokter spesialis ortophedi untuk penanganan selanjutnya.
Monitoring : Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan,
hasil pemeriksaan penunjang, perbaikan movement.
Edukasi :
Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur, makanan

19
tinggi protein dan kalsium, vitamin dan mineral, cukup istirahat.
3. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

Daftar Pustaka:
Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta : Widya
Medika.1995
Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. 2007
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.
Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta : EGC.2000.
Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

Hasil pembelajaran:
Definisi dan patofisiologi Fraktur
Diagnosis Fraktur
Tatalaksana Fraktur
Rencana tindak lanjut Fraktur

20
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus
1. Subyektif
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan 2
hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus- menerus. Nyeri dirasakan bertambah bila kaki digerakkan.
Pasien mengatakan saat kejadian pasien sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan >80
km/jam, lalu pasien menabrak tembok.
2. Obyektif
Pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung didapatkan pada pasien ini:
Status lokalis :
Regio Pedis Dextra
Look : deformitas digiti III (+), vulnus laceratum pada dorsum pedis, vulnus
laseratum yang sudah dijahit pada plantar pedis.
Feel : nyeri tekan digiti III (+), krepitasi (+), pulsasi arteri radialis (+), akral hangat
(+), sensasi (-), capp refill (< 2),
Move : Keterbatasan pergerakan fleksi dan extensi pada digiti III
Foto Rontgen :

Tampak diskontinuitas phalanx proximal digiti III


Aposisi dan alignment tak baik
Struktur tulang baik
Kesan : fraktur phalanx proksimal digiti III pedis dextra
3. Assesment
Keluhan nyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus-
menerus. Nyeri dirasakan bertambah bila kaki digerakkan disertai riwayat jatuh dari sepeda motor,
saat kejadian pasien sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan >80 km/jam, lalu pasien

21
menabrak tembok.
Dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan deformitas digiti III (+), vulnus laceratum pada
dorsum pedis, vulnus laseratum yang sudah dijahit pada plantar pedis serta nyeri tekan digiti III (+),
krepitasi (+), pulsasi arteri radialis (+) dan keterbatasan pergerakan fleksi dan extensi pada digiti III.
Pada keadaan tersebut sesuai dengan protokol yg ada harus dilakukan konsultasi dengan dokter
spesialis bedah.

4. Plan
Diagnosis:-
Terapi Unit Gawat Darurat
- Terapi cairan: infus RL 20 tpm
- ATS 1500 u
- Antibiotik (Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr IV)
- Analgetik (Injeksi Ketorolac 2x1 amp IV
- Konsul ke dokter spesialis ortophedi untuk penanganan selanjutnya.
Monitoring
Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil pemeriksaan
penunjang, perbaikan movement.

Edukasi :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarg pasien mengenai penyakit dan prognosisnya
Minum obat teratur
Diet tinggi protein dan kalsium, vitamin dan mineral
Cukup istirahat.

22

Anda mungkin juga menyukai