Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KMB PADA PASIEN

CRASH INJURY WITH OPEN FRAKTUR DI RUANG BROMO RSUD DR SAIFUL


ANWAR MALANG

Oleh :

KELVIN ENFI FERI PRADANA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG 2023-

2024
LEMBAR PENGESAHAN

“ LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KMB PADA


PASIEN CRASH INJURY WITH OPEN FRAKTUR DI RUANG BROMO RSUD
DR SAIFUL ANWAR MALANG”

Oleh:

KELVIN ENFI FERI PRADANA

Telah disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Tempat : Ruang Bromo

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
TINJAUAN TEORI

FRAKTUR METATARSAL

A. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Brunner dan Suddarth. 2016). Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Rasjad, 2012)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur metatarsal adalah terputusnya
kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma, ruda paksa atau oleh penyebab patologis, yang
dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan kontinuitasnya.

B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad, 2012 sebagai berikut:
1. Fraktur tertutup (simple fracture), yaitu fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar.
2. Fraktur terbuka (compound fracture), yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka yang ada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau
from without (dari luar).
Derajat Patah Tulang terbuka:
a. Grade I: luka laserasi kurang <2 cm, sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Grade II: luka laserasi >2 cm, kontusi otot disekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
c. Grade III: Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya, kominutif,
segmental, fragmen tulang ada yang hilang.

Menurut garis frakturnya, yaitu:

1. Fisura: disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau terus-menerus yang cukup lama.
2. Fraktur komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
3. Fraktur segmental: fraktur yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
4. Fraktur dahan hijau/greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Fraktur impaksi: fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.
6. Fraktur impresi/depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan tulang wajah).
7. Fraktur kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).

Menurut Sudut dari Frakturnya:

Klasfikasi fraktur metatarsal:


1. Fraktur Jones ; fraktur metatarsal 5 yang terjadi lebih dari 1 ½ cm bagian tulang distal tetapi tidak
pada pertengahan poros. Fraktur Jones terjadi karena trauma langsung, seperti menjatuhkan benda
berat di kaki.
2. Fraktur Mid-Shaft terjadi sebagai hasil dari beban berulang pada tulang dalam jumlah , atau pada
tingkat yang lebih besar dari kemampuan tulang sendiri. Fraktur stres metatarsal yang paling
sering terjadi pada metatarsal 2 dan 3.
3. Fraktur avulsi disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat
tendon otot tersebut melekat dikarenakan Inversi atau cedera rotasi internal pada kaki. Fraktur
avulsi terjadi ketika tendon peroneus brevis menarik dasar metatarsal 5.
C. Etiologi
1. Trauma langsung
2. Trauma tidak langsung
3. Trauma ringan
4. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
5. Fraktur patologis
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang langsung terjadi post trauma dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan
tulang, atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak, Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasasi daerah jaringan sekitarnya
3. Memar/ekimosis, merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari ekstravasasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Penurunan sensasi, terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
5. Mobilitas abnormal, adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
6. Krepitasi, merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.
7. Deformitas, yaitu abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
8. Peningkatan temperatur lokal.
E. Komplikasi fraktur meliputi (Elizabeth, 2019):
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill
time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dinding pada ekstremitas
yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Syndrome compartement merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrome (FES)
Adalah komplikasi yang serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan
gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan terganggu bila terdapat trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain pembedahan,
seperti pin (ORIF&OREF) dan plat.
e. Nekrosis avaskular
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu, sehingga menyebabkan nekrosis
tulang. Biasanya, diawali dengan adanya iskemia.
f. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada
beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit
yang hebat pada klien.
2. Komplikasi lama
a. Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung (3-5 bulan). Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union
Fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga
terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
c. Mal-union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen pedis
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi ; curiga keerusakan vaskuler
4. CT Scan ; mendeteksi struktur fraktur
5. MRI ; mendeteksi jaringan lunak ( otot, tendon & ligamen )
G. Penatalaksanaan
1. Reposisi
2. Imobilisasi / Fiksasi (6 minggu)
3. Operasi ORIF (Open Reduction with Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction with external
Fixation)
4. Rehabilitasi :
a. Non Weight Bearing (NWB): klien diajarkan untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang
mengalami fraktur tidak boleh dilakukan aktivitas, sedangkan untuk tumpuan menggunakan
kaki yang sehat. Dilakukan selama 1 minggu.
b. Partial Weight Bearing (PWB): ekstremitas yang mengalami fraktur boleh untuk
menempelkan telapak kaki pada lantai dilakukan selama 1 bulan.
c. Total Weight Bearing (TWB): latihan bertumpu pada kaki yang sakit dengan menggunakan
alat bantu dilakukan selama 3 bulan.
Perawatan pasien fraktur terbuka
Fraktur terbuka terdapat resiko infeksi (osteomielitis, gas ganggren, dan tetanus). Tujuan
penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk
mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruangan operasi, di mana
luka dibersihkan, didebridemen dan irigasi. Fraktur direduksi dengan hati-hati dan distabilitasi
dengan fiksasi eksterna. Setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, tendon, otot, dan
saraf diperbaiki. Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadinya edema. Status
neurovaskuler dikaji sesering mungkin. Suhu tubuh pasien diperiksa dengan interval teratur, dan
pasien dipantau mengenai adanya tanda infeksi. Penutupan primer mungkin tidak dapat dicapai
karena adanya edema dan potensial iskemia, cairan luka yang tidak dapat keluar, dan infeksi
anaerob. Luka yang sangat terkontaminasi sebaiknya tidak dijahit, dibalut dengan pembalut steril,
dan tidak ditutup sampai ketahuan bahwa daerah tersebut tidak mengalami infeksi. Profilaksis
tetanus diberikan. Biasanya, diberikan antibiotic intravena untuk mencegah atau menangani infeksi
serius. Luka ditutup dengan jahitan atau graft atau flap autogen pada hari ke-5 sampai ke-7.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
2. Keluhan Utama (pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri (PQRST)
3. Riwayat klinis (Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga)
4. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi (warna kulit dan tekstur kulit,sikatrik,benjolan,pembengkakan,posisi dan bentuk dari
ekstrimitas)
Palpasi (suhu kulit,jaringan lunak,tulang,penilaian deformitas yang menetap,nyeri tekan,edem)
Pergerakan (menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan,
pemeriksaan ROM)
5. Aktivitas/istirahat
Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Tachikardi
d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e. Cailary refil melambat
f. Pucat pada bagian yang terkena
g. Masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
a. Kesemutan
b. Deformitas, krepitasi
c. Kelemahan
Kenyamanan
a. nyeri tiba-tiba saat cidera
b. spasme/ kram otot
Keamanan
a. laserasi kulit
b. perdarahan
c. perubahan warna
d. pembengkakan lokal
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya kontiunitas jaringan
b. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
c. Perfusi perifer tidak efektif b.d kerusakan integritas struktur tulang
d. Gangguan integritas jaringan b.d Faktor mekanis (penekanan pada tulang, gesekan
7. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Intervensi Implementasi


Nyeri akut b.d Agen cidera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x 1 jam Manajemen Nyeri (I. 08238)
diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria Observasi :
hasil : 1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi,
Tingkat nyeri (L. 08066) kualitas dan intensitas nyerI
1. Ekspresi meringis pasien menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Tekanan darah dalam batas normal 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
Tingkat Cedera (L.14136) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
1. Keadaan luka membaik
Terapeutik :
2. Perdarahan menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
3. Fraktur membaik
2. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri
4. Frekuensi nadi membaik (60-100x/menit) 3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
5. Tekanan darah dalam batas normal
4. Baringkan pasien di kasur (bedrest)
6. Frekuensi napas dalam batas normal 5. beri oksigen sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat analgetik
Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam masalah Dukungan Mobilisasi
keperawatan teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
1. Pergerakan Ekstrimitas kanan atas meningkat 4. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
2. Kekuatan otot meningkat 5. Fasilitasi melakukan pergerakan k.p
3. Nyeri menurun
4. Kelemahan fisik menurun 6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
7. Ajarkan mobilisasi sederhana sesuai kemampuan
pasien.
Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x3 jam Manajemen Hipovolemia (I. 03116)
kerusakan integritas struktur tulang diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
Perfusi Perifer (L.02011) 1. Monitor nilai laboratorium (hematokrit, dan
1. Penyembuhan luka meningkat hemoglobin)
2. Sensasi meningkat 2. Observasi tanda-tanda vital
3. Denyut nadi perifer meningkat Terapeutik
4. Warna kulit pucat menurun 3. Hitung kebutuhan cairan
5. Nyeri ekstrimitas menurun 4. Berikan posisi modified trendelenburg
6. Kelemahan otot menurun 5. Berikan asupan cairan oral
7. Kram otot menurun Edukasi
8. Nekrosisi menurun 6. Anjurkan banyak asupan cairan oral
9. CRT <2detik 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
10. Akral teraba hangat 8. Anjurkan bedrest selama perdarahan
11. Turgor kulit membaik Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian cairan intravena (istonik)
10. Kolaborasi pemberian produk darah (PRC)
11. Kolaborasi dengan ahli gizi asupan makanan Tinggi
Kalori Tinggi Protein
Gangguan integritas jaringan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x…. jam Perawatan luka (I.14564)
Faktor mekanis (penekanan pada diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran,
tulang, gesekan) Integritas kulit dan jaringan (L.14125) bau)
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat 2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Perfusi jaringan meningkat
3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Nyeri menurun 4. Cukur rambut disekitar daerah luka
6. Perdarahan menurun
5. Bersihkan dengan cairan NaCl atau non toksik
7. Kemerahan menurun
8. Hematoma menurun 6. Berikan salep yang sesuai kulit/lesi
9. Pigmentasi abnormal menurun
7. Pasang balutan sesuai jenis luka
10. Jaringan parut menurun
11. Nekrosisi menurun 8. Ganti balutan sesusai jumlah eksudat
12. Suhu kulit normal
9. Jelaskan tentang tanda dan gejala infeksi
13. Sensasi membaik
14. Pertumbuhan jaringan membaik 10. Anjurkan untuk konsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
11. Kolaborasi pemberian obat antibiotik dan anti tetanus
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2016.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12.Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. 2019. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Rasjad, Chairuddin, MD. P. 2012.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: PT. Yarsif Watampone

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria

Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia

Anda mungkin juga menyukai