Anda di halaman 1dari 40

RESUME SKENARIO 3

BLOK 16

Tutorial G

Fais Dina Artika 152010101027


Ardhita Meily Pramesti D. 152010101030
Zain Irfan Rafii 152010101046
Ghani Silahuddin 152010101047
Cahyo Bagaskoro 152010101048
Alivia Octaviana 152010101060
Nadhifah Athaya Putri 152010101076
Astri Mutia Saraswati 152010101087
Alifia Husnun Adila 152010101104
Anzil Aziza 152010101107
Zul Ilman Rafi Ramadhan 152010101108
Ranindya Putri Cipta I. 152010101112

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Learning Objective
1. Sprain dan Strain
2. Kontusio
3. Ulkus pada Tungkai
4. Osteomielitis
5. Claw Hand
6. Drop Hand
7. Claw Foot
8. Drop Foot
9. Nekrosis Kaput Femoris
10. Ruptur Tendon
11. Lesi Ligamentosa Panggul
12. Lesi Meniskus, Lateral, dan Medial
13. Compartement Syndrome
1. Sprain dan Strain
a. Definisi
Sprain dan strain merupakan salah satu jenis cedera olahraga yang sering
dialami oleh atlet. Sprain adalah suatu cedera pada struktur ligamen yang terdapat
pada persendian, dapat terjadi akibat sendi yang dipaksa bergerak meelebihi ruang /
lingkup gerak dari sendi tersebut. Sedangkan strain adalah suatu cedera pada struktur
otot atau tendon otot akibat penggunaan atau stress yang berlebihan pada kedua
struktur tersebut. Bentuk cedera pada keduanya berupa peregangan atau kerobekan.
Ligamen berfungsi sebagai penjaga stabilitas sendi agar kedua tulang yang
dihubungkan bergerak dalam keselarasan dan membantu mengontrol ruang gerak
sendi, sehingga ketika ligamen terputus/robek, kestabilan dan ruang gerak sendi yang
terkena akan berubah.

b. Etiologi
Sprain:
- Persendian tulang yang dipaksa melakukan suatu gerak melebihi ruang gerak
normalnya
- Trauma langsung pada persendian
- Jatuh
Strain:
- Otot yang diminta berkontraksi secara mendadak
- Penggunaan otot yang berlebihan atau pemberian tekanan yang berulang ulang
dan terjadi secara berkala

c. Klasifikasi
Sprain dan strain masing-masing diklasifikasikan menjadi 3 derajat.
Sprain:
- Derajat I : ligamen teregang dan secara makros tidak terlihat adanya robekan,
tetapi secara mikros terdapat beberapa robekan kecil pada serabut ligamen,
stabilitas sendi masih baik, bengkak dan nyeri tekan ringan
- Derajat II : ligamen terobek secara inkomplit, pada sendi terdapat kelonggaran
abnormal, bengkak dan nyeri tekan
- Derjat III : ligamen terobek secara komplit, stabilitas sendi hilang, perubahan
ruang gerak sendi, bengkak dan nyeri tekan
Strain:
- Derajat I : regangan hebat pada otot (overstretch) tetapi tidak ada robekan baik
pada otot/tendon
- Derajat II : terdapat robekan pada otot/tendon sehingga timbul rasa nyeri dan
sakit serta penurunan kekuatan otot
- Derjat III : robekan total pada unit musculo tendinous dan perlu tindakan
pembedahan

d. Patofisiologi
Sprain sering terjadi setelah gerakan memuntir yang tajam baik secara sengaja
ataupun trauma, atau bisa saja karena tidak sengaja jatuh dan mendarat pada tempat
yang salah. Misalnya, pemain basket yang sedang meloncat untuk memasukkan bola
ke dalam ring tapi secara tidak sengaja mendarat dengan kaki bagian dorsopedis
lateral. Hal ini menyebabkan ligamen calcaneofibular nya menjadi overstretch. Jika
peregangan pada ligamen melebihi kemampuan ligamen untuk meregang, maka bisa
terjadi kerobekan ligamen. Sama hal nya dengan trauma langsung pada persendian.
Trauma langsung pada persendian dapat mengakibatkan persendian bergeser.
Pergeseran ini akan menyebabkan tulang pada persendian tersebut ikut bergeser. Jika
jarak antartulang yang bergeser semakin jauh, otomatis ligamen sebagai penghubung
keduanya akan ikut teregang dan jika melebihi kemampuan regang dari ligamen,
ligamen bisa robek. Kerobekan ligamen akan menyebabkan pergerakan antar dua
tulang menjadi tidak selaras dan perubahan dari ruang gerak sendi yang berbentuk
penambahan dan pengurangan dari ruang gerak sendi.

Strain dapat terjadi akibat kontraksi otot yang mendadak tanpa pemanasan
sebelumnya. Pemanasan dilakukan bertujuan unruk membuat otot menjadi lebih
lentur dan sebelum berkontraksi, otot akan meregang terlebih dahulu. Misalnya pada
atlet angkat besi yang langsung melakukan latihan tanpa pemanasan. Beban yang
diangkat akan membuat otot triseps menjadi teregang, lalu tubuh akan memberikan
feedback negatif berupa kontraksi otot biceps dengan tujuan agar tangan dapat
mengangkat beban tersebut. Karena tidak melakukan pemanasan, otot menjadi
kurang lentur sehingga kemampuan regangnya rendah. Akibatnya ketika teregang,
otot bisa menjadi overstretch bahkan sampai robek.

e. Tatalaksana
PRICES (Protection, Rest, Ice, Compression, Elevation, Support) merupakan
salah satu cara menangani cedera olahraga pada jaringan lunak. Metode ini biasanya
dilakukan pada kasus sprain dan strain. PRICES tidak boleh dilakukan pada kram
otot, patah tulang terbuka, luka terbuka pada kulit, dan korban yang alergi dingin.
Berikut adalah rangkaian PRICES:
- Protect (Proteksi)
Proteksi bertujuan untuk mencegah cedera bertambah parah dengan mengurangi
pergerakan bagian otot yang cedera. Proteksi dapat menggunakan air splint dan
ankle brace.
- Rest (Istirahat)
Istirahatkan bagian tubuh yang cedera selama 2-3 hari untuk mencegah cedera
bertambah parah dan memberikan waktu jaringan untuk sembuh.
- Ice (Pemberian Es)
Pemberian kompres es bertujuan untuk mengurangi peradangan. Kompres es akan
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah pada daerah yang dikompres
sehingga mengurangi aliran darah ke tempat tersebut dan meredakan peradangan.
Berikut adalah cara penggunaan kompres es:
✓ Es ditempatkan dalam kantong dan dibungkus sebelum dipakai. Tidak boleh
ada kontak langsung antara es dan kulit.
✓ Kompres es pada daerah luka selama 20 menit setiap 2 jam, selama 1-2 hari
✓ Kompres es dihentikan ketika peradangan berkurang.
Ciri-ciri adanya peradangan: kemerahan, bengkak, panas, rasa nyeri, dan tidak
bisa digerakkan.
- Compression (Kompresi)
Kompresi bertujuan untuk mencegah pergerakan otot dan juga dapat mengurangi
pembengkakkan. Kompresi dilakukan dengan menggunakan elastic bandage atau
ankle taping. Dalam melakukan kompresi, harus diperhatikan jangan sampai
kompresi terlalu ketat. Sebelum dan setelah pembalutan, periksa PMS pada korban,
apakah pada ujung tubuh korban yang cedera masih teraba nadi (P, Pulsasi), masih
dapat digerakkan (M, Motorik), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, Sensorik)
atau tidak. Bandingkan pemeriksaan sebelum dan setelah pembalutan. Apabila
kondisinya semakin memburuk, maka balutan dilonggarkan. Selain itu, setelah
pembalutan perlu juga untuk ditanyakan kepada korban apakah balutan terlalu
kencang atau tidak.
- Elevation (Elevasi)
Elevasi dilakukan dengan menopang bagian yang cedera dengan suatu benda agar
daerah yang cedera lebih tinggi dari permukaan jantung. Elevasi bertujuan untuk
mengurangi tekanan dan aliran darah ke daerah cedera serta mengurangi
pembengkakkan.

2. Kontusio
a. Definisi
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah,
sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993:
63)
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan
terhadap benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di
dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh
cedera akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka
memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam
kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena
kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).

b. Etiologi
- Benturan benda keras.
- Pukulan.
- Tendangan/jatuh

c. Manifestasi Klinis
- Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh
darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
- Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
- Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan
kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
- Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu
minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
- Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya
beberapa hari setelah terjadinya cedera.
- Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
- Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang
terbatas disebut hematoma.
- Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).

d. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan
rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru.
Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga
bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut
menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan
didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut
bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh
darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah
yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan
terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono
Satmoko, 1993: 192).

e. Paralisisneralisis
- Sindrom post traumatic (post contusion sindrom)
- Epilepsy post trauma
- Osteomyelik
- Atelectasis
- Hiperthermi
- Syock

f. Tatalaksana
- Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
• Tinggikan daerah injury
• Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa
tidak nyaman
• Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30
menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
• Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
• Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
- Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio
adalah sebagai berikut:
• Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
• Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak.
• Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya

3. Ulkus pada Tungkai


a. Definisi
Ulkus tungkai atau disebut juga Ulkus kruris adalah luka terbuka disertai hilangnya
epidermis dan sebagian atau seluruh dermis pada ekstrimitas bawah maupun
ekstrimitas atas yang disebabkan oleh infeksi, gangguan pembuluh darah, atau
keganasan.

b. Klasifikasi
Pembagian ulkus kruris dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu; ulkus tropikum, ulkus
varikosus, ulkus arterial dan ulkus neurotrofik.
A. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada
tungkai bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah
tropik.
- Etiologi:
Penyebab pasti ulkus tropikum belum diketahui secara pasti. Ada tiga faktor
yang memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini, yaitu
trauma, higiene dan gizi serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis yang
biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii. Trauma merupakan
keadaan yang mendahului timbulnya ulkus. Ada kemungkinan trauma tersebut
sangat kecil sehingga tidak memberi keluhan, namun sudah cukup untuk
tempat masuk kuman. Keadaan higiene dan gizi merupakan faktor yang sangat
penting karena mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap serangan
penyakit. Demikian pula halnya dengan ulkus tropikum akan lebih
mudah10timbul pada penderita yang kekurangan gizi, misalnya pada keadaan
malnutrisi akibat kekurangan protein dan kalori.
- Manifestasi Klinis :
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang dengan
cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan terbentuklah ulkus
kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke samping dan ke
dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum.

B. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus pada tungkai bawah yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah vena.
- Etiologi:
Penyebab gangguan aliran darah balik pada tungkai bawah secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua yaitu, berasal dari pembuluh darah seperti trombosis
atau kelainan katup vena dan yang berasal dari luar pembuluh darah seperti
bendungan di daerah proksimal tungkai bawah oleh karena tumor di abdomen,
kehamilan atau pekerjaan yang dilakukan dengan banyak berdiri. Bila terjadi
bendungan di daerah proksimal atau terjadi kerusakan katup vena tungkai
bawah maka tekanan vena akan meningkat. Akibat keadaan ini akan timbul
edema yang dimulai dari sekitar pergelangan kaki. Tekanan kapiler juga akan
meningkat dan sel darah merah keluar ke jaringan sehingga timbul perdarahan
di kulit, yang semula terlihat sebagai bintik-bintik merah lambat laun berubah
menjadi hitam. Vena superfisialis melebar dan memanjang berkelok-kelok
seperti cacing (varises). Keadaan ini akan lebih jelas terlihat ketika pasien
berdiri. Bila hal ini berlangsung lama, jaringan yang semula sembab akan
digantikan jaringan fibrotik, sehingga kulit teraba kaku atau mengeras. Hal ini
akan mengakibatkan jaringan mengalami gangguan suplai darah karena
iskemik, lambat laun terjadi nekrosis.
- Manifestasi klinis:
Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan insufisiensi vena menahun adalah
edema. Penderita sering mengeluh bengkak pada kaki yang semakin
meningkat saat berdiri dan diam, dan akan berkurang bila dilakukan elevasi
tungkai. Keluhan lain adalah kaki terasa pegal, gatal, rasa terbakar, tidak nyeri
dan berdenyut. Biasanya terdapat riwayat trombosis vena, trauma operasi dan
multiparitas. Juga adanya riwayat obesitas dan gagal jantung kongestif. Ulkus
biasanya memilki tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan dapat
menjadi luas. Di dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa.
Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak merah
kecoklatan akibat hemosiderin. Kelainan kulit ini dapat mengalami perubahan
menjadi lesi eksema (dermatitis statis). Kulit sekitar luka mengalami indurasi,
mengkilat, dan fibrotik. Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan
betis, tetapi cenderung timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas
sampai tungkai atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang
telah berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus
tumbuh menimbul, dan berbenjol-benjol. Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan ulkus tersebut telah mengalami pertumbuhan ganas. Perubahan
keganasan pada ulkus tungkai biasanya sangat jarang.
- Diagnosis Banding:
Ulkus tropikum yang kronis dapat menyerupai ulkus varikosum atau ulkus
arteriosum.

C. Ulkus Arteriosum
Ulkus arteriosum adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan peredaran darah
arteri.
- Etiologi :
Penyebab yang paling sering adalah ateroma yang terjadi pada pembuluh
darah abdominal dan tungkai, di samping penyebab lain yang belum
diketahui.12secara pasti. Secara garis besar penyebab gangguan tersebut dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Ekstra mural, mural dan intra mural.
Ekstra mural. Aliran darah arteri terganggu oleh karena pembuluh darah
arteriole terjepit oleh jaringan fibrosis, misalnya karena edema yang lama,
dapat juga oleh sklerosis karena skleroderma.
Mural. Aliran darah terganggu karena kelainan pada dinding pembuluh darah,
misalnya vaskulitis atau aterosklerosis.
Intra mural. Aliran darah terganggu karena sumbatan lumen pembuluh darah
kecil, misalnya akibat perubahan viskositas darah, perlekatan, platelet,
fibrinogenesis, dan sebagainya.
- Patogenesis :
Oleh karena gangguan aliran darah arteri, misalnya terjadi penyempitan atau
penyumbatan lumen, maka jaringan akan mengalami hipoksia (iskemi),
sehingga terjadi perubahan di kulit. Perubahan tersebut berupa kulit menjadi
tipis, kering dan bersisik, sianotik, bulu tungkai berkurang, kuku jari kaki
menebal dan distrofik. Akibatnya daya tahan terhadap trauma dan infeksi
menurun. Perubahan selanjutnya dapat terjadi ganggren pada jari kaki, kaki
dan tungkai, dan akhirnya timbul ulkus.
- Manifestasi Klinis :
Ulkus oleh karena hipertensi paling sering timbul di sebelah posterior, medial
atau anterior; sedangkan yang disebabkan oleh arteriosklerosis obliterans
terjadi pada tonjolan tulang. Pada mulanya terlihat lesi eritematosa yang nyeri,
kemudian bagian tengah berwarna kebiruan dan menjadi bula hemoragik,
akhirnya mengalami nekrosis. Ulkus yang timbul biasanya dalam, berbentuk
plong (punched out), kotor tepi ulkus jelas. Rasa nyeri merupakan gejala
penting pada penyakit arteri; rasa nyeri ini terasa lebih hebat pada malam hari,
dapat timbul mendadak atau perlahan-lahan, terus menerus atau hilang timbul.
Bila tungkai diangkat atau keadaan dingin, rasa nyeri bertambah hebat,
sehingga bila tidur penderita lebih suka menggantung kakinya. Jika di raba
dengan punggung tangan, bagian distal lebih dingin daripada bagian proksimal
atau kaki sebelah yang sehat. Denyut nadi pada dorsum pedis teraba lemah
atau sama sekali tidak teraba.
- Diagnosis Banding :
Sebagai diagnosis banding adalah ulkus varikosum. Ulkus ini lebih dangkal,
umumnya tidak nyeri, letaknya sedikit di atas maleolus internus.
- Prognosis :
Umumnya prognosis baik namun tergantung juga pada keadaaan umum
penderita serta jenis penyakit yang mendasarinya.

D. Ulkus Neutrofik
Ulkus neurotrofik adalah ulkus yang terjadi karena tekanan atau trauma pada
kulit yang anestetik.
- Etiologi :
Karena kerusakan saraf terjadi neuropati perifer yang berakibat hilangnya rasa
nyeri (anestesi). Hal ini terjadi misalnya pada penderita siringomieli, spina
bifida, tabes dorsalis atau cedera pada saraf. Ulkus tungkai bawah dan kaki
paling sering di temukan pada penderita diabetes melitus yang mengalami
komplikasi neuropati perifer sehingga berbahaya karena bila menginjak benda
tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya
terjadi infeksi. Juga pada penderita kusta, dapat ditemukan ulkus pada kaki.
Tekanan atau trauma yang berulang-ulang pada daerah anestesi tersebut akan
menimbulkan kerusakan jaringan. Pada diabetes melitus, karena iskemia dan
kecenderungan mudah terkena infeksi, kerusakan jaringan juga akan lebih
mudah terjadi. Rasa nyeri dan suhu pada penderita kusta hilang oleh karena
kerusakan saraf kulit, sehingga penderita tidak menyadari bila terjadi trauma
pada daerah tersebut
- Manifestasi Klinis :
Ulkus paling sering terjadi pada kaki, di daerah yang paling kuat terkena
tekanan, yaitu di tumit dan metatarsal, umumnya tunggal atau multipel. Bentuk
ulkus bulat, tidak nyeri, berisi jaringan nekrotik, biasanya kering (anhidrotik),
kulit di sekeliling ulkus hiperkeratotik (kalus). Ulkus dapat sampai di subkutis
membentuk sinus, bahkan mengenai tulang, dan dapat pula mengalami infeksi
sekunder.
- Prognosis :
Prognosis jenis ulkus ini umumnya kurang baik, sering mengalami residif.
c. Diagnosis
Pada umumnya tidak sulit untuk mendiagnosis ulkus kruris, karena dengan melihat
gambaran klinisnya saja sudah cukup.
A. Ulkus Tropikum
Predileksi terutama di tungkai bawah. Kelainan kulit berupa; ulkus solitar,
numular, kadang-kadang ada lesi satelit akibat autoinokulasi. Pinggir ulkus
meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung berbenjol-benjol, tepi teratur,
sekret produktif berwarna kuning coklat kehijauan dan berbau. Ulkus biasanya
nyeri, namun tidak disertai gejala konstitusi. Pemeriksaan sedian langsung dari
sekret yang diambil dari dinding ulkus untuk mencari Bacillus fusiformis dan
Borrelia vincentii, kadang-kadang diperlukan untuk memperkuat diagnosis
B. Ulkus Varikosum
Predileksi; tungkai bawah dan betis. Kelainan kulit berupa; ulkus dikelilingi oleh
eritema dan hiperpigmentasi. Ulkus soliter tetapi dapat pula multipel. Bentuk
ulkus bulat atau oval, kadang-kadang berbentuk tidak teratur. Tepi luka lunak dan
meninggi oleh karena radang akut dan dasar kotor. Pada umumnya ulkus tidak
terasa nyeri, kecuali bila disertai selulitis atau infeksi sekunder lainnya.
C. Ulkus Arteriosum
Predileksi; tungkai bawah. Kelainan kulit berupa: ulkus yang timbul biasanya
dalam, berbentuk plong (Punched out), kotor, dan tepi ulkus jelas. Rasa nyeri
merupakan gejala penting pada penyakit ini. Pemeriksaan flebografi juga dapat
dilakukan untuk mengetahui letak vena yang terganggu.
D. Ulkus Neurotropik
Predileksi terutama di telapak kaki, ujung jari dan sela pangkal jari kaki.Kelainan
kulit berupa; ulkus soliter, bulat, pinggir rata, dinding menggaung, dasar cekung,
sekret tidak produktif tanpa indurasi dan tanpa nyeri. Ulkus dapat di tutupi krusta
dan daerah sekitarnya anhidrosis. Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk
menentukan penyebab, misalnya gula darah untuk diabetes mellitus, biopsy untuk
kusta dan sebagainya.

d. Tatalaksana
Ulkus kruris merupakan suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh berbagai faktor,
oleh karena itu membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda. Teknik umum yang
digunakan untuk terapi intervensi pada ulkus kruris seperti perawatan vaskuler,
perawatan tekanan, kendalikan kadar gula darah, pembebasan tekanan.
A. Ulkus Tropikum
1. Penatalaksanaan Umum
Perbaiki keadaan gizi dengan cara memberikan makanan yang mengandung
kalori dan protein tinggi, serta vitamin dan mineral.
2. Penatalaksaan Khusus
Penatalaksanaan khusus terdiri dari pengobatan sistemik dan topikal.
- Pengobatan Sistemik
Penisillin intramuskular selama 1 minggu sampai 10 hari, dosis sehari
600.000 unit sampai 1,2 juta unit. Tetrasiklin peroral dengan dosis 3x500
mg sehari dapat juga dipakai sebagai pengganti penicillin.
- Pengobatan Topikal
Salap salisilat 2% dan Kompres KMnO416
B. Ulkus Varikosum
- Penatalaksanaan Umum
Tinggikan letak tungkai saat berbaring untuk mengurangi hambatan aliran
vena, sementara untuk varises yang terletak di proksimal dari ulkus diberi
bebat elastin agar dapat membantu kerja otot tungkai bawah memompa darah
ke jantung. Konsul pasien ke Bagian Penyakit Dalam untuk mengobati
penyebab (varises).
- Penatalaksanaan Khusus
• Pengobatan Sistemik
Seng Sulfat 2x200 mg/hari
• Pengobatan Topikal
Bila terdapat pus kompres dengan larutan permanganas kalikus 1:5000 atau
larutan perak nitrat 0,5% atau 0,25%.
C. Ulkus Arteriosum
- Penatalaksanaan Umum
Pengobatan terhadap penyebabnya dengan konsul ke Bagian Penyakit Dalam,
hindari suhu dingin dan hindari merokok
- Penatalaksanaan Khusus
• Pengobatan Sistemik
Untuk menanggulangi infeksi dapat diberikan antibiotik atau metronidazol
(khusus kuman anaerob) dan analgetik untuk mengurangi nyeri.
• Pengobatan Topikal
Permanganas kalikus 1:5000, Benzoin peroksida 10%-20% untuk
merangsang granulasi, bakterisidal, dan melepaskan oksigen ke dalam
jaringan, Vaseline agar kulit normal di sekitar ulkus tidak teriritasi, Seng
Oksida untuk mengabsorbsi eksudat dan bakteri.
D. Ulkus Neurotropik
Penyembuhan ulkus jenis ini biasanya lambat dan sering tidak memuaskan.
Upaya yang dilakukan adalah untuk mengurangi tekanan, mengatasi infeksi dan
bila mungkin memperbaiki sensibilitas serta konsul pasien ke Bagian Penyakit
Dalam untuk mengobati penyebab (Diabetes Mellitus, dan sebagainya).
Pengobatan topikal seperti yang dikerjakan pada ulkus yang lain dapat dicoba.
Penyakit atau kelainan yang mendasari harus diobati. Penyuluhan perlu diberikan
kepada penderita, terutama dalam cara melindungi dirinya terhadap trauma.

4. Osteomielitis
a. Definisi
Proses inflamasi akut/ kronik dari tulang dan strukrur sekunder tulang akibat dari
infeksi organism piogenik.

b. Epidemiologi
- Pria lebih cenderung terkena daripada wanita
- Berdasrkan tulang yang terlibat: tibia (50%), femur (30 %), fibula, humerus,
radius, ulna

c. Etiologi
- Bakteri Stafilococcus Aureus (70-80 %)
- Bakteri Salmonella, Streptococcus dan pnemucoccus

d. Patofisiologi
Terdapat 3 mekanisme;
- Hematogenous osteomyielitis  infeksi akut pada tulang yang disebabkan oleh
perkembangbiakan bakteri dalam tulang melalui peredaran darah
- Osteomyelitis inokulasi langsung  kontak langsung antara jaringan dan bakteri
pada kondisi trauma/ operasi. Biasanya melibatkan beberapa organism
- Osteomyelitis akibat insufisiensi vascular
• Didahului selulitis (infeksi bakteri stafilococcus/ streptococcus akut dari kulit
dan jaringan subkutan)  invansi bakteri melalui luka robekan kulit yang
dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam  menyebar sistemik 
peradangan akut.
• Kemudian menurut teori vascular bahwa daerah metafisis terdapat banyak
pembuluh darah berkelok-kelok dan membentuk sinus  aliran darah lambat
 bakteri mudah berkembang biak
• Ditambah faktor resiko penyakit DM, DM dapat merusak sel PMN 
menurunkan fungsi fagositosis & kemampuan bakterisid serta meunrunkan
produksi neutrofil didllam sumsum tulang  bakteri semakin cepat
berkembang biak

e. Klasifikasi
- Osteomyelitis hematogen akut
• Gejala: nyeri local, kerusakan jaringan lunak disertai keluarnya pus,
deformitas tungkai, malaise, demam, lemas, gangguan pergerakan tangan/ kaki
dan sendi tangan/ kaki
• Diagnosis: pemeriksaan darah rutin  peningkatan kadar leukosit dan LED,
protein C reaktif. Pemeriksaam foto polos  pembengkakan jaringan tulang,
destreuksi tulang
• Tatalaksana:
1. Analgesik
2. Pemberian cairan intravena/ tranfusi darah
3. Istirahat local dengan bidai
4. Pemberian antibiotic 3-6 minggu sesuai dengan penyebab utama sambil
menunggu kultur
5. Drainase bedah  > 24 jam pengobatan local dan antibiotic gagal 
dilakukan drainasu pus subperiosteal yang bertujuan menurunkan tekanan
intrasoeus  drainase dilakukan menggunakan NaCl
- Osteomyelitis hematogen sub akut
• Gejalanya sama dengan akut tetapi lebih ringan karena organism penyebabnya
kurang purulen dan penderita lebih resisten
• Diagnosis: pemeriksaan darah rutin  leukosit norma dan terjadi peningkatan
LED. Pemeriksaan foto polos  terdapat kavitas dengan diameter 1-2 cm
pada daerah metafisis tulang.
• Tataksana  antibiotic adekuat selama 6 minggu
- Osteomyelitis kronik
Lanjutan dari osteomyelitis yang tidak terdiagnosis/ tidak diobati dengan baik
• Gejala: keluarnya cairan pus pada luka, sekuestrum menonjol keluar
• Diagnosis: pemeriksaan darah rutin  peningkatan leukosit dan LED,
peningkatan antibody anti-stafilococcus. Pemeiksaan foto polos  terjadi
porosis dan sklerosis, penebalan periosteum
• Tatalaksan sama dengan osteomyelitis akut

5. Claw Hand
a. Definisi
Claw hand adalah suatu bentuk deformitas pada tangan yaitu jari menjadi bengkok
seperti cakar hewan. Ditandai dengan hiperekstensi sendi metakarpofalangeal (MP)
dan fleksi sendi proksimal dan distal Interphalangeal (IP).
b. Etiologi
Terjadi karena kelumpuhan saraf ulnaris akibat trauma, disfungi neuromskuler,
infeksi kusta dan kompesi. Claw hand terjadi karena gangguan saraf ulnaris bagian
distal. Biasanya kompresi terjadi pada ligamentum carpi volar (kanal guyon).

c. Syarat
Syarat suatu deformitas dikatakan clawhand yaitu
• MP hiperekstensi
• Kelumpuhan saraf intrinsik yang menyebabkan disfungsi dari musculus intrinsik
- Musculus Interossei  Fleksi MP
- Musculus Lumbricalis  Ekstensi IP
• Tendon fleksor ekstrinsik utuh
• Tendon Ekstensor ekstrinsik utuh

d. Patofisiologi
Clawing terjadi karena kompensasi tubuh karena defisit otot otot intrinsik.
1. Kelemahan otot interossei  pasien berusaha menggunakan otot ototekstrinsik
untuk memfleksikan jari  Aktivasi ekstrinsik finger fleksor bersamaan dengan
kehilangan kemampuan otot lumbricalis untuk ekstensi IP menyebabkan fleksi IP
joint .
2. Pasien berusaha mengaktifkan ekstrinsik ekstensor untuk ekstensi sendi IP
Namun sebenarnya otot ekstensor ekstrinsik bisa menyebabkan ekstensi Ipjoint
apabila MP dalam kondisi netral/ flesi. Namun Padaa kondisi kelemahan nervus
ulanris ini MP joint mengalami hiperfleksi  ototekstrinsik ekstensor menjadi
tidak efektif dan pasien tidak dapat mengekstensikan IP joint secara sempurna 
mengakibatkan clawhand.

Pada kelemahan nervus ulnaris juga mengakibatkan kelemahan musculus oponens


digiti minimi yang mengakibatkan jari ke-5 tidak mampu bergerak ke ibu jari. Selain
itu juga terdapat defisit sensoris pada daerah daerah yagn dipersarafi n. ulnaris.
Patofisiologi Infeksi lepra menyebabkan kerusakan nervus ulnaris
Infeksi mycobacterium menyerang saraf tepi  infeksi saraf tepi  pembesaran
saraf, bakteri menghancurkan sel schwan demyelinisasi saraf  nekrosis  atrofi
 kelumpuhan saraf

e. Tatalaksana
1. Farmakologis
Diberikan NSAID seperti indometacin dan naproxen untuk mengurangi nyeri dan
bengkak.
2. Nonfarmakologis
- Dekompresi saraf yang terjepit
- Jika saraf tidak bisa diperbaiki/ gagal diperbaiki bisa dilakukan tranfer tendon.
Namun biasanya hanya mampu memperbaiki hiperekstensi tp tidakmampu
memperbaii fungsionalnya
- Rehabilitasi dengan fisioterapi.

6. Drop Hand
a. Definisi
Drop Hand merupakan salah satu jenis dari neuropati radialis, yaitu suatu kelainan
fungsional dan struktural pada saraf radialis, kelainan yang mana dihubungkan
dengan adanya bukti klinis, elektrografis dan atau morfologis yang menunjukkan
terkenanya saraf tersebut atau jaringan penunjangnya. Tanda-tanda klinisnya yaitu
ketidakmampuan untuk ekstensi jari di sendi metakarpofalangealis (MCP), dan
ketidakmampuan untuk ekstensi – abduksi ibu jari.

b. Etiologi
Lesi saraf radialis dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor mana mungkin
terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan (multiple faktor), antara lain:
1. Trauma
Pada fraktur dan dislokasi, neuropati terjadi karena penekanan saraf oleh fragmen
tulang, hematom, kallus yang terbentuk sesudah fraktur, atau karena peregangan
saraf akibat suatu dislokasi. Neuropati radialis sering terjadi pada fraktur kaput
humerus, terutama pada sepertiga tengah (fraktur Holstein-Lewis) atau di
persimpangan sepertiga tengah dengan distal. Paresis saraf radialis dapat terjadi
akibat tidur dengan menggantungkan lengan di atas sandaran kursi (Saturday
night palsy), atau tidur dengan kepala diatas lengan atas. Akibat penekanan pada
waktu saraf ini menembus septum intermuskularis lateralis. Pada tempat mana
saraf ini terletak agak superfisial dan menempel pada tulang. Disamping itu
trauma pada waktu olah raga, kerja, pemakaian ‘krek’, atau posisi tangan pada
waktu operasi dapat menyebabkan terjadinya parese saraf radialis.
2. Infeksi.
Dapat terjadi karena: sifilis, herpes zoster, lepra dan TBC. Bisa mengenai satu
saraf atau banyak saraf
3. Toksik.Lebih spesifik mengenai saraf radialis adalah pada intoksikasi timah
4. Penyakit vaskuler
5. Neoplasma

c. Gejala Klinis
Gejala dipengaruhi oleh letak lesi:
1. Pada level lengan atas lesi pada n.radialis dapat terjadi pada aksila, pada waktu
melilit humerus di musculoradialis groove, atau sewaktu berjalan superfisial pada
sisi lateral lengan atas. Menyebabkan parese semua otot yang dipersarafinya yaitu
triseps, ekstensorpergelangan tangan, ekstensor jari dan brakhioradialis, dan
disertai defisit sensorik pada daerah yang dipersarafi yaitu sisi lateral-dorsal
tangan, ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Lesi pada aksila dapat disebabkan
kompresi oleh kruk, dislokasi sendi bahu, fraktur humerus dan luka tembus.
2. Lesi saraf radialis sewaktu melilit humerus atau sewaktu berjalan superfisial pada
lateral lengan atas pada sulkus radialis, sering akibat kelamaan menggantung
lengan diatas sandaran kursi (Saturday nigth palsy), akibat tertekannya lengan
karena posisi yang tidak tepat selama anestesi atau tidur, penggunaan tomiket
yang tidak benar atau akibat iritasi dan kompresi oleh kallus sesudah fraktur
tulang.
Gejalanya :
- tidak dapat ekstensi siku karena parese triseps
- tidak dapat fleksi siku pada posisi lengan bawah antara pronasi dan supinasi
karena parese m.brakhioradialis
- tidak dapat supinasi lengan bawah karena parese m.brakhioradialis
- tidak dapat supinasi lengan bawah karena parese m. Supinator
- wrist drop dan finger drop karena parese ekstensor pergelangan tangan dan jari
- gangguan abduksi ibu jari tangan (hitch hike sign)
- refleks trispes negatif atau menurun
- gangguan sensorik berupa parestesi atau baal pada bagian dorsal distal lengan
bawah, sisi lateral dan dorsal tangan, ibu jari, telunjuk dan jari tengah.
3. Lesi pada bagian saraf yang berjalan antara septum intermuskularis lateralis dan
tempat dimana n.interosseus posterior menembus m.supinator mengakibatkan jari
yang dipersarafi oleh nerpus ini. Gejalanya:
- tidak dapat supinasi dan meluruskan jari
- ada wrist drop
- refleks triseps positif
- gangguan sensorik tidak ada

d. Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan fisik bergantung pada lokasi cedera sesuai dengan
perjalanan anatomi saraf. Cedera di axilla akan menyebabkan kelemahan pada
ekstensi siku, ekstensi pergelangan tangan dan ekstensi jari. Biasanya terdapat
deviasi radial pergelangan tangan dengan ekstensi, karena fleksor carpi radialis (yang
dipersarafi oleh nervus medianus) tidak terpengaruh. Seluruh distribusi sensorik dari
nervus radialis akan terpengaruh. Apabila cedera di dalam spinal groove, hasil
pemeriksaan akan sama, kecuali fungsi triceps yang tidak terganggu.
Neuropati radialis pada lengan bawah biasanya akan menyebabkan
berkurangnya fungsi sensorik. Jika saraf terjepit pada otot supinator, kekuatan
supinator seharusnya normal. Hal ini dikarenakan percabangan yang menginervasi
otot supinator keluar ke arah proksimal otot. Pasien akan memiliki deviasi radialis
dengan ekstensi pergelangan tangan dan kelemahan dari ekstensor jari. Cedera
sensori radial superficialis akan menghasilkan parestesi atau disestesi sepanjang
distribusi sensorik radial di tangan.

e. Diagnosis
Diagnosa suatu neuropati radialis ditegakkan dengan pemeriksaan Elektromiografi
(EMG).

f. Tatalaksana
1. Pasen neuropati radialis akibat fraktur atau dislokasi, dapat mengalami perbaikan
spontan. Pasen dengan Saturday nigth palsy biasanya membaik dalam 6-8
minggu bahkan kadang-kadang lebih lama.
2. Fisioterapi
3. Operasi pada keadaan terdorongnya nervus radialis oleh tulang atau jaringan
lunak, juga adanya jebakan pada muskulus supinator. Dapat membaik dalam
beberapa minggu atau bulan.

7. Claw Foot
a. Definisi
Claw toe/ jari kiting mirip dengan claw hand, kondisi jari pedis mengalami
hiperekstensi pada sendi metatarsofalangeal (MTP) dan Fleksi pada sendi
interfalangeal (IP) baik distal maupun proksimal. Claw toe berbeda dengan hammer
toe yang tidak terjadi fleksi pada IP. Pada prinsipnya terjadinya claw toe merupakan
akibat dari ketidak seimbangan muskulus intrinsik pedis, dalam hal ini muskulus
lumbricales dengan m. Interosseus, yang lebih lemah dibanding muskulus
ekstrinsiknya m. flexor digitorum longus dan m. ekstensor digitorum longus. Secara
normal sendi IP dan MTP akan dijaga keseimbangannya (tidak ditarik terlalu kuat
oleh muskulus ekstrinsik) dengan adanya muskulus instrinsik, selain itu sendi IP dan
MTP juga ditahan oleh ligamentum plantar dan kolateral. Jika terjadi kelemahan pada
ligamentum ini maka, claw toe yang awalnya fleksibel, bisa dikembalikan seperti
semula akan menjadi rigid dan tidak bisa dikembalikan. Kondisi ini sering terjadi
pada orang tua. Kelainan pada nervus peroneal pada level proksimal dari muskulus
tersebut dapat mengakibatkan adanya claw toe.

b. Faktor Resiko
Claw toe paling sering terjadi pada pasien yang mengalami synovitis, yaitu
peradangan membran sinovial yang menyebabkan sendi MTP sering menglamai
dislokasi. Faktor risiko lainnya adalah diabetes melitus, kompartemen sindrom,
alkoholik, charot marie tooth (CTM) dan penggunaan sepatu kekecilan.

c. Patofisiologi
Pada diabetes melitus, terjadi atrofi otot. Hal ini bisa disebabkan karena neuropati
maupun non neuropati. Pada non neuropati, otot mengalami atrofi karena timbunan
lemak intramuskuler (trigliserida intramuskuler) karena adanya kelainan metabolisme
lemak. Pada neuropati, terjadi iskemia yang menyebabkan penurunan hingga
hilangnya fungsi saraf menyebabkan otot tidk berfungsi dan menjadi atrofi. Pasien
dengan kompartemen sindrom di regio interosseus dapat menyebabkan kontraktur
otot di interosseous dan menyebabkan clow toe. Seorang alkoholik mengalami
kerusakan pada mitokondria sehingga energi yang dihasilkan juga tidak cukup. Hal
ini menyebabkan terjadinya atrofi otot. CTM, inherited neurological disorder,
merupakan penyakit pada saraf sensoris maupun sensoris berupa kelainan
pembentukan protein saraf, terutama pada protein untuk myelin. Sedangkan pada
orang yang sering mengenakan sepatu kekecilan, biasanya jarinya akan menekuk
terus-terusan yang lama-lama bisa terjadi claw toe.

d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada pasien dengan clow toe yaitu adanya kalus
(kapalan) di metatarsal karena seringnya menjadi tumpuhan dan corn (kapalan) di
atas sendi IP karena gesekan dengan sepatu. Nyeri juga sering dirasakan oleh
penderita karena penekanan yang kuat.

e. Tatalaksana
Penatalaksanaan pada pasien dengan claw toe tergantung pada kondisi claw toe
tersebut masih fleksibel atau sudah rigid. Jika masih fleksibel tindakan operatif hanya
dilakukan dengan indikasi jika dikembalikan secara manual, masih dirasakan nyeri.
Selebihnya tindakan non operatif pengembalian sendi secara manual dan penggunaan
sepatu khusus untuk claw toe. Sedangkan pada claw toe yang sudah rigid, tindakan
operatif harus dilakukan. Bisa dengan interfalangeal arthrodesis, eksisi sendi MTP,
transfer tendon (fleksor menjadi ekstensor) dan amputasi.

8. Drop Foot
a. Definisi
Drop foot adalah kelainan gaya berjalan yang menjatuhkan kaki depan terjadi karena
kelemahan, iritasi atau kerusakan pada saraf fibula umum termasuk saraf sciatic, atau
kelumpuhan otot-otot di bagian anterior dari kaki bagian bawah. Ini biasanya
merupakan gejala dari masalah yang lebih besar,bukan penyakit itu sendiri. Hal ini
ditandai dengan ketidakmampuan atau gangguan kemampuan untuk menaikkan jari
kaki atau mengangkat kaki dari pergelangan kaki.

b. Etiologi
Ada sebagian orang kadang mengenali penyebab kaki cedera penurunan dapat
disebabkan cedera pada tulang belakang atau penyakit yang mendasari lain, seperti
amyotrophic lateral sclerosis, multiple sclerosis, atau penyakit Parkinson. kadang-
kadang, drop kaki merupakan komplikasi dari operasi penggantian pinggul, atau
cedera lain.

c. Patofisiologi
Penurunan kaki adalah hasil dari gangguan neurologis dapat menjadi pusat (otak
sumsum tulang belakang) atau perifer (saraf terletak menghubungkan dari sumsum
tulang belakang ke otot atau reseptor sensorik). Penurunan kaki hasil dari patologi
yang melibatkan otot-otot atau tulang yang membentuk kaki bagian bawah. tibialis
anterior adalah otot yang digunakan untuk mengangkat kaki. itu dipersarafi oleh saraf
peroneal fibula, yang cabang dari saraf sciatic. saraf sciatic keluar ruang saraf
lumbal. Otot tibialis anterior di hadapan kaki drop, membuat patologi jauh lebih
kompleks daripada kaki drop. Penurunan kaki biasanya kondisi lembek atau tidak ada
kontraksi otot.
d. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gejala yang dapat menandai kasus drop foot. Ketidakmampuan untuk
mengangkat kaki keatas, saat berjalan kaki diseret, kelemahan pada kaki, mati
rasa.Peroneal nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk bersilang kaki yang
mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus femur
externa serta patella pada tungkai yang berlawanan.

e. Tatalaksana
• Konservatif, menghindari faktor kompresi
• Menggunakan ortosis
• Physical therapy

9. Nekrosis Kaput Femoris


a. Definisi
Nekrosis tulang atau disebut osteonekrosis adalah penyakit yang dapat
mempengaruhi beberapa tulang sebagai akibat dari terputusnya/hilangnya suplai
darah ke suatu bagian tulang, sehingga menyebabkan kematian pada tulang tersebut.

b. Etiologi
Penyebab AVN dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Primer (idiopatik)
• Sekunder:
- Trauma:
▪ Fraktur kaput femur
▪ Dislokasi kaput femur
▪ Kompresi epifisial
▪ Trauma vaskuler
- Hemoglobinopati:
▪ Sickle cell disease
▪ Polycythemia
- Local infiltrative disease:
▪ Gaucher disease
▪ Infection
▪ Neoplasms
- Hypercortisolism
▪ Corticosteroid medications: Mekanisme kerja masih belum dipahami
sepenuhnya, tetapi diduga terkait dengan kondisi hiperkoagulasi, dengan
gangguan fibrinolisis dan trombosis pada kaput femur.
▪ Cushing disease
▪ Alcohol consumption

c. Parofisiologi
• Faktor Arteri Extraosseous. Kaput femur ini mengalami peningkatan risiko
karena suplai darah adalah sistem organ akhir dengan sedikit perkembangan
kolateral. Suplai darah dapat terganggu oleh trauma, vaskulitis (penyakit
Raynaud), atau vasospasme (penyakit dekompresi).
• Faktor Arteri Intraosseousdapat menghalangi mikrosirkulasi kaput femur
melalui mikroemboli yang beredar. Ini dapat terjadi pada penyakit sickle cell
disease (SCD), dan embolisasi lemak. Sickle cell disease sendiri meningkatkan
viskositas dam solubilitas darah sehingga menyebabkan darah semakin kental
yang menyebabkan penyumbatan darah.
• Faktor Vena Intraosseous mempengaruhi kaput femur dengan mengurangi
aliran darah vena dan menyebabkan stasis. Misalnya pada penyakit Caisson, SCD
atau pembesaran sel-sel lemak intramedulla.

d. Manifestasi Klinis
• Nyeri pada sendi yang terkena, digambarkan sebagai nyeri yang berdenyut, dalam
dan, intermiten
• Paha atau pinggul terasa nyeri yang menjalar ke bagian bokong, paha
anteromedial, atau lutut
• Cara berjalan pasien yang pincang, dan mungkin kehilangan berbagai gerakan,
baik aktif maupun pasif (seperti gerakan fleksi, abduksi, dan rotasi internal)
terutama setelah terjadi kolaps pada kaput femur
• Sebuah bunyi “klik” dapat terdengar ketika pasien naik kursi atau setelah
melakukan gerkan rotasi eksternal pada pinggul.
e. Diagnosis
- Pada stage 0 dan 1 biasanya tidak ditemukan kelainan pada foto radiografi. Pada
penyakit yang lebih lanjut, foto radiografi menunjukkan gambaran sklerosis dan
perubahan kepadatan tulang. Seiring dengan berkembangnya penyakit, terlihat
garis subchondral tampak radiolusen, atau kolaps pada kaput femur.
- CT scan digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan dari tulang, tetapi tidak
sesensitif seperti MRI dalam stage 0 dan 1. CT sangat baik digunakan untuk
mendeteksi runtuhnya kaput femur, dan penyakit degeneratif pada sendi.
- MRI adalah alat yang sangat sensitif untuk mendiagnosis AVN, dan merupakan
standar emas untuk evaluasi diagnosis noninvasif.

f. Klasifikasi
- Stadium 0 (preklinis dan preradiologi) - temuan negatif pada radiografi, tidak ada
gejala pada pasien. MRI menunjukkan tanda double-line.
- Stadium I (tahap preradiologi) - temuan normal pada radiografi dan temuan positif
pada MRI atau skintigrafi. Tahap 1 merupakan tahap awal resorptif. Temuan
radiografi (osteoporosis minimal dan/atau terlihat kabur pada trabekula tulang).
- Stadium II (tahap reparatif) terjadi sebelum perataan dari kaput femur. Hal ini
dapat berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Perubahan radiografi dan
demineralisasi tulang (manifestasi awal dari tahap reparatif, mempresentasikan
resorpsi tulang mati) dan sclerosis (muncul setelah demineralisasi,
mempresentasikan aposisi tulang baru pada trabekula yang mati). Demineralisasi
muncul dalam bentuk kista kecil dalam kaput femur. Sclerosis muncul sebagai
peningkatan kepadatan, biasanya pada superolateral kaput femur dan bisa difus,
atau linier. Perubahan ini sesuai dengan stadium IIA. Stadium IIB adalah tahap
transisi yang ditandai dengan adanya crescent sign, terlihat lucent pada garis linear
subkortikal.
- Stadium III (kolaps dini kaput femur) adanya sekuestrasi dan depresi, tanpa
keterlibatan acetabular. Kaput femur tidak lagi berbentuk bulat dan berkontur
lembut. Kaput femur tampak rata dan kolaps.
- Stadium IV (penyakit degeneratif progresif) kolaps dan hancurnya kaput
femurdiikuti dengan penyempitan ruang sendi, pembentukan kista subchondral
dan osteofit, sebagai tanda-tanda pasti dari penyakit sendi degeneratif.
Crescent sign

Stadium IV

g. Tatalaksana
• Terapi konservatif
- Terapi statin, bifosfonat atau obat anti-inflamasi mungkin dapat membantu.
- Dalam beberapa kasus awal, mengurangi membawa beban berat, membatasi
kegiatan atau menggunakan crutches dapat memperlambat kerusakan yang
disebabkan oleh nekrosis avascular. Namun, pasien ini memiliki resiko 85%
terjadi kolaps dari kaput femur.
• Terapi operatif
- Osteotomi adalah prosedur dimana tulang dibentuk kembali untuk mengurangi
stres pada daerah yang terkena. Hal ini membutuhkan waktu pemulihan yang
lebih lama dan membatasi kegiatan selama 3 sampai 12 bulan setelah operasi.
Prosedur ini efektif untuk pasien dengan nekrosis avascular lanjutan
- Artroplasti. Penggantian sendi total adalah pilihan pengobatan untuk
avascular nekrosis stadium akhir atau bila sendi hancur. Artroplasti panggul
total, memberikan hasil yang sangat baik, dengan mengurangi nyeri dalam
jangka panjang dan memungkinkan mobilisasi dini. Namun beberapa penulis
telah mengamati bahwa terdapat kegagalan dari penggantian pinggul total, hal
ini dimungkinkan karena terdapat remodeling tulang yang abnormal, dan
penurunan prostesis karena kualitas tulang femur proksimal yang buruk.

10. Ruptur Tendon


a. Definisi
Ruptur tendon adalah robek atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan
yang melebihi kekuatan tendon.

b. Etiologi
• Penyakit tertentu, seperti diabetes melitus
• Obat-obatan, seperti kotikosteroid dan antibiotik
• Cedera
• Trauma benda tajam atau tumpul

c. Faktor Resiko
• Umur (30-40 tahun)
• Jenis kelamin
• Obesitas
• Olahraga
• Riwayat rupture tendon sebelumnya
• Penyakit tertentu, seperti diabetes melitus

d. Patofisiologi
62% rupture tendon akibat perubahan patologis dari suplai darah tendon termasuk
penyempitan pembuluh darah dan thrombosis. Sehingga terjadi penurunan aliran
darah yang menyebabkan hipoksia local dan gangguan aktivitas metabolic yang
merupakan faktor degenerasi tendon. Degenerasi tendon mengganggu struktur tendon
sehingga kekuatan tendon menurun. Akhirnya tendon dapat ruptur ketika diberi
beban normal.

e. Lokasi
1. Quadriceps
2. Achilles
3. Rotator cuff
• Supraspinatus
• Infraspinatus
• Teres minor
• Subscapularis
4. Biceps

f. Manifestasi Klinis
• Seperti mendengar bunyi “pop”
• Nyeri hebat
• Memar
• Terdapat kelemahan
• Tidak mampu menggunakan lengan atau kaki yang terkena
• Terdapat deformitas

g. Tatalaksana
1. Non-Operatif
• Konservatif : Imobilisasi 3-6 minggu
• Medikamentosa : NSAID
2. Operatif
Reattaching lalu dibalut perban dan diberi gips selama 4 minggu

11. Lesi Ligamentosa Panggul


a. Definisi
Adalah sebuah trauma langsung pada pelvis dimana terbentuknya suatu cedera
atau sobekan dan menjadi lesi pada ligamen di daerah panggul.
Insidensi lesi ligamentosa panggul banyak terjadi pada 4 ligamen besar di
tulang pelvis. Ligamen illolumbar dan ligamen Sacroilliaca (anterior & superior)
yang menghubungkan tulang pelvis dengan tulang sakrum. 2 ligamen ini membantu
pergerakan sendi untuk pergerakan forward tilt, backward tilt, lateral tilt, dan
rotation. Adanya tekanan/kompresi dari atas atau trauma kontak langsung dengan
pelvis bagian atas menyebabkan cedera pada ligamen ini.
Ligamen sacrospinous yang menghubungkan sacrum dan spina ischiadikum,
dan ligamen sacrotuberous yang menghubungkan antara sacrum dan tuber
ischiadikum. Kedua ligamen ini membantu dan berperan untuk mencegah rotasi
superior yang berlebihan dari tulang pangkal paha atas dan mencegah pergerakan
yang berlebihan dari ligamen sacroilliaca. Adanya tekanan/kompresi dari ekstrimitas
bawah atau trauma kontak langsung pada pangkal paha atas dan pelvis bagian bawah
menyebabkan cedera pada ligamen ini.
b. Etiologi
- Kecelakaan dan dampak traumatis pada panggul menyebabkan ligamen robek dan
menyebabkan lesi
- Kejatuhan dan kontak langsung yang kuat (kontuisi)
- Terjadi karena penggunaan yang berlebihan dari otot/ligamen panggul yang
menyebabkan cedera karena keterbatasan kemampuan ligamen
- Sering terjadi pada pekerja konstruksi bangunan dan atlit olahraga.

c. Gambaran Klinis
1. Rasa sakit ketika menggerakan anggota badan bagian panggul karena terjadinya
proses inflamasi disana berefek keluarnya mediator kimia yang mengirimkan
sinyal nyeri ke sistem saraf pusat.
2. Rasa sakit meningkat ketika melakukan aktifitas yang melibatkan pergerakan
panggul
3. Jika cedera parah biasanya terjadi kelemahan otot dan fleksibilitas sendi yang
berkurang bahkan hulang
d. Diagnosis
- Anamnesis serta Pemeriksaan Fisik ditemukan tanda gejala dari adanya lesi dan
mengetahui spesifitas dari penyebab terjadinya cedera terkait pekerjaan dan
aktivitas
- Pasien diminta melakukan pergerakan sederhana pada panggul, jika terjadi
keterbatasan gerak panggul dan stabilitas otot sendi yang berkurang bisa menjadi
acuan bahwasannya ada gangguan pada pelvis.
- MRI, untuk melihat dimana letak cedera secara spesifik dan seberapa parah
kondisi ligamen yang robek.

e. Tatalaksana
Jika dari hasil diagnosis ditemukan bahwasannya robekan tidak besar dan tidak
parah, maka penanganan yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
• Cukup istirahat dan menghindari aktivitas yang berlebihan terutama pekerjaan
yang melibatkan panggul secara langsung.
• Diberikan obat NSAID untuk anti nyeri dan inflamasinya, serta obat stimulasi
untuk penyembuhan ligamen yang robek tadi.
• Penggunaan kruk untuk meminimalisir pergerakan panggul.
• Jika cedera pada ligamen pelvis parah maka dilakukan surgery penggabungan
ligamen yang robek tadi dan rehabilitasi untuk pengambalian fungsi ligamen adar
dapat kembali normal.

12. Lesi Meniskus, Lateral, dan Medial


a. Definisi
Lesi pada meniscus medial maupun lateral berupa robekan yang menurut dengan
garis longitudinal sepanjang meniscus. Robekan meniscus sering ditemukan pada
atlet, terutama pada pesepakbola, dan usia paling sering di bawah 45 tahun. Meniskus
berfungsi sebagai bantalan tumpuan pada sendi lutut sehingga lutut dapat menahan
beban tubuh sebesar 50% pada saat berdiri dan 90% pada saat jongkok, serta
berfungsi sebagai bantalan agar tulang-tulang pada sendi lutut mampu berotasi ke
arah medial maupun lateral. Robekan meniscus paling sering terjadi pada meniscus
medial, dikarenakan kemampuan rotasi ke arah medial yang mempunyai jangkauan
sempit sehingga apabila terjadi rotasi yang berlebihan maka mengakibatkan
terjadinya robekan pada meniscus.

b. Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma dan pembengkakakn pada lutut tidak terjadi
segera setelah trauma. Pembengkakan biasanya terjadi setelah 24 jam. Terdapat nyeri
pada daerah sela sendi dimaa robekan terjadi. Mungkin dapat terjadi locking yaitu
lutut tiba-tiba tidak dapat diekstensikan karena adanya bagian meniscus yang terjebak
dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan ditemukan adanya atrofi otot kuadrisep, adanya
cairan dalam sendi, nyeri tekan pada daerah robekan meniscus medial dan/atau
lateral.

c. Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan untuk menentukan adanya robekan pada meniscus, sebagai berikut:
1. Test McMurray
Penderita berbaring terlentang, lutut difleksikan 90º dan dilakukan penekanan
pada kaki dan dieksorotasikan maksimal, kemudian tungkai diluruskan sambil
mempertahankan eksorotasi dan demikian pula endorotasi maksimal. Pada
kerusakan meniscus, penderita merasakan nyeri atau pada perabaan terdengar
bunyi “klik”.
2. Apley Test
Penderita diminta tengkurap, lutut difleksikan 90º dan dilakukan penekanan pada
kaki dan dieksorotasikan maksimal, kemudian tungkai diluruskan sambil
mempertahankan eksorotasi dan demikian pula endorotasi maksimal. Pada
kerusakan meniscus, penderita merasakan nyeri.
3. Thessaly Test
Pasien diminta berdiri dan berpegangan pada pemeriksa, kemudian berdiri dengan
satu kaki dan kaki lainnya sedikit difleksikan sekitar 20º. Kemudian pasien
diminta untuk merotasikan kea rah lateral dan medial. Pada kerusakan meniscus,
penderita merasakan nyeri.
4. Pemeriksaan tambahan
• Artrografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan antara robekan meniscus atau
meniscus discoid
• Artroskopi
Dapat melihat bentuk robekan dan bisa dilakukan sebagai tindakan operatif
untuk menjahit sobekan pada meniscus.

d. Tatalaksana
Robekan pada meniscus sebaiknya dilakukan penjahitan tanpa membuang meniscus
apabila masih bisa dipertahankan, karena tanpa meniscus resiko terjadinya
osteoarthritis di masa mendatang menjadi meningkat. Dengan menggunakan
artroskopi dapat dilakukan penjahitan dan rehabilitasinya lebih cepat sekitar 4-
6minggu.
Indikasi operasi meniscus:
1. Locking yang berulang-ulang dan tindakan operasi dapat memberikan jalan keluar
2. Nyeri yang terus menerus
3. Atlet profesional

13. Compartement Syndrome


a. Definisi
Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan dalam
ruang tertutup kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya. Peningkatan
tekanan dalam kompartemen otot biasanya diawali oleh proses trauma yang disertai
fraktur. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian
tindakan selama penanganan fraktur.

b. Etiologi
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap
dapat disebabkan oleh:
- Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah mengisi
ruang intra-kompartemen
- Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
- Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang intra-
kompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang
tetap
- Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
- Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen.

c. Patofisiologi
Setiap jaringan, termasuk tulang dan otot, memerlukan perfusi yang adekuat
agar dapat tumbuh dan berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila terjadi gangguan
pada proses perfusi, akan muncul tanda dan gejala tergantung derajat gangguan
perfusi darah ke jaringan tersebut.
Kemampuan perfusi sangat tergantung pada perbedaan antara tekanan perfusi
kapiler dan tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan pada ruang tertutup,
misalnya pada kompartemen tungkai bawah akan menyebabkan tekanan vena ikut
meningkat. Jika tekanan interstitial melebihi tekanan kapiler, kapiler akan kolaps dan
akan terjadi iskemi jaringan. Otot yang iskemia akan melepaskan mediator yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Cairan akan berpindah dari pembuluh
darah ke interstitial, sehingga makin meningkatkan tekanan dalam kompartemen dan
memperburuk kondisi iskemia.
Apabila kenaikan tekanan dalam kompartemen naik 30 mmHg, tindakan
operatif harus segera dilakukan untuk mencegah kematian otot dan saraf tepi yang
akan terjadi dalam 6-10 jam.

d. Gambaran Klinis
Pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri
terasa di bagian dalam otot tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat
digerakkan. Nyeri harus dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala
lain yang sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat
terjepitnya saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari pertama
dan jari kedua kaki.
Gejala klasik 5P (pain, pallor, parasthesia, pulselessness, poikilothermia)
tidak selalu dikenali. Gejala klasik ini sering muncul terlambat saat periode emas
penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati.
Harus diperhatikan tanda khusus, yaitu massa jaringan lunak pada sepertiga
bawah tungkai akibat herniasi dan pergeseran otot dan jaringan lemak saat tekanan
meningkat.

e. Tatalaksana
Tatalaksana harus sesegera mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom
kompartemen tungkai bawah adalah dekompresi. Dekompresi dengan tujuan
menurunkan tekanan dalam kompartemen dapat dilakukan dengan cara:
- Lepaskan semua plaster yang mengikat
- Letakkan pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih tinggi dari
jantung dapat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan memperburuk
keadaan iskemia.
- Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks
- Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi. Banyak
peneliti menyatakan indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah apabila tekanan
kompartemen naik menjadi 30 mmHg. Prosedur ini harus dilakukan sesegera
mungkin karena kerusakan permanen otot akan terjadi dalam 4-12 jam dan
kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 12-24 jam sejak terjadinya
peningkatan tekanan intra-kompartemen.
Cara Mengukur Tekanan Intrakompartemen
- Siapkan alat pengukur stryker intra-compartemental pressure monitors system dan
hubungkan dengan jarum infus ukuran 18 G.
- Posisikan pasien senyaman mungkin dengan meletakkan posisi kompartemen
yang akan diukur sejajar jantung.
- Lakukan prosedur septik dan aseptik pada daerah pengukuran, pilih jaringan kulit
pada kompartemen yang akan diukur dengan syarat kulit intak dan bebas infeksi.
- Lakukan prosedur pembiusan.
- Masukkan jarum yang terdapat pada alat pengukur secara tegak lurus sedalam 3
sentimeter pada kompartemen yang diukur.
- Gerakkan bagian yang akan diperiksa pada posisi fleksi dan ekstensi untuk
melihat peningkatan tekanan intra-kompartemen dan memastikan ujung jarum
sudah terletak di dalam kompartemen.
- Dalam posisi diam, baca angka pada alat pengukur yang menunjukkan tekanan
dalam kompartemen.

Anda mungkin juga menyukai