ASMA
Oleh :
dr. Intan Komala Sari
Pembimbing:
dr. Dewi M. Manihuruk, Sp.P
1
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
3
dan atau keduanya. Adapun faktor pejamu penyakit asma adalah sebagai
berikut2,9:
1. Predisposisi genetik
2. Alergik (atopi)
3. Hiperesponsif jalan napas
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
6. Obesitas
4
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bau merangsang, household spray)
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi pada asma baik saat serangan akut maupun berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang, karena semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Pada
umumnya penderita sudah dalam pengobatan dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Penilaian berat asma pada penderita dalam
pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.2
5
Mengi Akhir Akhir Inspirasi danSilent Chest
ekspirasi ekspirasi ekspirasi
paksa
APE >80% 60–80% <60% -
PaO2 >80 mHg 80-60 <60 mmHg -
mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg -
SaO2 >95% 91–95% <90% -
Tabel 2.3.1 Klasifikasi asma dalam serangan akut
Tabel 2.3.2 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan)
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA), klasifikasi asma dibagi menjadi asma terkontrol, terkontrol sebagian dan tidak
terkontrol. Klasifikasi asma menurut GINA dapat dilihat pada Tabel 2.4.3 berikut:
1
6
waktu 1 bulan terakhir) sebagian
Gejala pada malam hari Tidak ada Ada 1-2x Ada 3-4x
2.4 Patofisiologi
7
2,8
edema atau pembengkakan dalam saluran nafas Keadaan otot polos saluran
nafas pada pasien asma dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Perbedaan keadaan paru-paru pada pasien normal dan pasien asma
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk-batuk karena saluran napas mulai berusaha
untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar
suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran
napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama
saat mengeluarkan napas (ekspirasi).2,8
2.5 Diagnosis
8
Diagnosis asma didasari oleh gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa
berat di dada yang bersifat episodik dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sangat berarti dalam menegakkan
diagnosis asma.1,2,9
2.5.1 Anamnesis
Riwayat Penyakit / gejala :
a. Bersifat episodik, adalah serangan berulang ( hilang timbul ) yang
diantaranya terdapat periode bebas serangan
b. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
c. Gejala timbul / memburuk terutama malam / dinihari
d. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
e. Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
a. Riwayat keluarga (atopi)
b. Riwayat alergi /atopi
c. Penyakit lain yang memberatkan
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik dapat tidak terdengar mengi atau
hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa. Hal itu menunjukkan obstruksi
jalan nafas yang tidak berat, sehingga intensitas bunyi nafas tambahan tersebut
(mengi) tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya terdengar pada 1 fase pernafasan
(ekspirasi). Semakin berat obstruksi jalan nafas semakin tinggi nadanya dan
semakin keras intensitasnya dan terdengar pada kedua fase pernafasan ( inspirasi
9
dan ekspirasi). Pada obstruksi jalan nafas yang sangat berat mengi tidak terdengar
dan pasien tanpak gelisah bahkan kesadaran menurun serta sianosis. Kondisi
tersebut dikenal dengan silent chest.2,9
10
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain.
Pada serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.2
f. Darah Rutin
Pada asma, eosinofil total akan meningkat di dalam darah.2
2.7 Penatalaksanaan
11
kerusakan jalan nafas, dan efek samping obat-obatan. Secara umum, tujuan dari
penatalaksanaan asma2 :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
12
Sebagian penderita dengan mudah mengenali faktor pencetus, akan tetapi
sebagian lagi tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Sehingga
identifikasi faktor pencetus layak dilakukan dengan berbagai pertanyaan
mengenai beberapa hal yang dapat sebagai pencetus serangan. Pada tabel 2.7.1
dapat dilihat daftar pertanyaan untuk mengetahui faktor pencetus.2
13
Gambar 2.7.1. Daftar pertanyaan untuk identifikasi faktor pencetus
1. Controller (pengontrol)
15
16
Gambar 2.7.2. Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
2. Bronkodilator (Pelega)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan nafas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat didada dan batuk, tetapi tidak memperbaiki
inflamasi jalan nafas atau menurunkan hiperesponsif jalan nafas.2,11,12
a. β2 agonis kerja singkat
Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,
dan prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat. Formaterol mempunyai onset
yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini dapat secara inhalasi atau oral.Obat ini
merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai
praterapi pada exercise-induced asthma.2,12
b. Kortikosteroid sistemik
Dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Obat ini biasanya digunakan
pada asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Steroid sistemik
digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain telah
optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain. 2,12
c. Antikolinergik
Mekanisme kerja antikolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas. Pemberiannya secara inhalasi. Efeknya
lama, membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek maksimum. 2,12
d. Metilstatin
Amiofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala
walau disadari onsetnya lebih lama daripada antagonis beta-2 kerja singkat.2,12
e. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat apabila
tidak tersedia β2 agonis. 2,12
17
18
Gambar 2.7.3. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi pengontrol harian Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain
Asma Tidak perlu ---- -----
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepaslambat -----
Persisten inhalasi Kromolin
Ringan (200-400 ug BD/hari Leukotrienemodifiers
atau ekivalennya)
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid Ditambah
Persisten glukokortikosteroid (400-800 inhalasi (400-800 ug BD agonis beta-
Sedang ug BD/hari atau ekivalennya) atau ekivalennya) 2 kerja lama
dan agonis beta-2 kerja lama ditambah Teofilin lepas oral,atau
lambat,atau
Glukokortikosteroid Ditambah
inhalasi (400-800 ug BD teofilin lepas
atau ekivalennya) lambat
ditambah agonis beta-2
kerja lama oral,atau
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800 ug BD atau
ekivalennya)atau
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya)
ditambah
leukotrienemodifiers
Asma Kombinasi Prednisolon/
Persisten inhalasiglukokortikosteroid metilprednisolon oral
Berat (> 800 ug BD selang sehari 10 mg
atauekivalennya) dan ditambah agonis beta-2
agonis beta-2 kerja lama, kerja lama oral,
ditambah 1 di bawah ditambah teofilin lepas
ini: lambat
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
dengan kondisi asma tetap terkontrol
19
Pada tahun 2019, Global Initiative for Astma membuat suatu kesepakatan
manajemen penyakit asma yang melibatkan siklus yang berkelanjutan untuk
menilai, menyesuaikan pengobatan dan menilai respon pengobatan.1 Siklus
manajemen asma dapat dilihat pada gambar 1.
20
Gambar 2.7.6. Strategi pengobatan asma1
21
2.8 Penatalaksanaan di Rumah
22
Gambar 2.9.1. Algoritma penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit
23
2.10 Pencegahan
24
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. RD
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Bintan Gg Ampera - Dumai
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin
Tanggal masuk RSUD : 11 September 2019
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak nafas yang memberat sejak 3 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kurang lebih 3 jam SMRS, pasien mengeluh sesak nafas yang
semakin memberat. Sesak timbul mendadak saat pasien sedang tidur malam hari.
Sesak nafas sering dirasakan hilang timbul. Sesak nafas disertai bunyi ngik. Sesak
nafas muncul terutama saat pasien kelelahan dan terkena debu. Sesak nafas tidak
disertai dengan nyeri dada. Sesak nafas hanya timbul dua kali dalam seminggu ini.
Sesak nafas mulai menganggu aktivitas, pasien lebih nyaman dengan posisi duduk
ketika sesak. Pasien masih dapat berbicara beberapa kata. Keluhan disertai batuk
yang muncul sejak 1 hari SMRS. Batuk dirasakan hilang timbul disertai dengan
dahak berwarna putih bening, darah (-). Demam (-), penurunan nafsu makan (-),
penurunan berat badan (-). Mual – muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien rutin kontrol ke poliklinik paru jika habis obat.
25
Riwayat Penyakit Dahulu
Pemeriksaan Umum
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
1. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter
pupil kiri dan kanan 2 mm , reflek cahaya +/+.
2. Telinga: deformitas daun telinga (-), cairan (-), darah (-)
3. Hidung: nafas cuping hidung (-), cairan (-), darah (-)
4. Mulut : Pursed-lip breathing (+)
5. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20
26
Toraks
Paru:
1. Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, (-), retraksi
dinding dada (+)
2. Palpasi : Vokal fremitus teraba sama pada paru kanan = kiri
3. Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+) ,wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Jantung :
1. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
3. Perkusi :
Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari lateral linea midklavikula sinistra
4. Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (11 September 2019)
Hb : 11,5 gr/dl
Hematokrit : 34%
Leukosit : 14.500 /mm3
Trombosit : 290.000 /mm3
Basofil : 0 (Normal : 0-5)
Eosinofil : 0 (Normal : 0-2)
Netrofil : 2 (Normal : 2-6)
Limfosit : 22 (Normal : 20-40)
27
DIAGNOSIS KERJA
Asma persisten sedang serangan akut sedang terkontrol sebagian
PENATALAKSANAAN
• O2 Nasal Canul 3-4 liter/menit
• Nebul Combivent 1 respul Observasi : Sesak berkurang, Wheezing
(+/+)
• Nebul Combivent 1 respul Observasi : Sesak berkurang, Wheezing
(+/+)
• Nebul Pulmicort 1 respul Observasi : Sesak berkurang, Wheezing (+/+)
USULAN PEMERIKSAAN
- APE (Arus Puncak Ekspirasi)
- Spirometri
- Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah)
FOLLOW UP
28
Toraks
Paru = Vesikuler (+/+), Wheezing (+/+) berkurang, Ronkhi (-/-)
Toraks
Paru = Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-) , Ronkhi (-/-)
P : - Rawat jalan
- Salbutamol 3x2 mg
- Cefixime 2x100 mg
- Methylprednisolon 3x4 mg
- Berotec inhaler (K/P) , kandungan : Fenoterol Hbr
- Ambroxol tab 3x30 mg
- Edukasi : Hindari alergen pencetus
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa pada pasien ini adalah Asma persisten sedang serangan akut
sedang terkontrol sebagian. Hal ini berkaitan dengan keluhan serangan sesak nafas
pada pasien dengan riwayat asma. Pada asma persisten sedang didapatkan keluhan
sesak terjadi mingguan, dalam 1minggu gejala muncul >1 kali tetapi <1 kali
sehari, gejala malam muncul >2 kali dalam sebulan, serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur. Pada serangan akut sedang terdapat gejala – gejala diantaranya
sesak nafas saat berbicara, posisi yang bisa dilakukan pasien saat sesak adalah
duduk, cara berbicara dapat beberapa kata, gelisah, frekuensi nafas 20 - 30 kali /
menit, nadi 100 - 200 kali/menit, ditemukan mengi pada akhir ekspirasi, APE >
60-80% , PaO2 80 – 60 mmHg , PaCO2 <45 mmHg, SpO2 91 – 95 %.2 Pada
ilustrasi laporan kasus ini gejala khas tersebut ditemukan pada pasien yang
tercakup dalam anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
asma terkontrol sebagian gejala dapat muncul pada siang hari sebanyak 1-2 kali
dalam seminggu, ada keterbatasan pada aktivitas tertentu, terdapat gejala pada
malam hari, dan biasanya pada sebagian pasien membutuhkan obat pelega untuk
mengurangi keluhan.
30
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak gelisah, lebih nyaman dengan
posisi duduk, dapat menjawab dengan beberapa kata, frekuensi nafas 30 kali /
menit, nadi 108 kali / menit, SpO 2 95%. Pasien mendapatkan obat semprot/inhaler
jika serangan muncul. Gambaran klinis tersebut sesuai dengan gambaran klinis
derajat asma intermiten dengan serangan akut sedang.2,10
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. 2019. Available on www.ginasthma.org
2. Perhimpunan dokter paru Indonesia (PDPI) 2011. Asma (Pedoman Diagnosis
& penatalaksanaan asma di Indonesia). Jakarta : 2011 : 3-80.
3. Centers for Disease Control and Pervention (CDC) : Respiratory and Allergies
: Asthma. 2015. Available on : https://www.cdc.gov/nchs/fastats/asthma.htm
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. J-akarta: Bakti Husada;
2013.
5. Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun
2015. Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru; 2016. 23.
6. Reviona D, Munir SM, Azrin M. Penilaian Derajat Asma Dengan
Menggunakan Asthma Control Test (ACT) Pada Pasien Asma Yang
Mengikuti Senam Asma di Pekanbaru. 2014;1(2):1–13.
7. Sullivan, Hunt, John Mac Sharry. The Microbiome and the Pathophysiology
of Asthma. 2016. Available on https://respiratory-
research.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12931-016-0479-4.
8. WebMD. Astham Prevention. 2017. Available on
https://www.webmd.com/asthma/guide/asthma-prevention.
9. Zab Mosenifar, MD, FACP, FCCP. Asthma Guidelines. 2017. Available on
https://emedicine.medscape.com/article/296301-guidelines.
10. Cut Yulia Indah Sari. Inflamasi Alergi pada Asma. PPDS I Pulmonologi dan
Ilmu Kedokt Respirasi. 2013;40(8):585–8.
11. Fitri R, Priyanto H, Rinanda T, Kedokteran F, Syiah U, Mikrobiologi B, et al.
Kepatuhan Pengobatan Asma dengan Kualitas Hidup pada Pasien Asma
Persisten. J Respirologi Indones. 2016;36(3):130–7.
12. Prihartanto D. Pilihan Pengobatan pada Serangan Asma. CDK-242.
2016;43(7).
32