Anda di halaman 1dari 17

Mekanisme remodeling jalan napas atas dan bawah pada asma, rhinitis alergi,

dan sinusitis kronis : Satu konsep jalan napas yang ditinjau ulang

Rhinitis alergi (RA), rhinosinusitis kronis (RSK), dan asma seringkali terjadi bersaman.
Salah satu model jalan napas mengajukan bahwa mekanisme penyakit yang terjadi pada
saluran napas atas dapat mencerminkan apa yang terjadi pada saluran napas bawah.
Remodeling jalan napas adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perubahan
struktural jaringan yang terjadi pada penyakit dan menggambarkan proses dinamis
restrukturisasi jaringan selama perbaikan cedera. Remodeling telah lama diidentifikasi di
saluran napas bawah pada asma dan ditandai dengan peluruhan epitel, hiperplasia sel
goblet, penebalan membrana basalis, fibrosis subepitelial, hiperplasia otot polos jalan
napas, dan peningkatan angiogenesis. Konsep remodeling jalan napas atas saat ini telah
diperkenalkan, dan data sejauh ini terbatas serta seringkali bertentangan, yang
menunjukkan bahwa penelitian yang lebih rinci lebih diperlukan lagi. Meskipun
perubahan perubahan remodeling pada RA terbatas, fenotip RSK menunjukkan
hiperplasia epitel, meningkatnya deposisi matriks, dan degradasi seiring dengan
akumulasi protein plasma. Meskipun makin meluasnya penelitian dalam beberapa tahun
terakhir, mekanisme pasti seluler dan molekuler yang terlibat dalam remodeling jalan
napas masih belum dapat didefinisikan dengan lengkap. Tinjauan ini menggambarkan
pemahaman terkini kami mengenai remodeling jalan napas yang terjadi pada RA, RSK,
dan asma dan menunjukkan mekanisme baik yang hampir sama terjadi maupun berbeda
pada jalan napas atas dan bawah. Penggambaran mekanisme patogenik remodeling
pada sistem sinonasil dan paru dapat memberi panduan rancangan rasional dari strategi
terapi yang lebih efektif, yang menargetkan saluran napas atas dan bawah secara
bersamaan dan memperbaiki kesehatan individu dengan penyakit inflamasi saluran
napas.
KATA KUNCI
Jalan napas, asma, remodeling, rhinitis, rhinosinusitis

1. PENDAHULUAN
Pemodelan jaringan (tissue modelling) dapat terjadi pada organ manapun terkait dengan
inflamasi atau cedera mekanik yang bertujuan untuk pemulihan kembali menjadi
arsitektur jaringan yang normal. Pemulihan yang abnormal atau rekonstruksi jaringan
yang mengalami kerusakan diistilahkan sebagai remodeling. Remodeling jalan napas
dikenal dengan baik sebagai penanda paru yang mengalami asma dan seringkali
berhubungan dengan fenotip penyakit yang lebih berat; relevansinya dalam penyakit
saluran napas atas masih kurang dapat dijelaskan. Selain itu, mekanisme patogenesis
pasti yang menyebabkan remodeling jalan napas masih belum banyak diperiksa.
Jelas disebutkan bahwa jalan napas atas dan bawah saling berhubungan dengan
penyakit yang sering terjadi serta mekanisme imunopatologinya. Demonstrasi dari
provokasi nasal dengan alergen dapat menginduksi inflamasi bronkhial bersamaan
dengan pengamatan bahwa hal sebaliknya juga benar, menegaskan sifat dua arah dari
satu jalan napas. Sebagai hasilnya, istilah ‘satu jalan napas’ atau penyatuan jalan napas’
telah ditetapkan. Faktanya, hingga 40% pasien rhinitis alergi (RA) melaporkan gejala
asma dan hingga 80% pasien asma memiliki gejala RA. Rhinosinusitis kronis (RSK) dan
keparahan asma juga berhubungan. Penyakit sinus terdapat jelas pada hingga 88%
pasien asma ringan-sedang dan hingga 100% pasien pada asma berat bergantung steroid
pada gambaran pencitraan sinonasal.
Karena itu, pertanyaan yang menekan adalah sejauh mana remodeling jalan
apas atas terjadi pada penyakit sinonasal seperti RA dan RSK dan sejauh apa, jika
terdapat tumpang tindih dengan remodeling jalan napas bawah yang sebelumnya sudah
ada pada pasien-pasien tersebut. Sementara itu, kemungkinan karakteristik spesifik
jaringan dan lokasi jalan napas mempengaruhi proses ini. Gambaran remodeling apapun
antara saluran napas atas dan bawah yang terjadi pada pasien yang sama akan
menunjukkan bahwa terdapat jalur mekanistik yang terjadi bersama. Dalam konteks ini,
mengingat mudahnya aksesibilitas jaringan sinonasal dan kemampuan untuk
mencetuskan penyakit nasal melalui alergen, virus, dan bakteri, serta dalam
mendapatkan sampel hidung dalam waktu yang tepat dapat menjadi acuan untuk
mengembangkan model penyakit jalan napas atas dalam meneliti perubahan
remodeling. Pendekatan tersebut berpotensi tidak hanya menjelaskan
imunopatogenesis pada penyakit saluran napas atas, namun juga memberi pandangan
penting pada kejadian remodeling di saluran napas bawah pada kasus asma. Tinjauan
terkini menggambarkan persamaan dan perbedaan antara jalan napas atas dan bawah
dan membahas kemajuan dalam pengetahuan kami yang berhubungan dengan implikasi
remodeling pada patogenesis RA, RSK, dan asma.
2. STRUKTUR JALAN NAPAS PADA SUBYEK SEHAT
Mukosa sistem pernapasan disusun oleh epitel kolumner pseudokompleks bersilia dan
didukung oleh lamina propria. Epitel jalan napas bertindak sebagai penghalang fisik
terhadap lingkkungan eksternal, yang terus-menerus terpapar polutan, alergen, dan
mikroba, serta berespon langsung dengan memodulasi respon imun bawaan dan
adaptif. Mukosa jalan napas bawah identik dengan saluran napas atas kecuali adanya
otot polos jalan napas yang meluas dari trakhea hingga bronkhiolus terminalis. Jaringan
vaskuler masih substansial. Epitel kuboid bersilia seringkali melapisi bronkhiolus
terminalis.
Epitel terletak pada membrana basalis (MB), yang tersusun dari lapisan luar
yang disebut dengan lamina basalis (membrana basalis sejati) dan terutama tersusun
oleh kolagen tipe IV dan laminin tipe V. Epitel melekat pada lamina densa. Meluas ke
arah dalam dari lamina densa yaitu lamina retikularis atau membrana basalis retikuler
(MBR) turunan dari lapisan fibroblas yang terletak di bawahnya. MB
mengkompartemenkan epitel dari komponen mesenkim di bawahnya dan
memungkinkan migrasi epitel dan sel inflamasi. Lamina propria di bawah MB
mengandung kelenjar mukus/serus yang mendukung sekresi mukus dan hidrasi jalan
napas. Lamina propria tersusun dari polisakarida, kolagen, dan air yang memberi
kekuatan regangan disertai dengan elastisitas dan kompresibilitas. Susunan tersebut
adalah proporsi relatif matriks ekstraseluler dari komponen ini yang berperan dalam
sifat fisik jalan napas. Matriks ekstraseluler memiliki peran sangat penting dalam
regulasi fungsi seluler, beraksi sebagai substrat untuk adhesi seluler, migrasi,
diferensiasi, proliferasi dan kelangsungan hidup, serta rangka bagi sel. Fibroblas jalan
napas terletak di bawah MB dan saat diaktivasi, akan menjadi myofibroblast, yang
ditandai dengan ekspresi alfa smooth muscle actin (α-SMA), dengan produksi matriks
ekstraseluler yang cepat. Pergantian matriks ekstraseluler di-orkestrasi oleh
keseimbangan antara ekspresi matriks metalloproteinase (MMP) dan inhibitornya
(TIMP).

3. Pemulihan Struktur Jalan Napas Normal (Modelling)


Mukosa jalan napas harus kuat terhadap paparan lingkungan dan dengan cepat
menginduksi perbaikan jaringan setelah mengalami kerusakan. Cedera jalan napas
menyebabkan inflamasi dan berhubungan dengan pelepasan mediator sitotoksik,
radikal bebas, dan kolagenase oleh sel struktural dan yang mengalami inflamasi. Jika
permukaan jalan napas rentan, baik secara intrinsik maupun karena efek dari penyakit,
integritas epitel dan MB menjadi lemah. Sebagai hasilnya, sel epitel mengekspresikan
molekul adhesi, sitokin, dan faktor pertumbuhan untuk menginduksi perbaikan jaringan
dan pemulihan. Proses perbaikan dimulai dengan deposisi protein matriks ekstraseluler
pada epitel yang rusak. Matriks ekstraseluler bertindak sebagai substrat di atas sel
epitel basal di ‘ujung luka’ yang dapat melekat, mengalami proliferasi, meratakan, dan
berpindah serta tersusun dari komponen sisa dari MB, seperti kolagen tipe IV dan
laminin, faktor turunan darah termasuk fibrin dan fibronektin. Aktivasi lapisan fibroblast
yang dilemahkan tampak jelas, terutama sebagai respon terhadp sinyal dari superfamili
transforming growth factor-beta (TGF-β) dari sitokin. Jumlah myofibroblast meningkat
dan berhubungan dengan peningkatan sintesis kolagen dan komponen matriks
ekstraseluler lain, sebagai respon terhadap gradien kemotaksis ke dalam mukosa
sepanjang serabut matriks ekstraseluler.
Pada subyek sehat, pemulihan inflamasi dan jaringan dapat dicapai. Hal ini juga
memerlukan pembersihan sel-sel imun yang teraktivasi melalui apoptosis dan
fagositosis, begitu pula produksi mediator yang pro-pemecahan lipid, termasuk lipoxins,
resolvins dan protectins23 yang mempromosikan perbaikan jaringan. Peran yang muncul
untuk autophagy mekanisme dalam resolusi respon inflamasi juga terbukti. Autophagy
adalah proses yang dilestarikan oleh bahan sitoplasma yang dikirim ke lisosom untuk
degradasi ketika menghadap perubahan lingkungan dan atau perkembangan. 24
Mengumpulkan bukti dan mengusulkan bahwa autophagy memainkan peran pelindung
kritis di cedera sel epitel saluran napas tetapi mungkin juga berkontribusi terhadap
patologis remodeling saluran nafas dan fibrosis. 25 Secara keseluruhan, tindakan
terkoordinasi dari semua proses yang diatur secara ketat ini memandu restorasi
jaringan dan pemeliharaan homeostasis saluran napas pada individu yang sehat.

4/ MEKANISME YANG TERLIBAT DALAM PENGEMBALIAN UDARA YANG LEBIH RENDAH:


PARADIGMA ASMA ALLERGIC
Saat ini, banyak pemahaman kita tentang remodeling saluran napas diperoleh dari studi
tentang asma alergik. Perubahan struktural saluran napas bawah pada penderita asma
termasuk pelepasan epitel, hiperplasia sel goblet, penebalan RBM, kelenjar mukus dan
hipertrofi ASM, fibrosis subepitel dan angiogenesis. Meskipun penelitian yang ekstensif
selama dekade terakhir, mekanisme yang tepat yang mendasari berbagai aspek
remodeling saluran napas yang lebih rendah dan implikasi klinis mereka untuk penyakit
alergi tetap tidak sepenuhnya dieksplorasi.

5/ INFLAMASI SALURAN NAPAS DAN REMODELLING: APAKAH ADA LINK?

Model yang berlaku menjelaskan asal-usul remodeling saluran napas didasarkan


pada hipotesis bahwa peradangan alergi kronis adalah peristiwa memulai renovasi dan
kekuatan pendorong di belakang sebagian besar fitur-fiturnya. Hipotesis ini didukung
oleh penelitian menggunakan tikus transgenik yang diekspresikan berlebihan interleukin
(IL) -4, IL-5 dan IL-9 di paru-paru dan di mana metaplasia mukus ditandai, penebalan
RBM dan induksi hiperresponsif jalan napas (AHR) diamati. IL-4 dan IL-13 juga
menginduksi diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblast dan peningkatan pelepasan
kolagen tipe III, sementara blokade IL-13 terbalik AHR28 dan administrasi IL-13
meningkatkan AHR, peradangan eosinofilik dan hiperplasia sel lendir. Ini mungkin terkait
dengan kemampuan IL-13 untuk menginduksi produksi TGF-b1, meskipun IL-13 juga
dapat menginduksi fibrosis saluran napas di jalur TGF-b1-independen.

Sitokin lain dengan peningkatan ekspresi pada saluran napas penderita asma,
seperti osteopontin, juga berhubungan erat dengan peradangan saluran napas dan
remodelling. Osteopontin meningkat pada saluran napas asma dan penelitian in vitro
mengungkapkan efek ampuh terhadap fibroblast dan proliferasi ASM, sementara
osteopontin - / - tikus menunjukkan lebih sedikit perbaikan saluran napas setelah
terpapar alergen. TGF-b1, activin-A dan bone morphogenetic proteins (BMPs) juga
memainkan peran dalam proliferasi sel epitel, fibrosis subepitel dan remodeling ASM,
sebagaimana dibuktikan oleh kebanyakan studi in vitro dan in vivo pada model hewan
dan subyek manusia. TGF-b1 dan jalur sinyal aktifin-A tidak diregulasi dalam model asma
eksperimental dan di saluran napas asma, sementara aktivasi cepat dan modulasi
komponen sinyal terjadi pada provokasi penyakit alergen pada asma ringan. Sinyal yang
disregulasi seperti itu tampaknya berkontribusi terhadap respons perbaikan yang terus
menerus dan berlebihan pada asma. Sitokin ini juga dapat menahan proses remodeling
di saluran udara, melalui penekanan peradangan dan / atau langsung menargetkan
aspek-aspek tertentu dari remodeling. Studi terbaru kami telah menemukan fungsi anti-
angiogenik baru untuk aktivin-A, sebagai bukti oleh penghambatan proliferasi vaskular
endotelial growth factor (VEGF) dan pelepasan sitokin oleh sel endotel paru manusia
melalui jalur IL-18 dan VEGFR1-dependent.

Terlepas dari lingkungan sitokin, penting untuk mempertimbangkan mekanisme


lain dimana peradangan dapat mempromosikan atau memodulasi renovasi. Eosinofil
adalah sumber yang kaya dari mediator yang dapat secara langsung melukai jaringan
dan menginduksi remodelling. Penurunan Eosinofil melemahkan renovasi saluran napas,
mendukung juga pandangan bahwa TGF-b1 yang dipercepat eosinofil adalah pemain
kunci. Sebagai tambahan, eosinofildepelektrik tikus dilindungi dari kolagen peribronkial.
deposisi dan massa ASM sebagai respons terhadap paparan alergen kronis. Tikus
defisien IL-5 menunjukkan kolagen paru total kurang jelas, kolon perovonkial tipe III dan
IV, dan ekspresi a-SMA setelah tantangan alergen kronis. Menariknya, penelitian pada
manusia menggunakan antibodi monoklonal terhadap IL-5 menunjukkan penurunan
eosinofil saluran napas yang terkait dengan penurunan TGF-b1 dalam bronchoalveolar
lavage (BAL) dan ekspresi yang lebih rendah dari komponen ECM, tenascin, lumican dan
procollagen III.

Namun, model linear menunjukkan bahwa kepekaan lingkungan mengarah ke


Th2 peradangan alergi sel-driven dan remodeling saluran napas berikutnya telah
ditantang oleh penelitian pada anak asma. Biopsi bronkial dari anak-anak penderita
asma menunjukkan remodeling yang ditandai sangat awal pada penyakit yang bahkan
mungkin mendahului timbulnya gejala hingga empat tahun, menunjukkan bahwa
remodelling adalah fitur awal asma alergi dan belum tentu akibat peradangan saluran
napas kronis. Penelitian lain mengkonfirmasi bahwa penanda perbaikan saluran napas,
seperti penebalan RBM dan aktivasi sel struktural yang abnormal, secara konsisten ada
pada asma masa kanak-kanak dan dapat terjadi tanpa adanya peradangan eosinofilik.
Selain itu, peradangan dan remodeling dapat dipisahkan seperti yang ditunjukkan oleh
provokasi alergen pada asma dewasa, di mana aktivasi peradangan dan remodeling
napas yang cepat dan simultan terjadi tetapi pemisahan aspek terpilih dari remodeling,
seperti pengendapan kolagen dan AHR, terbukti pada titik waktu kemudian. Bahkan,
penebalan RBM dapat mencerminkan peristiwa remodelling lebih dalam di submukosa,
ada sedikit atau tidak ada korelasi ketebalan RBM dengan durasi asma atau peradangan,
menunjukkan bahwa penebalan RBM dapat secara keseluruhan independen dari
peradangan. Oleh karena itu dapat dibayangkan bahwa remodeling dimulai karena
kecenderungan intrinsik dari jalan napas bawah penderita asma untuk cedera dan
perbaikan abnormal dan kemudian diperparah oleh respon inflamasi yang menyimpang.

ADAM33 (disintegrin dan metallopeptidase) -33 adalah gen kerentanan asma


yang menunjukkan keterkaitan kuat dengan AHR dan mendukung konsep kerentanan
jaringan saluran napas dan gangguan perbaikan. ADAM33 diekspresikan secara selektif
dalam fibroblas dan ASM, dan aktivasi menginduksi pelepasan faktor pertumbuhan dan
memodulasi ekspresi reseptor permukaan sel. Dengan demikian, ADAM33 dapat
memainkan peran penting dalam diferensiasi dan proliferasi sel-sel mesenkimal saluran
napas. Hal ini penting dalam akumulasi fibroblast dan hipertrofi ASM adalah determinan
selektif dari gejala asma yang berat dan persisten. Polimorfisme pada ADAM33
berhubungan dengan penurunan tahunan yang cepat dalam volume ekspirasi paksa
postbronchodilator dalam satu detik (FEV1). Asosiasi genetik seperti ini dapat
menjelaskan mengapa tingkat keparahan dan hasil pada asma dewasa dapat diprediksi
pada masa kanak-kanak dan tidak selalu berhubungan dengan biomarker inflamasi.

Peningkatan jumlah ASM tampaknya menjadi penyebab daripada konsekuensi


penyakit berat pada asma. Sel-sel ASM menghasilkan tingkat tinggi sitokin inflamasi dan
faktor pertumbuhan, seperti GMCSF, IL-1b, IL-5, IL-6, eotaxin, bFGF, PDGF-B dan VEGF di
saluran napas. Selain itu, ASM sel asma melepaskan sejumlah besar IL-6 dan IL-8 setelah
stimulasi dengan tungau debu rumah (HDM) atau infeksi rhinovirus berikutnya.
Menariknya, analisis transkripsi profil skala besar sel ASM dari subjek asmatik dan
nonastmatik mengungkapkan aktivasi jalur yang ditandai terkait dengan proliferasi dan
pertumbuhan sel, vaskularisasi, gen respon inflamasi dan respon spesifik jaringan otot,
seperti kontraktilitas pada penderita asma. Akhirnya, kontraksi ASM dapat mengubah
sifat mekanik dinding saluran napas, mempromosikan jalur mekanotransduksi yang
berkontribusi terhadap remodelling dan memulai kaskade yang bersinergi dengan
mekanisme inflamasi lainnya.

Vaskularisasi yang meningkat berkorelasi dengan tingkat keparahan asma dan


merupakan fitur utama dalam saluran udara orang yang meninggal karena asma.
Perubahan pembuluh darah saluran napas termasuk peningkatan jumlah pembuluh
darah per satuan luas dengan peningkatan ukuran pembuluh darah dan vasodilasi dan
kebocoran terkait yang menyebabkan edema mukosa. Vaskularisasi yang meningkat
bahkan tidak disukai asma asimtomatik ringan. Model remodeling dinding saluran udara
yang diusulkan oleh Moreno et al menunjukkan bahwa bahkan peningkatan kecil dalam
ketebalan saluran napas secara signifikan berkontribusi terhadap obstruksi jalan napas
yang diamati setelah tantangan alergen pada asma.

6/ PERAN EPITHELIAL-MESENCHIMAL TROPHIC UNIT (EMTU) DALAM PERBAIKAN UDARA


RENDAH

Jalur penting dan mungkin fundamental yang terlibat dalam perubahan


remodeling saluran nafas bawah adalah epitel yang berinteraksi dengan selubung
fibroblast yang dilemahkan yang dilemahkan di mana terjemahan sinyal lingkungan ke
dalam kompartemen submukosa yang lebih dalam terjadi. Pada cedera seluler, epitel
yang diaktifkan mensekresikan faktor pertumbuhan, terutama anggota superfamili IL-13,
TGF-b, VEGF, MMPs dan osteopontin yang semuanya mengaktifkan unit sel
mesenchymal yang mendasari dan, akhirnya mengarah ke penebalan RBM, fibrosis
subepitel, dan hiperplasia otot polos. Jalur pensinyalan epitel-fibroblast ini disebut
dengan unit trofik epitelial-mesenkim (EMTU) dan dapat, setidaknya sebagian,
menjelaskan disosiasi yang diamati antara peradangan dan peristiwa remodeling saluran
napas.

Dalam keadaan sehat, epitelium mampu memperbaiki dengan cepat; masih,


pada asma, ada semakin banyak bukti bahwa proses ini rusak dengan aktivasi sel epitel
berkepanjangan dan memberi sinyal pada sel mesenkimal yang mendasari, yang
mengarah ke transformasi myofibroblast. Bukti untuk perbaikan epitel yang rusak ada
dalam tanda-tanda proliferasi, seperti Ki67, berkurang pada usia dini. Peningkatan
ekspresi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) dengan pembebasan faktor
pertumbuhan pro-fibrotik berikutnya juga terjadi sebagai respons terhadap cedera dan
adalah penanda perbaikan epitel aktif. Pada epitelium normal, EGFR yang meningkat
hanya diamati pada area kerusakan struktural; masih, pada asma, EGFR diinduksi pada
epitel yang rusak dan normal, menunjuk pada cedera epitel difus.
Kerentanan jaringan untuk cedera dan / atau ketidakmampuan untuk
memperbaiki mungkin memiliki asal dalam program pemodelan embrio. Lapisan
sinonasal berasal dari ektoderm. Epitelium trakea dan bronkial berasal dari endoderm
yang mengalami proses bercabang dichotomous ke mesenchyme splanchnic sekitarnya
dengan ketepatan yang ditentukan. Penandaan epitelial-mesenkimal seperti itu adalah
proses yang sama dengan aktivasi EMTU dalam keadaan remodeling dan menegaskan
kemampuan intrinsik jalan napas untuk memodelkan dirinya sendiri. Program perbaikan
'terprogram' ini tampaknya berbeda antara saluran udara bagian atas dan bawah dalam
hal kapasitas remodeling.

Secara keseluruhan, remodelling di saluran udara bawah adalah proses rumit


pada asma dan jalur mekanistik pemersatu yang pasti tidak pasti. Namun, pengamatan
bahwa remodeling dan keparahan asma sangat berkorelasi menunjukkan kausalitas.
Baru-baru ini, kesadaran bahwa remodeling saluran napas bagian atas mungkin memiliki
dampak serupa pada AR dan CRS telah memulai penelitian yang lebih terfokus untuk
membedah relevansi perubahan struktural dalam imunopatologi kondisi ini.

7/ RHINITIS ALERGIKA DAN REMODELING NASAL

Rinitis alergi terutama didorong oleh inflamasi terkait sel Th2. Hingga 80%
penderita asma memiliki AR, dan ini telah membentuk dasar pedoman pengobatan yang
mengingatkan dokter untuk mengobati AR pada penderita asma. Paduan sampel
bronkoskopi saluran napas atas dan bawah dari pasien dengan AR dan asma alergik
mengkonfirmasi inflamasi peradangan sel Th2 yang serupa pada mukosa nasal dan
bronkial. Jika model linier peradangan mengarah pada remodeling diikuti, maka
perubahan struktural persisten harus menjadi temuan utama dalam AR seperti halnya
pada asma. Namun, bukti untuk perubahan remodeling dalam AR bertentangan dan
menunjukkan bahwa remodelling tidak terjadi atau bukan merupakan fitur yang
menonjol di AR. Selain itu, model hewan dari AR terbatas dan tidak membantu karena
provokasi penyakit diperoleh melalui paparan ovalbumin dan dengan demikian tidak
berhubungan dengan penyakit manusia. Oleh karena itu, kita akan membahas
pengetahuan saat ini yang diperoleh terutama melalui studi manusia.
Pemaparan alergen pada individu dengan perennial (PAR) dan rhinitis alergi
musiman (SAR) menyebabkan aktivasi cepat dan amplifikasi jalur inflamasi hampir
identik dengan yang terjadi pada asma. Subtansi abadi (HDM terkait) dan musiman
(polen terkait) dari penyakit meningkatkan peradangan mukosa eosinophilic
postintranasal tantangan. Di SAR, biopsi hidung pada awal menunjukkan peningkatan
ketebalan BM keseluruhan dibandingkan dengan jaringan sehat, tetapi 24 jam setelah
tantangan alergen, meskipun eosinofil masuk, peningkatan lebih lanjut pada penebalan
BM tidak terjadi. Selain itu, tidak ada perubahan ketebalan epitel atau deposisi kolagen
submukosa yang diamati. Pada individu dengan sensitisasi PAR dan HDM, ketebalan BM
juga sebanding dengan mukosa hidung normal dan tidak ada peningkatan lebih lanjut
setelah provokasi HDM dicatat. Sebaliknya, studi anearly melaporkan hilangnya
integritas epitel sehubungan dengan tingkat eosinofilia di PAR. Analisis rinci dari sampel
hidung dari PAR dan PAR / SAR (dalam musim) tidak menunjukkan perbedaan integritas
epitel, penebalan RBM, angiogenesis dan kolagen ECM atau penanda remodeling
lainnya, seperti MMP / TIMP atau angka fibroblast a-SMA +, meskipun tingkat tinggi IL-4,
IL-5 dan peningkatan IL-13 terlihat pada lavage dari PAR / SAR pada subgrup musim.
Mengingat bahwa remodeling saluran napas mungkin memiliki komponen genetik, itu
akan menjadi penting untuk memberikan informasi mengenai asma subkelompok PC20
dan tingkat reversibilitas FEV1 dan menyelidiki apakah subkelompok asma AR akan
memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengembangkan remodeling hidung
dibandingkan dengan kelompok AR saja . Namun, penelitian lain gagal untuk mendeteksi
remodeling mukosa hidung di AR dibandingkan dengan sampel bronkus berpasangan
dari individu yang sama dengan asma alergik, lebih lanjut mendukung konsep bahwa
remodeling di saluran udara hidung bagian atas tidak mewakili fitur kunci AR
imunopatogenesis.

Sulit untuk memahami bagaimana peradangan eosinofilik dan jalur IL-4 / IL-13
yang diaktifkan gagal untuk memulai beberapa aspek aktivasi dan remodeling EMTU
pada AR. Apakah ini karena peradangan tidak cukup kuat untuk melukai jaringan hidung
atau apakah itu karena hidung dirancang untuk menahan cedera tetap penting dan
pertanyaan menarik untuk dijawab. Satu juga harus mempertimbangkan variabel seperti
tingkat keparahan penyakit, jenis alergen dan dosis dan metodologi yang digunakan
untuk pemeriksaan remodeling jaringan. Studi timecourse tantangan alergen dosis tinggi
pada AR berat akan sangat membantu dalam menentukan apakah aktivasi alergen Th2
yang tergantung dosis, aktivasi alergen dapat memicu peristiwa remodeling. Kegagalan
dalam pengaturan seperti itu akan mendukung gagasan bahwa peradangan dan
remodeling adalah peristiwa yang terpisah dan tergantung pada sifat mukosa lokal.
Selain itu, studi komprehensif yang menggabungkan teknik pencitraan dan fenotiping
molekuler canggih diperlukan sebelum kesimpulan konkrit tentang remodeling dalam AR
dapat dicapai.

Secara kolektif, mengingat mukosa hidung sangat beradaptasi untuk


menghadapi penghinaan lingkungan, seseorang dapat berspekulasi bahwa ia lebih mahir
dalam menanggapi peradangan dan dapat menginduksi pemulihan jaringan lebih efektif
dibandingkan dengan saluran udara yang lebih rendah. Dalam konteks ini, pasien yang
cacat dalam perbaikan jaringan hidung mungkin memiliki faktor predisposisi yang belum
teridentifikasi dan membuat mereka lebih rentan terhadap CRS dan atau asma.

8 | CHRONIC RHINOSINUSITIS DAN SINONASAL REMODELING

Rhinosinusitis kronis adalah istilah luas yang menggabungkan kelompok


gangguan inflamasi heterogen dan dibagi menjadi penyakit dengan dan tanpa polip
hidung (CRSwNP dan CRSsNP, masing-masing), dengan subtipe inflamasi dan remodeling
yang lebih banyak. CRS sangat berbeda dengan AR baik di lokasi mukosa penyakit dan
pola keparahan peradangan. Dengan demikian, remodelling pada CRS diharapkan
berbeda dari AR dan mungkin lebih relevan untuk mempelajari remodelling pada asma.
CRS dan asma sangat terkait dan hingga 14% CRSwNP dan aspirin memperburuk pasien
penyakit pernapasan menunjukkan asma berat. Hubungan yang kuat antara dua
kelompok penyakit ini menarik dan menunjukkan kecenderungan genetik umum dan
jalur mekanistik ada.

Tidak seperti AR, remodeling jaringan adalah ciri khas dalam CRS. CRSwNP
sekarang muncul sebagai subkelompok CRS dengan endotipe yang berbeda. CRSwNP
masih merupakan entitas imunologi yang lebih jelas dengan jalur inflamasi Th2-driven.
Sebaliknya, CRSsNP memiliki lebih banyak endotipe imunologi yang berbeda yang masih
kurang didefinisikan. Di CRSwNP, peradangan eosinofilik hadir dengan amplifikasi jalur
IL-4-, IL-5- dan IL-13-driven. Pekerjaan terbaru telah menyoroti jaringan polip infiltrasi
tipe II ILC dengan sel-sel Th2-skewed yang mengekspresikan IL-25R dan IL-33R.
Penguatan respon inflamasi melalui super-antigen bakteri juga diamati dan mengarah ke
peningkatan produksi IgE hidung. Sebaliknya, CRSsNP ditandai dengan pola inflamasi
yang berbeda, dengan bias sel Th1 dan interferon-c berlebih (IFN-c) dan peradangan
neutrofilik. Sementara kedua fenotipe CRS memiliki insiden penyakit saluran napas
bawah yang tinggi dengan asma dan bronkiektasis, kemampuan buruk untuk subtipe
profil inflamasi CRSsNP membuatnya sulit untuk membandingkan perubahan
remodeling dengan yang terjadi di saluran napas bagian bawah. Dengan demikian, kita
akan membandingkan remodeling dalam CRSwNP untuk asma yang bertujuan untuk
memecahkan hubungan saluran napas atas dan bawah dalam mekanisme penyakit
bersama.

Pada CRSwNP, gangguan sel epitel luas pada seluruh sampel jaringan hidung dan
lendir berlebih dapat dijelaskan dengan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi musin.
Penebalan BM berhubungan dengan keparahan penyakit dan durasi, bersama dengan
keberadaan asma yang mendasari dan tampaknya independen dari tingkat peradangan
eosinofilik. Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa epitel sinonasal dapat
bertransisi menjadi fenotipe mesenkimal, baik pada CRSwNP dan CRSsNP, dan penanda,
seperti E-cadherin, cytokeratin dan ekspresi vimentin, berkorelasi dengan parameter
fibrosis, termasuk penebalan BM.

Degradasi matriks jaringan ikat ekstraseluler mungkin merupakan langkah


patologis kunci dalam CRSwNP karena menjelaskan bagaimana melonggarkan arsitektur
jaringan, perluasan jaringan dan pembentukan pseudocyst terjadi. Data tentang ekspresi
MMP di CRS saling bertentangan. Dalam CRSwNP, MMP-1 (collagenase) dan MMP-2,
MMP-9 (gelatinase yang mencerna sebagian kolagen denaturasi) dan elastase MMP-7
meningkat. Perubahan ECM dapat menjelaskan temuan yang hampir bertentangan dari
remodeling jaringan yang berkurang di CRSwNP, dibandingkan dengan CRSsNP, yang
menunjukkan deposisi kolagen yang sangat kurang.

Tabel 1. Ringkasan perubahan remodeling yang diamati antara saluran napas atas dan
bawah di bagian inflamasi penyakit saluran udara iyang berbeda

Rhinitis alergi CRSwNP Asthma alergi


Epitel Normal Terganggu / shedding Terganggu / shedding
Kelebihan sel goblet Kelebihan sel goblet
Status aktif Status aktif
EMTU aktif EMTU aktif
Basement Normal atau menebal Menebal Menebal
membrane (berdasarkan jenis alergen)
Sub Mukosa Normal Hipertrofi kelenjar Hipertrofi kelenjar lendir
lendir Kelebihan dan perputaran
Formasi pseudocyst ECM
Kelebihan ECM dan Peningkatan angiogenesis
perputaran tergantung Hipertrofi ASM
di situs jaringan dan
keadaan penyakit
ASM, otot polos saluran napas; EMTU, unit transisi epitelial-mesenkimal.

GAMBAR 1 Mikrophotografi Perwakilan A, jaringan bronkus dari individu kontrol yang


sehat dan pasien dengan asma berat yang menggambarkan peningkatan angiogenesis
saluran napas (CD34 + pewarnaan), penebalan membran basement retikuler
(pewarnaan H & E) dan hiperplasia sel goblet (noda PAS). B, Jaringan mukosa hidung dari
kontrol sehat dan pasien dengan AR dengan penampilan serupa pada pewarnaan dasar,
dan CRSwNP menggambarkan perubahan perubahan bentuk khas dengan epitelium
gundul dan pembentukan pseudokista yang luas. Gambar hidung milik Miss Nara Orban,
Imperial College London

Temuan tingkat TGF-b1 / 2 yang lebih rendah bersama dengan berkurangnya komponen
jalur sinyal di CRSwNP, dibandingkan dengan CRSsNP, menunjukkan yang terakhir
adalah subtipe rinosinusitis yang lebih fibrotik. Kurangnya TGF-b1 juga bisa menjelaskan
kecenderungan untuk peradangan sel Th2 berlebihan dan kelangkaan sel T regulator
(Treg) di jaringan polip dan mukosa hidung. Namun, mengingat bahwa eosinofil
menghasilkan TGFb1 dan IL-13 merupakan induser kuat dari aktivitas EMTU, keduanya
hadir dalam jaringan CRSwNP, orang akan berharap untuk menemukan peningkatan
kolagen dan produksi ECM lainnya dalam CRSwNP. Temuan-temuan yang kontradiktif ini
mungkin disebabkan oleh kegagalan untuk melaporkan lokasi spesifik pengeluaran dan
kuantifikasi faktor pertumbuhan. Kemungkinan lain, dan/atau dalam hubungannya,
seseorang harus mempertimbangkan struktur polip hidung. Temuan susunan
pseudocyst ekstensif diisi dengan albumin, edema stroma dan kurang ECM
menunjukkan bahwa jaringan pada polip nasal yang berat hampir berada pada tahap
terbakar (seperti yang telah dipelajari sebelumnya dilakukan pada jaringan hidung yang
dibuang yang dilakukan saat operasi, menunjukkan penyakit berat). Sebagai pertanyaan
umum tentang bagaimana renovasi dimulai dan berkembang, serta, hubungannya
dengan peradangan dan gejala klinis tidak dapat dijawab oleh studi yang melaporkan
temuan di tahap akhir penyakit, analisis kompartemen jaringan yang lebih rinci disertai
dengan strategi kuantifikasi yang kuat pada waktu sebelumnya dibutuhkan.

Studi yang lebih baru telah mencoba untuk menangkap penggunaan remodeling
penanda yang berbeda dan menunjukkan bahwa remodelling sebenarnya berlebihan di
CRSwNP.88 Kehilangan epitel dengan penurunan E-cadherin, ZO-1 dan pengeluaran
occludin terbukti. Mengingat bahwa polip hidung adalah histologi secara ditandai
dengan pembentukan pseudocyst, para penulis melaporkan remodelling berdasarkan
area turbinate dan pedikel dari polip. Sementara Kolagen total dalam polip kurang
dibandingkan dengan jaringan normal, mukosa polip menuju konka tengah
menunjukkan peningkatan kolagen dan fibronektin, bersamaan dengan peningkatan
angka a-SMA, ECMproducing myofibroblasts. 97 Pengeluaran ADAM33 meningkat pada
jaringan polip hidung, dan akan menarik untuk mengeksplorasi polimorfisme yang mana
berhubungan dengan remodeling CRS dan klinis fenotipe. 97

Temuan bahwa subtipe neutrofilik dan eosinofilik dari CRS menunjukkan


perubahan renovasi serupa mendukung pandangan bahwa jenis lingkungan peradangan
tidak penting untuk pembentukan remodelling. 98 Apalagi pengamatan bahwa eosinofil
itu ditemukan di dekat BM, jauh dari area ECM yang kaya kolagen, tapi bukan berarti
mereka adalah peristiwa independen. Bisa dibayangkan bahwa sel-sel peradangan dapat
berkontribusi untuk remodelling dengan mengaktifkan epitel aspek dan selubung
fibroblast dilemahkan daripada menelusuri lebih dalam ECM di antara myofibroblasts.
TGF-b1 dan activin-A keluar bersama dengan stimulasi diaktifkan melalui pSmad2/3
adalah jelas.99 Secara signifikan konsentrasi aktivin-A dan TGF-b1 yang lebih tinggi miliki
telah diamati dalam CRSsNP dibandingkan dengan CRSwNP. 100 Kelebihan VEGF dan
angiopoietin juga terlihat pada CRSwNP dan dimodulasi oleh steroid. Temuan kemudian
bahwa tidak ada angiogenesis yang berlebihan dalam penyakit ini hal agak
bertentangan.100 Secara keseluruhan, studi deskriptif di titik waktu yang berdiri sendiri
dari penyakit tidak memberikan rincian wawasan tentang mekanisme remodeling yang
potensial. Sampai waktu yang pasti penelitian renovasi sinonasal dilakukan, tidak ada
bukti untuk mendukung peradangan yang mendahului atau mendorong perihal
remodelling di CRS. Apalagi informasi yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan
pengeluaran dan jalur sinyal mereka sangat terbatas di bagian atas saluran napas.
Pekerjaan lebih lanjut menggabungkan studi di berbagai situs di Internet perihal hidung
dan jaringan polip dan melibatkan provokasi penyakit alergen, lipopolisakarida (LPS)
atau aspirin harus dilakukan.

Pada Tabel 1, penulis meringkas perubahan histopatologi kasar yang terlihat


pada saluran nafas yang telah dimodifikasi di AR, CRS, dan asma. Mengenai AR, tidak ada
perubahan bentuk apa pun yang diamati dalam epitelium dan submukosa, mungkin
beberapa penebalan membran basal. Namun, pada CRSwNP dan asma alergik, beberapa
perubahan yang terjadi memiliki kesamaan penting. Di keduanya, gangguan dan
shedding sel-sel epitel berlebihan bersama dengan hiperplasia sel goblet. Aktivasi EMTU
sangat luas di kedua dan mungkin cenderung karena kerentanan epitel yang
menyebabkan mesenchymal submukosal aktif pengaktifan. Mengenai submucosa,
remodeling serupa proses dalam CRSwNP dan asma alergika termasuk hipertrofi
kelenjar lendir dan kelebihan produksi komponen ECM; namun, perbedaan signifikan
juga ada; pseudokista hanya ada di CRSwNP sementara peningkatan angiogenesis
diamati hanya pada alergi asma. Ada muncul tumpang tindih dengan radang dan jalur
faktor pertumbuhan pada asma dan CRS phenoendotypes, tetapi masih diperlukan
banyak pekerjaan untuk memahami jalur tumpang tindih apa pun. Dasar persamaan dan
perbedaan peristiwa remodelling yang diamati dalam AR, CRSwNP dan asma alergik
digambarkan pada Gambar 1.

GAMBAR 2. Jalur dan faktor utama yang potensial terlibat dalam proses remodeling saluran
nafas pada saluran nafas atas dan bawah

9| KESIMPULAN

Remodeling saluran napas adalah proses yang aktif dan sangat kompleks. Itu jalur kunci
potensial dan faktor-faktor yang terlibat dalam proses remodeling saluran napas
dirangkum dalam Gambar 2. Studi menunjukkan jalan nafas atas remodelling sedikit dan
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggambarkan mekanisme seluler dan
molekuler yang tepat terlibat. Remodelling terbatas diamati dalam AR, dalam konteks
lingkungan yang sangat inflamasi, mendukung pandangan bahwa peradangan dengan
sendirinya, tidak menyebabkan remodelling dan faktor-faktor kerentanan jaringan
lainnya harus hadir perubahan struktural untuk dikembangkan. Temuan dari studi di CRS
juga ditahap awal tetapi menyarankan tahapan progresif dari remodelling yang terlihat
pada lokasi sinonasal yang berbeda. Sebaliknya, remodeling sangat luas pada saluran
nafas bawah pada asma alergik. Hal ini terlihat pada awal penyakit dan model inflamasi
murni tidak sepenuhnya menjelaskan perubahan saluran napas bawah. Perbedaan
dalam aspek remodeling antara saluran nafas atas dan bawah dapat mencerminkan
kerentanan jaringan intrinsik yang berbeda untuk lingkungan buruk dan program
perbaikan jaringan. Kesenjangan seperti itu mungkin juga terkait dengan asal embrio
yang berbeda dari bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Pekerjaan lebih lanjut
berfokus pada sampel jaringan yang dipasangkan dari saluran nafas atas dan bawah di
waktu tertentu dan penyakit terperinci, studi provokasi diperlukan untuk memperjelas
mekanisme yang terlibat dan untuk memandu desain strategi terapeutik yang lebih
efektif untuk penyakit alergi. Baru setelah itu, konsekuensi klinis dari remodeling saluran
nafas dipahami.

KONFLIK KEPENTINGAN

Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan.

KONTRIBUSI PENULIS

Semua penulis telah berkontribusi dalam persiapan dan peninjauan versi terakhir dari
naskah.

Anda mungkin juga menyukai