Anda di halaman 1dari 7

PERUBAHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Transisi pernapasan pada bayi baru lahir1

Setelah kelahiran, pergantian gas dari plasenta ke pulmonal harus segera


terjadi. Resistensi vaskuler paru harus menurun, perfusi pulmonal harus
meningkat cepat, serta shunt pembuluh darah dari fetal harus segera menutup,
contohnya adalah patensi duktus arteriosis dan paten foramen ovale.

Di dalam uterus, paru-paru fetus dipenuhi oleh cairan amnion, yang harus
dapat dihilangkan secepatnya supaya neonatus dapat bernapas. Mekanisme untuk
menghilangkan cairan ini terjadi dengan beberapa cara, dan dapat tergantung dari
usia gestasi dan metode kelahiran. Pertama-tama, adrenalin dilepaskan pada akhir
proses kelahiran merangsang sel epitel pulmonal untuk menghentikan sekresi
cairan paru dan malah sebaliknya menyerap cairan paru sebagai hasil dari aktivasi
kanal natrium.

Kedua, adanya gaya mekanik yang membantu pembersihan cairan paru


pada saat proses kelahiran. Terjadinya kompresi dari dada dan abdomen fetus
pada saat mereka melalui jalan lahir menyebabkan ekspulsi cairan paru. Dengan
mekanisme ini, diperkirakan sampai sepertiga dari cairan paru yang dikeluarkan
dari hidung dan mulut pada saat saluran napas terekspos ke tekanan luar yang
rendah. Walaupun begitu, hal ini dapat disebabkan oleh kontraksi uterus yang
menyebabkan kompresi toraks dan peningkatakan tekanan intratoraks pada bayi.

Metode yang ketiga, yaitu, jumlah cairan paru secara signifikan hilang
setelah lahir. Perbedaan tekanan transpulmonal sewaktu inspirasi memicu
pergerakan dari cairan ke dalam jaringan interstisial, kemudian perlahan-lahan
cairan dibersihkan oleh sirkulasi pulmonal dan saluran limfatik. Karena cairan
selanjutkan digantikan oleh udara, maka penekanan terhadap pembuluh darah
pulmonal jauh berkurang dan menyebabkan berkurangnya resistensi terhadap
aliran darah. Dengan menurunnya tekanan arterial pulmonal, terjadilah penutupan
duktus arteriosus. Tekanan negatif tinggi dari intratorakal dibutuhkan agar udara
dapat masuk ke dalam alveoli yang penuh dengan cairan. Normalnya, dari napas
pertama setelah kelahiran, paru-paru secara progresif berisi cairan residual yang

1
nantinya dengan setiap tarikan napas neonatus, akan menurunkan tekanan
pulmonal. Pada bayi matur, pada napas kelima perubahan tekanan-volume ini
akan dicapai sampai seperti orang dewasa, yang akan merubah pola pernapasan
dari inspirasi periodik dangkal menjadi inhalasi yang lebih dalam dan teratur.

Mekanisme yang terakhir melibatkan surfaktan, yang disintesa oleh sel


pneumosit tipe II, yang berfungsi menurunkan tekanan permukaan alveolar dan
menjaga inflasi paru dengan mencegah kolaps alveoli.

Surfaktan

Surfaktan adalah campuran dari fosfolipid dan protein yang mengurangi


tegangan permukaan permukaan alveolus, yang berfungsi mencegah kolaps saat
akhir ekshalasi. Selain itu juga berguna sebagai imunitas terhadap pertahanan
tubuh host melawan patogen yang terinhalasi.2

Fungsi Surfaktan

Komponen lipid

80% dari surfaktan merupakan kompleks lipoprotein terdiri dari lipid, 12%
protein dan 8% lemak netral. 80-85% dari lipid ini terdiri dari fosfolipid, dengan
7% terdiri dari fosfatidilkolin (PTC) dan 8-12% terdiri dari fosfatidigliserol
(PTG), fosfatidilinositol (PTI) dan fosfatidiletanolamin (PTE). 60% dari
fosfatidilcolin terdiri dari dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC). 3 Fungsi utama
komponen lipid dari surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan alveoli
saat adanya pertemuan air-udara. Tegangan permukaan muncul karena adanya
perbedaan gaya tarik antara molekul di pertemuan cairan-udara. Akibatnya ada
tegangan di permukaan yang menahan ekspansi dari gelembung dan menyebabkan
kontraksi di area permukaan. Tegangan permukaan ini bernilai sekitar 70mN/m
atau 70 dynes/cm dari air di suhu 37C. Material aktif dari surfaktan adalah
fosfolipid dan dipalmitoylfosfatidilkolin (DPPC). Lapisan DPPC pada permukaan
dapat menurunkan tegangan sampai 0 mN/m dalam tekanan dinamis. DPPC tidak
larut air namun dapat membentuk lapisan ganda lipid. Susunan molekul DPPC
dapat menurunkan tegangan permukaan dan mencegah kolaps alveoli.2

2
Total isi surfaktan dapat dibagi menjadi intraalveolar dan intraselular.
Namun, total ukuran surfaktan tidak ekuivalen dengan total jumlah surfaktan
aktif. Menjaga adekuasi dari surfaktan di rongga udara sangat penting untuk
fungsi paru dan bergantung pada metabolism dinamis surfaktan.

Komponen Protein

terdapat empat protein surfaktan (SP), yaitu SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D.
SP-B dan SP-C dikenal sebagai polipeptida (PP) hidrofobik yang meningkatkan
adsorpsi lipid ke permukaan alveoli, sedangkan SP-A dan SP-D bersifat hidrofilik
dan berperan dalam imunitas host.2

Gambar 1. Komposisi surfaktan dan persentasenya2

Gambar 2. Komposisi Protein dalam Surfaktan dan Fungsinya2

3
Metabolisme surfaktan2,3,4

Pembentukan dari paru-paru terjadi selama organogenesis pada usia


kehamilan 3-4 minggu dari suatu cabang dari foregut, yang akan berkembang
menjadi lima tahap berbeda. Pada akhir tahap kedua (pseudoglandular) di usia
kehamilan 16 minggu, cabang trakeobronkial sudah lengkap dan dilapisi epitel
yang tidak berdiferensiasi dan dikelilingi mesenkim. Pada tahap ketiga
(kanalikular), bronkiol dan duktus alveolar berkembang, dan epitel yang melapisi
akan berdiferensiasi menjadi sel tipe I dan II. Badan lamellar dan protein
surfaktan dapat dideteksi di sel epitel kuboid tipe II pada usia kehamilan 24
minggu. Sel ini kaya akan glikogen, yang berfungsi menjadi prekursor fosfolipid
surfaktan, dan memiliki organel untuk sintesis surfaktan. Perkembangan
selanjutnya yang mencakup sekresi surfaktan, peningkatan rongga udara, akan
berlangsung di tahap akhir pembentukan paru. Surfaktan yang disekresikan ke
ronggaudara in-utero dapat dideteksi di cairan amnion pada usia kehamilan akhir,
yang merupakan dasar untuk pemeriksaan kematangan paru.

Biosintesa dan pembentukan fosfolipid surfaktan terjadi mulai dari usia 20


minggu kehamilan, semakin meningkat setelah usia 24 minggu kehamilan.
Biosintesa ini terjadi di retikulum endoplasma dan badan golgi dari sel epitel
alveoli tipe II, atau disebut juga sel pneumosit. Molekul ini akan ditranspor dan
disimpan ke badan lamella yang merupakan organel seperti lisosom. Saat
eksositosis, isi yang terdapat di badan lamella ini akan dikeluarkan ke dalam
rongga alveoli. Isi yang kaya akan fosfolipid berhubungan dengan protein
surfaktan, terutama SP-A, dan berkumpul menjadi suatu struktur paru yang
disebut myelin tubular, yang berguna sebagai wadah surfaktan saat inspirasi
alveoli dan meningkatkan insersi lipid saat pertukaran air-udara. Saat bernapas,
lapisan surfaktan ini akan menerima tekanan tinggi dengan volume paru rendah,
yang menyebabkan lipid surfaktan terdesorpsi. Sebagian dari lipid ini didaur
ulang oleh sel tipe II, dimana akan diendositosis melalui badan multivesikuler,
lalu disimpan kembali ke badan lamella untuk sekresi. Sebagian lain akan didaur
ulang secara ekstraseluler ke myelin tubuler, dan sisanya diambil kembali oleh
makrofag dan dihancurkan.

4
Gangguan Pada Metabolisme Surfaktan

Kerusakan pada metabolisme surfaktan menyebabkan morbiditas dan


mortalitas pada bayi prematur maupun matur. Secara umum, gangguan pada
metabolism terjadi karena penghancuran surfaktan yang cepat oleh oksidasi,
degradasi proteolitik dan inhibisi. Adapun faktor lain yaitu kelainan genetik.2

Respiratory distress syndrome

Kekurangan surfaktan, baik oleh karena kurangnya produksi atau sekresi,


adalah penyebab utama terjadinya penyakit membrane hialin (HMD). Unsur
utama surfaktan adalah lesitin, fosfotidilliserol, apoprotein (surfaktan protein SP-
A,B, C, D), dan kolesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula
jumlah sintesis fosfolipid dan disimpan di sel alveolar tipe II. Pada keadaan
prematur jumlah ini tidak mencukupi. Surfaktan dalam konsentrasi tinggi
didapatkan di dalam paru-paru fetus pada usia 20 minggu kehamilan. Tingkat
kematangan surfaktan paru biasanya terlihat sesudah 35 minggu. Sintesis
surfaktan bergantung pada pH yang normal, temperatur, dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia dan iskemia pulmonal terutama yang berhubungan dengan
hipovolemia, hipotensi, stress dingin, dapat menekan sintesis surfaktan.
Kekurangan sintesis ataupun pelepasan surfaktan menyebabkan atelektasis paru.
Bergantung pada luas atelektasis, secara keseluruhan kelenturan paru menjadi
berkurang seperlima sampai sepersepuluh nilai normal. Pada keadaan defisiensi
surfaktan, paru bayi akan gagal mempertahankan fungsinya setelah bayi lahir dan
gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir respirasi, sehingga saat
inspirasi berikutnya dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan
alveoli yang kolaps. Kelainan ini akan menyebabkan gangguan ventilasi dan
perfusi dalam paru hingga timbul hipoksemia pada bayi.2,5

Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau penyakit membrane hialin


(HMD) adalah salah satu penyebab tersering dari morbiditas neonatus prematur,
dengan predominasi bayi laki-laki. Gambaran klinis pada RDS yaitu apnea,
sianosis, merintih, stridor inspiratorik, pernapasan cuping hidung, gangguan
makan, dan takipnea, atau dapat disertai retraksi subkostal atau interkostal.

5
Gambaran radiologisnya adalah retinogranular “ground-glass” yang kadang
bersama dengan air-bronchogram. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti
biokimia adanya defisiensi surfaktan. Paru dari bayi RDS menunjukkan
atelektasis alveoli, edema alveoli dan interstisial dan membran hialin difus pada
saluran napas kecil. Kortikosteroid prenatal dan pemberian surfaktan postnatal
dapat menurunkan angka kejadian secara signifikan, dan terapi dengan surfaktan
menjadi salah satu terapi standar untuk bayi prematur dengan RDS.2,5

Gambar 3. Perbandingan alveolus bayi prematur dibandingkan bayi matur


dengan pernapasan normal2

6
Daftar Pustaka

1. Cunningham, G. F, et al. 2018. Chap.32.The Newborn. Williams Obstetrics 25th


Edition.USA: Mc-GrawHill Education.

2. Kultursay, N., et al. 2014. The Use of Surfactant in the Neonatal Period- The
Known Aspects, Those Still Under Research and Those which Need to be
Investigated Further. Turkish Pediatric Association.

3. Nkadi, P.O., et al. 2009. An Overview of Pulmonary Surfactant in the Neonate:


Genetics, Metabolism, and the Role of Surfactant in Health and Disease. Mol
Genet Metab 2009. 97(2): 95-101.

4. Chakraborty, M. dan Kotecha, S. 2013. Pulmonary Surfactant in Newborn


Infants and Children. Breathe, European Respiratory Society Jorunal; 9(6):476-
488.

5.Tobing, R. 2004. Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Napas


Neonatus. Sari Pediatri; 6(1):40-46.

Anda mungkin juga menyukai