Oleh:
Mardhiyah Fitri
170070201011071
Pembimbing:
Dr. Widodo Mardi S, Sp.S
LABORATORIUM/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Gejala awal yang sering didapatkan dari CTS adalah rasa nyeri, rasa
parestesia atau tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus. Nyeri yang
terasa dibagian tangan dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga dapat
2
membuat penderita terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri yang dirasakan
umumnya sedikit berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan
tangannya atau dengan memposisikan tangan ditempat yang lebih tinggi.
Rasa nyeri ini dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang
semakin sering bahkan menetap. Terkadang rasa nyeri ini dapat menjalar
hingga ke lengan atas maupun leher, sedangkan parestesia umumnya hanya
terdapat di daerah distal pergelangan tangan. (Sardana dan Ojha, 2016).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas pengayaan ini adalah untuk mengetahui
dan memahami tentang Carpal Tunnel Syndrome yang meliputi definisi,
penyebab, faktor resiko, diagnosis dan tatalaksana dari Carpal Tunnel
Syndrome.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas pengayaan ini adalah sebagai proses
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala akibat
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan
yang menyebabkan penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan
tangan (Badrul Munir, 2017)
2.2 Anatomi
4
palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang
karpalia tersebut. Di dalam terowongan tersebut terdapat saraf medianus yang
berfungsi menyalurkan sensori ke ibu jari, telunjuk dan jari manis serta
mempersarafi fungsi otot-otot dasar sisi dari ibu jari/otot tenar (Salawati dan
Syahrul, 2014).
5
Gambar 2.2 Anatomi terowongan karpal (Salawati
dan Syahrul, 2014)
2.3 Epidemiologi
Prevalensi dari populasi umum sekitar 3,8% (Badrul Munir, 2017)
National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering
mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi
tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun.
Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan
0,6% untuk laki-laki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering
ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan,13% kiri)
dan 58% bilateral. (Kurniawan, 2015).
6
patofisiologis terjebaknya saraf medianus adalah berbeda antara pekerja dan
bukan pekerja.
7
CTS yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan yang
membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada tangan dan
pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko potensial tersebut muncul
secara bersamaan misalnya: 1) Penggunaan tangan yang kuat terutama jika
ada pengulangan, 2) penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan
beberapa unsur kekuatan terutama untuk waktu yang lama, 3) konstan dalam
mencengkeram benda, 4) memindahkan atau menggunakan tangan dan
pergelangan tangan terhadap perlawanan atau dengan kekuatan, 5)
menggunakan tangan dan pergelangan tangan untuk getaran teratur yang
kuat, 6) tekanan biasa atau intermiten pada pergelangan tangan. (Basuki dkk,
2015)
2.5 Patofisiologi
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang
merusak serabut saraf. Lama kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu
secara menyeluruh.
8
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.
Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler
yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu yang berakibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut. (Badrul
Munir, 2017).
Gejala klinis yang mungkin timbul pada pasien dengan Carpal Tunnel
Syndrome antara lain:
Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan
terutama malam hari
Nyeri ditelapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya
selama penggunaan.
Penurunan cengkeraman kekuatan.
Kelemahan dalam ibu jari.
Sensasi jari bengkak (ada atau terlihat bengkak).
Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
(Badrul Munir, 2017).
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik
saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat.
Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness)
atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus
9
medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-
jari.
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat
pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita
memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan
meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi
kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil.
Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan
adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap
lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan
abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus. (Somaiah, 2014).
10
Gambar 2.3 Tes Phalen (Katz, 2014)
b) Tinel's Sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi
(Katz, 2014).
11
d) Thenar Wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
e) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara
manual maupun dengan alat dynamometer.
f) Wrist Extension Test
Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-
gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
g) Pressure Test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik
timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
h) Luthy's Sign (Bottle's sign)
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada
botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh
dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
i) Pemeriksaan Sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
12
otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada
otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS.
Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa
normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten
distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan
pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik
lebih sensitif dari masa laten motorik (Somaiah, 2014).
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat
membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau
artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya
penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan
pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG
dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di
carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal
tunnel syndrome (Somaiah, 2014).
c) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda
tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon
tiroid ataupun darah lengkap (Somaiah, 2014).
2.9 Penalataksanaan
2.9.1 Medikamentosa
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang
masih dipergunakan hingga saat ini, antara:
a) Injeksi Kortikosteroid Lokal
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang
gejala CTS secara temporer dalam waktu yang singkat.
13
Metilprednisolon atau hidrokortison bisa disuntikkan langsung ke
carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi kortikosteroid
dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan
pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk
dilakukan dalam jangka waktu yang panjang (George, 2009).
Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25
pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di
sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara
suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga
atau empat suntikan. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan
bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di
bawah usia 30 tahun (George, 2009)
b) Vitamin B6 (Piridoksin)
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka
menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3
bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa
pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri (George,
2009).
14
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk
terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Pilihan lainnya yaitu
ketoprofen dan naproxen (George, 2009).
2.9.2 Non-medikamentosa
Kasus ringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasi non-
steroid (NSAID) juga bisa menggunakan penjepit pergelangan tangan
yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2
bulan, terutama pada malam hari atau selama ada gerak berulang.
Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya
terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
1) Terapi konservatif
i. Istirahatkan pergelangan tangan.
ii. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan
tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya
pada malam hari selama 2-3 minggu.
iii. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan
(ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang
menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur
sepanjang saraf medianus. Latihan-latihan ini didasarkan
pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer
dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan
meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi
melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan
axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat
dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
15
Gambar 2.5 Nerve Gliding
iv. Fisioterapi yang ditujukan pada perbaikan vaskularisasi
pergelangan tangan (George, 2009)
2) Hydrodissection
Hydrodissection (Hidrodiseksi) juga dikenal sebagai injeksi
perineural, adalah teknik menyuntikkan sejumlah volume ke scars
atau fascia untuk melepaskan saraf yang terperangkap. Saraf
seharusnya bergerak dengan lancar di atas fasia, tetapi jebakan saraf
ini mirip dengan perlengketan di ruang epidural, menyebabkan rasa
sakit dan disfungsi otonom.
Teknik hidrodiseksi membutuhkan keterampilan identifikasi saraf
di bawah ultrasound (USG) serta manipulasi yang aman dan akurat
dari jarum yang dipandu USG. Tujuannya adalah untuk menempatkan
ujung jarum di setiap sisi saraf (perineural) bukan di dalam saraf
(intraneural).
Saraf yang terperangkap mungkin tampak berbentuk "hour-
glass" (Gambar 2.7), atau “menebal” (Gambar 2.8). Setelah persiapan
16
steril dan infiltrasi anestesi lokal pada subkutan, saraf pertama-tama
diidentifikasi dalam penampang, dan jarum maju ke ruang perineural
(Gambar2.9). Sedikit cairan aliquots dapat membantu mengidentifikasi
bidang fasia yang sesuai, yang divisualisasikan sebagai kumpulan
cairan hypoechoic di sekitar saraf, dalam bentuk "donat". Probe USG
kemudian diputar 90 derajat untuk memperlihatkan saraf dalam
pandangan longitudinal, dan sebagian besar injeksi kemudian
dilengkapi (Gambar 2.10). Cairan disuntikkan secara perlahan,
mengamati diseksi jaringan dengan cermat oleh cairan. Seringkali
"pop" dirasakan dengan jari-jari tangan yang meraba, dan pasien
melaporkan rasa sakit instan.
Beberapa peringatan perlu diperhatikan. Suntikan intraneural
dapat menyebabkan kerusakan saraf yang parah dan harus dihindari.
Perluasan diameter saraf selama injeksi (terlihat pada crosssection)
dapat menjadi indikasi injeksi intraneural. Saraf biasanya terlihat
bergerak menjauh dari jarum selama injeksi, didorong menjauh oleh
cairan; saraf yang bergerak ke arah jarum mungkin mennadakan
injeksi intraneural.
Salah satu pelepasan saraf menggunakan hidrodiseksi yang
telah dideskripsikan adalah saraf median. Malone et al menjelaskan
menggunakan USG untuk mengarahkan penempatan jarum di
pergelangan tangan. Mereka menyuntikkan 11 mL cairan hidrodiseksi
(9 mL saline normal, 1 mL lidokain 1%, dan 1 mL triamcinolone 40 mg
/ mL) ke dalam fleksor retinaculum melalui jarum 20-G, menggunakan
semburan cairan dengan hati-hati memisahkan saraf median dari
permukaan retinakulum yang dalam. Mereka kemudian memasukkan
jarum tegak lurus ke kulit sekitar 150 perforasi fleksor retinaculum,
menggunakan USG untuk mengkonfirmasi bahwa jarum tidak
menyentuh saraf median.
17
Para penulis merasa bahwa teknik ini adalah pengobatan
menengah yang layak antara tindakan konservatif dan pelepasan
terbuka. Dari 44 pergelangan tangan yang dirawat, 19 mencatat hasil
yang sangat baik pada follow-up awal (4 hari) dan pada 24 bulan, 9
pergelangan tangan dengan hasil awal yang sangat baik, bertahan
cukup baik pada follow up lanjutan, 5 pergelangan tangan dengan
penyembuhan jangka pendek dan jangka panjang yang baik, 6
mangkir, dan 5 gagal total.
Hidrodiseksi saraf lain yang telah dilaporkan termasuk radial
superfisial, radial, ulnar, femoral, saphenous, peroneal, tibialis
posterior, plantar, dan saraf ilioinguinal atau iliohypogastric. (Andrea,
Michael, 2015)
Gambar 2.6 Longitudinal USG dengan “hour-glass” shape dan Gambar 2.7 USG cross-sectional
menunjukkan “penebalan saraf”
18
Gambar 2.8 Hydrodissection USG posisi cross-sectional dan Gambar 2.9 posisi longitudinal
3) Operatif
Tindakan operatif diindikasikan pada kondisi: terapi konservatif
dengan semua modalitas terapi gagal, atrofi otot-otot thenar, gangguan
sensorik yang berat. (Badrul Munir, 2017)
19
2.11. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome antara lain:
Mengurangi gerakan repetitif, gerakan kaku, atau getaran peralatan
tangan pada saat bekerja.
Design peralatan kerja agar tangan dalam posisi natural saat kerja
Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan
Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja. (Badrul Munir, 2017)
2.12. Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik, bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik. (Badrul
Munir, 2017)
20
DAFTAR PUSTAKA
George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. 2009. Panduan Praktis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Katz, Jeffrey N., et al. 2014. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med. Vol. 346,
No. 23.
Sardana, Vijay dan Ojha, Piyush. 2016. Carpal Tunnel Syndrome: Current
Review. International Journal of Medical Research Professionals; 2(1); 8-
14.
Somaiah A, Spence RAJ. Carpal Tunnel Syndrome; 2014. Ulster Med J; 77(1)
6-17.
21
Trescot, Andrea dan Brown, Michael. 2016. Peripheral nerve entrapment,
hydrodissection, and neural regenerative strategies. Technique in
Regional Anesthesia and Pain Management: Elsevier.
22