Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB CARPAL TUNNEL

SYNDROME PADA IBU RUMAH TANGGA DI POLI


SARAF RSUD SOEDONO MADIUN 2019
Dalilah Salsabila Salma
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteram,
Universitas Sebelas Maret
sssalsabila@gmail.com

Abstract. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is the most frequent median nerve neuropathy. It
causes by compression of median nerve at the wrist. Edema, tendon inflammation, hormonal
changes, and manual activity can contribute to increased nerve compression and sometimes
cause pain. Sometimes it is resulting in weakness of hands. The estimated prevalence of CTS
show between 4% to 5% of the population especially between the ages 40-60 years old. CTS
has been reported to affect mostly women. The suspected risk factor include diabetes mellitus,
menopause, obesity, arthritis, and pregnancy. CTS happens when carpal tunnel pressure
increase that leads to axonal degeneration of median nerve and neuritis. A housewife does
many works such as washing clothes, cooking, sweeping, and many more. That works use
wrist hand frequently and mostly affected to median nerve.

Keywords: carpal tunnel syndrome, CTS, housewife

1. PENDAHULUAN

Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah keadaan yang menggambarkan penyakit dengan
adanya kompresi saraf medianus pada pergelangan tangan. CTS salah satu sindrom kompresi
penyakit saraf yang paling sering ditemui (Wernera & Andary, 2015). Saraf medianus menginervasi
sisi telapak pada jari pertama, kedua, ketiga, dan setengah dari jari manis, sedangkan pada sisi
sebaliknya ujung jari pertama, kedua, ketiga, serta setengah ujung jari manis (Chammas et al.,
2014). Carpal tunnel syndrome terjadi paling banyak pada wanita, jumlah kejadian kurang lebih 1,5
dari 1000 pada wanita dan 0,5 dari 1000 pada pria. Jenis kelamin menjadi salah satu faktor yang
memengaruhi angka kejadian CTS, biasanya wanita dengan gejala CTS muncul pada usia rentan
yaitu 45 sampai 54 tahun. Wanita yang tidak terkena gejala CTS pada usia rentan maka
kemungkinan terkena CTS diusia yang lebih tua sangat sedikit (Newington, Harris, & Walker-Bone,
2016).
Patofisiologi CTS melibatkan kombinasi trauma mekanik, peningkatan tekanan, dan cedera
iskemik pada saraf medianus dalam terowongan karpal (Ibrahim, Khan, Goddard, & Smitham,
2012). Kompresi pada CTS biasanya merupakan tekanan biomekanis yang dikarenakan gerakan
berulang, gerakang menggegam atau menjepit, posisi ekstrim pada pergelangan tangan, tekanan
langsung pada terowongan karpal, dan penggunaan alat-alat yang bergetar (Sekarsari, Pratiwi, &
Farzan, 2017).
Carpal tunnel syndrome mengompresi serabut saraf sensorik dan motorik dari saraf
medianus yang terdistribusi pada tangan. Kompresi serabut saraf menyebabkan selubung mielin
rusak sehingga terjadi penundaan konduksi sinya saraf yang seharusnya bisa terkonduksi dengan
kecepatan yang normal (Palmer, 2011). Secara anatomis, terdapat dua tempat kompresi saraf
median, yaitu satu pada tingkat batas proksimal terowongan karpal, disebabkan oleh fleksi
pergelangan tangan karena perubahan ketebalan dan kekakuan fasia lengan bawah dan pada bagian
proksimal retinakulum fleksor, sedangkan yang kedua pada tingkat bagian tersempit, dekat dengan
hamulus (Chammas et al., 2014).
Faktor risiko medis terjadinya CTS dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu, faktor
ekstrinsik yang meningkatkan volume di dalam terowongan (di luar atau di dalam saraf), faktor
intrinsic di dalam saraf yang meningkatkan volume di dalam terowongan, faktor ekstrinsik yang
mengubah kontur terowongan dan faktor neuropatik. (Ibrahim et al., 2012) Carpal tunnel syndrome
dalam beberapa pekerjaan diyakini menjadi faktor terjadinya CTS yang dikaitkan dengan pekerjaan
berulang dan penggunaan kekuatan tangan yang berlebih, selain itu tempat kerja juga diyakini
menjadi faktor CTS. Terdapat bukti hubungan positif dengan pekerjaan yang melibatkan gerakan
tangan yang sangat berulang, dan hubungan serupa dengan pekerjaan yang melibatkan gerakan
tangan dengan kuat. Bukti menjadi lebih kuat jika paparan ini digabungkan (Newington et al.,
2016).
Carpal tunnel syndrome memberikan tanda-tanda yang berbeda pada setiap tingkatan
terjadinya. Penderita CTS dengan tingakatan pertama biasanya merasakan sering terbangun di
malam hari dengan sensasi tangan yang bengkak dan mati rasa, biasanya mereka melaporkan rasa
sakit parah yang berasal dari pergelangan tangan ke bahu, dan kesemutan yang mengganggu di
tangan dan jari-jari mereka (brachialgia paraesthetica nocturna). Penderita CTS merasakan
kelegaan ketika berjabat tangan, selain itu di pagi hari, sering kali sensasi kekakuan tangan yang
bersifat bertahan. Penderita CTS pada tingkat kedua biasanya merasakan gejala juga di siang hari,
sebagian besar ketika pasien tetap dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama, atau melakukan
gerakan berulang dengan tangan dan pergelangan tangan. Ketika penurunan motorik mulai muncul,
penderita melaporkan bahwa benda-benda yang dipegang sering jatuh dari tangannya. Penderita
CTS dengan tingkat ketiga atau tahap akhir mengalami hipotrofi atau bahkan atrofi dari otot yang
diinervasi saraf medianus, hal ini kerap kali diiringi dengan fungsi sensorik yang menurun (Alfonso,
Jann, Massa, & Torreggiani, 2010).
Pekerjaan diyakini menjadi salah satu faktor paling efektif pada kualitas hidup perempuan,
faktanya adalah bahwa tingkat pendidikan wanita dan status pekerjaannya didapatkan secara positif
terkait dengan pemberdayaan perempuan dan dengan demikian mempengaruhi kualitas hidupnya.
Wanita sering bertanggung jawab untuk tugas-tugas seperti membersihkan, mencuci kamar mandi
dan toilet, membersihkan jendela dan cermin dan tempat tidur yang dapat menyebabkan kontak
dengan berbagai stres kontak fisik yang menyebabkan penyakit muskuloskeletal dan tetapi tentu saja
mengurus semua kebutuhan keluarga (Kalra & Bhatnagar, 2017).
Ketika carpal tunnel syndrome terjadi maka harus segera diatasi sebelum menjadi semakin
parah. Rasa nyeri yang dialami penderita CTS akan semakin sering terjadi sehingga dapat
menurunkan produktivitas dalam bekerja, bahkan jika tidak diobati bisa saja terjadi kelumpuhan
tangan. Kelumpuhan tangan sendiri akan menjadi masalah besar dan stres berat bagi manusia karena
kebanyakan hal yang dilakukan manusia adalah menggunakan tangan (Sekarsari et al., 2017).
Berbagai perawatan non-bedah dapat dilakukan untuk penderita carpal tunnel syndrome. Lini
pertama yang harus dilakukan adalah edukasi terhadap penderita CTS mengenai perubahan
kebiasaan (pembatasan gerakan pergelangan tangan dan pengurangan aktivitas kerja berat) dan
penggunaan alat kerja yang eamah ergonomis dapat dilakukan dalam mengurangi kompresi saraf
medianus (Padua et al., 2016).

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adlah metode deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang menggambarkan fenomena dan masalah yang diteliti. Pertanyaan yang
digunakan biasanya adalah apa an bagaimana. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara personal interview dan data sekunder.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari Poli Saraf RSUD Soedono madiun pada bulan Januari
sampai Mei tahun 2019 menunjukkan bahwa angka kejadian CTS pada wanita lebih tinggi daripada
pria. Angka kejadian yang tinggi pada wanita disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
pekerjaan, faktor posisi pergelangan tangan saat bekerja, serta faktor hormonal. Wanita lebih rentan
terkena karena pekerjaan yang dilakukan wanita dengan status sebagai ibu rumah tangga
kebanyakan memakai pergelangan tangan. Ibu rumah tangga memberi angka yang lebih tinggi
daripada pekerja dikarenakan berbagai pekerjaan rumah yang dilakukan

Data Poli Saraf RSUD Dr Soedono Madiun bulan Januari – Mei 2019
Jenis Kelamin Jumlah Penderita
Pria 10
Wanita Ibu Rumah Tangga 22
Bukan Ibu Rumah Tangga 8

Pekerjaan rumah tangga dilakukan berulang setiap harinya, bahkan dalam satu hari sebuah
pekerjaan yang dilakukan diulang terus menerus. Pekerjaan menggunakan jangka waktu yang lama
serta kekuatan tangan dan pergelangan tangan juga menjadi faktor terjadinya CTS. Pekerjaan seperti
memeras pakaian, menyapu, mencuci pakaian, memasak dan berbagai pekerjaan rumah
membutuhkan tenaga kuat dan waktu lama sering kali menyebabkan pembengkakan dan
vasodilatasi yang menyebabkan menjadi rentan menderita CTS, selain itu kerap terjadi pada wanita
hamil.
Pekerjaan berulang di pergelangan tangan akan menyebabkan pembengkakan jaringan
dibawah ligamentum otot-otot pada tangan sehingga saraf menjadi terjepit diantara jaringan yang
lain. Pekerjaan berulang juga memungkinkan berkurangnya peredaran darah dan terjadi hipoksia
sehingga fungsi saraf berkurang. Pekerjaan yang berulang dengan kekuatan yang banyak pada
pergelangan tangan juga bermanifestasi pada penyakit muskuloskeletal.
Pergelangan tangan yang sering menerima beban yang lebih kuat akan cenderung memiliki
risiko yang lebih tinggi terkena CTS. Pekerjaan berulang menggunakan pergelangan tangan menjadi
faktor risiko karena penggunaan pergelangan tangan berlebih sehingga pergelangan tangan kurang
istirahat. Pekerjaan berulang dan terkena getaran terus menerus akan memengaruhi kerja dari saraf
yang ada di pergelangan tangan. Kesalahan posisi pergelangan tangan dapat menyebabkan
perubahan struktur yang ada atau dapat menjepit saraf pada pergelangan tangan.
Ketika pasien datang dan dicurigai menderita carpal tunnel syndrome, dokter akan memberi
edukasi terkait pemakaian pergelangan tangan sehari-hari pada ibu rumah tangga. Penderita CTS
disarankan untuk bekerja dengan posisi yang baik, serta istirahat pemakaian pergelangan tangan
untuk mengurangi resiko bertambah parahnya penyakit.
Ibu rumah tangga yang menderita carpal tunnel syndrome akan diarahkan oleh dokter untuk
mengurangi atau istirahat dari pekerjaan yang memperberat CTS, melakukan pekerjaan rumah
tangga dengan posisi yang benar, minum obat sebagai salah satu penanganan dalam bidang
farmakologi, melakukan fisioterapi agar dapat membiasakan fungsi pergelangan tangan dengan
normal, serta memakai korset khusus untuk penderita CTS. Korset khusus untuk penderita CTS
membantu agar kemungkinan terjadi kesalahan posisi pergelangan tangan menjadi berkurang.
4. SIMPULAN

Setelah dilakukan pendekatan analisis faktor terjadinya carpal tunnel syndrome pada ibu
rumah tangga didapatkan bahwa faktor risiko terjadinya adalah kebiasaan dalam penggunaan
pergelangan tangan. Ibu rumah tangga dominan mengerjakan hal yang menggunakan pergelangan
tangan dalam sehari-hari, beberapa pekerjaan yang dilakukan seperti mencuci pakaian, memeras
pakaian, dan menyapu. Pekerjaan yang dilakukan ibu rumah tangga memiliki intensitas yang tinggi
dengan beban yang berbeda-beda. Pekerjaan dengan kekuatan akan memengaruhi kerja otot-otot
pergelangan tangan, semakin berat beban yang dikerjakan maka faktor risiko semakin tinggi.
Pekerjaan yang berulang juga menjadi faktor risiko CTS, selain itu paparan getaran dapat member
efek dalam terjadinya CTS.

5. SARAN

Ibu rumah tangga dengan berbagai macam pekerjaan yang harus dilakukan, baiknya
memperhatikan posisi pergelangan tangan, beban yang dialami dan kekuatan yang harus diberikan
oleh pergelangan tangan. Pemilihan alat yang digunakan dalam pekerjaan dapat mengurangi
kemungkinan kesalahan posisi pergelangan tangan. Pengurangan intensitas terkena pekerjaan
pergelangan tangan yang berat dapat menghindarkan dari carpal tunnel syndrome. Pada pekerjaan
yang berkelanjutan sebaiknya sering diiringi dengan istirahat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Buku
Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta, Indonesia : ANDI

Jurnal
Alfonso, C., Jann, S., Massa, R., & Torreggiani, A. (2010). Diagnosis , treatment and follow-up of
the carpal tunnel syndrome : A review Diagnosis , treatment and follow-up of the carpal tunnel
syndrome : a review, (February). https://doi.org/10.1007/s10072-009-0213-9
Chammas, M., Boretto, J., Marquardt, L., Matta, R., Carlos, F., & Braga, J. (2014). Carpal tunnel
syndrome – Part I ( anatomy , physiology , etiology and diagnosis ). Revista Brasileira de
Ortopedia, 49(5), 429–436. https://doi.org/10.1016/j.rboe.2014.08.001
Ibrahim, I., Khan, W. S., Goddard, N., & Smitham, P. (2012). Carpal Tunnel Syndrome : A Review
of the Recent Literature. The Open Orthopaedics Journal, 6(1), 69–76.
Kalra, S., & Bhatnagar, B. (2017). Prevalence of Musculoskeletal Disorder among Housewives,
566–568.
Newington, L., Harris, E. C., & Walker-Bone, K. (2016). CARPAL TUNNEL SYNDROME AND
WORK. Europe PMC Funders Group, 29(3), 440–453.
https://doi.org/10.1016/j.berh.2015.04.026.CARPAL
Padua, L., Coraci, D., Erra, C., Pazzaglia, C., Paolasso, I., Loreti, C., … Cuore, S. (2016). Carpal
tunnel syndrome : clinical features , diagnosis , and management. The Lancet Neurology, 15(12),
1273–1284. https://doi.org/10.1016/S1474-4422(16)30231-9
Palmer, K. T. (2011). Carpal tunnel syndrome : The role of occupational factors. Europe PMC
Funders Group, 25(1), 15–29. https://doi.org/10.1016/j.berh.2011.01.014.Carpal
Sekarsari, D., Pratiwi, A. D., & Farzan, A. (2017). Hubungan lama kerja, gerakan repetitif dan
postur janggal pada tangan dengan keluhan carpal tunnel syndrome (cts) pada pekerja pemecah
batu di kecamatan moramo utara kabupaten konawe selatan tahun 2016. JIMKESMAS, 2(6), 1–9.
Wernera, R. A., & Andary, M. (2015). Carpal tunnel syndrome: Pathophysiology and clinical
neurophysiology. Elsevier, 20(1), 4–9.

Anda mungkin juga menyukai