Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PEMICU 1 BLOK 9

“Dampak Radiasi”

DISUSUN OLEH
Lias Bramasta
190600214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam bidang kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi merupakan hal yang
penting. Radiograf dapat memperlihatkan gambaran struktur gigi dan jaringan
pendukungnya yang tidak terlihat secara klinis. Penerapan ilmu radiologi dapat dilihat
dalam pengaplikasian pemeriksaan radiografi, yang merupakan tahapan penting
dalam penatalaksanaan pasien di bidang kedokteran gigi. Pemeriksaan radiografi
menjadi penting dan sangat dibutuhkan karena memegang peranan dalam
menegakkan diagnosis, menentukan rencana perawatan, memprakirakan prognosis,
dan mengevaluasi hasil perawatan.
Ketentuan Keselamatan Radiasi tertuang dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 63 tahun 2000 mengenai ”Keselamatan dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion”. Secara umum PP ini dimaksudkan sebagai
pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Didalamnya diatur tidak saja keselamatan kerja, tetapi juga keselamatan masyarakat
dan lingkungan hidup serta tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas,
penguasa instalasi, petugas proteksi radiasi, serta pekerja radiasi dalam pemanfaatan
tenaga nuklir sesuai dengan pola kerja yang selalu melaksanakan budaya keselamatan
(safety culture), sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan dalam pemanfaatan tersebut. Sasaran PP adalah terwujudnya
situasi agar setiap pemanfaatan tenaga nuklir berwawasan keselamatan dan
lingkungan.
International Commission Radiological Protection (ICRP) merekomendasikan
sistem untuk membatasi dosis yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini berarti
bahwa paparan radiasi yang dihasilkan saat melakukan pemeriksaan radiografi harus
dikurangi atau menggunakan dosis seminimal mungkin.
Kelainan adanya dampak radiasi ditandai dengan kecenderungan untuk mudah
mengalami perdarahan, mual, pusing, yang bisa terjadi akibat kelainan pada
pembuluh darah maupun kelainan pada darah. Kelainan yang terjadi bisa ditemukan
pada faktor pembekuan darah atau trombosit. Dalam keadaan normal, darah terdapat
di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena). Jika terjadi perdarahan, darah
keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke dalam maupun ke luar tubuh.
1.2 DESKRIPSI TOPIK
Nama Pemicu : Dampak Radiasi
Penyusun : Dr.Trelia Boel,drg.,M.Kes., Sp.RKG (K) ; dr. Nindia Sugih Arto,
M.Ked(ClinPath),Sp.PK, Ramadhani Banurea, S.Si, M.Si

Seorang operator Radiologi Kedokteran Gigi perempuan, berumur 56 tahun yang


sudah bekerja selama 32 tahun pada suatu hari mengalami keluhan seperti mual, lemas dan
pusing sejak 6 bulan yang lalu. Kondisi ruangan radiologi tempat bekerja sudah berlapisi Pb
(plumbum) = Timah hitam.

Hasil pemeriksaan darah rutin Hb: 8.3 g/dl, MCV 85 fL, MCH 28 pg dan MCHC
35 gr/dL, Lekosit: 2.100/mm3 dengan hitung jenis sel 1/0/0/46/12/13 dan sel muda 28%,
Trombosit 105.000/mm3. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya suatu
keganasan.
BAB II

PEMBAHASAN
1. Interpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut!
Berdasarkan informasi pada skenario, dapat diinterpretasikan bahwa operator radiologi
kedokteran gigi itu memiliki kadar Hb, leukosit dan trombosit yang rendah dimana terdapat
hasil sebesar 8,3g/dl untuk Hb, 2100/mm3 untuk leukosit dan 105.000/mm3 untuk trombosit.
Padahal seharusnya, untuk orang dewasa perempuan, kadar darah yang normal adalah 12-
14g/dl untuk Hb, 5000/mm3 untuk leukosit dan 150.000-400.000/mm3 untuk trombosit.
Namun dokter radiologi ini memiliki kadar MCV, MCH dan MCHC yang normal dimana
terdapat hasil kadar sebesar 85fL (normal: 80-96fL) untuk MCV, 28pg (normal: 27-31pg)
untuk MCH dan 35gr/dl (normal: 32-36gr/dl).1

2. Kelainan darah apa yang mungkin terjadi akibat pekerjaannya sebagai operator di
intalasi radiologi dental?
Risiko bahaya yang mungkin terjadi pada pekerja radiasi yaitu efek deterministik dan efek
stokastik. Pengaruh sinar X dapat menyebabkan kerusakan haemopoetik (kelainan darah)
seperti: anemia, leukimia, dan leukopeni yaitu menurunnya jumlah leukosit (dibawah normal
atau <6.000 m3).
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-macam bergantung pada jumlah
dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima. Pada tahun 1950 Komisi Internasional untuk
perlindungan terhadap penyinaran menetapkan bahwa pengaruh sinar X adalah sebagai
berikut:

1. “Luka permukaan yang dangkal seperti: Kerusakan kulit (skin damage); Epilasi (epilation);
Kuku rapuh (brittleness of nails). Reaksi luka permukaan yang dangkal dapat timbul segera
atau setelah beberapa lama. Reaksi yang segera timbul dapat menyerupai luka bakar. Dosis
maksimal untuk kulit yang masih dapat diberikan tidak diketahui, tetapi bagi para pekerja
yang setiap harinya berhubungan dengan sinar X diperkirakan dosisnya kurang dari 1R per
hari. Radiasi sinar X yang berlangsung lama (kronis) atau bertahun- tahun telah terbukti dapat
menimbulkan karsinoma kulit.
2. Kerusakan hemopoetik: Limfopeni; Leukopeni; Anemi; Leukemi; dan Kehilangan respons
terhadap daya tahan spesifik (loss of specific immune response).
3. Induksi keganasan (induction of malignancy): Leukemi; Karsinoma kulit; Sarkoma.
4. Berkurangnya &quot;kemungkinan hidup&quot; (reduction of life span).
5. Aberasi genetik (genetic aberrations) seperti: Mutasi gen langsung; Perubahan kromosom
(chromosomal alteration).
6. Efek-efek lainnya (other deleterious effects) seperti:Katarak lentikuler; Obesitas; Sterilitas
sementara (temporary) maupun tetap (permanent).2

3. Jelaskan patogenesis terjadinya kelainan pada sel darah akibat radiasi!


Radiasi mengurangi jumlah sel darah immatur (bakal tubuh atau bakal sel darah) yang
terbentuk dan mengurangi sel darah matur dalam aliran darah (Edwards, et al., 1990).
Radiasi memicu apoptosis melalui kerusakan DNA yang timbul akibat radikal bebas yang
terbentuk. Penurunan jumlah sel darah merah disebabkan adanya kerusakan biologi dan
kematian sel. Teori target menyatakan bahwa sel mati setelah penyinaran radiasi ionisasi bila
molekul utama (DNA) menjadi tidak aktif. Teori racun (Poison Theory) menyatakan bahwa
radiasi ionisasi menghasilkan radikal bebas intraseluler yang secara biologis sangat merusak.
Penurunan jumlah eritrosit ini disebabkan karena terjadi autolisis. Eritrosit yang lisis tidak
dapat dihitung sebab tidak terlihat dalam kamar hitung eritrosit. Sedangkan eritrosit yang
nekrosis masih dapat terbaca dan dihitung. Sebab eritrosit yang nekrosis masih memiliki
tanda-tanda kehidupan sehingga dihitung dalam penelitian. Nekrosis adalah perubahan
irreversible yang terjadi sebagai respon terhadap cedera sel yang tidak dapat diperbaiki.
Radikal bebas dapat bergeser ke molekul lain, seperti molekul DNA, yang terletak dengan
jarak tertentu dari daerah ionisasi awal dan berinteraksi dengan, mengionisasi, merusak
ikatan kimia dan menghasilkan melokuler atau titik lesi pada makromolekul DNA. Radikal
bebas dapat menimbulkan kerusakan biologis yang lebih berat dengan bergabung terhadap
molekul lain, untuk membentuk substansi racun yang juga dapat bergeser ke molekul DNA di
dekatnya dan melakukan interaksi yang berbahaya.
Radiasi sendiri diyakini paling efektif dalam membunuh sel yang sedang aktif membelah.
Fase yang paling sensitif terhadap radiasi adalah fase G2 dan M. Fase yang lain berperan
dalam respons adaptasi dan perbaikan. Kerusakan sel akibat radiasi selain karena kerusakan
DNA juga karena kerusakan membran sel atau microtubuli dan kerusakan membran ternyata
memberikan konstribusi terhadap timbulnya apoptosis. 3

4. Bagaimana standar ruangan radiologi yang benar dalam pemakaian/pengunaan Pb


di bilik tersebut?
Persyaratan ruangan:
a. Letak unit/instalasi radiologi hendaknya mudah dijangkau dari ruangan gawat darurat,
perawatan intensive care, kamar bedah, dan ruangan lainnya
b. Di setiap instalasi radiologi dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran dan alarm sesuai
kebutuhan
c. Suhu ruang pemeriksaan 20-24 0 C dan kelembaban 40-60%
d. Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut
Standar ruangan radiologi dalam penggunaan Pb :
1. Ketebalan dinding, bata merah dengan ketebalan 25 cm dan kerapatan jenis 2,2g/cm 3 atau
beton dengan ketebalan 20 cm atau setara dengan 2 mm timah hitam (Pb) sehingga tingkat
radiasi di sekitar ruangan Pesawat Sinar -X tidak melampaui nilai batas dosis 1 mSv/tahun.
2. Pintu dan ventilisasi, pintu ruangan Pesawat Sinar-X dilapisi dengan timah hitam dengan
ketebalan tertentu sehingga tingkat radiasi tidak melampaui nilai batas dosis 1 mSv/tahun.
Ventilisasi setinggi 2 m dari lantai sebelah luar agar orang di luar tidak terkena paparan
radiasi.
3. Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai kebutuhan.
4. Pada tiap-tiap sambungan Pb dibuat tumpang tindih /overlapping.4

5. Jelaskan sikap dan upaya kesehatan seorang radiografer dalam menjaga


keselamatan dalam bekerja!
Untuk menjaga keselamatan dalam bekerja,seorang radiografer harus melakukan prinsip dan
melengkapi perlengkapan keamanan.Yaitu:
Prinsip Proteksi Radiasi Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam pemanfaatan
diperlukan prinsip utama proteksi radiasi. Kerangka konseptual dalam prinsip proteksi radiasi
ini terdiri atas pembenaran (justifi kasi), optimisasi proteksi, dan pembatasan dosis.
1. Pembenaran (justifikasi) Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika menghasilkan
keuntungan bagi satu atau banyak individu dan bagi masyarakat terpajan untuk mengimbangi
kerusakan radiasi yang ditimbulkannya. Kemungkinan dan besar pajanan yang diperkirakan
timbul dari suatu pemanfaatan harus diperhitungkan dalam proses pembenaran. Pajanan
medik, sementara itu, harus mendapat pembenaran dengan menimbang keuntungan
diagnostik dan terapi yang diharapkan terhadap kerusakan radiasi yang mungkin ditimbulkan.
Keuntungan dan risiko dari teknik lain yang tidak melibatkan pajanan medik juga perlu
diperhitungkan.
2. Optimisasi Dalam kaitan dengan pajanan dari suatu sumber tertentu dalam pemanfaatan,
proteksi dan keselamatan harus dioptimisasikan agar besar dosis individu, jumlah orang
terpajan, dan kemungkinan terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin (ALARA, as low as
reasonably achievable), dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial, dan dengan
pembatasan bahwa dosis yang diterima sumber memenuhi penghambat dosis. Dalam hal
pajanan medik, tujuan optimisasi adalah untuk melindungi pasien. Dosis harus
dioptimisasikan konsisten dengan hasil yang diinginkan dari pemeriksaan atau pengobatan,
dan risiko kesalahan dalam pemberian dosis dijaga serendah mungkin.
3. Pembatasan dosis Jika prosedur pembenaran dan optimisasi telah dilakukan dengan benar,
sebenamya nilai batas dosis hampir tidak perlu diberlakukan. Namun, nilai batas ini dapat
memberikan batasan yang jelas untuk prosedur yang lebih subyektif ini dan juga mencegah
kerugian individu yang berlebihan, yang dapat timbul akibat kombinasi pemanfaatan. Nilai
batas dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja
radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik
dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Prinsip pembatasan dosis tidak
diberlakukan pada kegiatan intervensi (kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghindari terjadinya atau kemungkinan terjadinya pajanan radiasi) mengingat dalam
pelaksanaan kegiatan ini melibatkan banyak pajanan radiasi yang tidak dapat dielakkan. Nilai
Batas Dosis (NBD) yang saat ini berlaku diberikan pada Tabel 3.1. Nilai pada aplikasi dosis
efektif adalah NBD untuk penyinaran seluruh tubuh, dan dimaksudkan untuk mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik. Sedang nilai pada aplikasi dosis ekivalen tahunan adalah
NBD untuk penyinaran organ atau jaringan tertentu, dan dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya efek deterministic pada organ atau jaringan tersebut.5

6. Jelaskan efek radiasi pengion dan non pengion. Apa satuan dosis radiasi?
Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya efek
kesehatan. Efek kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat
molekuler, akan berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala, dan juga
waktu kemunculannya, sangat bergantung pada jumlah dosis radiasi yang diserap dan laju
penerimaannya.
Dalam satuan dosimetri radiasi pada Besaran Proteksi ada 3 jenis,yaitu:
1. Besaran Proteksi
- Dosis Serap Organ, DT
Satuan dosis serap organ adalah J/kg atau Gy
- Dosis Ekivalen, HT
Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah joule per kilogram (J/ kg), dengan nama khusus sievert
(Sv).
- Dosis Efektif, E
Seperti dosis ekivalen, satuan dosis efektif dalam SI adalah joule per kilogram (J/kg), dengan
nama khusus sievert (Sv). Satuan lama untuk dosis ekivalen adalah rem, dengan 1 Sv = 100
rem.6

7. Bagaimana peraturan perundang-undangan keselamatan kerja radiasi untuk dokter,


pasien, operator dan lingkungan?
1) Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radioaktif
a. Bab I Pasal 1 No. 1 : Keselamatan Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
b. Bab II Pasal 3 : Peraturan Pemerintah bertujuan menjamin keselamatan pekerja dan
anggota masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan Keamanan Sumber
Radioaktif.
2) Perka BAPETEN Nomor 8Tahun 2011 pasal 12 ayat 1, 3a, 3b, 3d, 3e, dan 3f) meliputi:
a. Penanggung jawab keselamatan radiasi,
b. Pemegang izin menyediakan, melaksanakan dan mendokumentasikan program proteksi
dan keselamatan radiasi, melakukan verifikasi bahwa personil sesuai kompetensi,
menyelenggaraan pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi setiap tahun sekali, menyediaan
perlengkapan proteksi radiasi, dan pelaporan program proteksi radiasi kepada kepala
BAPETEN.
3) PP Nomor 33Tahun 2007 pasal 9
a. Pemeriksaan kesehatan awal yang dilakukan pada saat penerimaan pegawai,
b. Pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan sekali dalam satu tahun.
4) PP RI Nomor 33Tahun 2007 pasal 17
(1) Pemegang Izin wajib meningkatkan kemampuan personil untuk menumbuhkan
pemahaman yang memadai tentang:
a) Tanggung jawab dalam Keselamatan Radiasi; dan
b) Pentingnya menerapkan Proteksi dan Keselamatan Radiasi
(2) Pendidikan dan pelatihan harus disesuaikan antara lain dengan:
a) Potensi paparan kerja;
b) Tingkat pengawasan yang diperlukan;
c) Kerumitan pekerjaan yang akan dilaksanakan; dan
d) Tingkat pelatihan yang telah diikuti oleh personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan diatur dengan Peraturan
Kepala BAPETEN.
5) Perka BAPETEN Nomor 6Tahun 2010 pasal 4
(1) Komponen pemantauan kesehatan yang dilaksanakan yaitu pemeriksaan kesehatan (rutin,
diabetes, ginjal, profil lipid, hati yang terdiri dari SGOT dan SGPT, darah rutin, hitung jenis,
index eritrosit, laju endapan darah, urin, dan pemeriksaan thorax), konseling (pemeriksaan
psikologis dan konsultasi) dan penatalaksanaan kesehatan.7

8. Pemeriksaan kesehatan apa saja yang wajib di lakukan oleh seorang radiografer
setiap tahunnya?
Untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan radiasi, perlu diterapkan system
pengawasan kesehatan/keselamatan pekerja radiasi yang ketat meliputi pemeriksaan
keselamatan pekerja radiasi secara periodik.
Pemeriksaan kesehatan ini pada prinsipnya sama seperti halnya di tempat kerja lainnya, tetapi
harus disertakan aspek-aspek yang merefleksikan efek kesehatan spesifik pada pekerja
radiasi. Pemeriksaan kesehatan meliputi anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan pendukung antara lain rontgen dan laboratorium.
 Anamnesis : riwayat penyakit pekerja
 Pemeriksaan fisik : mencakup keadaan umum seperti tekanan darah, nadi,
pernapasan, kesadaran, kulit, mata, THT, mulut, paru-paru, kelenjar tiroid, jantung,
saluran pencernaan, hati, ginjal, sistem genital serta pemeriksaan saraf.
 Penunjang :
- laboratorium :
1. pemeriksaan darah rutin, kimia darah yang bertujuan untuk mengetahui keadaan
umum dari metabolisme tubuh yang berhubungan dengan paparan radiasi.
2. pemeriksaan kromosom, analisis sperma
Frekuensi uji berkala seharusnya minimal sekali setahun bergantung pada umur, kesehatan
pekerja, sifat tugas, tingkat pajanan. Hasil pemeriksaan dicatat dalam kartu kesehatan
termasuk lampiran hasil pemeriksaan rontgen dan laboratorium. 8

9. Bagaimana peraturan yang berlaku jika ada tuntutan pekerja tersebut?


Peraturan yang berlaku apabila ada tuntutan pekerjaan tersebut sudah ada,dan sudah disusun
dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81
TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFE.9
BAB III

PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pasien pada kasus mengalami anemia normositik
normokrom. Anemia Normositik Normokromik Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah
normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal
atau normal rendah), tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia ini adalah
kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis, termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic
pada sumsum tulang (Muttaqin,2009).
Dan kemungkinan penyebab adanya suatu keganasan pada pasien di kasus tersebut
ialah karena kadar leukosit yang jauh dari angka normal,menyebabkan terjadi gangguan
kekebalan tubuh pada pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Pedoman Interpretasi Data Klinik yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia 2011.
2. Supriyono P. Keamanan Peralatan Radiasi Pengion Dikaitkan Dengan Perlindungan
Hukum Bagi Tenaga Kesehatan di Bidang Radiologi Diagnostik. Journal Unika 2011;
1 (1).
3. Erma N,K , Supriyadi.PENURUNAN JUMLAH ERITROSIT DARAH TEPI
AKIBAT PAPARAN RADIASI SINAR X DOSIS RADIOGRAFI
PERIAPIKAL.Stomatognatic (J. K. G Unej) Vol. 9 No. 3 2012: 140-144.
4. Kementrian Kesehatan RI. Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik Di Sarana
Pelayanan Kesehatan Jakarta : Kemenkes RI; 2008.
5. BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit yang disusun
oleh eri hiswara ISBN : 978-979-8500-68-8 November 2015.
6. BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit yang disusun
oleh eri hiswara ISBN : 978-979-8500-68-8 November 2015.
7. Sardini, S., Nuryati, I., Elistina dan Kasirah, Studi kesehatan pada pekerja radiasi
PPTN Pasar Jum’at, Prosiding Seminar Teknologi Keselamatan Radiasi dan
Biomedika Nuklir II, Jakarta 4 September 2002.
8. Simanjuntak J, dkk. Penerapan Keselamatan Radiasi Pada Instalasi Radiologi di
Rumah Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat 2013 ; 4 (3).
9. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81
TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFE.

Anda mungkin juga menyukai