NIM : 31102000048
SGD : 9
Hipersensivitas
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patogenesis
Awal mula reaksi hipersensitivitas ditandai dengan terjadinya induksi
Immunoglobulin E yang dapat mengenali alergen. Ketika IgE berikatan dengan sel
mast berikatan, akan terjadi proses pelepasan histamin yang dimana histamin sangat
berpengaruh dalam reaksi alergi. (Hidayaturahmah et al., 2020)
a. Tipe I
Mekanismenya dimulai dari alergen yang berikatan silang dengan
ImunoglobulinE. Selanjutnya sel mast dan juga basofil mengeluarkan amina
mediator kimiawi dan vasoaktif. Akibat dari mekanisme tersebut timbul
manifestasi berupa asma bronkial atau dermatitis atopi, anafilaksis, dan urtikaria.
b. Tipe II
Mekanisme reaksi pada tipe II terdiri dari 3 jenis, yaitu reaksi yang bergantung
pada komplemen, reaksi yang bergantung pada ADCC, dan ada yang
bergantung pada disfungsi sel yang diperantarai oleh antibodi. Mekanisme
singkat dari reaksi tipe II ini melibatkan antara ImunoglobulinG dan
ImunoglobulinM yang berikatan dengan antigen pada permukaan sel. Fagositosis
sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atau antibody.
Pengeluaran mediator kimiawi. Timbul manifestasi berupa anemia hemolitik
autoimun, eritroblastosis fetalis, sindrom Good Pasture, atau pemvigus vulgaris
c. Tipe III
Reaksi pada tipe ini disebut reaksi yang diperantarai kompleks imun yang terdiri
dari 2 bentuk reaksi, yaitu reaksi Kompleks Imun Sistemik (Serum Sickness) dan
reaksi Sistem Imun Lokal (Arthus). Mekanismenya secara umum adalah dimulai
dari terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang sulit untuk difagosit.
Selanjutnya adalah mengaktifkan komplemen, menarik perhatian neutrophil, lalu
terjadi pelepasan enzim lisosom, mediator kimiawi dikeluarkan, dan akhirnya
timbul manifestasi berupa reaksi Arthus, glomerulonefritis, serum sickness, dan
pneumonitis.
d. Tipe IV
Reaksi ini memiliki nama lain yaitu reaksi imun seluler lambat, dikarenakan
diperantarai oleh sel T CD4+ dan juga CD8+. Reaksi ini terbagi lagi menjadi
beberapa sub reaksi, yaitu reaksi Tuberkulin, lalu reaksi Inflamasi Granulosa, dan
reaksi penolakan transplant. Mekanismenya secara umum adalah yaitu, pertama
limfosit T tersensitasi, lalu terjadi pelepasan sitokin dan mediator lainnya
( sitotoksik) yang diperantarai oleh sel T langsung, dan akhirnya menimbulkan
manifestasi berupa tuberkulosis, dermatitis kontak dan reaksi penolakan
transplant (Riwayati, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
‘Fitria Rinarwati’ (no date).
Hidajat, D. et al. (no date) ‘Reaksi Hipersensitivitas pada Kulit Akibat Obat Anti
Inflamasi Non Steroid’, Jurnal Kedokteran, 2019(3), pp. 6–13.
Hikmah, N. et al. (no date) SEPUTAR REAKSI HIPERSENSITIVITAS (ALERGI).
Hypersensitivitas Atau Alergi, R. (no date) REAKSI HIPERSENSITIVITAS ATAU
ALERGI.
‘Jurnal Pengabdian Farmasi Malahayati’ (no date).
Lelyana, S. (no date) Hypersensitivity in Dentistry, SONDE (Sound of Dentistry.
Raden Erwin, A. et al. (2021) ‘How to cite’, Jurnal Health Sains, 2(4). Available at:
http://jurnal.healthsains.co.id/index.php/jhs/article/view/152.