Anda di halaman 1dari 12

HIPERSENSITIVITAS

Definisi

Reaksi Hipersentivitas(reaksi alergi) merupakan reaksi dari sistem kekebalan tubuh


yang terjadi ketika jaringan tubuh normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana
sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa
melukai tubuh adalah sama. Maka reaksi hipersensitifitas dipengaruhi oleh antibodi,limfosit
dan sel-sel lainnya (Hikmah.N, 2017).

Hikmah, Nuzulul., Dewanti, Ratna. 2017. Seputar Reaksi Hipersentivitas. Jember .


Stomatognatic.Tersediadalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=376335&val=7719&title=SEPUTAR%2
0REAKSI%20HIPERSENSITIVITAS%20(ALERGI). Diakses pada tanggal 5 April 2017

Penyebab Hipersensitivitas

Reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi
IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang berada di dalam
sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang
terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen),
maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat
merusak atau melukai jaringan di sekitarnya. ( Nuzulul Hikmah, 2010 )

Hikmah, Nuzulul dan I Dewa Ayu Ratna Dewanti . 2010. Seputar reaksi hipersensitivitas
(alergi). Jember. Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 108-12
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=376335&val=7719&title=SEPU
TAR%20REAKSI%20HIPERSENSITIVITAS%20(ALERGI)

1. Defisinsi Sel T suppressor


Sel T berperan dalam perkembangan respon IgE. Sel T suppressor (CD 8+) pada
penderita ekzema namun belum jelas apakah defisiensi sel T penyebab dari penyakit
atopik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidens ekzema pada bayi
yang diberi susu botol akan menyebabkan penurunan jumlah sel T pengatur (regulator)
dan peningkatan kadar IgE pada bayi yang diberi susu botol (A. Samik, 2002 )
2. Polutan lingkungan dapat meningkattkan IgE spesifik antigen.
Polutan lingkungan seperti sulfurdioksida, nitrogen oksida, paertikel-partikel bungan
disel, dan debu terbang dapat meningkatkan permeabilitas mukosa, memudahkan
masuknya alergen, dan peninggkatan ketanggapan IgE. Polutan lingkungan dapat
memfasilitasi respons IgE sehingga membantu peningkatan insidens penyakit alergi
(A. Samik, 2002 )
3. Pengaruh Rokok
perokok aktif dapat penurunan respons imun terhadap antigen inhalasi sedangkan
perokok pasif dapat meningkatkan risiko asma pada anak ( A. Samik, 2002 )
Wahab, A. Samik dan Madarina Julia. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun.
Jakarta: Widya Medika.

4. Makanan
Banyak jenis makanan yang dapat menimbulkan reaksi alergi, namun, yang paling
umum adalah susu sapi, kedelai, telur, gandum, kacang tanah, ikan, dan udang. Makanan-
makanan tersebut adalah penyebab alergi sebesar 90 %.
5. Bahan Kimia
Bahan-bahankimia seperti latex dapat menyebabkan reaksi alergi. Biasanya, zat-zat
kimia ini menyebabkan reaksi alerg ijika bersinggungan atau terkena kulit. Keadaan ini
dalam bahasa medis dikenal dengan sebutan eksim atau dermatitis kontak alergica.
Gejala-gejala yang ditimbulkan dapat berupa pembengkakan, merah, gatal, dan panas
pada kulit.
6. Keturunan
Alergi dapat menurun dari orang tua atau keluarga yang lainnya. Pada anak kembar
identik, persentase untuk alergi dengan zat yang sama adalah 70 %, sedangkan yang
kembar tidak identic, hanya 40 % saja.
Alergi yang diturunkan oleh orang tuanya dengan tingkat resiko adalah sebagai berikut :
 Kedua orang tua tidak mengidap alergi, maka anak-anaknya tetap memiliki
kemungkinan alergi sebesar 15 %
 Jika salah satu orang tua mengidap alergi, maka kemungkinan anak-anak mengidap
alergi naik menjadi 20-40 %
 Jika kedua orang tua mengidap alergi, maka kemungkinan anaknya mengidap alergi
adalah 60-80 %.
http://www.ilmudasar.com/2016/10/Pengertian-Tipe-Penyebab-Pencegahan-Jenis-
Tanda-Reaksi-Alergi-adalah.html
Jenis dan Tipe Reksi Hipersensitivitas

Berdasaran reaksi imunologik yang terjadi reaksi hipersensitivitas dibedakan menjadi 4 yaitu:

1. Hipersensitivitas tipe I

Reaksi hipersensitivitas tipe I yaitu reaksi anafilaksis atau disebut reaksi cepat.
Rekasi hipersensitivitas tipe 1 terjadi ketika alergen berikatan dengan IgE. Reaksi
anafilaksis timbul ketika sel mast mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator
kimiawinya yaitu histamin. Sel mast teraktivasi ketika IgE mengikat anafilatoksin
sehingga membebaskan berbagai mediator peradangan yang menimbukan gejala alergi.
Reaksi hipersesnsitivitas tipe I terdiri dari dua jenis yaitu reaksi hipersensitivitas tipe Ia
dan Ib. Terjadinya reaksi selular berangkai pada tipe Ia memerlukan reaksi antara IgE
spesifik dan reseptor IgE pada sel mast dengan alergen yang bersangkutan. Eosinofil akan
mempengaruhi hipersensitivitas sebagai mediator pada granula sel mast dan membentuk
metabolit asam arakidonat dikarenakan degranulasi sel mast.
(http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/3593)
Mikroba yang berperan dalam proses hipersensitivitas tipe I ialah
Schistosomiasis (Wahab, 2002).

2. Hipersensitivitas tipe II

Reaksi hipersensitivitas II terjadi karena antibodi IgG (Imunoglobin G) dan IgM


(Imunoglobulin E) akan bereaksi dengan antigen dan membentuk reaksi sitotoksik atau
reaksi sitolitik. Antibodi akan melawan antigen yang berada pada permukaan sel dan
merusak target sel. (http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/3593)

3. Hipersensitivitas tipe III

Reaksi ini biasanya disebut reaksi kompleks imun. Terjadi apabila terdapat
pengendapan antigen dan antibodi. Kemudian terjadi aktivasi komplemen, sehingga
leukosit polimorfonuklear mengalami penimbunan.
(http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/3593)
Hipersensitivitas tipe III terjadi infeksi mikroba persisten yang terbentuk
banyak kompleks dan sistem retikuloendotelial tidak bisa membersihkannya.
Pengendapan terjadi pada jaringan seperti glomerulus, sinovium, dinding pembuluh
darah, dan hancurnya jaringan tersebut (Wahab, 2002).

4. Hipersensitivitas tipe IV

Reaksi hipersensitivitas tipe IV akan mempengaruhi sel T CD4+ dan CD8+


yang dapat berpengaruh pada imunitas. Antigen akan terikat dengan makrofag dan
limfosit T melepaskan limfokin. Reaksi ini dibagi menjadi 2 macam yaitu
granulomatosa dan tipe tuberkulin.
(http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/3593)
Granulomatosa terjadi apabila mikroorganisme atau partikel-partikel
intraseluler tetap ada dalam makrofag dan tidak dapat dihancurkan. Kompleks imun
yang persisten juga dapat mengakibatkan alveolitis alergika yang dapat membentuk
granuloma sel epiteloid. Granulomatosa terserang oleh antigen mikroba M.
tuberculosis dan M. leprae. Granuloma imunologis terbentuk karena adanya
sensitivitas pada zirkonium, berilium dan sarkoidosis. Sedangkan granuloma
nonimunologis terjadi karena tidak memiliki limfosit di dalam lesi, biasanya
sensitivitas ada pada silika, talkum dan partikel lain (Wahab, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Wahab, A. Samik dan M. Julia. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, Dan Penyakit Imun. Jakarta :
Widya Medika.

Riwayati. 2015. Reaksi Hipersensitivitas Atau Alergi. Jurnal Kesehatan Sehat Sejahtera.
13(26) : 22-27.
Wiradharma, Danny., Pusparini., Dkk. 2015. Konsep Dasar Imunologi. Jakarta : Sagung
Seto.

1. Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I

Reaksi ripe 1 diperantarai oleh IgE, yang berkaitan dengan high- affinity Ig-E
specific Fc reseptor yang diekspresikan dipermukaan sel mast. Apabila terjadi cross-
linked oleh alergen, maka terjadi degranulasi sel mast. (Danny, 2015) Proses itu terdiri
dari 3 fase :
1.1 Fase sensitilasi
Fase sensilitasi ialah fase yang berlangsung sejak diproduksinya IgE akibat
pajangan alergen, yang kemudian berkaitan dengan reseptor spesifiknya di
permukaan sel mast.
1.2 Fase aktivasi
Fase aktivasi ialah fase yang berlangsung saat terjadi pajanan ke dua oleh
alergen yang sama dan mencetuskan proses degranulasi sel mast.
1.3 Fase efektor
Fase efektor ialah fase yang terjadi sebagai suatu respons yang kompleks
akibat berbagai mediator inflamasi yang dikeluarkan sel mast.
2. Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe II

Antibodi bersatu dengan antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu,
kemudian mengaktivasi komplemen dan menimbulkan lisis atau fagositosis sel
target dan menyebabkan kerusakan jaringan atau sel target.
3. Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe III

Kompleks antigen - antibodi mengaktivasi komplemen, melepaskan


macrophage chemotactic factor kemudian menarik makrofag ke jaringan sekitar
dan merusak jaringan tersebut.
Adapun pathogenesis reaksi tipe III
1. Bentuk kompleks antigen (endogen aau eksogen)- antibody
2. Lokalisasi kompleks dalam pembuluhdarah, sering di area sendi
3. Aktivasi jaras inflamasi komplemen
4. Kemotaksis untuk sel dan eksdekuat
5. Inflamasi dengan pembengkakan, panas, dan nyeri pada sendi dan
jaringan
6. Infiltrasi area ini dengan leukosit polimorfonuklear dan jaringan
7. Kerusakan dan distruksi jaringan
8. Inflamasi dan desposisi berlanjut
9. Pembentukan jaringan perut dan deposisi kalogen; dapat menyebabkan
deformitas sendi atau jaringan

https://books.google.co.id/books?id=KdJfk2qazVIC&pg=PA61&dq=mekanisme+hipersensiti
vitas&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiFs7PX06LaAhXFQI8KHYuqDyoQ6wEIKTAA

4. Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV

Respon imun pada tipe IV disebut dengan cell-mediated immunity (CMI).


CMI memiliki 2 fungsi efektor utama yaitu cytotoxicity dan inflamasi. Bila
cytotoxicity dimediasi oleh MHC class I-restricted cytotoxic CD8 T cells, maka
istilah DTH terutama ditunjukkan kepada efek inflamasinya. Kemudian melalui
disitokinin yang dikeluarkannya seperti IL-2, IFN gamma dan TNF alfa yang
nantinya mengaktifkan makrofag. Makrofag yang aktif sebaliknya akan
mensekresi sitokinin, termasuk IL-12 yang selanjutnya akan mengarahkan
diferensiasi sel Th ke sel Th1. Selanjutnya, pembuluh darah lokal akan berdilatasi,
dan sel-sel radang bermigrasi, sistem kinin dan sistem koagulasi teraktivasi. Fibrin
didepoisit pada tempat reaksi, dan hal ini menimbulkan konsistensi keras atau
indurasi yang menjadi ciri jaringan yang mengalami DTH reactions. Adapun
penjelasan lain dari (Wahab, 2002), yaitu
1. Sensitisasi menghasilkan populasi sel T memori
Hipersensitivitas kontak merupakan reaksi utama yang terjadi di
epidermis dengan sel dendritik Langerhans yang terletak di epidermis
suprabasal berfungsi sebagai sel penyaji utama. Pada manusia, fase
sensilitasi memerlukan waktu 10-14 hari. Setelah terserap, hapten akan
bergabung dengan suatu protein dan terinternalisasi oleh sel langerhans
epidermis. Sel Langerhans tersebut kemudian akan meninggalka
epidermis dan bermigrasi sebagai sel selubung melalui limfatik aferen
ke daerah parakorteks limfonodi regional. Disini, sel Langerhans akan
menyajikan konjungat hapten-hapten yang sudah diproseske limfosit
C4+ untuk menghasilkan populasi sel T CD4+ memori.
2. Fase elistilasi meliputi penarikan limfosit CD4+ dan monosit.
Sel langerhans yang membawa kompleks hapten-hapten akan
bergerak dari epidermis menuju dermis untuk mempresentasikan
kompleks hapten tersebut pada sel T CD4+ memori. Sel T CD4+ aktif
akan melepaskan IFN gamma yang akan menginduksi ekspresi ICAM-1
molekul MHC-1 kelas II pada permukaan keratonosit dan sel-sel endotel
kapiler epitel kulit, serta mengaktivasi keratinosit untuk melepaskan
sitokin inflamasi. Pelepasan sitokin lokal itu akan menarik sel-sel
mononuklear ke daerah sambungan dermoepidermal dan epidermis.

Wahab, Samik., Madarina, Julia. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun.
Jakarta : Widya Medika.

1. Mekanisme reaksi hipersensitivitas Tipe I


Antigen yang masuk kedalam tubuh melalui membram mukosa diproses dan
dipresentasikan oleh sel penyaji antigen pada sel Th. Sel Th2 mensekresi sitokin
yang menginduksi proliferasi sel B san mengarahkan ke dihasilkannya respon IgE
spesifik alergen. IgE, melalui reseptornya berkaitan dan mensensilitasi sel mast.
Bila akhirnya alergen bertemu dengan sel mast, alergen ini akan :
1. Membuat ikatan silang antar IgE pada permukaan sel mast.
2. Menimbulkan influks ion kalsium ke intraseluler yang kemudian akan
memicu degranulasi sel mast dan pelepasan mediator yang telah ada.
3. Menginduksi pembentukan dan pelepasan mediator dari asam
arakhidonat.
Lebih mudahnya, mekanisme dari reaksi hipersensitivitas I ini alah : Presentasi
antigen -> produksi IgE -> aktivasi sel mast -> pelepasan mediator -> efek klinis
2. Mekanisme reaksi hipersensitivitas type II
Antibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel atau jaringan
berinteraksi dengan komplemen dan berbagai sel efektor untuk menimbulkan
kerusakan sel sasaran. Setelah antibodi melekat pada permukaan sel atau jaringan
dia akan mengaktigkan komponen komplemen C1. Selanjutnya sel efektor
mengikat kompleks antibodi melalui reseptor fc-nya. Antibodi yang melekat pada
reseptor fc merangsang fagosit untuk merangsang menghasilkan lebih banyak
leukotrein dan prostaglandin. Sel efektor yang terikat kuat pada sel sasaran dan
diaktifkan penuh dapat mengakibatkan kerusakan yang luas.
3. Mekanisme reaksi hipersensitivitas type III
Kompleks imun mampu memacu berbagai proses radang berikut ini :
1. Kompleks imun berinteraksi dengan sistem komplemen untuk
menghasilkan C3a dan C5a. Fragmen komplemen ini menstimulasi
pelepasan amin vasoaktif, seperti histamin dan 5 hidroksi triptamin, dan
faktor-faktor khemotaktik dari sel mast dan basofil. C5a juga bersifat
khemotsktik untuk basofil, eosinafil dan neutrofil
2. Makrofag dirangsang untuk melepaskan sitokin, terutama TNF alfa dan
IL-I yang amat penting selama reaksi radang.
3. Kompleks imun berinteraksi secara langsung dengan basofil dan
trombosit untuk menginduksi pelepasan amin vasoaktif. Amin vasoaktof
yang dilepaskan oleh trombosit, basofil dan sel mast mengakibatkan
retrasi sel endotel sehingga meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
memungkinkan pengendapan kompleks imun pada dinding pembuluh
darah.
4. Kompleks imun yang mengendap terus membentuk C3a dan C5a

LINK GAMBAR
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/view/2063
Contoh Hipersensitivitas

1. Tipe I
Tipe I reaksi (yaitu, reaksi hipersensitif) melibatkan imunoglobulin E (IgE)
rilis -dimediasi histamin dan mediator lainnya dari sel mast dan basofil.
Contoh termasuk
a. anafilaksis reaksi alergi yang berdampak pada seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan kematian. Reaksi anafilaksis bisa meliputi kesulitan
bernapas, tekanan darah menurun drastis (syok), dan tenggorokan serta
wajah membengkak sehingga dapat berakibat fatal. Jika terjadi, penderita
perlu segera mendapat pertolongan medis.
b. rhinoconjunctivitis alergi.
c. Urtikaria atau biduran, yaitu ruam gatal pada kulit
d. Rhinitis atau reaksi alergi pada saluran pernapasan yang menyebabkan
bersin, hidung tersumbat atau berair, dan gatal.
e. Asma, di mana terjadi penyempitan saluran napas, produksi lendir, dan
peradangan saluran pernapasan, sehingga mengakibatkan sesak napas.

2. Tipe II
Reaksi tipe II (yaitu, reaksi hipersensitivitas sitotoksik) melibatkan
imunoglobulin G atau antibodi imunoglobulin M terikat untuk antigen permukaan
sel, dengan fiksasi komplemen berikutnya.
Contohnya adalah
a. Obat-induced anemia hemolitik.
b. Anemia hemolitik autoimun
c. Penolakan transplantasi organ
d. Penyakit Hashimoto .
e. Goodpasture (perdarahan paru,
anemia)
f. Myasthenia gravis (MG)
g. Immune thrombocytopenia purpura
h. Thyrotoxicosis (Graves' disease
Menurut Samik 2002, Reaksi tipe 2 yaitu :

a. Terhadap sel darah dan trombosit


1. Transfusi darah yang tidak cocok (incompatible). Resipien transfusi tersensitisasi
dengan antigen pada permukaan eritrosit donor.
2. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (HDNB haemolytic disease of the
newborn). Wanita hamil tersensitisasi oleh eritrosit janin.
3. Anemia hemolitik autoimun. Penderita tersentisasi oleh eritrositnya sendiri.
b. Reaksi terhadap antigen jaringan
1. Jantung reumatik
2. Sindrome Goodpasture
3. Pemfigus
4. Miestania gravis

Wahab, Samik.,Madarina Julia. 2002.Sistem Imu, Imunisasi, dan Penyakit

Imun.Jakarta:Widya Medika

3. Type III
Reaksi (yaitu, reaksi kompleks imun) melibatkan kompleks imun beredar
antigen-antibodi yang tersimpan dalam venula postcapillary, dengan fiksasi
komplemen berikutnya.
Contohnya adalah

a. Systemic lupus erythematosus (SLE)


b. Rheumatoid arthritis.
c. The protozoans that cause malaria
d. Cacing yang menyebabkan schistosomiasis dan
filariasis
e. Virus yang menyebabkan hepatitis B, demam
berdarah.
f. "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)
Kasus lain dari reaksi alergi tipe III yang perlu diketahui menyebutkan bahwa
imunisasi atau vaksinasi yang menyebabkan alerg sering disebabkan serum
(imunisasi) terhadap Dipteri atau Tetanus. Gejalanya disebut juga Syndroma
Sickness yaiu :
- Fever
- Hives/ Urticaria
- Arthritis
- Protein in the urine

4. Tipe IV
Reaksi (yaitu, reaksi hipersensitivitas tertunda, imunitas diperantarai sel) yang
dimediasi oleh sel T bukan oleh antibodi.
Contohnya adalah dermatitis kontak dari poison ivy atau alergi nikel.

Daftar Pustaka

Adrian, Kevin. 2018. Seperti Apa Kondisi Hipersensitivitas?.

https://www.alodokter.com/seperti-apa-kondisi-hipersensitivitas .[Diakses pada 5 April

2018]. [Pukul 15.00].

Buelow, et al. Medscape. 2015. Immediate Hypersensitivity Reactions.

https://emedicine.medscape.com/article/136217-overvie .[Diakses pada 5 April 2018].

[Pukul 14.10 WIB].

Hikmah, N. dan I. D. A. R. Dewanti. 2010. Seputar Reaksi Hipersensitivitas (Alergi).

Stomatognatic (J.K.G Unej). 7(2) : 108-12.

Anda mungkin juga menyukai