Anda di halaman 1dari 19

REAKSI IMONOPATOLOGI

DISUSUN OLEH :
Kelompok : III ( Tiga)
Anggota :
1. Salwa Zulaika
2. Nabila Rivana
3. Riska Pramita
4. Anaysa Salsabil
5. Tasya Alraudha
6. Murazatul Aini
7. Putri Alfi Yasri
Reaksi Hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi imun yang


patologik sehingga terjadinya kerusakan jaringan imun
yang berlebihan
Tipe Manifestasi Mekanik

I Reaksi hipersensitivitas cepat Biasanya IgE

II Antibodi terhadap sel IgG atau IgM

III Kompleks Ab-Ag IgG (Terbanyak) atau IgM

IV Reaksi hipersensitivitas lambat Sel T yang disensitasi


Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
 Sifatnya segera

 Juga disebut Reaksi Anafilaktik

 Patofis : pengikatan Ag dengan IgE pada permukaan


melepaskan mediator alergi ,sel mast vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, kontraksi otot polos, dan
eosinofilia

 Contoh klinis : asma ekstrinsik, rinitis alergika, reaksi


sengatan serangga, reaksi alergi obat/makanan, urtikaria,
eczema
 Biasanya disebut juga dengan reaksi alergi
 Reaksi yang terjadi sangat cepat, bisa secara lokal
maupun sistemik

 Sel yang paling berperan adalah mast cell dan IgE pada
manusia, sedangkan pada spesies lain dapat dijalankan
oleh IgG.

 Sifat kecenderungan untuk alergi (atopi) faktor penguat


 Mediator primer: yang terkandung dalam→ granula sel
mast (histamin, serotonin, protease)

 Mediator sekunder: golongan lipid, berasal dari


pemecahan bagian lipid dinding sel mast yang
mengakibatkan aktivasi enzim fosfolipase, kemudian
membentuk asam arakidonat (bradykinin, sitokin,
prostaglandin)

 Dampak alergi
 Dampak Reaksi Alergi :
1.Anafilatosis lokal (alergi atopik) - batuk,mata
berair,bersin (saluran pernapasan) - Akumulasi mukus
di paru2 dan kontraksi otot polos yg mempersempit
jalan udara (asma) - Kulit merah/pucat, urtikaria
(makanan) Shock
2. Anafilatoksis sistemik anafilaktik
 Sulit bernafas
 Tekanan darah turun
 Cairan tubuh keluar ke jaringan→peningkatan
Permeabilitas pemb. darah
Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
 Dependen komplemen

 Disebut juga Reaksi Sitotoksik

 Patofis : pengikatan IgG atau IgM dengan Ag seluler


→mengaktifkan rangkaian komplemen
fagositosis/sitolisis

 Contoh klinis: anemia pernisiosa, anemia hemolitik


autoimun, trombositopenia, reaksi obat (sebagian), reaksi
tranfusi, dan myasthenia gravis.
 Reaksi didasari oleh reaksi antibodi spesifik dengan
antigen yang terdapat di permukaan sel atau jaringan

 Erat kaitannya dengan reaksi terhadap sel klon baru (sel


target):

 Sel tumor

 Sel yang terinduksi virus

 Sel yang terpapar mutagen

 harus→ cacat DNA →sel target → dimusnahkan


agar tidak menimbulkan penyakit.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
 Disebut juga Reaksi Kompleks Imun

 Patofis : kompleks imun (AbAg) beredar dalam darah


mengendap dalam jaringan (paling sering : ginjal,
persendian, kulit, pembuluh → respon imun →darah)
kerusakan jaringan sekitar

 Contoh klinis : SLE, RA, poliarteritis.


 pembentukan→Reaksi kompleks imun reaksi→kompleks
imun yang menetap hipersensitivitas 3 golongan keadaan
imunopatologik

 Menifestasi : vasodilatasi, agregasi

 Ab berlebih trombosit, infiltrasi hebat sel PMN, eritema,


edema (Reaksi Arthus) glomerulonephritis, demam,

 Sistemik nyeri, malaise, gatal,arthritis,rheumatik,


penyakit jantung.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
 Disebut juga Reaksi Lambat

 Patofis : antigen diproses makrofag sel T


melepaskan→dihantarkan pada sel T akumulasi sel-sel
radang→berbagai sitokin

 Contoh klinis : dermatitis kontak, penolakan alograft,


sensitivitas obat

 Terjadi akibat adanya infeksi mikroorganisme yang


bersifat intraseluler atau antigen tertentu
 Mikroorganisme/antigen

 Dimediasi oleh efektor sel T yang spesifik terhadap


antigen

 Memerlukan waktu 2-3 hari untuk berkembang

 Penghancuran sel target oleh sel T CD8+ (sitotoksik)

 Makrofag induksi enzim hidrolitik giant cell


multinukleus→patogen intrasel
Defisiensi Imun
No Defisiensi Sistem Imun Penyakit yang menyertai

1 Sel B atau Antibodi Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media,


pneumonia rekuren

2 Sel T Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur,


dan protozoa

3 Fagosit Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan


biasa mempunyai virulensi rendah Infeksi bakteri
piogenik

4 Komplemen Infeksi bakteri, autoimunitas


 Nama lain : IMMUNODEFISIENSI

 Keadaan dimana terjadi penurunan atau ketidak adaan


respon imun normal

 Dapat terjadi secara primer dan sekunder

 Primer: kelainan genetik yang diturunkan

 Sekunder: infeksi, radiasi, sitostatika, akibat pengobatan


kemoterapi, imunosupresan
 Imunidefisiensi dapat dibedakan berdasarkan komponen
sistem imun yang terjangkit:

• Defisiensi imunitas humoral (sel B)

• Defisiensi imunitas seluler (sel T)

• Defisiensi imunitas humoral dan seluler (sel B dan sel T)

• Defisiensi komplemen

• Defisiensi sistem fagositik.


Autoimunitas
 Sistem kekebalan gagal membedakan antara antigen self
(antigen diri) dan antigen non-self (antigen asing),
mengakibatkan terjadinya pembentukan limfosit T dan
B yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi
terhadap antigen self.

 Penyakit autoimun : kerusakan jaringan atau gangguan


fungsi fisiologis akibat respon autoimun
 Faktor yang berperan :
a. Letak anatomi Antigen jauh
b. Gangguan presentasi Ag
c. Ekspresi MHC yang tidak benar (MHC 1 dan 2 sama2 tinggi)
autoimun
d. Aktivasi sel B poliklonal
e. Ekspresi CD-4 yang tidak benar
f. Keseimbangan Th1 dan Th2
g. Faktor lingkungan.

 Penyakit autoimun paling banyak diderita masyarakat: rematik,


psoriasis, lupus, diabetes melitus tipe 1, penyakit radang usus 1,
sklerosis ganda

Anda mungkin juga menyukai