Anda di halaman 1dari 33

PATOFISIOLOGI pada

GANGGUAN SISTEM IMUN


Ns. Anna Kurnia, M.Kep
POIN…

Reaksi Hipersensitivitas

Autoimun

Defisiensi sistem imun


Reaksi Hipersensitivitas
Adalah respon imun berlebihan yang
menimbulkan kerusakan jaringan yg
dapat membahayakan host
Terdiri dari (berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun):
a. Reaksi Hipersensitivitas tipe I (reaksi
alergi/anafilatik)
b. Reaksi Hipersensitivitas tipe II
(sitotoksik)
c. Reaksi Hipersensitivitas tipe III (imun
kompleks)
d. Reaksi Hipersensitivitas tipe IV
(delayed hypersensitivity)
Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi Alergi)

• Terjadi hanya dalam waktu beberapa menit setelah


Ag bergabung dgn Ab yg sesuai
• Manifestasi klinis : Anafilaktik sistemik atau alergi
atopi

1. Histamin (mediator utama) 


Mediator yg vasodilatasi, peningkatan
berperan: permeabilitas kapiler dan
kontraksi otot polos

1. Prostaglandin dan Tromboxan 


Prostaglandin  bronkokonstriksi dan dilatasi
serta peningkatan permeabilitas kapiler
Tromboxan  agregasi trombosit
Debu
Pengobatan dan
Pencegahan
 Tujuan : utk menghentikan aksi mediator dgn cara:

◦ mempertahankan jalan napas,

◦ memberikan ventilasi dan

◦ mempertahankan fungsi jantung


 Obat : Epinefrin, antihistamin, kortikosteroid dan kromolin
 Mencegah alergen masuk ke dalam tubuh
Hipersensitivitas Tipe II
 Disebut juga Cytotoxic Antibodi
Reaction
 Melibatkan pengikatan antibodi
(IgG atau IgM) ke antigen
permukaan sel atau molekul
matriks ekstraseluler
 Ab dapat mengaktifkan
komplemen untuk
menghancurkan sel tsb
 Contoh: Pada demam rematik,
sindroma Good pasture
Destruksi keratinosit karena
obat-obatan

Sindroma Good pasture Steven Johnson


syndrome
Hipersensitivitas Tipe III
 Hipersensitivitas Kompleks
Imun
 Ab berikatan Ag  terbentuk
kompleks imun
 IgG terlibat dalam proses ini
dan aktivasi komplemen 
pelepasan mediator dan
peningkatan permeabilitas
vaskuler
 Terjadi khas 4-10 jam
 Contoh: Reaksi arthus,
Glomerulonefritis

Defisiensi imun
Hipersensitivitas Tipe IV
•Disebut juga hipersensitivitas tipe lambat
•Fungsi limfosit T tersensitisasi scr spesifik, bukan mrpk
fungsi Ab
•Respon dimulai beberapa jam (atau beberapa hari)
setelah kontak dgn Ag
•Contoh:
1. Hipersensitivitas Kontak
2. Hipersensitivitas Tipe Tuberkulin
Reaksi Hipersensitivitas
I,II,III,IV
Autoimun
Sistem kekebalan gagal
membedakan antara antigen self
(antigen diri) dan antigen non-self
(antigen asing), mengakibatkan
terjadinya pembentukan limfosit T
dab B yang auto reaktif dan
mengembangkan reaksi terhadap
antigen self
Beberapa Jenis Penyakit
Imun
Systematic Lupus Eritematous (SLE)
Gangguan autoimun kronis yang
mempengaruhi kulit, sendi dan organ lainnya
Multiple Sclerosis
Gangguan autoimun yang mempengaruhi otak
dan sistem saraf pusat tulang belakang
Mystenia Gravis
Gangguan neuromuskuler yang menyebabkan
gangguan otot dan saraf
DM Tipe 1
Ketidakmampuan tubuh membentuk insulin
Penyakit Addison
Kelenjar adrenal tidak mampu memproduksi
cukup hormon
Defisiensi Sistem
Imun=Imunodefisiensi
Kondisi penurunan atau ketiadaan respon imun
normal
Primer : kelainan genetik yang diturunkan
Sekunder : infeksi, radiasi, sitostatika,
imunosupresan
Imunidefisiensi dapat dibedakan berdasarkan
komponen sistem imun yang terjangkit:
a. Defisiensi imunitas humoral (sel B)
b. Defisiensi imunitas seluler (sel T)
c. Defisiensi imunitas humoral dan seluler (sel B
dan sel T)
d. Defisiensi komplemen
e. Defisiensi sistem fagositik
Reaksi Penolakan Jaringan
Transplantasi
AUTOGRAFT: transplantasi dari jaringan
diri sendiri
SYNGENEIC/ISOGRAFT: transplantasi dari
jaringan donor dengan genetik identik
ALLOGRAFT/ALLOGENIC/ HOMOGRAFT:
transplantasi jaringan dari spesies sama,
genetik tidak identik
XENOGRAFT/XENOGENIC/
HETEROGRAFT: transplantasi jaringan
dari spesies yang berbeda
Adanya peran sistem imun dapat
disimpulkan dari fenomena first set
rejection dan second set rejection
First set rejection: penolakan yang timbul
pada transplantasi pertama dengan
jaringan allograft, dan terjadi beberapa
selang waktu setelah transplantasi
Second set rejection: penolakan pada
transplantasi ulangan dengan allograft
yang sama, dan terjadi lebih cepat
daripada first set rejection
Jenis Reaksi Penolakan
Menurut saat terjadinya dan mekanismenya,
reaksi penolakan terbagi atas:
1. HIPERAKUT: terjadi segera setelah
transplantasi berlangsung atau pada saat
transplantasi sedang dilakukan
2. AKUT: terjadi setelah beberapa hari
transplantasi dilakukan
3. KRONIK: timbul setelah organ
transplantasi berfungsi normal selama
beberapa bulan dan saat pengobatan
imunosupresi dihentikan
DASAR PEMERIKSAAN
LABORATORIUM IMUNOLOGI

1. Uji respon imunologik non spesifik

Macam : 2. Uji respon imunologik spesifik

3. Uji interaksi antigen-antibodi


1. Uji respon imunologik non spesifik

►Seluler
• Kuantitatif  pe atau pe jumlah leukosit,
monositosis, eosinofilia
• Kualitatif  uji hambatan migrasi leukosit, uji
gangguan fagositosis, uji fungsi membunuh
mikroba
►Humoral
• Kadar CRP  me > 100 x pd infeksi atau
kerusakan jaringan
• Kadar komplemen  C3, C4, faktor B, properdin
2. Uji respon imunologik spesifik

► Seluler
1. Kualitatif : uji transformasi limfosit (dg PHA & con
A), uji sitotoksisitas, uji produksi limfokin
2. Kuantitatif  tes rosette (Sebuah tes penapisan
kualitatif untuk mendeteksi signifikan-10-
foetomaternal perdarahan ml, dimana sel-sel indikator
bentuk yang mudah)
► Humoral
Elektroforesis protein : Elektoforesis merupakan metode
yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul
yang bermuatan berdasarkan kecepatan migrasinya
dalam suatu medan listrik. Elektroforesis memiliki
beberapa kegunaan yaitu untuk mengetahui ukuran
fragmen DNA, pemurnian DNA, dan memisahkan
fragmen DNA yang berbeda ukuran
Imuno elektroforesis : suatu metode untuk menganalisis
campuran antigen (protein) dan antibodinya. Protein
digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis) untuk
dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli
agar tempat setiap protein membentuk garis presipitin
dengan antibodinya.
Elektrpforesis protein Imuno elektroforesis
3. Uji interaksi antigen-antibodi

1. Reaksi presipitasi
 Untuk antibodi/antigen terlarut  terbentuk presipitat
(gumpalan)
 Jumlah antigen & antibodi harus seimbang
2. Reaksi aglutinasi
 Untuk antibodi/antigen btk partikel  terbentuk
aglutinasi
 Jumlah antigen & antibodi hrs seimbang
 Untuk pemeriksaan : Widal, gol darah, tes kehamilan

3. Interaksi Antigen-antibodi tingkat molekuler

 RIA (radio immunoassay) : penentuan berdasarkan reaksi


imunologi yg menggunakan alat RIA (Contoh : untuk
mendeteksi fungsi ginjal, fungsi tiroid)

 ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay) : deteksi


patogen yg mendasarkan pada reaksi antibodi & antigen
RIA (Radio Immunoassay)
ELISA
Pathway
PatofisiologiHIV – AIDS
Patofiologi SLE
TERIMA KASIH
Post Test
1. Andi mengalami luka dilengannya.
Sinta menyentuh lukanya ketika
sinta membantunya memberikan
pertolongan pertama. Gaya hidup
Andi mengindikasikan ke arah risiko
HIV. Dapatkah kira menghindari agar
tidak terinfeksi dengan HIV?
a. Yes
b. No
2. Semua orang yang memiliki HIV
dapat berkembang menjadi AIDS
dalam 10 tahun.
a. Benar
b. Salah
3. Hiv dapat menular melalui
transfusi darah selama
pembedahan jika darah tersebut
terkontaminasi.
a. Benar
b. Salah
4. HIV dapat menular ketika
berenang dengan orang yang
terkontaminasi HIV di kolam yang
sama
a. Benar
b. Salah
5. Orang yang sehat dapat
terinfeksi HIV dari penggunaan
toilet yang sama dengan orang
yang telah terkontaminasi HIV.
a. Benar
b. Salah
6. Mungkinkah HIV dapat diperoleh
dari tatoo?
a. Benar
b. Salah
7. Ibu hamil dengan HIV dapat
menularkan HIV pada bayi nya.
a. Benar
b. Salah

Anda mungkin juga menyukai