Anda di halaman 1dari 18

ILMU PENYAKIT BAKTERI DAN JAMUR

PENYAKIT ANTHRAX

oleh:

I Made Robi ( 1209005125)


Vadiq Reafles Toelle ( 1309005142)
Richard Chiristian Daud ( 1709511001)
I Gede Arya Mas Sosiawan ( 1709511002)
Putu Yunika Cahyanti ( 1709511004)
Regina B Br Ginting (1709511005)
Doni Damar (1709511006)
Agustina Lesmauli Nazara (1709511007)
Jeremy Christian Luwis (1709511008)
Salsabila Qutrotu’ain (1709511009)
I Gusti Ayu Puji Mahasanti (1709511010)
Ni Komang Ade Juliantari (1709511011)
Kadek Soma Apriliana (1709511012)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai pada apa yang
diharapkan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah “Ilmu Penyakit Bakteri dan Jamur”.
Dengan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam paper ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan
yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini. Semoga paper
ini dapat berguna dari kami untuk kita semua.

Denpasar, 21 Februari 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Halaman judul
Kata Pengantar................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
Daftar Gambar................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan..........................................................................................1
1.1 Latar belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................2
1.3 Tujuan penulisan..........................................................................2
1.3 Manfaat penulisan........................................................................2
Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................3
2.1 Etiologi Penyakit Anthrax............................................................3
2.2 Patogenitas penyakit Anthrax.......................................................5
2.3Hewan yang rentan Penyakit Anthrax...........................................7
2.4 Gejala klinis penyakit Anthrax.....................................................7
2.5 Diagnostik penyakit Anthrax........................................................8
2.6 Pencegahan dan pengobatan penyakit Anthrax............................10
Bab III Penutup..............................................................................................13
3.1 Kesimpulan..................................................................................13
3.2 Saran............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14
Lampiran Jurnal

ii
Daftar Gambar

Gambar1. Morfologi Bakteri Bacillus Anthracis............................................3


Gambar 2 . Pathogenesis Penyakit Anthrax...................................................6
Gambar 3. Uji serologi ascoli......................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Anthrax adalah penyakit infeksi serius dan langka yang
disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini termasuk dalam family
Bacillaceae yang berbentuk batang, gram- positif, aerobic, tidak motil dan
memiliki kapsul. Bakteri Bacillus antrachis dapat ditemukan secara alami di
tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan spora dan sporanya dikenal dengan
kemapuannya yang tahan panas. Saat spora masuk ke dalam tubuh hewan atau
manusia, spora menjadi aktif. Spora aktif tersebut lalumulai membelah diri,
menghasilkan racun, menyebarkannya ke suluruh tubuh dan menyebabkan
penyakit serius. Jika spora terhirup oleh hewan yang peka ataupun terhirup oleh
manusia dapat menyebabkan infeksi serius pada saluran dan organ pernafasan,
bahkan menyebabkan kematian. Selain menginfeksi pernafasan bakteri ini juga
dapat menginfeksi kulit, dengan menimbulkan lesi atau jejas. Bakteri Bacillus
antrachis mudah ditumbuhakn pada berbagai media. Bakteri ini ditumbuhkan
pada media yang mengandung darah tanpa antibiotika. Koloni B. antrachis pada
media tampak sebagai koloni yang besar,opak,putih keabu-abuan dengan tepi tak
beraturan. Pada pengamatan mikroskop, koloni tersusun seperti susunan rambut
sehingga sering disebut sebagai bentuk kaput medusa. Bakteri ini mampu
memfermentasi glukosa dan menghidrolisa gelatin tetapi tidak memfermentasi
manitol,abrabinosa dan xilosa. Selain itu bakteri ini menghasilkan lesitinase,
sehingga membentuk zona opa jika ditumbuhkan pada media EYA ( Egg Yokl
Agar).
Wabah Anthrax pada umunya ada hubungannya dengan tanah netral atau
berkapur yang alkalis yang menjadi daerah incubator kuman tersebut. Didaerah-
daerah tersebut, spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan
serasi bagi pertumbuhannya. Hal ini meliputi tersedianya makanan, suhu,
kelembaban tanah dan dapat mengatasi persaingan biologik. Bila keadaan

1
menguntungkan bakteri ini akan terus berkembang dan menghasilkan spora lebih
banyak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Etiologi penyakit Anthrax ?
1.2.2 Bagaimana Patogenesis penyakit anthrax ?
1.2.3 Apa saja hewan yang rentan terkena penyakit Anthrax ?
1.2.4 Bagaimana gejala klinis, yang ditunjukkan pada masing-masing hewan
yang rentan terhadap penyakit anthrax
1.2.5 Bagaimana cara mendiagnostik penyakit anthrax ?
1.2.6 Bagaimana cara pencegahan penyakit anthrax ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Etiologi penyakit anthrax.
1.3.2 Untuk mengetahui Patogenesis penyakit antrhrax.
1.3.3 Untuk mengetahui hewan apa saja yang rentan terhadap penyakit
anthrax.
1.3.4 Untuk mengetahui gejala klinis masing- masing hewan yang rentan
terhadap penyakit anthrax.
1.3.5 Untuk mengetahui cara mendiagnostik penyakit anthrax.
1.3.6 Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit antrax.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi penyakit anthrax.
1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui Patogenesis penyakit anthrax.
1.4.3 Mahasiswa dapat mengetahui hewan apa saja yang rentan terhadap
penyakit anthrax.
1.4.4 Mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis masing – masing hewan
yang rentan terhadap penyakit anthrax.
1.4.5 Mahasiswa dapat mengetahui cara mendiagnostik penyakit antrax.
1.4.6 Mahasiswa dapat mengetahui cara pencegahan penyakit anthrax.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Penyakit Anthrax 2

Penyakit anthrax disebabkan oleh Bacillus anthracis yang termasuk


genus Bacillus. Bacillus anthracis merupakan kuman berbentuk batang, aerobik,
Gram positif, tidak berflagel, dengan ukuran kira-kira 1-1,5 kali 3-5 mikrometer. Pada
sediaan yang berasal dari darah atau binatang terinfeksi, kuman tampak berpasangan
atau tunggal.Kapsul kuman dibentuk pada jaringan terinfeksi, namun tidak in vitro
kecuali dibiak di media yang mengandung bikarbonat dan dieram pada lingkungan 5-
7% CO2.

Gambar 1. Morfologi Bakteri Bacillus Anthracis

Kuman mudah tumbuh pada berbagai media. Untuk mendapatkan koloni


yang karakteristik, kuman sebaiknya ditumbuhkan pada media yang mengandung
darah tanpa antibiotika. Kuman tumbuh subur pada pH media 7.0-7.4 dengan
lingkungan aerob. Suhu pertumbuhan berkisar antara 12-45°C tetapi suhu
optimumnya 37°C. setelah masa inkubasi 24 jam, koloni kuman tampak sebagai
koloni yang besar, opak, putih-keabu-abuan dengan tepi tak beraturan. Di bawah
mikroskop, koloni tersusun seperti susunan rambut sehingga sering disebut sebagai
bentuk kaput medusa. Koloni kuman bersifat sticky sehingga jika diangkat dengan
sengkelit akan membentuk formasi seperti stalaktit
3 (beaten egg-whites appearance)

Menurut Jawetz (2010), kuman antraks tidak menyebabkan hemolisis darah


domba dan reaksi katalasanya positif. Kuman mampu meragi glukosa dan
menghidrolisa gelatin tetapi tidak meragi manitol, arabinosa dan xilosa. Karena
menghasilkan lesitinasa, maka kuman yang ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk
Agar) akan membentuk zona opaq. Terdapat tiga jenis antigen pada kuman antraks,
yaitu:

a. Antigen polipeptida kapsul; Antigen kapsul merupakan molekul besar dan


tersusun atas asam D-glutamat. Sampai saat ini diketahui hanya ada satu tipe
antigen kapsul. Kapsul berperan dalam penghambatan fagosistosis kuman
dan opsonisasinya.

b. Antigen Somatik yang merupakan komponen dinding sel; Antigen somatik


merupakan polisakarida yang mengandung D-galaktosa dan N-asetil
galaktosamin. Antigen somatik ini bereaksi silang dengan darah golongan A
dan pneumokokus tipe 14. Antibodi terhadap antigen somatik tidak bersifat
melindungi.

c. Antigen Toksin Menurut Jawetz (2010), Virulensi kuman antraks ditentukan


oleh dua faktor, yaitu kapsul kuman dan toksin. Toksin kuman yang
ditemukan pada tahun 1950-an oleh Smith dan Keppie, terdiri dari tiga
komponen yaitu:

1. Faktor I (faktor edema atau EF);

2. Faktor II (faktor antigen protektif atau PA)

3. Faktor III (faktor letal atau LF)

Toksin kuman antraks pada pejamu akan menyebabkan kematian fagosit,


edema, kematian jaringan, dan perdarahan. Ketiga faktor ini jika berdiri sendiri-
sendiri tidak toksis. PA akan membentuk kompleks dengan EF menjadi toksin edema.
PA juga membentuk kompleks dengan LF menjadi
4 toksin edema. PA juga membentuk
kompleks dengan LF menjadi toksin letal. Peran PA tampaknya memfasilitasi
masuknya EF dan LF ke dalam sel dengan jalan berikatan dengan reseptor seluler.
Ikatan PA dengan reseptor selulernya membentuk saluran yang memungkinkan EF
dan LF masuk ke dalam sel. EF merupakan enzim adenilsiklasa inaktif. Aktivasi EF
terjadi oleh kalmodulin seluler dan setelah diaktivasi, EF akan mempercepat
perubahan ATP menjadi cAMP. Kemampuan EF mengubah ATP menjadi cAMP jauh
lebih kuat dibanding dengan toksin kuman kolera. LF merupakan metaloproteasa dan
menjadi faktor virulensi utama kuman. Penyuntikan toksin letal pada mencit akan
memyebabkan kematian dalam 38 menit. Dengan mekanisme tersebut, menjelaskan
jika antibodi terhadap PA bersifat protektif. Ikatan antibodi dengan PA menyebabkan
EF dan LF tidak dapat masuk ke dalam sel (Garcia,2010).
Spora dibentuk di tanah, jaringan/ binatang mati dan tidak terbentuk di
jaringan dan darah binatang hidup. Spora yang merupakan endospora berkisar 1-2
mikrometer, sehingga sukar tersaring oleh mekanisme penyaringan di saluran
pernapasan atas. Dalam tanah, spora dapat bertahan 40 sampai 60 tahun. Ini yang
menyebabkan risiko penyebarannya sangat tinggi, melalui rumput yang dimakan
hewan, khususnya ternak berkuku genap seperti kerbau atau sapi (Lane,2008). Spora
antraks tahan terhadap pengaruh panas, sinar ultraviolet dan beberapa desinfektan.
Endospora dapat dimatikan dengan cara otoklaf pada suhu 120°C selama 15 menit.
Bentuk vegetatifnya mudah dimatikan pada suhu 54°C selama 30 menit.

2.2 Patogenesis Penyakit Anthrax

Infeksi dimulai dengan masuknya endospora kedalam tubuh. Endo


spora dapat masuk melalui abrasi kulit, tertelan atau terhirup udara pernapasan.
Setelah endospora masuk kedalam tubuh sapi, melalui luka pada kulit, inhalasi
(ruang alveolar) atau makanan (mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh
makrofag dan dibaw a ke kelenjar getah bening regional. Pada anthrax cutaneus dan
gastrointestinal terjadi germinasi tingkat rendah di lokasi primer yang menimbulkan
edema lokal dan nekrosis.Endospora akan mengalami germinasi di dalam makrofag
menjadi bentuk vegetatif. Bentuk vegetative akan keluar dari makrofag,
berkembangbiak di dalam sistem limfatik,5 mengakibatkan limfa denitis hemoragik
regional, kemudian masuk kedalam sirkulasi,dan menyebabkan septikemia.
Gambar 2 . Pathogenesis Penyakit Anthrax

Faktor virulensi utama B.anthracis dicirikan (encoded) padadua plasmid


virulenya yaitu pXO1dan pXO2. Plasmid pXO1 mengandung gen yang memproduksi
kompleks toksin antraks berupa faktor letal, faktor edema, dan antigen protektif.
Antigen protektif merupakan komponen yang berguna untuk berikatan dengan
reseptor toksin antraks (ATR = Anthrax Toxin Receptor) di permukaan sel. Setelah
berikatan dengan reseptor maka oleh furin protease permukaan sel, antigen protektif
yang berukuran 83-kDa itu membelah menjadi bentuk 63-kDa dan selanjutnya bentuk
itu akan mengalami oligomerisa simenjadibentuk heptamer.
Pembelahan antigen protektif diperlukan agar tersedia tempat pengikatan FL
dan atau FE. Antigen protektif yang telah mengalami pembelahan, bersama
reseptornya akan melakukan pengelompokan ke dalam lipid rafts sel kemudian
mengalami endositosis. Melalui lubang yang terbentuk terjadilah translokasi FE
dan FL kedalam sitosol yang selanjutnya dapat menimbulkan edema, nekrosis,
danhipoksia. FE merupakan calmodulin-dependent adenylatecyclase yang mengubah
adenosine triphosphate (ATP) menjadi cy-clic adenosine monophosphate (cAMP)
yang menyebabkan edema. FE menghambat fungsi netrofil dan aktivitas oksidatif
6
selpolimor monuklear (PMN). FL merupakan zinc metal-loprotease yang
menghambat aktifitas mitogen-activated protein kinase kinase (MAPKK) in vitro
dan dapat menyebabkan hambatan signal intraselular. FL menyebabkan makrofag
melepaskan tumor necrosis-α (TNF-α) dan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan salah
satu faktor penyebab kematian mendadak.Sebagai respon terhadap toxin, tubuh akan
membentuk cytokines (TNF-α, dan IL-1) dan vasodilator substance (nitric oxide,
prostaglandin E, prostacycline) yang disebut juga proinflamatory cytokines. Pada
waktu yang bersamaan tubuh membentuk anti inflamatory cytokines (IL-10, IL-11,
IL-13 dsb). Bila keduanya seimbang akan terjadi homeostasis, bila proinflamatory
lebih dominan, maka akan terjadi Systemic InflamatoryRespons (SIRS). Plasmid
pXO2 mengkode tiga gen (capB, capCdancapA) yang terlibat dalam sintesis kapsul
polyglutamyl. Kapsul menghambat proses fagositosis bentuk vegetative B.anthracis.

2.3 Hewan yang rentan tekena penyakit Anthrax

Menurut penelitian, kerentanan hewan terhadap penyakit anthrax dapat dibagi dalam
beberapa kelompok sebgai berikut :

1. Hewan pemamah biak, terutama sapi, domba dan kambing, kemudian kuda,
rusa, kerbau dan pemamah biak liar lainnya sangat rentan
2. Marmut dan mencit juga sangat rentan
3. Babi tidak begitu rentan, tapi mungkin terinfeksi penyakit ini
4. Anjing, kucing, tikus dan sebagian besar bangsa burung, relative tidak rentan
tetapi dapat diinfeksi secara buatan
5. Untuk hewan berdarah dingin(jenis reptilia) sama sekali tidak rentan

2.4 Gejala Klinis masing- masing hewan yang rentan

Anthrax pada hewan dapat ditemukan dalam bentuk perakut, akut, subakut
sampai dengan kronis. Gejala klinis yang muncul pada setiap hewan adalah :

2.4.1 Ruminansia
7
Hewan ruminansia biasanya berbentuk perakut dan akut, kuda
biasanya berbentuk akut. Gejala penyakit pada bentuk perakut berupa
demam tinggi (42 °C), gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi,
kolaps, ambruk dan kematian secara cepat. Darah yang keluar dari lubang
kumlah (anus, hidung, mulut atau vulva) berwarna gelap dan sukar
membeku. Bentuk akut biasanya menunjukan gejala depresi, anoreksia,
demam, nafas cepat, peningkatan denyut nadi, kongesti membran mukosa.
Pada kuda terjadi enteritis, kolik, demam tinggi, menyebabkan
kebengkakan pada tenggorokan, depresi dan kematian terjadi dalam waktu
48 – 96 jam.
2.4.2 Hewan lain

Pada anjing, kucing dan babi biasanya berbentuk subakut sampai


dengan kronis. Gejala klinis yang muncul pada bentuk subakut sampai
dengan kronis, terlihat adanya pembengkakan pada lymphoglandula
pharyngeal karena bakteri anthrax terlokalisasi di daerah itu. Pada babi
biasanya terjadi faringitis.

2.5 Cara Mendiagnostik Penyakit Anthrax

Dalam mendiagnosa anthrax, pemeriksaan awal adalah untuk menyingkirkan


kemungkinan penyakit-penyakit lainnya yang memiliki gejala serupa, misalnya flu
atau pneumonia dengan gejala yang mirip anthrax inhalasi. Diagnosis anthrax
berdasarkan gejala klinis sulit untuk ditentukan. Pada anthrax perakut adanya
kematian mendadak pada hewan bisa dikacaukan dengan kejadian keracunan.
Penyakit antraks didiagnosis berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, riwayat
paparan berisiko tinggi, dan dengan memastikan penyakit lain bukan penyebab gejala
Anda.Cara terbaik mendiagnosis secara a kurat, dapat dilakukan pemeriksaan kulit,
darah, dan feses untuk mencari bakteri B. anthracis.Sementara untuk X-ray atau
computed tomography (CT) dada, endoskopi, dan suntikan spinal juga dapat
dilakukan untuk menunjang pemeriksaan fisik. Diagnosis berdasarkan gejala klinis
yang terlihat harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan secara laboratorium. Teknik
8
pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium dapat berupa :
2.5.1 Pemeriksaan mikroskopis sediaan ulas darah perifer

Uji ini merupakan cara yang sederhana dan tepat apabila hewan masih
dalam keadaan sakit atau baru saja mati dan selama belum terjadi
pembusukan. Bakteri berbentuk batang besar, gram positif, biasanya tersusun
tunggal, berpasangan atau berantai pendek dan tidak terdapat spora.
Pewarnaan Gram dan Giemsa tidak dapat mendeteksi kapsul. Kapsul dapat
dideteksi dengan pewarnaan polychrome methylene blue. Pada pewarnaan ini,
kapsul terlihat berwarna pink sementara sel bacillus terlihat berwarna biru tua.
Sel-selnya terlihat berpasang-pasangan atau rangkaian pendek.

2.5.2 Pembiakan dan identifikasi . B anthraxis


Pembiakan B anthraxis dapat menggunakan media 5-7% sheep blood
Agar atau Horse Blood Agar yang merupakan medium diagnostic pilihan
meskipun mampu tumbuh pada semua tipe Nutrien Agar. Selanjutnya
dilakukan identifikasi B. anthraxis yang dapat diikuti dengan uji untuk
diagnose phage gamma dan kerentanan terhadap penicillin dan induksi kapsul.
Uji ada tidaknya motility merupakan uji tambahan yang dapat dilakukan.

2.5.3 Konfirmasi virulensi dengan PCR ( polymerase chain reaction )


Teknik PCR mulai digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya
gen factor virulensi (kapsul dan toksin PA). Jadi dalam hal ini dapat dipastikan
suatu isolate adalah virulen atau tidak. Metode ini relative cepat dengan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.

2.5.4 Pemeriksaan serologik


Pemeriksaan serologic dapat dilakukan dengan beberapa uji
diantaranya: uji presipasi Ascoli yang sangat berguna untuk menentukan
jaringan tercemar anthrax, enzyme linked immunosorbent assay (ELIZA)
untuk deteksi antibodi, uji hipersensitivitas (Anthraxin) sebagai refleksi
adanya cell-mediated immunity. Uji serologik bertujuan untuk mendeteksi
termostabilitas antigen anthrax pada
9 jaringan hewan yang digunakan pada
produk samping. Uji termopresipitasi Ascoli sangat berguna untuk
menentukan jaringan yang tercemar anthrax. Untuk uji ascoli diperlukan
serum presipitasi bertiter tinggi. Jaringan tersangka di ekstrasi dengan air
dengan cara perebusan ,atau dengan penambahan kloroform. Cairan jernih
yang diperoleh mengandung protein Anthrax, jika jaringan tersebut
mengandung kuman Anthrax cairan tersebut disebut pesiptinogen yang
diperlukan secara pelan-pelan dengan serum presipitasi (presipitin) dalam
tabung sempit. Reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya cincin putih
pada batas pertemuan antara kedua cairan tersebut.

Gambar 3. Uji serologi ascoli

2.6 Pengendalian terhadap Penyakit Antrax

Pengendalian terhadap penyakit antrax bias melalui berbagai hal yakni


pencegahan dan pengobatan maupun pemberantasan.
2.6.1 Pencegahan
Perlakuan terhadap hewan yang terkena penyakit antrax dilarang untuk
dipotong, bagi daerah bebas antrax, tindakan pencegahan didasarkan pada
pengaturan yang ketat terhadap pemasukan hewan kedaerah tersebut, antrax pada
hewan ternak juga bias dilakukan pencegahan melalui vaksinasi.
10
1. Vaksinasi
Pencegahan antrax di daerah endemic dilakukan dengan cara vaksinasi.
Vaksin antrax yang digunakan di Indonesia saat ini adalah vaksin aktif. Daya
proteksi vaksin antrax pada ternak ditentukan oleh respon imun terhadap
protective antigen (PA), sedangkan dua komponen toksin nlainnya adalah LF
dan EF yang berperan kecil dalam memberikan proteksi. Antigen lainnya
adalah kapsul dan dinding sel belum diidentifikasi berperan dalam proteksi
(WHO, 1998). Vaksin antrax masa mendatang harus dapat menstimulasi
imunrespon seluler dan imunrespon humeral (WHO, 1998).
Vaksinasi pada ternak di Indonesia umunya menggunakan vaksin spora
hidup yang mengandung B.antrachis galur 34F2, bersifat toksigenik dan
tidak berkapsul. Vaksinini kira - kira mengandung 10 juta spora per ml yang
disuspensikan dalam larutan 50% gliserin-NaCl fisiologis mengandung 0,5%
saponin. Gliserin dan saponin digunakan sebagai pelarut dan adjuvant dalam
vaksin ini, juga dapat memengaruhi kinerja vaksin.
Bibit vaksin harus dipelihara secara hati-hati agar varian B.antrachis
yang tidak berkapsul dapat kehilangan kemampuan imunogeniknya dalam
subkultur (Sterne, 1959). Namun demikian, galur bibit vaksin tersebut juga
dapat mempertahankan virulensinya pada ternak kambing, domba dan lama
sehingga dapat menyebabkan efek shock anaphilaktik karena masih dapat
menghasilkan toxin.
Vaksin antrax yang direkomendasikan WHO di masa mendatang antara
lain vaksin subunit, vaksin rekombinan, deleted mutans, dan vaksin DNA.
Vaksin subunit merupakan vaksininaktif yang hanya mengandung PA. PA
rekombinan pada B.subtilis perlu dikembangkan untuk meminimalisasi
kontaminasi toxin lain yang dihasilkan B.antrachis. Vaksin rekombinan
merupakan hasil manipulasi secara genetic suatu mikroorganis meter tentu
yang dapat membawa gen PA dari B.antrachis. Vaksin DNA merupakan
vaksin yang mengandung plasmid DNA B.antrachis.
11
2. Investigasi
Investigasi merupakan salah satu langkah dalam cara pengendalian
antrax, khususnya di daerah endemik. Untuk memprediksi kejadian penyakit
harus diketahui sejarah dan daerah endemic antrax serta diketahui kapan saja
kasus antrax pernah muncul.
2.6.2 Pengobatan
Pengobatan pada hewan sakit diberikan suntikan antiserum dengan dosis
kuratif 100-150 ml untuk hewan besar dan 50-100 ml untuk hewan kecil.
Penyuntikan antiserum homolog adalah lewat intra vena ataupun sub cutan
sedangkan heterology hanya melalui sub cutan.
Hewan sakit atau hewan yang sekandang dengan hewan sakit diberi suntikan
pencegahan dan anti serum. Kekebalan pasif timbul seketika namun tidak lebih
lama dari 2 minggu, Pemberian antiserum untuk tujuan pengobatan dapat
dikombinasikan dengan pemberian antibiotic. Contoh antrax stadium awal pada
kuda dan sapi dapat diberikan procain penicillin G dilarutkan dalam aquades
steril dengan dosis untuk hewan besar 6000-20000 IU/KgBB, IM tiap hari.
2.6.3 Pemberantasan
Hewan yang menderita antrax harus diisolasi sehingga tidak dapat kontak
dengan hewan-hewan lain. Pengisolasian tersebut dilakukan di dalam kendang
atau di tempat hewan tersebut ditemukan sakit. Di tempat itu digali lubang
sedalam 2-2,5 meter untuk menampung sisa makanan dan fesesdari kendang
hewan yang sakit. Dilarang menyembelih hewan yang sakit. Hewan yang mati
karena antrax dicegah agar tidak termakan oleh hewan pemakan bangkai.

BAB III

12
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
3.1.1 Penyakit anthrax disebabkan oleh Bacillus anthracis yang termasuk
genus Bacillus.
3.1.2 Patogenesa Infeksi dimulai dengan masuknya endospora kedalam
tubuh. Endo spora dapat masuk melalui abrasi kulit, tertelan atau
terhirup udara pernapasan. Setelah endospora masuk kedalam tubuh
sapi, melalui luka pada kulit, inhalasi (ruang alveolar) atau makanan
(mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh makrofag dan
dibaw a ke kelenjar getah bening regional.
3.1.3 Hewan yang rentan terkena anthrax adalah hewan pemamah biah seperti
sapi, domba dan kambing, kuda, rusa, kerbau selain itu bisa juga
menyerang marmut dan mencit
3.1.4 Gejala klinis penyakit ini secara umum seperti demam tinggi (42 °C),
gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps ambruk dan
kematian secara cepat. Darah yang keluar dari lubang kumlah (anus,
hidung, mulut atau vulva) berwarna gelap dan sukar membeku.
3.1.5 Cara mendiaknosa anthrax dengan cara pemeriksaan mikroskopis
sediaan ulas darah perifer, pembiakan dan identifikasi . B anthraxis,
konfirmasi virulensi dengan PCR ( polymerase chain reaction ) dan
pemeriksaan serologik
3.1.6 Pengendalian penyakit anthrax dengan cara pencegahan (vaksinasi dan
investigasi), pengobatan (pemberian antiserum) dan pemberantasan.
3.2 Saran
Mahasiswa harus mempelajari dengan bersungguh-sungguh tentang penyakit
anthrax agar tepat dalam menangani kasus jika di temukan di lapangan. Dan yang
terpenting agar tidak menular kepada manusia.

Daftar Pustaka
13

Basri, Chaerul. 2009. “Antraks Tipe Kulit Pada Penduduk Dl Wilayah Kabupaten
Bogor Individual Characteristic Relation With The Occurrence Ofantrax
Disease Of Hush Type In Bogor Region ).” Jurnal Ilmu pertanian Indonesia
14(1): 1–5.

Damayanti,S.R. Saraswati,L.D M.Arie Wurianto. 2012. “Riza Sinta Damayanti


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012.” 1(2): 454–65.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Antraks. Pedoman dan Protap Penatalaksanaan


Kasus, Sub. Dit Zoonosis, Direktorat P2B2, Ditjen PPM dan PLP,Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003 . Pedoman Tata Laksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Penyakit Antraks di Rumah Sakit. Jakarta.

Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Medical Microbiology, 25th ed, Mc Graw Hill,
New York, 2010.

Kementrian Kesehatan RI ,2012 , Buku Saku Dokter,Jakarta.

Lane HC, Faunci AS, Microbial Bioterrorism, Harrison’s Principles of Internal


Medical, 17th ed, Vol.1, Mc Graw Hill, New York, 2008.

WHO. Guidelines for the Surveillance and Control of Anthrax in Human and Animal,
2010.

14

Anda mungkin juga menyukai